PENCURIAN PRATIMA DI BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ADAT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Hukum yang diciptakan manusia mempunyai tujuan untuk. menciptakan keadaan yang teratur, aman, dan tertib, demikian pula dengan

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA. Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto

BAB III PENUTUP. pratima di Bali, dan hasil wawancara yang diperoleh penulis dari para

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia di dalam pergaulan hidup bermasyarakat, berbangsa dan

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

ANALISIS MENGENAI SINGKRONISASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI PENGGANTI PIDANA PENJARA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOBA YANG DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PENGGUNA BAHAN BAKAR MINYAK ECERAN YANG TIDAK MEMILIKI IZIN PENJUALAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO.

JURNAL TINJAUAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU PENCURIAN BENDA SAKRAL TERKAIT DENGAN HUKUM ADAT DI MELAYA, KABUPATEN JEMBRANA - BALI

PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

TINDAK PIDANA MUTILASI DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

JURNAL PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN PRATIMA MENURUT HUKUM ADAT BALI

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH

Keywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

SANTUNAN OLEH PELAKU TINDAK PIDANA TERHADAP KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS MEREK TERKENAL (WELL-KNOWN MARK) BERKAITAN DENGAN PELANGGARAN MEREK

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, PENCURIAN DAN PRATIMA. terjemahan delict atau strafbaarfeit, yang oleh Moeljatno menyebutkan dalam

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI PELAPOR

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG DIRUGIKAN AKIBAT PRAKTIK PERSEKONGKOLAN DALAM PENGADAAN TENDER

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENCURIAN PRATIMA

Oleh : Nik Mirah Mahardani Pembimbing: I Gede Artha Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP)

AKIBAT HUKUM BAGI PENERBIT BILYET GIRO KOSONG

PIDANA KERJA SOSIAL DALAM RANGKA MENCAPAI TUJUAN PEMIDANAAN DI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMBANTU KEJAHATAN TERHADAP NYAWA

TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP LEMBAGA PENYIARAN YANG MENYIARKAN KONTEN PORNOGRAFI

Keywords: Abortion, Victims, Rape, Criminal Code, Law No. 36 of 2009.

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN DI JALAN RAYA

KEBIJAKAN FORMULASI FUNGSI KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA MENURUT UNDANG UNDANG NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

RELEVANSI PIDANA KERJA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA

TINJAUAN TERHADAP DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESOR BADUNG)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

KEBIJAKAN DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PELACURAN SESUAI DENGAN PERDA KOTA DENPASAR NO. 2 TAHUN

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA EKSIBISIONISME DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA

PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEJAHATAN EKONOMI DI BIDANG PERBANKAN

KEBIJAKAN FORMULASI ASAS SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

PENGATURAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN DALAM UNDANG-UNDANG KEPABEANAN

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI TUKANG GIGI KARENA KELALAIAN DALAM MELAKUKAN PEKERJAANNYA DITINJAU DARI KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

PIDANA DAN TINDAKAN TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. oleh

PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DI INDONESIA

PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Oleh : Iman Hidayat

DASAR KUALIFIKASI CURI PATOLOGIS (KLEPTOMANIA) DI DALAM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

ANALISIS YURIDIS MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGGUNA JASA PROSTITUSI DALAM PERSPEKTIF KUHP

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

PENJATUHAN HUKUMAN UNTUK PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN HEWAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada

ANALISIS MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PERZINAHAN DALAM PERSPEKTIF KUHP

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali dengan adat istiadat dan budayanya yang begitu kental yang

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

KEBIJAKAN KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN KUMPUL KEBO

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

ANALISIS HUKUMAN KEBIRI UNTUK PELAKU KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DITINJAU DARI PEMIDANAAN DI INDONESIA

SANKSI PIDANA BAGI PELAKU PEMBIARAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA. Oleh :

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERAMPOKAN DIDALAM TAKSI DITINJAU DARI PERSEPEKTIF VIKTIMOLOGI

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

DAFTAR PUSTAKA. Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan, Pradnya Paramita, Jakarta, Andre Ata Ujan, Filsafat Hukum, Kasinius, Jakarta, 2009.

JURNAL PENGANCAMAN SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012

PERSPEKTIF KRIMINOLOGI DALAM MENGKAJI PERKOSAAN TERHADAP LAKI-LAKI Di INDONESIA

HARMONISASI KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP BANK INDONESIA

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

SKRIPSI PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN PRATIMA MENURUT HUKUM ADAT BALI

KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI PENGAKUAN YANG DIBERIKAN DI LUAR PERSIDANGAN

TINJAUAN YURIDIS INFORMED CONCENT BAGI PENANGANAN PASIEN GAWAT DARURAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah hukuman berasal dari kata straf dan istilah di hukum yang berasal dari

PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN TERKAIT SABUNG AYAM DI PROVINSI BALI

Oleh: R.Caesalino Wahyu Putra IGN.Parikesit Widiatedja Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) DI INDONESIA

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP MIRAS TIDAK BERLABEL DI LIHAT DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

EKSISTENSI LEMBAGA PERKREDITAN DESA SETELAH DIKELUARKANNYA UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

KEHARUSAN PENDAMPINGAN PENASEHAT HUKUM DALAM PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SIKAP KEJAKSAAN ATAS PELIMPAHAN BERKAS PERKARA OLEH PENYIDIK

KEKHUSUSAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ( MONEY LAUNDERING )

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

Transkripsi:

PENCURIAN PRATIMA DI BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ADAT Oleh Ida Bagus Gede Angga Juniarta Anak Agung Sri Utari Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The pratima thievery in Bali has become more frequently occured recently, and the solving process of the case is only using the Indonesia's formal criminal law with inadequate recognition to the criminal adat law as consideration. How the perspective of criminal adat law in the case of pratima thievery is significantly needed, to give the best consideration when it comes to the time of judiciary judgement. The method which is used in this paper is normative method, because norm conflict occurs when punishment in given. The discussion about pratima thievery can be studied from comparing the formal criminal law with criminal adat law in each region/villages. The criminal adat law oriented in a perspective which has purpose in the sanction given to the suspected, that it is not only giving detterent effect but also returning the cosmos balance within society. Key Words : Theft, Pratima, Criminal Adat Law ABSTRAK Pencurian pratima di Bali makin sering terjadi akhir-akhir ini, dan proses penyeselaian perkaranya pun hanya menggunakan hukum pidana formal Indonesia dengan kurang memperhatikan hukum pidana adat setempat sebagai bahan pertimbangannya. Bagaimanakah perspektif hukum pidana adat dalam pencurian pratima tersebut sangat diperlukan, guna bertujuan memberikan pertimbangan yang terbaik dalam membuat keputusan saat menjatuhkan hukuman. Metode yang digunakan adalah metode normatif karena terjadinya konflik norma saat penjatuhan sanksi. Pembahasan tentang pencurian pratima dapat dilihat dengan membandingkan hukum pidana formal dengan hukum pidana adat setempat. Hukum pidana adat, memiliki perspektif bahwa tujuan dari sanksi yang diberikan kepada si pelaku bukan hanya memberikan efek jera tetapi juga mengembalikan keseimbangan kosmik di dalam masyarakat. Kata Kunci : Pencurian, Pratima, Hukum Pidana Adat I. PENDAHULUAN Banyaknya tindakan kriminal yang sering terjadi belakangan ini mengundang banyak pertanyaan, seperti mengapa, apa, bagaimana, dari modus tindakan kriminal 1

yang terjadi. Salah satunya adalah tindakan kriminal pencurian. Banyak modus operandi dalam pencurian, seperti pencurian di pekarangan orang di malam hari, atau pencurian yang dilakukan dengan kekerasan, dan pencurian biasa. Tapi ada hal yang menarik dari tindak pidana pencurian ketika objek dari pencurian tersebut adalah Benda yang disakralkan. Di Bali terdapat banyak benda sakral seperti keris, uang logam (Pis Kepeng), pratima. Salah satu benda yang disakralkan tersebut adalah Pratima. Pratima (patung yang disucikan) merupakan tergolong benda yang disakralkan oleh masyarakat Hindu Bali sebagai sarana (media) pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa berserta manifestasi Beliau. 1 Benda-benda tersebut memang terlihat seperti sebuah benda mati biasa atau benda bergerak biasa, tapi dalam kaitannya dengan masyarakat di Bali, keberadaan pratimapratima ini disucikan dan disakralkan oleh masyarakat Hindu Bali. Karena pratimapratima ini tiada lain merupakan simbol atau media pemujaan umat Hindu untuk memuja Tuhan. Yang mana pratima-pratima selalu distanakan (ditempatkan) di Pura yang kesuciaanya terjaga dengan baik, dan tidak boleh sembarang orang diperkenankan untuk menjamahnya. 2 Belakangan ini terjadi tindak pidana pencurian terhadap benda-benda sakral tersebut. Pelakunya pun bahkan orang Bali sendiri. Dan sementara ini, pasal yang dijeratkan masih Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencurian dengan ancaman hukuman masksimal 7 tahun penjara. Dalam pandangan Hukum Pidana Formal ini merupakan kejadian kriminal biasa yang sudah diatur dan tertera dalam KUHP, tetapi dalam pandangan Hukum Pidana Adat yang merupakan hukum asli masyarakat, ini merupakan tindakan kriminal yang sudah merusak keseimbangan dalam masyarakat, sehingga menimbulkan gangguan pada keseimbangan kosmis di masyarakat. 3 Sehingga untuk menentukan hukum mana yang terbaik diberikan kepada si pelaku terhadap tindakannya ini berkenaan dengan UU Darurat No.1 Tahun 1951 yang mengatur kekuasaan hakim untuk memberikan sanksi sesuai dengan kebiasaan adat setempat, maka tindakan kriminal pencurian pratima ini harus dilihat dari perspektif pidana Indonesia baik yang formal maupun adat. 1 I Ketut Sandika, 2011, Pratima Bukan Berhala, Paramita, Surabaya, h.2. 2 Ibid. 3 I Made Widnyana, 1993, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, PT. Eresco, Bandung, h.3. 2

1.1 TUJUAN PENULISAN Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana hukum pidana di Indonesia berlaku dalam suatu keadaan tertentu, seperti dalam pencurian Pratima. Permasalahan timbul saat hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku hanya sanksi pidana formal tanpa menambahkan sanksi adatnya, yang menyebabkan ketidakpuasaan masyarakat terhadap putusan pengadilan. II. ISI MAKALAH 2.1 METODE PENELITIAN Penelitian Pencurian Pratima di Bali dalam Perspektif Hukum Pidana Adat merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek. 4 Penelitian hukum normatif digunakan karena terjadinya konflik norma (geschijld van normen) secara horizontal dalam hal penjatuhan sanksi kepada pelaku pencurian pratima berdasarkan perspektif hukum pidana formal dan hukum pidana adat. 2.2 PEMBAHASAN 2.2.1 PERSPEKTIF DARI HUKUM PIDANA NASIONAL Tentang penentuan perbuatan mana yang dipandang sebagai perbuatan pidana, Indonesia menganut azas legalitas/principle of legality, yaitu azas yang menentukan bahwa tiap-tiap perbuatan pidana harus ditentukan sebagai demikian oleh suatu aturan undang-undang (Pasal 1 ayat (1) KUHP). 5 Sebagaimana diketahui bahwa hukum pidana mengandung suatu norma yaitu berupa larangan atau suruhan/ kaidah dan adanya sanksi/ hukuman/ pidana. Tindak pidana pencurian diatur dalam BAB XXII, buku II adalah tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok, misalnya sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP, Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud memiliki secara melawan hukum, diancam dengan pidana karena pencurian dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 60.00,-. Adapun unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : 4 Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.101. 5 Moeljatno, 2009, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, h.5. 3

1). Unsur objektif : terlihat dari kalimat : mengambil, barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain. 2). Unsur subjektif : terlihat dari kalimat : dengan maksud, untuk memiliki, secara melawan hukum. Mengenai kasus pencurian pratima, tidak ada yang berbeda dari kasus pencurian biasa yakni semua unsur tersebut harus terpenuhi terlebih dahulu. Walaupun unsur objektifnya yakni barang yang dicuri adalah benda sakral umat Hindu. Sehingga menurut pandangan hukum Pidana formal, pencurian pratima ini, termasuk dalam tindak pidana pencurian biasa. Sanksi yang diberikan pun hanya berdasarkan KUHP yaitu pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 60.00,-. Atau dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama tujuh tahun sesuai dengan pasal 363 KUHP ayat (1), dan/atau ayat (2). 2.2.2 PERSPEKTIF DARI HUKUM PIDANA ADAT Di dalam menentukan delik adat tidak dikenal adanya asas legalitas sebagaimana disebut dalam sistem KUHP. Delik adat itu terjadi apabila suatu saat timbul larangan untuk melakukan suatu perbuatan, karena perbuatan tersebut dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut, tercela karena apabila dilanggar dipandang akan dapat mengganggu keseimbangan kosmis dan menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat. 6 Menurut Bushar Muhammad, definisi tentang delik adat ini sebagai suatu perbuatan sepihak dari seseorang atau kumpulan perseorangan, mengancam atau menyinggung atau mengganggu keseimbangan dan kehidupan persekutuan bersifat material atau inmaterial, terhadap orang seorang atau terhadap masyarakat berupa kesatuan. Tindakan tersebut akan mengakibatkan suatu reaksi adat. 7 Berbeda dengan perspektif hukum pidana formal, hukum pidana adat memilki pandangan yang berbeda terhadap pencurian pratima, karena objek atau barang yang dicuri adalah benda yang disucikan oleh umat Hindu. Definisi tentang delik adat, pada pokoknya terdapat empat unsur penting yaitu: (1) ada perbuatan yang dilakukan oleh perorangan, kelompok atau pengurus adat sendiri; (2) perbuatan itu bertentangan dengan norma-norma hukum adat; (3) perbuatan itu dipandang dapat menimbulkan 6 I Made Widnyana, 1993, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, PT. Eresco, Bandung, h.7. 7 Ibid, h.5. 4

kegoncangan karena mengganggu keseimbangan dalam masyarakat; (4) atas perbuatan itu timbul reaksi dari masyarakat yang berupa sanksi adat. 8 Terhadap pencurian benda-benda suci bagi umat Hindu seperti Pratima ini, dapat dikenakan beberapa sanksi adat, yaitu : (a). Diadakan upacara pembersihan (penyucian), di mana segala biaya biasanya ditanggung oleh si pelaku; (b). danda (denda berupa uang); dan (c) juga dipecat sebagai anggota masyarakat adat. 9 Sehingga dalam hukum pidana adat pun memiliki sanksi yang tertulis di awig-awig dan sepatutnya dijalankan untuk menegakan hukum diwilayah setempat dan terutama mengembalikan kesucian dari benda suci tersebut maupun desa tempat terjadinya kasus pencurian. 3. KESIMPULAN Hukum pidana formal maupun hukum pidana adat memiliki pandangan yang sama terhadap pencurian Pratima, yakni perbuatan tersebut merupakan sebuah delik yang patut mendapat sanksi yang setimpal karena telah memenuhi unsur-unsur delik maupun delik adatnya. Tetapi ada sedikit perbedaan yakni dari tujuan sanksi yang diberikan. Maksudnya dalam hukum pidana formal tujuan sanksi yang diberikan sudah jelas untuk memberikan efek jera terhadap pelaku, tapi tidak memperhatikan pada keadaan di masyarakat akibat pencurian tersebut. Sedangkan dalam hukum pidana adat tidak hanya memberikan efek jera terhadap pelaku, melainkan juga mengembalikan keseimbangan di masyarakat adat yang sudah tergoncang dengan perbuatan pencurian terhadap benda yang disakralkan atau disucikan oleh masyarakat setempat. DAFTAR PUSTAKA Moeljatno, 2009, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta. Muhamad, Adulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung. Sandika, I Ketut, 2011, Pratima Bukan Berhala, Paramita, Surabaya. Widnyana, I Made, 1993, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, PT.Eresco, Bandung. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 8 ibid, h.6. 9 ibid, h.25. 5