Koesnadi Hardjasoemantri

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENATAAN RUANG Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tanggal 13 Oktober 1992 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

Undang Undang No. 24 Tahun 1992 Tentang : Penataan Ruang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1995 TENTANG REKLAMASI PANTAI KAPUKNAGA, TANGERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

TABEL PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DAN PERUBAHANNYA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

L E M B A R A N D A E R A H

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LAMPUNG BARAT NOMOR 01 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1995 Tentang : Reklamasi Pantai Utara Jakarta

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 Tentang : Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban, Serta Bentuk Dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 2 KETENTUAN UMUM

WALIKOTA PANGKALPINANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : TAHUN : SERI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 1 TAHUN 1996 T E N T A N G

19 Oktober Ema Umilia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KETENTUAN UMUM

Keputusan Kepala Bapedal No. 56 Tahun 1994 Tentang : Pedoman Mengenai Dampak Penting

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU Nomor : 12 Tahun 1998 TENTANG REVISI RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA PEKANBARU

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MAROS NOMOR 1 TAHUN 1995

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1993 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PER

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PASIR NOMOR: 2 TAHUN: 1999 SERI: D NOMOR: 02

Transkripsi:

Penataan Ruang 467 ASPEK-ASPEK PENEGAKKAN HUKUM DALAM PENATAAN RUANG* Koesnadi Hardjasoemantri Penataan ruang yang baik merupakan aspek penting bagi upaya penegakan hukum lingkungan. VU Hukum Lingkungan mengharapkan agar sistem pengaturan ruang dapatjuga mengatur hubungan antara berbagai kegiatan dan fungsi mencapai keserasian dan keseimbangan. Ketentuan pasal 10 ayat (3) UULH te~ lah dijabarkan secara lebih rind di dalam VV 24/1992 tentang Penataan Ruang. VU tersebut diadakan dengan maksud untuk mengatur pengelolaan sumber daya alam yang beraneka ragam di daratan t di lautan dan di udara. Pengelolaan sumber daya alam ini harus dilakukan secara terkoordinasidan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola pembangunan berkelanjutan. A. Pengantar Penjelasan pasal 10 ayat (3) UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, selanjutnya disingkat UULH, menyatakan bahwa wewenang pengaturan sebagaimana tersebut dalam ayat (3) batang tubuh UULH meliputi antara lain tatanan ruang yang merupakan sistem pengaturan ruang sebagai upaya sadar untuk mengatur hubungan antara berbagai kegiatan dan fungsi mencapai keserasian dan keseimbangan. Penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 10 ayat (3) tersebut di atas diselenggarakan dalam rangka pembangunan berwawasan lingkungan. Pasal 1 butir 13 UULH menyatakan, bahwa pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesi- "Makalah disampaikan padi 'Seminar National Periindungan Ungkungan Hidup dalam Penpehif Tfurtdlt dan Kriminologis', Jakarta, 16 Oktober 1996.

468 Hukum dan Pembangunan nambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Sebagai tindak lanjut ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 10 ayat (3) UULH tersebut, yaitu pelaksanaan wewenang pengaturan tata ruang, telah diundangkan pada tanggal 13 Oktober 1992, Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, selanjutnya disingkat UUPR. Sal ah satu pertimbangan ditetapkannya UUPR adalah bahwa pengelolaan sumber daya alam yang beraneka ragam di daratan, di lautan dan di udara, perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis sesuai dengan pembangunan berwawasan lingkungan, yang berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Dengan diberlakukannya UUPR, maka Stadsvormingsordonnatie 1948 (beserta Stadsvormingsverordening 1949) dinyatakan tidak berlaku lagi. B. Beberapa Ketentuan UUPR Pasal 4 ayat (1) UUPR menyatakan, bahwa setiap orang berhak menikmati manfaat ruang termasuk pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang. Penjelasan ayat ini menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan orang adalah orang seorang, kelompok orang, atau badan hukum. Pengertian orang ini adalah sama dengan pengertian orang sebagaimana tercantum dalam pen-jelasan pasal 5 ayat (1) UULH. Selanjutnya penjelasan ayat ini menyatakan, bahwa pemerintah berkewajlban melindungi hak setiap orang untuk menik-mati manfaat ruang. Pasal 4 ayat (2) UUPR menyatakan, bahwa setiap orang berhak untuk: a. mengetahui rencana tata ruang; b. berperan serta dalam penyusunan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; c. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang. Penjelasan pasal 4 ayat (2) UUPR menyatakan, bahwa hak setiap orang dalam penataan ruang dapat diwujudkan dalam bentuk bahwa setiap orang dapat mengajukan usul, memberi saran, atau mengajukan keberatan kepada pemerintah dalam rangka penataan ruang. Ini berarti bahwa dalam upaya penegakkan hukum yang berkaitan dengan Desember 1996

Penataan Ruang 469 hak setiap orang berperan serta dalam penataan ruang perlu adanya keterbukaan (transparansi) tentang rencana tata ruang, sehingga setiap orang memahaminya, terutama dalam kaitannya dengan kemungkinan tanahnya akan terkena pelaksanaan rencana tata ruang tersebut. Biasanya yang mengetahui rencana tata ruang adalah para "calo" tanah yang menggunakan pengetahuannya itu untuk memanipulasi harga tanah, sehingga keuntungannya jatuh ke tangannya, bukan kepada pemilik tanah. Peran serta sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b UUPR, yaitu peran serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang adalah sesuai dengan Pasal 6 UULH beserta penjelasannya. Penjelasan Pasal 6 ayat (1) UULH menyatakan, bahwa peran serta setiap orang mencakup baik tahap perencanaan maupun tahap pelaksanaan dan tahap penilaian. Penegakkan hukum di sini berkaitan dengan memberdayakan masyarakat dalam turut serta dalam setiap tahap proses penataan ruang. Penjelasan Pasal 4 ayat (2) UUPR selanjutnya menyatakan, bahwa penggantian yang layak diberikan kepada orang yang dirugikan selaku pemegang hak atas tanah, hak pengelolaan sumber daya alam seperti hutan, tambang, bahan galian, ikan, dan atau ruang, yang dapat membuktikan bahwa secara langsung dirugikan sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang dan oleh perubahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang. Hal tersebut didasarkan atas ketentuan perundang-undangan ataupun atas hukum adat atau kebiasaan yang berlaku. Penjelasan tersebut menyatakan pula, bahwa yang dimaksud dengan penggantian yang layak adalah bahwa nilai atau besar penggantian itu tidak mengurangi tingkat kesejahteraan orang yang bersangkutan. Dalam Pasal 4 ayat (2) UUPR ini digunakan istilah "penggantian yang layak", bukan istilah "ganti kerugian", karena kenyataan banyak terjadi bahwa ganti kerugian tidak memadai. Penggantian yang layak dikaitkan dengan kesejahteraan orang yang bersangkutan, yang senantiasa perlu diperhatikan supaya sekurang-kurangnya sama dengan yang telah dialaminya. Dalam hubungan dengan penggantian yang layak ini, menurut hemat saya perlu diperhatikan bahwa kesejahteraan meliputi baik penggantian yang berkaitan dengan milik yang dapat dilihat (kasat mata) atau material, seperti bangunan, tanah, dan tumbuhan, maupun yang tidak kasat mata atau immateriel, yaitu berupa jasa, misalnya sebagai penatu, penyedia barang sehari-hari (waning) dan sebagainya. Penegakkan hukum di sini dikaitkan dengan kemampuan menghitung penggantian yang berkaitan dengan yang materiel yang didasarkan atas ketentuan Keppres No.

470 Hukum dan Pembangunan 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dan kemampuan menghitung penggantian yang berkaitan dengan yang immateriel. Pasal 1 butir 3 UUPR menyatakan, bahwa penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pasal 7 ayat (1) UUPR menyatakan, bahwa penataan ruaeg berdasarkan rungsi utama kawasan meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya. Penjelasan ayat (1) menyatakan, bahwa termasuk kawasan lindung adalah kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air, kawasan suaka dalam taut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, dan kawasan rawan bencana alam. Penjelasan ayat tersebut selanjutnya menyatakan, bahwa termasuk dalam kawasan budi daya adalah kawasan hutan produksi, kawasan pertanian, kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan berikat, kawasan pariwisata, kawasan tempat beribadah, kawasan pendidikan, kawasan pertahanan keamanan. Penyebutan kawasan-kawasan yang termasuk dalam kawasan lindung dan kawasan budi daya tersebut di atas tidak bersifat limitatif, akan tetapi dapat ditambah dengan kawasan-kawasan tain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan kawasan lindung dan kawasan budi daya. Pasal 7 ayat (2) UUPR menyatakan, bahwa penataan ruang berdasarkan aspek administratif meliputi ruang wilayah Nasional, wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, dan wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II. Pasal 7 ayat (3) UUPR menyatakan, bahwa penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan dan aspek kegiatan meliputi kawasan pedesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertenru. Penjelasan Pasal 7 ayat (3) ini menyatakan, bahwa susunan rungsi kawasan yang berwujud kawasan pedesaan meliputi tempat pemukiman pedesaan, tempat kegiatan pertanian, kegiatan pemerintahan, kegiatan pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Susunan fungsi kawasan yang berwujud kawasan perkotaan meliputi tempat pemukiman perkotaan, tempat pemusatan pendistribusian kegiatan bukan pertanian seperti kegiatan pelayanan jasa pemerintahan, kegiatan pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Fungsi kawasan yang berwujud kawasan tertentu meliputi tempat pengembangan kegiatan yang strategis yang ditentukan dengan kriteria antara lain: Desember 1996

Penataan Ruang 471 a. kegiatan di bidang yang bersangkutan secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama mempunyai pengaruh besar terhadap pengembangan tata ruang di wilayah sekitarnya; b. kegiatan di bidang yang mempunyai dampak baik terhadap kegiatan di bidang yang sejenis maupun terhadap kegiatan di bidang lainnya; c. kegiatan di bidang yang bersangkutan yang merupakan faktor pendorong bagt peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan dalam kawasan tertentu dapat berupa misalnya kegiatan pembangunan skala besar untuk kegiatan industri beserta sarana dan prasarananya, kegiatan pariwisata beserta sarana dan prasarananya, dan sebagainya. Penjelasan Pasal 10 ayat (4) UUPR men y at a k an, bahwa perencanaan tata ruang kawasan tertentu, koordinasi penyusunannya diselenggarakan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) UUPR, yaitu Men-ten yang bertugas menggkoordinasikan penataan ruang. Dalam Pasal 7 UUPR dengan demikian terdapat pada satu pihak adanya kawasan lindung dan kawasan budi daya dan pada pihak lain adanya pembagian atas kawasan pedesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu. Penegakkan hukum di sini terutama perlu memperhatikan ketentuan tentang kawasan lindung yang acapkali mempunyai posisi yang rawan (vulnerable). Pasal 8 ayat (I) UUPR menyatakan, bahwa penataan ruang wilayah Nasional, wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, dan wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II ditingkatkan secara terpadu dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Keterpaduan ini adalah sesuai dengan Pasal 18 UULH dengan ketentuannya yang berkaitan dengan keterpaduan horizontal antar sektor dan keterpaduan vertikal antara pusat dan daerah. Penegakan hukum di sini amat terkait dengan asas keterpaduan pemerintahan. Pasal 9 ayat (1) UUPR menyatakan, bahwa penataan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, disamping meliputi ruang daratan, juga mencakup ruang lautan dan ruang udara sampai batas tertentu yang diatur dengan peraturan perundangundangan. Penjelasan ayat (1) ini menyatakan, bahwa penataan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang daratannya berbatasan dengan laut perlu mencakup ruang lautan dalam batas tertentu. Penataan ruang tersebut berkaitan dengan lokasi dan tempat kegiatan masyarakat di daerah seperti tempat pemukiman, kegiatan nelayan, dan

472 Hukum dan Pembangunan sebagainya. Penjelasan tersebut selanjutnya menyatakan, bahwa penataan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II berkaitan dengan ruang udara dalam batas tertentu. Penataan ruang tersebut bersangkutan dengan wadah kegiatan masyarakat di daerah seperti batas ketinggian bangunan, penggunaan jembatan penyebrangan yang diperlebar untuk pertokoan. Dengan adanya ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) beserta penjelasannya telah dapat diberi ketegasan tentang wewenang Pemerintah Daerah Tingkat I dan Tingkat II mengenai ruang lautan dan ruang udara, yang dalam waktu yang lalu sering menimbulkan masalah. Penegakkan hukum di sini berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah, Pasal 29 ayat (1) UUPR menyatakan, bahwa Presiden menunjuk seorang Menteri yang bertugas mengkoordinasikan penataan ruang. Penjelasan ayat (1) menyatakan, bahwa tugas koordinasi yang dimaksud meliputi keseluruhan penataan ruang wilayah Nasional, wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, dan wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II. Pasal 29 ayat (2) menyatakan, bahwa tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk pengendalian perubahan fungsi ruang suatu kawasan dan pemanfaatannya yang berskala besar dan berdampak penting. Penjelasan ayat (2) menyatakan, bahwa perubahan fungsi ruang suatu kawasan termasuk di dalamnya perubahan bentuk fisik (bentang alam) dan pemanfaatannya meliputi perubahan sebagai aktbat kejadian alam atau perbuatan manusia. Perubahan atau konversi ruang suatu kawasan yang berskala besar seperti dari kawasan hutan menjadi kawasan pertambangan, pertanian, pemukiman, pariwisata, dan sebagainya; kawasan pertanian menjadi kawasan pertambangan, pemukiman, pariwisata, industri, dan sebagainya; kawasan perumahan menjadi kawasan industri, perdagangan, pariwisata, dan sebagainya memerlukan pengkajian dan penilaian atas perubahan fungsi ruang tersebut secara lintas sektoral, lintas daerah dan terpusat, dikoordinasikan oleh Menteri. Perubahan pemanfaatan ruang yang perlu dikoordinasikan antara lain meliputi perubahan ruang lautan menjadi ruang daratan karena reklamasi di daerah pasang surut, perubahan bentang alam perbukitan karena penambangan bahan galian golongan C. Penjelasan ayat (2) tersebut selanjutnya menyatakan, bahwa perubahan fungsi yang terjadi setelah ditetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II disesuaikan ke dalam Rencana Tata Desember 1996

Penataan Ruang 47 3 Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II melalui peraturan daerah yang bersangkutan. Dengan adanya ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 UUPR beserta penjelasannya, perubahan fungsi kawasan hanyalah dimungkinkan, apabila (1) pemanfaatannya berskala besar dan berdampak penting; (2) dikoordinasikan oleh Menteri yang bertugas mengkoordinasikan penataan ruang; dan (3) ditetapkan set el ah berkonsultasi dengan DPR. Pemanfaatan berskala besar dan berdampak penting menu rut hemat saya harus dikaitkan dengan ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945, yaitu untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan oleh karenanya perlu ada konsultasi dengan DPR. Koordinasi dtlakukan oleh Menteri Negara Ketua Bappenas yang menjadi Ketua Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional. Penegakkan hukum di sini berkaitan dengan pelaksanaan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk adanya perubahan fungsi sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 UUPR tersebut di atas, yang merupakan rambu-rambu yang sangat perlu diperhatikan. C. Penutup Yang diutarakan di atas adalah aspek penegakkan hukum mengenai berbagai ketentuan UUPR yang perlu diperhatikan secara khusus. Implikasi ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal yang bersangkutan perlu diperhatikan dalam penyusunan peraturan pelaksanaannya. Masukan dari berbagai pihak amat diperlukan dalam rangka menindaklanjuti diundangkannya UUPR, terutama pengalaman empirik para pejabat di lapangan. Dalam kaitan dengan peraturan pelaksanaan UUPR perlu diperhatikan aspek kriminilnya. Masukan dari dunia perguruan tinggi diharapkan dari sudut perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan penataan ruang.