BAB V ANALISA DATA. syarat mutlak bagi pendukung suatu kebudayaan, karena akal penyebab adanya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

Pendidikan Agama Islam Bab : 2 Manusia dan Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 286

BAB I PENDAHULUAN. mundurnya pendidikan di negara itu. Pendidikan dalam pengertiannya yaitu:

Bulan Penuh Rahmat itu Telah Meninggalkan Kita. Written by Mudjia Rahardjo Friday, 15 November :41 -

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap segala gejala alam.

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH TUMBUK DESA DI DESA CENDIREJO KECAMATAN PONGGOK KABUPATEN BLITAR

BAB I PENDAHULUAN. terutama generasi muda sebagai pemegang estafet perjuangan untuk mengisi

BAB I PENDAHULUAN. dari yang diharapkan. Banyak siswa yang mempunyai perilaku menyimpang,

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan dalam masyarakat. Aspek perubahan meliputi: sosial, politik, ekonomi,

BAB 1 PENDAHULUAN. proses pembelajaran kepada siswa (manusia) dalam upaya mencerdaskan dan

BAB IV ANALISIS URF TERHADAP PEMBERIAN RUMAH KEPADA ANAK PEREMPUAN YANG AKAN MENIKAH DI DESA AENG PANAS KECAMATAN PRAGAAN KABUPATEN SUMENEP

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan yang berguna dalam menjalani hidup.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. diantara ajaran tersebut adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. jawabanya dihadapan-nya, sebagaimana Allah SWT berfirman :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk hidup yang hidupnya berpasang-pasangan

MANUSIA DAN KETUHANAN

BAB I PEDAHULUAN. Pendidikan juga mengarahkan pada penyempurnaan potensi-potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yakni Al-Qur`an dan Hadits yang di dalamnya. Akhlak dalam Islam merupakan salah satu aspek yang sangat penting.

Iman dan Pengaruhnya dalam Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan primer manusia sebagai makhluk sosial bahkan pada situasi tertentu,

BAB I PENDAHULUAN. tertentu saja, melainkan seluruh individu yang mengaku dirinya muslim. 1

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV. A. Penerapan Perda Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Larangan Menggunakan

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

TEMA KAJIAN. 7. Penduduk surga dan neraka akan mendapatkan balasannya masing-masing

Adab makan berkaitan dengan apa yang dilakukan sebelum makan, sedang makan dan sesudah makan.

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

BAB I PENDAHULUAN. selesai sampai kapanpun, sepanjang ada kehidupan manusia di dunia ini, karena

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat

KLONING FATWA MUSYAWARAH NASIONAL VI MAJELIS ULAMA INDONESIA NOMOR: 3/MUNAS VI/MUI/2000. Tentang KLONING

ج اء ك م ر س ول ن ا ي ب ي ن ل ك م ك ث ير ا م ما ك ن ت م ت خ ف و ن م ن ال ك ت اب و ي ع ف و ع ن ك ث ير ق د ج اء ك م م ن الل ه ن ور و ك ت اب

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor yang penting dalam membentuk akhlak sejak anak usia dini.

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

TAFSIR SURAT AL-BAYYINAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI RIGHT ISSUE DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan bagi setiap orang tua adalah memiliki anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. Allah swt Berfirman. dalam surat Al-Mujadallah ayat 11.

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

BAB I PENDAHULUAN. akan mendorong individu untuk melakukan hal-hal yang lebih baik. Minat

MERAIH KESUKSESAN DAN KEBAHAGIAAN HIDUP DENGAN MENELADANI RASULULLAH

BAB I PENDAHULUAN. kental dan peka terhadap tata cara adat istiadat. Kekentalan masyarakat Jawa

BAB V ANALISIS. 1. Pendapat ulama yang Melarang Keluar Rumah dan Berhias Bagi Wanita Karier.

PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN HUKUM RAJAM BAGI PEZINA KAFIR DZIMMY

Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah. (QS. al-kautsar:2)

BAB IV. A. Analisis Terhadap Dasar Hukum yang Dijadikan Pedoman Oleh Hakim. dalam putusan No.150/pdt.G/2008/PA.Sda

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah. Sekaligus memegang tugas-tugas dan fungsi ganda,

BAB I LATAR BELAKANG. maupun wisata rekreasi. Wisata alam adalah obyek wisata yang daya tariknya

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BAB II STUDI TEORITIS TENTANG UPACARA KEMATIAN DAN PERILAKU KEAGAMAAN. dilakukan manusia dalam rangka adat istiadat dan struktur sosial dari

5 Oktober 2011 AAEI ITB K-07

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB IV MAKNA MITOLOGI AHAD WAGE DI DESA JRAGUNG KECAMATAN KARANGAWEN KABUPATEN DEMAK

MENGGAPAI KHUSYU. Publication : 1439 H_2017 M

BAB I PENDAHULUAN. dapat menghadapi segala tantangan yang akan timbul, lebih-lebih dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan sudah dirasakan oleh

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 285

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu aspek penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul

BAB I PENDAHULUAN. dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu,

Islam adalah satu-satunya agama yang haq dan diridhoi Alloh SWT yang. disampaikan melalui nabi Muhammad SAW kepada seluruh umat manusia agar

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan pada dasarnya. tidak hanya menyampaikan dan memberi hafalan. Pendidikan yang ideal

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN SISTEM LOSS / PROFIT SHARING PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA DI KOPERASI SERBA USAHA SEJAHTERA BERSAMA

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

IBADAH UMROH. kapan saja di luar batas waktu haji (bulan-bulan haji).

BAB I PENDAHULUAN. Matematika juga berkembang di bidang ilmu yang lain, seperti Kimia, Fisika, saat ini dengan penerapan konsep matematika tersebut.

ANAK KITA MASA DEPAN DUNIA DAN AKHIRAT. Nur Rochmah K.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang dinamakan adat. Adat ini telah turun-menurun dari generasi. kegerasi yang tetap dipelihara hingga sekarang.

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

MAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT DAN KONSEKUENSINYA

BAB V PEMBAHASAN. untuk bekerja demi tercapainya tujuan organisasi. (biographical), kemampuan (ability) kepribadian (personality) dan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

10 Renungan Bagi yang Ditimpa UJIAN/MUSIBAH

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat

BAB IV. Makna Slametan Bagi Jemaat GKJW Magetan. 4.1 Pemahaman jemaat GKJW Magetan melakukan slametan

ISLAM DAN TOLERANSI. Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. MUHAMMAD ALVI FIRDAUSI, S.Si, MA. Modul ke: Fakultas TEHNIK

BAB I PENDAHULUAN. samawi lain yang datang sebelumnya. Allah Swt. mewahyukan al-quran kepada

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan)

MAJELIS LINGKUNGAN HIDUP PWM JATENG ASPEK RELIGIUS DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu

Pertama, batas kepatutan untuk suami yang melakukan masa berkabung

SIKSA N E R A KA. Muhammad Ahmad al-'amari. Publication 1437H/2016M. SIKSA NERAKA Dari Buku ADA APA DI HARI KIAMAT

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW membawa agama yang suci. kehidupan, menjamin bagi manusia berkehidupan bersih lagi mulia, dan

YANG HARAM UNTUK DINIKAHI

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam terhadap Pasal 18 Ayat 2 Undang-Undang. memberikan pelayanan terhadap konsumen yang merasa dirugikan, maka dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pesantren merupakan pusat pendidikan Islam di Indonesia, tempat

BAB V PENUTUP. Proses pengembangan kaidah kaidah fiqhiyah menjadi nilai nilai konseling. 1. Proses Pengembangan Qowaidul Fiqhiyah Pertama

BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA TERHADAP KASUS GRIGUYUS AGUNG DARI ISLAM KE KATOLIK

Transkripsi:

58 BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Sebagaimana yang dipaparkan pada bab II, manusia berakal merupakan syarat mutlak bagi pendukung suatu kebudayaan, karena akal penyebab adanya kebudayaan akan melahirkan pikir dan rasa, keseluruhan pikir yang ada dalam pemikiran manusia merupakan hal yang sangat bernilai dalam hidupnya sebagai pedoman tertinggi atas perilakunya. Dengan demikian pikir dan rasa atau konsepsi-konsepsi yang ada dalam alam pikiran masyarakat (sistem nilai budaya) tidak langsung terlihat melainkan tercermin dan terwujud dalam pola tingkah laku pergaulan sosial serta pemikiran masyarakat yang bersangkutan. Nilai-nilai budaya yang menjadi ciri-ciri kehidupan suatu masyarakat biasanya terkandung di dalam sumber-sumber tertulis, lisan dan gerak. Sumber tertulis dapat berupa naskah-naskah kuno, sumber lisan berupa cerita-cerita rakyat, sastra lisan. Sedangkan sumber gerak terwujud dalam kegiatan seperti permainan rakyat dan upacara-upacara. Upacara tradisional adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan, tumbuh dan berkembang secara historis pada masyarakat pendukungnya, berfungsi mengokohkan nilai-nilai luhur dan nilai-nilai sosial, salah satu upacara tradisional yang masih dan terus dipertahankan oleh masyarakat pendukungnya adalah upacara kematian. Banyak orang yang 58

59 menganggap sepele terhadap upacara kematian, orang lebih menarik memperhatikan upacara daur hidup yang lain seperti upacara perkawinan, padahal apabila kita amati dengan seksama sebagaimana yang telah diungkapkan diatas upacara kematian juga mengandung nilai-nilai luhur pada akhirnya akan diwarisi oleh para penerus pendukung kebudayaan tersebut. Upacara kematian adalah salah satu upacara dilingkaran hidup individu. 1 Baledono jika dicermati secara mendalam, maka di dalamnya mengandung nilainilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan bersama dan bekal di kemudian hari. Nilai-nilai itu antara lain kegotong royongan, kemanusiaan dan religius. Nilai kegotong royongan tercermin dalam perilaku warga masyarakat di sekitar keluarga yang sedang berkabung. Dalam hal ini, tanpa diminta, setiap keluarga datang membantunya dengan mengirim salah seorang anggotanya (perempuan) ke rumah keluarga yang sedang berkabung dengan membawa beras dan para lelakinya membantu mempersiapkan kayu-kayu untuk memasak. Upacara kematian yang ada pada masyarakat Tengger khususnya di Desa Baledono berbeda dengan upacara di Ngaben. Akan tetapi menurut orang Tengger melakukan pembakaran boneka berpakaian yang dilambangkan manusia yang meninggal di tempat pembakaran setelah mayat dimakamkan, sesudah dimandikan dengan air yang dimantrai oleh dukun, mayat orang meninggal lalu dikafani kain putih tiga lapis, kemudian di usung dengan ancak yang terbuat dari 1 Rooger keesing, Antropologi Budaya Edisi Ke dua (Jakarta : Erlangga, 1992), 165

60 bambu di kubur membujur ke timur dan kepala dihadapkan ke selatan, konon ceritanya menurut orang Tengger leluhur ada di Bromo. Menurut penulis hal tersebut tidak sesuai dengan syariat Islam, dalam agama Islam hal tersebut tidak ada. Akan tetapi masyarakat Tengger itu masih mempercayai adat dan tradisi-tradisi yang dilaksanakan oleh nenek moyang zaman dahulu. Bila mana adat tersebut tidak menyimpang dari ajaran agama hal itu sah-sah saja. Berpijak dari konsep kematian, tampaknya masyarakat Tengger menganggap bahwa kematian merupakan suatu proses, maksudnya manusia sebelum hidup di dunia ini sebetulnya sudah hidup yaitu dalam alam kandungan. Dengan demikian logikanya setelah kita keluar dari rahim ibu (lahir) berpindah ke alam yang sebelumnya dari alam rahim menuju alam dunia (yang sekarang kita tempati). Begitu juga dengan kehidupan pastilah suatu saat manusia akan pindah ke alam yang lain, artinya bila suatu saat kematian itu datang pastilah manusia menuju atau berpindah ke alam lain, akan tetapi berpindahnya manusia dari alam dunia ini kapan akan terjadi? Tidaklah mudah untuk menjawabnya dan hanyalah ini urusan Tuhan Jadi hakikatnya setelah dilahirkan oleh setiap ibu, maka sejak itu pulalah ia tidak pernah mati, walaupun ada kematian. Menurut masyarakat Tengger kematian itu hanya dipahami sebagai tidak bergeraknya dan tidak bertumbuhnya fisik atau badan yang akhirnya hancur dan lebur menjadi tanah kembali.

61 Dengan demikian mati yaitu perpindahan dari alam dunia yang amat sempit ke alam akhirat yang amat luas dan lapang, atau perpindahan roh dari dalam jasad atau tubuh kita yang sangat sempit keluar dari tubuh memasuki alam yang luas tak terbatas. 2 Jadi apabila manusia itu percaya adanya kematian yang ditentukan oleh Allah, begitu pula hari kiamat, surga, dan neraka. Mereka yang beriman dan berbuat baik maka balasannya adalah surga yang penuh kenikmatan, sedang mereka yang kafir dan tidak percaya adanya hari pertemuan dengan Tuhan maka mereka akan dibalas dengan neraka jahanam. 3 Mengenai pendapat di atas, hal ini sangat bertentangan dengan penulis, di mana menurut penulis suatu kematian bisa terjadi tanpa didahului oleh rusaknya jasad, walaupun dalam hal ini ada beberapa proses sebab-sebab kematian itu terjadi, jadi pada dasarnya jasad itu akan rusak apabila roh itu meninggalkannya, jasad tidak bisa bergerak lagi sebab yang menggerakkan jasad adalah roh dan bukan kebalikannya yakni roh akan meninggalkan jasad. Sebagaimana menurut ilmu pengetahuan, bahwa kematian makhluk terjadi karena hilangnya nyawa dari badan untuk selama-lamanya hingga badan itu menjadi mayat. 4 Jadi, di situ dikatakan apabila roh atau nyawa hilang dari badan maka jasad akan menjadi mayat, dari sini kita dapat atau mempunyai kesimpulan bahwa yang dinamakan mayat (karena roh hilang dari jasad), maka mayat 2 H. Bey Arifin, Hidup Sesudah Mati (Jakarta : Kinta, 1997), 21 3 Hussein Bahreisy, Kehidupan Akhirat (Surabaya : Al-Ikhlas, 1978), 37 4 Dr. R. ParyanaSuryadipura, Alam Pikiran (Jakarta : Bumi Aksara, 1993), 114

62 tersebut semakin lama semakin rusak, mungkin dagingnya busuk yang mengakibatkan bau tidak enak menyengat hidung, mungkin tulang-tulang rapuh atau kemungkinan-kemungkinan lain. Sedangkan konsep yang ada hubungannya dengan kematian sebagaimana yang ada pada bab II, di mana dikatakan bahwa roh itu pada mulanya bersifat bersih dan suci tetapi setelah menyatu dengan badan manusia maka kesuciannya itu dapat berkurang atau hilang, karena setelah roh itu bersatu dengan badan manusia, maka roh tersebut telah kemasukan unsur keduniawian yang masuk melalui pikiran, perkataan maupun perbuatan yang telah dilakukan oleh badan manusia tersebut. Oleh karena itu manusia tidak bisa lepas dari hukum karma atau reinkarnasi. Reinkarnasi adalah salah satu yang wajib dipercayai secara mutlak oleh agam Hindu. Karena jiwa atau roh itu bersifat kekal abadi yang merupakan percikan kecil dari Sang Hyang Widhi, maka dia tidak bisa menyatu dengan Sang Hyang Widhi selam dia masih terikat dengan hasil perbuatan dan unsur keduniawian. Oleh karena itu setiap roh manusia akan dilahirkan kembali ke dunia dengan jasad yang lain, dengan hasil perbuatan yang terdahulu akan mengikutinya. Menurut penulis yang perlu digaris bawahi bahwa akankah hukum karma itu terjadi pada mereka sewaktu dialam yang saat ini kita tempati, atau hukum karma tersebut terjadi setelah mereka yang menempati alam yang lain, yaitu alam yang setelah kita pindah dari alam yang kita tempati sekarang ini. Yang jelas, kita

63 pasti yakin bahwa urusan roh dan balasannya adalah urusan sang pencipta, tetapi kita juga harus meyakini bahwa sang pencipta selalu berbuat baik kepada apa saja yang dia ciptakan. Pengertian konsep kematian menurut umat Islam bahwa semuanya tentang jiwa (roh) digenggam oleh Allah disaat telah tiba ajalnya, yaitu disaat tidak adanya hidup, jiwa dan gerakannya. Dan Allah juga menggenggam ruh yang belum datang masa ajalnya di saat sedang tidur, hidup, jiwa, dan gerakan yang masih ada. Maka para ulama mendefinisikan tidur itu sebagai naluri yang dengan paksa menimpa seseorang sehingga menghalangi perasaannya untuk mengadakan gerakan dan melengahkannya dari kesanggupan untuk mengerti. Adapula yang berpendapat bahwa tidur adalah pingsan yang hebat yang menimpa pikiran sehingga menghalangi mengetahui segala sesuatu. Adapun dalam keadaan bangun maka roh manusia berjalan dalam tubuhnya lahir batin. Dan pengertian tentang Allah menggenggam dikala roh dalam keadaan tidurnya dan dalam keadaan matinya dengan genggaman yang melepaskan dan menahan, yaitu Allah menutup roh dengan sesuatu yang dapat mencegahnya dalam melakukan aktivitas. Maka disini jelas bahwa roh adalah sesuatu yang dapat dipegang (digenggam) yang belum sampai batas waktu adanya dilepaskan kembali dan yang sudah mati kepadanya maut maka ditahannya hingga hari kemudian.

64 Maut merupakan penyempurnaan dua hal yaitu penyempurnaan totalitas secara hakiki, yakni mati dan yang lain adalah penyempurnaan tidur (tidak sempurna), sebab tidur hakikatnya adalah mati juga. 5 Kematian ibarat harga sebuah barang di swalayan, yang tidak bisa ditawar lagi, kematian bisa didahulukan waktunya, ataupun ditunda waktunya. Bila kematian datang maka ia tak kenal kompromi kepada siapapun, dimana, kapan, dan sebab apa. Kematian pasti ia temui. Dalam firman Allah sudah dijelaskan Surat:21 Ayat:35 آ ل ن ف س ذ اي ق ة ال م و ت و ن ب ل وآ م ب ال ش ر و ال خ ي ر ف ت ن ة و إ ل ي ن ا ت ر ج ع و ن Artinya: Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.. (QS. Al-Anbiya : 35). Dari Ayat diatas Sudah dijelaskan bahwa setiap orang akan mengalami sebuah kematian, dan amal perbuatan yang pernah dilakukan di dunia akan dipertanggung jawabkan kelak di akhirat,bila perbuatan baik yang dilakukan maka berbuah baik (surga), bila kejelekan yang dilakukan maka berbuah pahit (neraka), sungguh semua itu adalah cobaan. Dari sini kita bisa membuka pikiran kita terhadap orang mati, apa yang seharusnya kita perbuat terhadapnya. Begitu juga dengan apa yang telah diperbuat kepada orang yang sudah mati, sebagaimana yang ada pada bab II, menurut masyarakat Tengger proses upacara kematian itu bersifat sistematis artinya masing-masing 5 Hamid Muhammad Al-Abbadi, Menuju Ke Alam Barzah (Surabaya : PT Bina Ilmu, 1982) 15-16

65 tahapan-tahapan dalam prosesi upacara kematian tersebut tidak boleh dipisahkan satu dengan yang lainnya. Bagi masyarakat Tengger proses upacara kematian yang terdiri dari upacara memandikan jenazah, upacara mengkafani mayat, upacara pemberangkatan jenazah, upacara sepanjang jalan ke kuburan, upacara pemakaman jenazah, upacara sesudah pemakaman jenazah dan upacara Entas- Entas itu merupakan suatu kewajiban, motivasi mereka terutama untuk berbakti kepada Dewa atau Tuhannya, atau untuk kepuasan dalam menjalankan agamanya secara pribadi,mereka juga menganggap melaksanakan upacara itu sebagai suatu kewajiban sosial. Menurut penulis adanya tradisi yang berkembang pada masyarakat Tengger, terutama dalam prosesi upacara pelaksanaan upacara kematian itu, disamping berbentuk dari pola kepercayaan lama animisme dinamisme, juga diperkaya oleh agama-agama yang datang, seperti Hindu, Budha, Kristen, dan Islam. Namun sejauh ini menurut penulis masyarakat setempat tidak meninggalkan budaya yang ada (baca:budaya daerah) yang telah lama dikenal dan dianut oleh masyarakat, walaupun pada dasarnya di desa Baledono adalah daerah yang sangat strategis, karena desa Baledono ini salah satu desa yang terletak di kecamatan Tosari yaitu jalur utama menuju kawasan wisata Bromo yang disini sangat beragam corak budaya yang masuk. Perpaduan antara budaya modern dan budaya setempat, tidak jarang di desa Baledono didatangi

66 para wisatawan mancanegara yang kebetulan di daerah ini di adakan upacaraupacara tertentu, mereka tidak hanya sekedar mengamati, namun juga ingin tahu apa sebenarnya budaya masyarakat Tengger. Bahwa didalam prosesi upacara kematian dimanapun kepercayaan atau agama selalu memiliki aspek-aspek pendidikan bagi umat yang bersangkutan, baik pendidikan, moral, sosial maupun kultural. Dari akulturasi budaya semacam itu, kemudian mengendap menjadi kepercayaan singkritis yang mentradisi secara turun-temurun dari generasi ke generasi hingga sekarang ini, demikian halnya dengan upacara kematian di Desa Baledono Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan, sudah menjadi tradisi yang berdasarkan hasil renungan dan pemikiran orang-orang dimasa lampau yang hingga saat ini masih dipergunakan, Pola-pola perilaku anggota masyarakat setempat yang sangat ditentukan oleh norma-norma tradisional yang diakui dan dipatuhi yang secara komunitas biasanya diteruskan secara lisan kepada anggota-anggotanya oleh generasi yang terdahulu. Adat diizinkan, dicela, atau tegas-tegas dilarang dalam situasi tertentu. 6 Adat, meskipun tidak dipatuhi sebagai satu dan banyak masyarakat, akan tetapi masih dianggap sebagai satu-satunya himpunan norma-norma yang sah yang harus dijadikan pegangan bagi perilaku seseorang, satu perilaku tertentu adalah sah, layak, apabila sesuai dengan adat. 6 Geertz Clifford, Abangan, Santri, Priyayi (Jakarta : PT Pustaka Jaya,1989) 526

67 Menurut penulis di Desa Baledono adat penduduknya sendiri adalah adat Jawa, dengan variasi setempat. Banyak pula pola perilaku yang dapat diamati di Desa Baledono, mungkin sesekali merupakan manifestasi pelaksanaan-pelaksanaan ketentuan adat, yang menetapkan hak-hak dan kewajiban tertentu bagi status tertentu. Adanya adat di Desa Baledono bukan berarti tidak adanya norma-norma yang sah yang diakui oleh norma itu tidak mesti sesuai satu sama lainnya. Menurut penulis, apabila melihat antusiasme masyarakat di Desa Baledono kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan dalam melaksanakan upacara-upacara tertentu adalah merupakan suatu hal yang menarik, hal ini disebabkan karena loyalitas terhadap apa yang mereka miliki sangat kental, sehingga dalam melaksanakan upacara adat mereka tidak merasa ada kendala apapun, mereka serentak tanpa mengenal status sosial, status agama (baik Islam dan Hindu). Namun di Desa Baledono adalah sinkretisme antara ajaran agama Islam dan Hindu. Jadi dapat kami jelaskan disini bahwa masing-masing agama dapat berjalan dengan baik (menunaikan syari at agama masing-masing) tanpa ada unsur paksaan untuk mengikuti ajaran atau upacara yang dilaksanakan. Tidak adanya sinkretisme diantara ajaran agama (antara Hindu dan Islam di Desa Baledono) dalam bentuk apapun, hal ini disebabkan adanya dua faktor pokok sebagai berikut: 1. Fanatisme Agama dan Kepercayaan

68 Karena pada dasarnya tujuan masing-masing agama adalah sama yaitu Tuhan, dengan menjalankan ajaran yang telah digariskan oleh agama tanpa dipengaruhi oleh lingkungan serta budaya yang berkembang. 2. Rasa Solidaritas Antar Pemeluk Agama Karena pada dasarnya konsep serta doktrin yang diajarkan adalah jelas, maka dirasa tidak ada gunanya untuk mempermasalahkan atau mencampur adukkan lagi, dan rasanya masyarakat di Desa Baledono tidak ada niat untuk tidak bersatu dan tidak berpecah belah, karena pada dasarnya di Desa Baledono masyarakatnya adalah serumupun. Upacara kematian bagi mereka merupakan bagian dari sosialisasi, dan erat berkaitan dengan keyakinan yang ditanamkan oleh agama mereka, bahwa kematian adalah sebenarnya awal dari kehidupan yang kekal dan abadi bagi masyarakat Tengger yang masih kuat dan berpegang teguh pada adat, dalam upacara kematian ada juga upacara Entas-Entas yang mana upacara tersebut berfungsi untuk mengantarkan arwah dalam perjalanan menuju Surga dan memudahkan usahanya untuk menuju Akhirat. Upacara seperti ini tidak dapat diadakan sendiri selalu memerlukan orang banyak, maka terciptalah solidaritas kelompok, mereka secara bersama-sama merasa berkewajiban untuk memberikan penghormatan terakhir kepada almarhum dan menyatakan terima kasih, serta rasa simpati dengan menyelenggarakan upacara bagi keselamatan almarhum.

69 B. Perilaku Keagamaan Perilaku keagamaan islam di Tengger masih kuat mempercayai tradisitradisi yang dilaksanakan oleh nenek moyangnya pada zaman dahulu: dalam hal ini dapat dibuktikan dengan pelaksanaan upacara kematian yang didalamnya ada bentuk-bentuk upacara yang lain yang biasanya disebut upacara Entas-Entas, upacara pemanggilan roh-roh nenek moyang (danyang) dengan menggunakan kemenyan, dan permintaan-permintaan perlindungan kepada danyang yang mana banyak mengandung praktek-praktek yang dilarang oleh agama Islam. Lemahnya iman yang dimiliki oleh masyarakat akibat kurangnya ilmu pengetahuan agama mereka, hal ini bisa dilihat masih banyaknya praktek dari keyakinan-keyakinan mereka terhadap tradisi-tradisi yang telah ada dan telah dilaksanakan oleh nenek moyangnya pada zaman dahulu. Masih minimnya ilmu pengetahuan agama yang dimiliki oleh masyarakat Tengger, sehingga hal itu memicu dari kurangnya penggunaan pola pikir yang rasional sehingga mudah terpengaruh oleh keadaan lingkungan dan cenderung ke hal-hal yang bersifat mitos. Dari minimnya pengetahuan agama ini juga menyebabkan kurang kuatnya iman yang dimiliki seseorang sehingga dengan iman yang sangat minim tersebut bila bersentuhan dengan tradisi-tradisi yang banyak mengumbar kemusyrikan kepada Allah, maka seseorang itu akan mudah untuk mengikuti tradisi-tradisi tersebut dan akibatnya mereka dalam kapasitasnya sebagai seorang muslim yang

70 seharusnya menjalankan ajaran-ajaran agama yang telah diterimanya menjadi terganggu atau sama sekali malah ditinggalkan karena lebih meyakini tradisitradisi yang telah ada dan dilaksanakan oleh masyarakat di sekitarnya. Dengan pengetahuan yang sangat minim itu ditunjang dengan keadaan fisik/psikis seseorang yang dalam hal ini rasa takut mereka dengan malapetaka atau marabahaya yang akan menimpanya sebagaimana yang telah terjadi pada para pendahulunya, maka akan menyebabkan seseorang atau masyarakat dengan mudah untuk menerima dan melaksanakan tradisi-tradisi yang telah ada, dan hal itu juga mempengaruhi mereka dalam menjalankan dalam kapasitas mereka sebagai seorang muslim, karena keyakinan mereka terhadap tradisi-tradisi yang ada itu lebih besar daripada keyakinan mereka tentang adanya Allah S.w.t. Hal itu tercermin dari permintaan dan perlindungan dari malapetaka dan marabahaya yang akan menimpa mereka kepada penunggu desa dan tidak kepada Allah. Pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang menentukan seseorang untuk berbuat dan bertindak sesuatu, begitu juga dengan tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat Islam Tengger di Desa Baledono, merupakan pengaruh dari kurangnya pendidikan agama. Sebagaimana teori Empirisme yang dikemukakan oleh Jhon Locke, yaitu yang menyatakan bahwa perilaku manusia dibentuk atau ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan, terutama pendidikan. Hal itu juga sama dengan teori Konvergensi, yang dikemukakan oleh William Stern, yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya mempunyai sifat dasar

71 yang dibawanya sejak lahir, namun tergantung dari pendidikan dan lingkungan yang menjadikan manusia dan berperilaku baik dan buruk. 7 7 Abudin Nata, Akhlak dan Tasawuf (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002) 165