KEKUATAN HUKUM SAKSI A DE CHARGE DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN DIPENGADILAN NEGERI KISARAN JURNAL

dokumen-dokumen yang mirip
FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

PERANAN SAKSI YANG MENGUNTUNGKAN TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA (STUDI PN PALU NOMOR 10/PID.SUS-TIPIKOR/2013/PN.

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE PADA PROSES PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI ARTIKEL ILMIAH

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

PEREKAMAN PROSES PERSIDANGAN PADA PENGADILAN NEGERI DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ACARA PIDANA. Oleh: Hafrida 1. Abstrak

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-VIII/2010 Tentang Pengajuan Saksi Yang Meringankan Tersangka/Terdakwa ( UU Hukum Acara Pidana )

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. proses acara pidana di tingkat pengadilan negeri yang berakhir dengan pembacaan

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari dan mendapatkan kebenaran yang selengkap-lengkapnya dan masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENJAMIN APABILA TERSANGKA ATAU TERDAKWA MELARIKAN DIRI DALAM MASA PENANGGUHAN PENAHANAN

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

Kata kunci: Pencabutan keterangan, terdakwa. AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Februari 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

commit to user BAB I PENDAHULUAN

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Transkripsi:

KEKUATAN HUKUM SAKSI A DE CHARGE DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN DIPENGADILAN NEGERI KISARAN JURNAL Oleh: EKA PUJI ASTUTI SITORUS NIM. 120200002 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

KEKUATAN HUKUM SAKSI A DE CHARGE DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN DIPENGADILAN NEGERI KISARAN JURNAL Oleh: EKA PUJI ASTUTI SITORUS NIM. 1202000 Menyetujui, Pembimbing I, Pembimbing II, Dr.Edi Yunara,SH,M.Hum NIP.196012221986031003 Dr.Mahmud Mulyadi,SH,M.Hum NIP.197404012002121001

KEKUATAN HUKUM SAKSI A DE CHARGE DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN DIPENGADILAN NEGERI KISARAN EKA PUJI ASTUTI SITORUS NIM 120200002 ABSTRAK Saksi A De Charge, merupakan saksi yang dipilih atau diajukan oleh Terdakwa atau Penasehat hukum, yang sifatnya meringankan terdakwa. Bentuk perlindungan hak asasi, tersangka atau terdakwa adalah melakukan pembelaan terhadap dirinya yang salah satu caranya dengan mengajukan saksi yang sekiranya dapat memperingan pidana yang diberikan kepadanya atau Saksi A De Charge. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 116 ayat (4) KUHAP, yaitu : Dalam hal tersangka menyatakan bahwa ia akan mengajukan saksi yang menguntungkan bagi dirinya, penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi tersebut. Penelitian ini mengkaji bagaimana kekuatan hukum saksi A De Charge dalam pebuktian tindak pidana penganiayaan di Pengadilan Negeri Kisaran, dan bagaimana penerapan saksi A De Charge dalam putusan Pengadilan Negeri Kisaran. LEGAL FORCE DE CHARGE IN WITNESS A CRIME OF ABUSE OF EVIDENCE IN COURT KISARAN EKA PUJI ASTUTI SITORUS NIM 120200002 ABSTRACT Witness A De Charge, a witness selected or submitted by the defendant or a legal adviser, nature relieve the defendant. Forms of protection of human rights, the suspect or defendant is to defend against him that one way to present witnesses that if it can lighten the punishment given to him or Witness A De Charge. This is in accordance with the provisions of Article 116 paragraph (4) Criminal Procedure Code, namely: If the suspect stated that he would call witnesses favorable to him, the investigator shall summon and examine witnesses. This study examines how the legal force witnesses A De Charge in proving the crime of persecution in the District Court of the kisaran, and how the application of witness A De Charge in the District Court's decision kisaran.

1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pasal 24 Undang- Undang Dasar 1945, peradilan dilakukan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dan badan- badan peradilan yang dibentuk oleh undang undang. Dengan demikian lembaga peradilan tersebut diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mencari kebenaran dan keadilan, terlebih lagi apabila terjadi diantara meerka perselisihan dan persengketaan tentang suatu hal atau adanya atau terganggunya hak- hak seseorang, sehingga menagkibatkan tiadanya ketenteraman dan keamanan pada setiap individu masyarakat Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap- lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan. 1 Hukum diciptakan untuk mengatur sistem tatanan kehidupan masyarakat dan melindungi segenap komponen dalam masyarakat. Dalam konsisten Undang-Undang Republik Indonesia No.8 tahun 1981 butir C tentang hukum acara pidana, disebutkan bahwa pembangunan nasional di bidang hukum acara pidana dimaksudkan agar masyarakat mengahayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan siakp para penegak hukum keadilan dan perlindungan terhadap harkat martabat manusia, serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. 1 Andi Hamzah. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika. Hlm.1

Salah satu hak yang paling mendasar bagi manusia adalah hak atas rasa aman dari bahya yang mengancam keselamatan dirinya. Hak tersebut merupakan hak yang paling asasi yang harus dijamin dan dilindungi oleh Undang-Undang. Dengan demikian, mereka merasa aman malaksanakan kewajiban tanpa diliputi rasa takut. Apabila hak tersebut telah diperoleh maka masyarakat akan merasa harkat martabat sebagai manusia yang dihormati. Dengan demikian mereka akan lebih leluasa malaksanakan kewajibannya sebagai warga negara terutama demi tegakya hukum. Keberhasilan penegakan hukum dalam suatu negara akan ditentukan oleh kesadaran hukum masyarakat itu sendiri, dalam arti masyarakat secara suka rela mematuhi hukum. Salah satu bentuk kewajiban seorang warga negara yang baik dalam hukum acara pidana guna mematuhi peraturan hukum adalah menjadi seorang saksi dalam pengadilan yang bertujuan mewujudkan sebuah kebenaran. Seorang saksi adalah seorang warga negara yang karena keadaa terpaksa harus berurusan dalam perkara pidana dipengadilan, guna membantu penegakan keadilan. Pengertian saksi menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (1) adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan tentang suatu tindak pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Pada umumnya alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Boleh dikatakan, tidak ada suatu perkara pidana yang lepas dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu didasarkan kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya di samping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih tetap selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi. Menjadi saksi dalam persidangan merupakan suatu kewajiban bagi setiap

warga negara. Kesadaran orang menjadi saksi merupakan tanda bahwa orang tersebut telah taat dan sadar hukum. Sebaliknya, orang yang menjadi saksi setelah di panggil ke suatu pengadilan untuk memberikan keterangan tetapi menolak kewajiban itu, maka ia dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku. Ketentuan undang-undang yan mengancam dengan pidana terhadap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya untuk datang sebagai saksi sedangkan ia telah dipanggi secara sah menurut undang-undang itu adalah Pasal 224 KUHP, adapun perumusannya adalah sebagai berikut : 2 barang siapa dipanggil sebagai saksi ahli atau juru bahasa menurut Undang-Undang dengan sengaja tidak memenuhi atau kewajiban menurut Undang- Undang selaku demikian harus dipenuhinya ancaman : - Ke -1 dalam perkara pidana dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan. - Ke -2 dalam perkara lain dengan pidana penjara paling lama enam bulan. Saksi merupakan pihak yang telah terlibat dalam perkara pidana. Ia menduduki peran dan fungsi yang penting dalam suatu pemeriksaan perkara disidang pengadilan. Tanpa adanya saksi, suatu tindak pidana akan sulit diungkap kebenarannya. Maksud menanyakan saksi adalah memberikan kesempatan untuk menyatakan bahwa tersangka tidak bersalah, ataupun jika bersalah mengakui kesahannya. 3 Mengingat peran dan fungsinya yang sangat penting maka pemerintah menjamin hak dan kewajiban seorang saksi dan memberikan perlindungan khusus terhadap saksi tersebut yang diatur, dijamin dan dituangkan dalam Undang- Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Hal hal yang esensial terhadap perlindungan hukum terhadap saksi adalah agar mereka bebas dari tekanan pihak luar yang mencoba mengintimidasi berkenaan dengan 2 Moeljatno.1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm.89 3 Andi Hamzah.1990. Pengantar Hukum Acara Pidana. Jakarta : Ghalia Indonesia. Hlm. 162

kesaksiannya dalam suatu perkara pidana. Dengan demikian mereka telah secara sadar dan suka rela bersedia menjadi seorang saksi dalam suatu perkara sekaligus berani mengatakan yang sebenarnya tanpa diliputi rasa takut, maka mereka telah mematuhi dan melakukan kewajibannya sebagai warga negara yang baik dan taat hukum. Saksi yang yang diajukan dalam sidang pengadilan ada empat jenis yaitu saksi yang diajukan oleh tersangka atau terdakwa, yang diharapkan dapat memberika keterangan yang menguntungkan bagi dirinya di dalam bahasa perancis disebut saksi A De Charge dan saksi yang diajukan oleh penuntut umum yang disebut saksi A Charge yaitu saksi yang keterangannya memberatkan terdakwa, dan saksi De Auditu yaitu saksi yang bukan menyaksikan dan mengalami sendiri tapi hanya mendengar dari orang lain, adapula saksi yang tidak memberatkan dan tidak meringankan terdakwa. Kehadiran saksi ini biasanya atas permintaan hakim dan jaksa penuntut umum kepada seorang ahli untuk mengungkap kebenaran sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing. Saksi ini tidak memihak kepada siapapun karena tugasnya hanya member keterangan sesuai dengan profesi yang menjadi bidang tugasnya. Saksi golongan ini disebut saksi ahli. Hakim pada prinsipnya dalam menjatuhkan putusan selalu mendasarkan pada alatalat bukti yang sah, oleh karena itu dalam usaha membuktikan apakah tindak pidana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum itu terbukti atau tidak. Hakim harus berhati-hati dalam menilai dan memperhitungkan masalah pembuktian, karena dengan pembuktian ini ditentukan nasib seorang terdakwa. Alat bukti yang sah dalam pasal 184 KUHAP dijelaskan bahwa : Keterangan saksi, keterangan ahli, surat.,petunjuk, dan keterangan terdakwa. Keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seseorang saksi

dimaksudkan untuk mengetahui apakah memang telah terjadi suatu perbuatan pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan permasalahan sebagai beriku : Bagaimana kekuatan hukum saksi A De Charge dalam pembuktian? Bagaimana penerapan dalam pembuktian saksi A De Charge? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingi dicapai penyusun dalam mengadakan penelitian ini yaitu Untuk mencari data serta mengetahui kekuatan hukum saksi A de Charge dalam pembuktian tindak pidana penganiayaan di Pengadilan Negeri Kisaran. Untuk mengetahui cara penerapan saksi A de Charge dalam pembuktian tindak pidana penganiayaan di Pengadilan Negeri Kisaran. D. Metode Penulisan Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Metode penelitian hukum normatif Dalam metode penelitian hukum normatif, penelitian difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum. Penelitian ini lebih mengutamakan data sekunder dan teknik pengumpulan data dalam bentuk studi pustaka atau studi literatur. 2) Metode penelitian hukum empiris, Hukum dipandang dalam kaitannya dengan masyarakat atau sebagai sebuah gejala social. Penelitian ini mengutamakan data primer sebagai data dasar penelitian dan teknik pengumpulan data lapangan. Metode penulisan hukum yang digunakan Penulis dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif yang lebih mengutamakan data sekunder sebagai data dasarnya untuk mengkaji penerapan kaidah hukum.

E. PEMBAHASAN 1. Pengertian Saksi dan Saksi A De Charge Saksi A De Charge adalah saksi yang menguntungkan terdakwa yang dipilih atau diajukan oleh penuntut umum atau terdakwa atau penasehat hukum, yang sifatnya meringankan terdakwa dan mempengaruhi keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan. Dengan mengajukan saksi A De Charge tersangka atau terdakwa berharap dapat dijatuhi hukuman yang serinagan-ringannya atau bahkan diputus bebas. Hal tersebut bukan sesuatu yang tidak mungkin karena dalam pembuktian selain mendasar ketentuan Undang-Undang juga mendasar pada keyakinan hakim. Pasal 160 ayat (1) KUHAP, membebankan kewajiban hukum kepada hakim ketua sidang untuk mendengar keterangan saksi. Pemeriksaan dan pendengaran keterangan saksi dalam persidangan meliputi seluruh saksi yang tercantum dalam surat atau berkas perlimpahan perkara. Saksi yang memberatkan terdakwa tentunya akan diajukan oleh penuntut umum. Hal ini telah ditentukan oleh KUHAP, bahwa penuntut umum adalah pihak yang bertindak sebagai aparat yang diberi wewenang untuk mengajukan segala daya upaya untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa dalam surat dakwaan, yaitu surat atau akte yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan, dengan demikian kewajiban untuk membuktikan kesalahan terdakwa ada pada penuntut umum. Sebaliknya terdakwa atau penasehat hukum mempunyai hak untuk melemahkan atau melumpuhkan pembuktian yang diajukan oleh penunntut umum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum. Misalnya dengan mengadakan sangkalan atau bantahan yang

beralasan atas dakwaan penuntut umum, atau dengan alibi atau dengan mengajukan saksi yang meringankan atau saksi a de charge. Guna mengajukan saksi-saksi tambahan sebagaimana halnya dengan saksi yang meringankan ( A De Charge) dalam pembahasan skripsi ini, perlu pula diketahui batas tenggang waktu mengajukan saksi tersebut oleh terdakwa atau penasehat hukumnya. Batas waktu untuk mengajukan saksi yang meringankan bagi terdakwa atau penasehat hukum, terbatas yaitu sebelum hakim ketua sidang menjatuhkan putusan atas perkara yang bersangkutan. Dalam hal ini berarti Undang-Undang memberi hak kepada mereka (terdakwa atau penasehat hukum) untuk mengajukan saksi yang meringankan selama proses persidangan masih berlangsung. Hak mengajukan saksi yang meringankan tertutup apabila hakim ketua sidang telah menjatuhkan putusan, jadi bukan setelah pemeriksaan perkara selesai. Dengan demikian walaupun penuntut umum telah membacakan tuntutan atau requisatoir, hal itu belum menutup kemungkinan bagi terdakwa atau penasehat hukum untuk mengajukan saksi yang meringankan atau menguntungkan. 2. Pengaturan Saksi A De Charge Dalam Hukum Acara Pidana Dibutuhkan perangkat peraturan yang disebut perundang-undangan, yang tidak datang atau terbentuk dengan sendirinya melainkan suatu proses pembuatan. Pembuatan hukum yang dilakukan secara sengaja oleh badan yang berwenang merupakan sumber yang bersifat hukum yang paling utama. Kegiatan dari badan tesebut disebut sebagai kegiatan perundangundangan yang menghasilkan substansi yang tidak diragukan lagi kesalahannya, yang ipso jure ( diyakini kebenarannya). 4 Perundang-undangan khususnya KUHAP, UU, maupun KUHP yang mengatur jenis tindak pidana yang dihasilkan oleh kebijakan legeslatif, tidak bisa mengabaikan aspek sosiologis 4 Satjipto Raharjo. 2009. Hukum Progresif: Sebuah Sintesa Hukum Indonesia. Genta Publishing.Hlm.82

hukum di dalamnya, karena seperti yang dikemukakan oleh Allen bahwa perundang-undangan selain memperlihatkan karakteristik juga merupakan suatu norma bagi kehidupan sosial yang lebih matang, khususnya dalam hal kejelasan dan kepastiannya sering dengan pertumbuhan negara itu sendiri. 5 Perundang-undangan diterima baik peranannya baik pada negara-negara dengan sistem hukum Civil Law System maupun Common Law (kehidupan hukumnya didasarkan pada preseden). Pembuatan hukum perundang-undangan dengan bentuk ius scriptum (pengutaraan secara tertulis) melalui praktek kodifikasi dan interpretasi dilakukan secara sistematis oleh badan-badan yang khusus untuk itu dan teknik-teknik perumusannya yang terpelihara dan dikembangkan secara baik, sehingga menciptakan jalan perkembangannya sendiri,yaitu berkembangnya peraturan-peraturan dalam bentuknya yang tertulis sebagai corpus juris. 6 Berkaitan adanya hak untuk mengajukan saksi atau ahli yang oleh undang-undang telah diberikan oleh tersangka atau terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 KUHAP, sehingga para pemeriksa disemua tingkat pemeriksaan wajib menanyakan kepada tersangka atau terdakwa, yaitu apakah ia akan mengajukan saksi-saksi atau saksi ahli yang dapat memberikan keterangan yang sifatnya menguntungkan bagi terdakwa. 7 Selain itu dasar hukum saksi A De Charge juga diatur dalam Pasal 116 ayat (3) KUHAP yang berbunyi: Dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki saksi yang dapat menguntungkan baginya dan bilamana ada maka hal itu dicatat dalam berita acara, Secara keseluruhan, penggunaan saksi A De Charge dalam proses penyidikan untuk meringankan hak-hak tersangka, dan hal itu harus memenuhi sistem hukum dan perundangundangan yang ada, demi berlangsungnya sistem perlindungan hukum yang baik. 5 Allen( 1964), 2006. Dalam Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum. PT Citra Aditya Bhakti,Hlm.59 6 Chambliss & Seidman(1971),2006. Dalam Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum. PT Citra Aditya Bhakti.Hlm.90 7 Lamintang, P.A.F, dan Theo Lamintang. 2010. Pembahasan KUHAP (Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana Dan Yurisprudensi). Jakarta: Sinar Grafika. Hlm. 66

Pengajuan saksi A De Charge memungkinkan bagi tersangka atau terdakwa berharap dapat dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya atau bahkan diputus bebas. Hal tersebut buakan sesuatu yang tidak mungkin karena dalam pembuktian selain berdasar ketentuan Undang- Undang juga berdasar keyakinan hakim. Pasal 116 ayat (3) KUHAP mengatur bahwa : Dalam pemeriksaan apakah tersangka menghendaki saksi yang meringankan atau disebut dengan saksi A De Charge. F. PENUTUP 1. Kesimpulan simpulkan : Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan diatas, dapat di Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi A De Charge dalam tindak pidana penganiayaan merupakan alat bukti yang sah dan hakim bebas untuk menerima atau menyingkirkan isi keterangan saksi A De Charge yang diberikan di persidangan untuk dasar pertimbangan hukum bagi hakim dalam menjatuhkan putusan tindak pidana penganiayaan terhadap Terdakwa.Saksi A De Charge di hadirkan dalam pembuktian tindak pidana penganiayaan di Pengadilan Negeri Kisaran adalah : a) Untuk memberikan keterangan yang menguntungkan bagi Tersangka atau Terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 65 KUHAP, maka Terdakwa atau Advokat terdakwa tindak pidana penganiayaan berhak menghadirkan saksi A De Charge dalam persidangan.b) Untuk mengungkapkan fakta yang bersifat membalik atau melemahkan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum atau setidaknya meringankan Terdakwa dari segala tuntutan tindak pidana penganiayaan. c) Untuk menegakkan keadilan tersangka atau terdakwa tindak pidana penganiayaan berhak untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah, antara lain dengan menghadirkan saksi A De Charge.

2. Saran Hendaknya hakim perlu mempertibangkan hati nuraninya tentang keterangan yang diberikan oleh saksi A De Charge baik di tingkat penyidikan maupun pada tingkat persidangan, sehingga peranan keterangan saksi A De Charge dapat benar-benar berfungsi untuk menguatkan keyakinan hakim agar putusan yang dihasilkan tetap menjunjung tinggi kebenaran. Majelis hakim sebelum menjatuhkan putusan harus lebih teliti dalam melihat tujuan dan Niat dari terdakwa dalam melakukan tindak pidana penganiayaan, agar penjatuhan sanksi pidananya lebih tepat.