I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. itu, diperlukan upaya peningkatan produksi etanol secara besar-besaran

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli

SKRIPSI. OPTIMASI PRODUKSI BIOETANOL DARI TEPUNG GARUT (Maranta arundinacea Linn.) DENGAN VARIASI ph, KADAR PATI DAN SUMBER KHAMIR KOMERSIAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat. mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki

I. PENDAHULUAN. pengepresan (Abbas et al., 1985). Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri semakin berkurang, bahkan di

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

I. PENDAHULUAN. biomasa, sedangkan 7% disintesis dari minyak bumi. terjadinya krisis bahan bakar pada masa yang akan datang, pemanfaatan etanol

KADAR GLUKOSA DAN KADAR BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissima pohl) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

BAB I PENDAHULUAN. maka kebutuhan energi juga mengalami peningkatan. Hal tersebut tidak

BAB I PENDAHULUAN. juga non-pangan. Enzim yang penting dan sering dimanfaatkan di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissima,pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan (BBM) Bahan Bakar Minyak untuk keperluan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. fosil (Meivina et al., 2004). Ditinjau secara global, total kebutuhan energi dunia

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin

PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT NANAS

BIOETANOL DARI BONGGOL POHON PISANG BIOETHANOL FROM BANANA TREE WASTE

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut, pemerintah mengimpor sebagian BBM. Besarnya ketergantungan

GAPLEK KETELA POHON (Manihot utillisima pohl) DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

KUALITAS BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA. Skripsi

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting, terutama di jaman modern dengan mobilitas manusia yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

PRODUK BIOETANOL DARI PATI MANGGA (Mangifera Indica L.) DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM DAN FERMENTASI

BAB I PENDAHULUAN. bakar alternatif pengganti minyak bumi yang terbaru dan lebih ramah lingkungan. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25]

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan enzim,yaitu α-amilase, β-

BAB I PENDAHULUAN. sebagian wilayah Asia. Khusus wilayah Asia, penghasil singkong terbesar adalah

Pengaruh Jumlah Ragi dan Waktu Fermentasi terhadap Kadar Bioetanol yang Dihasilkan dari Fermentasi Kulit Pepaya

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bahan bakar. Sumber energi ini tidak dapat diperbarui sehingga

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan sumber karbohidrat, salah satu diantaranya adalah umbiumbian.

I. PENDAHULUAN. energi karena cadangan energi fosil yang terus menurun. Mengantisipasi masalah

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI GAPLEK SINGKONG KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU BERBEDA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. produk komersial termasuk makanan, kosmetik, dan obat -obatan (Priyadi dan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

Pengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. minyak bumi pun menurun. Krisis energi pun terjadi pada saat ini, untuk

Jurnal Atomik., 2016, 01 (2) hal 65-70

PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAN PERSENTASE STARTER PADA NIRA AREN (Arenga pinnata) TERHADAP BIOETHANOL YANG DIHASILKAN

KADAR BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA (DIENDAPKAN 5 HARI) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)

BAB I PENDAHULUAN. tanaman dari keluarga Poaceae dan marga Sorghum. Sorgum sendiri. adalah spesies Sorghum bicoler (japonicum). Tanaman yang lazim

Hak Cipta milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I PENDAHULUAN. Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau

BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISIS SDAN FERMENTASI DENGAN N SACCHAROMYCES CEREVISIAE

PENGARUH TEMPERATUR LIKUIFIKASI KONVERSI PATI SORGUM MENJADI GULA

I. PENDAHULUAN. berbagai usaha untuk meningkatkan produksi gula selain gula tebu karena gula tebu

NURUL FATIMAH A

SKRIPSI. PRODUKSI BIOETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae DARI BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr.) DENGAN VARIASI JENIS JAMUR DAN KADAR PATI

BAB I PENDAHULUAN. Umbi-umbian adalah bahan nabati yang dapat diperoleh dari dalam

Produksi Glukosa Cair dari Pati Ubi Jalar Melalui Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejak revolusi industri pada tahun 1800-an, strategi efisiensi biaya

BAB I PENDAHULUAN. Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat

ANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM

HASIL DAN PEMBAHASAN

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran

Pengaruh Hidrolisis Enzim pada Produksi Ethanol dari Limbah Padat Tepung Tapioka (Onggok)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

I. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak

PRODUKSI BIOETANOL DARI PATI SORGUM DENGAN PROSES SAKARIFIKASI DAN FERMENTASI SERENTAK DENGAN VARIASI TEMPERATUR LIQUIFIKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan istilah yang tidak asing lagi saat ini. Istilah bioetanol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indutri. Pemanfaat jagung dalam bidang industri selain sebagai sumber

RANCANG BANGUN ALAT DISTILASI SATU TAHAP UNTUK MEMPRODUKSI BIOETANOLGRADE TEKNIS

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketela pohon merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi bagi

BAB I. PENDAHULUAN. bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66%,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negeri yang sangat dikagumi akan kekayaan alamnya.

FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin menipis seiring dengan meningkatnya eksploitasi manusia untuk pemenuhan kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM). Eksploitasi tersebut menyebabkan kelangkaan bahan bakar fosil, dan berdampak terhadap peningkatan harga minyak bumi dunia (Prihandana, 2007). Untuk mengatasi krisis tersebut, bioetanol yang merupakan bahan bakar berbasis nabati hadir sebagai energi alternatif. Bioetanol merupakan produk industri yang digunakan dalam industri minuman beretanol, industri farmasi sebagai bahan obat-obatan dan antiseptik, dan industri kosmetik (Hambali dkk., 2007). Menurut Dyah dan Wasir (2011), saat ini sedang diusahakan secara intensif pemanfaatan bahan-bahan yang mengandung karbohidrat tinggi, terutama kandungan pati yang dapat diolah menjadi bioetanol. Beberapa komoditas pertanian yang digunakan sebagai bahan bioetanol diantaranya adalah ubi kayu, ubi jalar, jagung, sorghum, sagu, dan juga bahan gula selulosa (Rahmi, 2011). Komoditas pertanian yang kadar patinya tergolong tinggi adalah pati garut, dengan kandungan amilosa 29,03 31,34% (Richana, dkk., 2000). Tanaman garut merupakan jenis umbi-umbian yang diketahui memiliki kadar karbohidrat yang tinggi, yaitu 85,20 gram. Kandungan karbohidrat tepung garut, yaitu 85,20 gram diketahui lebih tinggi daripada kadar karbohidrat beras giling 78,99 gram dan tepung terigu 77,3 gram (Rukmana, 2000). Kandungan pati yang 1

2 tinggi pada tanaman garut tersebut berpotensi sebagai bahan baku penghasil etanol. Tanaman garut relatif mudah diperoleh di pasar tradisional dan belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat umum selain sebagai pengganti bahan makanan (Rukmana, 2000). Produksi bioetanol dari tanaman dengan kandungan karbohidrat tinggi secara fermentasi berlangsung melalui 2 tahap. Tahap awal bahan gula dihidrolisis menjadi gula sederhana dengan menggunakan zat pembantu untuk mempercepat proses hidrolisis. Zat pembantu yang dipergunakan dalam proses hidrolisis dapat menggunakan enzim atau asam. Menurut Suriawiria (2010), hidrolisis menggunakan enzim akan rusak pada suhu tinggi, dan berlangsung hingga suhu 90 C, sedangkan hidrolisis asam berlangsung hingga mencapai suhu 121 C. Hidrolisis menggunakan enzim memberikan keuntungan yang lebih besar daripada menggunakan mikrobia, diantaranya adalah produk yang lebih murni, biaya pemurnian yang lebih murah, dan perolehan hasil akhir hidrolisis tanpa produk-produk sampingan yang bersifat toksin atau merugikan. Hidrolisis dengan enzim bertujuan untuk membantu proses konversi pati menjadi gula sederhana (Elidar, 2006). Kelebihan hidrolisis enzim dibandingkan penggunaan asam adalah lebih ramah lingkungan dan tidak menghasilkan residu yang mencemari lingkungan, sedangkan hidrolisis asam bersifat toksik apabila terhirup, memerlukan suhu yang sangat tinggi untuk hidrolisis, yaitu 120-160 C dan glukosa yang dihasilkan relatif lebih rendah dibandingkan hidrolisis menggunakan enzim (Hajiyah, 2005).

3 Enzim yang digunakan dalam penelitian ini adalah enzim glukomilase yang akan bekerja optimal pada kisaran ph 6 7 dan suhu optimum 40-50 C. Enzim glukoamilase memiliki kemampuan dalam menghidrolisis ikatan α-1,4 glikosidik dan juga ikatan α-1,6 glikosidik namun tidak secepat pada proses hidrolisis ikatan α-1,4 glikosidik (Sauer, 2000). Kemampuan hidrolisis enzim glukoamilase akan menghasilkan glukosa yang lebih tinggi dbandingkan dengan glukosa yang dihasilkan oleh enzim α-amilase yang hanya mampu menghidrolisis ikatan α-1,4 glikosidik (Nurdianti,2007). Penelitian Noor (2008) didapatkan likuifikasi dengan enzim glukoamilase memberikan hasil dekstrin yang paling tinggi (87,7 g/l) daripada aktifitas enzim α amilase (77 g/l), β amilase (20 g/l), dan pullulanase (45 g/l) pada ph 6. Penelitian Saputro (2008), menunjukkan bahwa aktifitas enzim glukoamilase maksimal pada medium pati tapioka adalah 6 dan ph 5-6 pada tepung ikan. Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini dilakukan variasi perlakuan suhu untuk melihat optimalisasi kerja enzim dalam menghasilkan kadar gula reduksi tertinggi, yaitu pada variasi ph 5,8, 6,2, 6,6 dan 7. Kerja enzim glukoamilase dalam menghasilkan gula pereduksi tertinggi juga dipengaruhi oleh kadar substrat yang terkandung di dalamnya. Hasil penelitian Rahmi (2011), produksi bioetanol dari sorgum dengan hidrolisis enzimatik glukoamilase selama 48 jam menggunakan kadar pati 30 % memberikan hasil gula pereduksi tertinggi, yaitu 0,299 mg/ml. Karena medium yang digunakan terlalu kental dan pekat, maka pada penelitian ini dilakukan variasi kadar pati garut sebesar 1, 2 dan 3% dalam optimasi produksi bioetanol.

4 Tahap kedua gula diubah menjadi bioetanol yang disebut juga dengan tahap fermentasi. Secara umum, tahap ini dilakukan dengan bantuan khamir, bakteri atau alga (Rahmi, 2011). Pada penelitian ini digunakan khamir, karena sifatnya yang lebih menguntungkan daripada bakteri dan alga, diantaranya adalah ukuran sel khamir yang lebih besar, pertumbuhan yang lebih cepat, dinding sel yang lebih kuat, dan tidak melakukan proses fotosintesis seperti pada alga (Rahmi, 2011). Proses fermentasi dilakukan berdasarkan sistem kultur sekali unduh (batch culture), dan khamir yang digunakan adalah Saccharomyces cereviseae yang umum dipakai dalam penghasilan alkohol, karena kecepatan fermentasi yang tinggi, toleran terhadap kadar alkohol dan kadar gula tinggi. Strain ini memiliki kemampuan fermentasi alkohol dengan menggunakan gula sederhana seperti glukosa, maltosa, sukrosa, rafinosa, namun tidak mampu memfermentasi laktosa (Madigan dkk., 2000). Hasil penelitian Rosita (2008), diperoleh fermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae dengan substrat onggok menghasilkan bioetanol dengan kadar 7,89%. Saccharomyces cerevisiae di pasaran terdapat dalam berbagai macam produk dengan harga dan kualitas yang bervariasi. Produk Saccharomyces cerevisiae yang dijual secara komersial dan digunakan sebagai bahan dasar produk pangan di antaranya adalah Fermipan, Mauripan, dan Saft- Instant. Perbedaaan komposisi pada ketiga produk tersebut tentu akan memberikan pengaruh terhadap harga jual dan kualitas produk. Penggunaan khamir komersial untuk produksi bioetanol diharapkan dapat digunakan sebagai pengganti dalam penggunaan khamir murni Saccharomyces cerevisiae. Penggunaan khamir komersial ini memiliki beberapa keuntungan,

5 yaitu memotong proses penyeragaman umur khamir murni, dan dapat diperoleh dengan harga yang lebih murah daripada biakan murni khamir Saccharomyces cerevisiae. Penelitian Agustinus dan Amran (2011), penghasilan bioetanol dengan menggunakan khamir komersial Fermipan dengan waktu fermentasi 4 hari memberikan hasil kadar etanol 6,17%. B. Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan merujuk pada beberapa penelitian terdahulu mengenai pemanfaatan tanaman garut dengan kandungan karbohidrat yang tinggi. Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai dasar acuan di antaranya adalah sebagai berikut: Penelitian Endah dkk., (2007) tentang proses pembuatan bioetanol dengan bahan tanaman umbi garut sebagai sumber karbohidrat melalui 3 tahapan utama. Tahap pertama adalah pembuatan pati garut. Proses hidrolisis asam dengan larutan asam klorida sebanyak 600ml dan pemanasan pada labu leher tiga suhu 100ºC selama 1 jam. Tahap ketiga berupa proses fermentasi dilakukan dengan membandingkan pengunaan khamir kering dan khamir basah dalam menghasilkan bioetanol. Penelitian pembuatan bioetanol dari sorgum dengan hidrolisis enzimatik menunjukkan bahwa penggunaan enzim glukoamilase sebesar 0,3% dari berat pati dapat menghasilkan kadar etanol tertinggi, yaitu 82% (Rahmi, 2011). Penelitian Noor (2008), hasil likuifikasi dengan enzim glukoamilase memberikan hasil dekstrin yang paling tinggi (87,7 g/l) daripada aktifitas enzim α amilase (77 g/l) β amilase (20 g/l) dan pullulanase (45 g/l) pada ph 6. Penelitian Rahmi (2011),

6 penggunaan enzim glukoamilase sebesar 0,3% pada pati sorgum 30% memberikan hasil gula reduksi tertinggi, yaitu 0,299 mg/ml. Penelitian Saputro (2008) menunjukkan bahwa aktifitas enzim glukoamilase maksimal pada substrat tepung tapioka adalah 6 dan ph 5-6 pada tepung ikan. Menurut Marsono dkk., (2000) kandungan amilosa tepung tapioka (26,02 %) hampir mendekati kandungan amilosa pada tepung garut (25,94 %), maka pada penelitian ini dilakukan variasi perlakuan dengan ph 5,8, 6,2, 6,6 dan 7 untuk melihat optimalisasi kerja enzim dalam menghasilkan kadar gula reduksi tertinggi. Tabel 1. Perbandingan Penelitian yang Serupa No. Keterangan Endah dkk.,(2007) Rahmi (2011) Saputro (2008) 1 Sumber pati Umbi Garut Sorgum Tepung tapioka 2 Metode Hidrolisis asam Hidrolisis enzim glukoamilase (0,3% b/v) Hidrolisis enzim glukoamilase Penelitian yang akan dilakukan Tepung Garut Hidrolisis enzim glukoamilase (0,3% b/v) 3 ph - 4,5 6 Variasi ph 5,8, 6,2, 6,6, 7 4 Gula - 0,299 -? Reduksi mg/ml 5 Kadar Bioetanol 92,34% 8,22% -? C. Rumusan Masalah 1. Berapakah ph optimum aktifitas hidrolisis tepung garut oleh enzim glukoamilase? 2. Berapakah kadar pati optimum untuk kerja enzim glukoamilase dalam menghasilkan kadar gula reduksi tertinggi? 3. Khamir komersial manakah yang paling efektif dalam fermentasi etanol?

7 D. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui ph optimum aktifitas hidrolisis tepung garut oleh enzim glukoamilase. 2. Mengetahui kadar pati optimum untuk kerja enzim glukoamilase dalam menghasilkan kadar gula reduksi tertinggi. 3. Mengetahui khamir komersial yang paling efektif dalam fermentasi bioetanol. E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat dan para ilmuwan mengenai potensi tepung garut sebagai sumber penghasilan bioetanol dan memberi wawasan mengenai kadar tepung dan ph optimum pada tahap hidrolisis menggunakan enzim glukoamilase, dan pengetahuan kualitas khamir komersial dalam optimasi penghasilan bioetanol.