PENELITIAN EKSTRAKSI HEMAT AIR SEBAGAI UPAYA PENEKANAN SUMBER DAYA ALAM DENGAN MEMODIFIKASI SISTEM IMBIBISI DI UNIT GILINGAN PABRIK GULA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki gugus hemiasetal. Oleh karena itu sukrosa di dalam air tidak berada

3 METODOLOGI PENELITIAN

RATIH VOL.1 Edisi 1 ISSN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH JUMLAH PENAMBAHAN AIR IMBIBISI PADA STASIUN GILINGAN TERHADAP KEHILANGAN GULA DALAM AMPAS DI PABRIK GULA KWALA MADU PTPN II TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Pendirian Pabrik Sejarah Perkembangan Pabrik

- Menghantar/memindahkan zat dan ampas - Memisahkan/mengambil zatdengan dicampur untuk mendapatkan pemisahan (reaksi kimia)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN KERJA PRAKTEK PT PG CANDI BARU SIDOARJO. Diajukan oleh : Elizabeth Silvia Veronika NRP: Lovitna Novia Puspitasari NRP:

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM ANALISA GULA

AUDIT KINERJA PROSES PENGOLAHAN PADA PABRIK GULA

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Pabrik tersebut terletak di Jalan Binjai-Stabat. KM 32 dan beranjak ± 4000 m dari jalan utama.

ANALISIS FAKTOR PRODUKSI PABRIK GULA KEBON AGUNG MALANG (PRODUCTION FACTOR ANALYSIS OF KEBON AGUNG MALANG SUGAR FACTORY)

KAJIAN PENERAPAN PRODUKSI BERSIH DI STASIUN GILINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu, jika digiling akan menghasilkan air dan ampas dari tebu,

PENENTUAN RENDEMEN GULA TEBU SECARA CEPAT 1

ANALISIS EFISIENSI TERMAL PADA KETEL UAP DI PABRIK GULA KEBONAGUNG MALANG. Heni Hendaryati

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyaringan nira kental pada proses pengkristalan berfungsi untuk

PERENCANAAN KETEL UAP PIPA API DENGAN KAPASITAS UAP HASIL 4500 Kg/JAM TEKANAN KERJA 9 kg/cm 2 BAHAN BAKAR AMPAS TEBU

Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta November 2008

BAB I PENDAHULUAN. Gula pasir merupakan kebutuhan pokok strategis yang memegang peran

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

01 PABRIK GULA PG. KEBON AGUNG MALANG JAWA TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

PERENCANAAN BAHAN BAKU PADA PRODUKSI GULA TEBU (Studi Kasus PTPN XI PG Djatiroto Kabupaten Lumajang)

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Development of New Rendemen Formula as an Effort to Control the Performance of Sugar Factory

HASIL SAMPING INDUSTRI GULA TEBU

APLIKASI METODE REGRESI LINIER BERGANDA DALAM MENCARI FORMULASI PERSEDIAAN BAHAN BAKU GULA TEBU

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PRINSIP DASAR KRISTALISASI

INDUSTRI PENGOLAHAN GULA PT. PABRIK GULA CANDI BARU SIDOARJO LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

PG. TJOEKIR PENERAPAN INDUSTRI HIJAU BY: EDWIN RISANANTO SURABAYA, 16 FEBRUARI 2017

BAB II PABRIK GULA KWALA MADU (PGKM) SEBELUM TAHUN 1984

Perbandingan Efektivitas Mesin Gilingan Susunan 3 Rol dan 4 Rol dengan Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) di PT. PG. Candi Baru Sidoarjo

ADSORPSI BERULANG DENGAN K ZEOLIT UNTUK KOMPONEN GULA REDUKSI DAN SUKROSA PADA TETES TEBU

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk menghasilkan suatu barang. Pentingnya masalah

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah Perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II Pabrik Gula

ABSTRACT. Keywords:Fish bone diagrams, control charts, 5S, drops.

Cara Penentuan Nilai BRIX kadar gula Dalam Tanaman Tebu. Oleh: Khairul Nurcahyono

BAB I. Indonesia tidak dapat terus menerus mengandalkan diri dari pada tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. industri. Pemanis yang umumnya digunakan dalam industri di Indonesia yaitu

2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU

IV. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

Analisis Produksi Emisi CO 2 Pada Industri Gula Di PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Tbk. (Studi Kasus Di Pabrik Gula Lestari)

ANALISA PEMAKAIAN BAHAN BAKAR DENGAN MELAKUKAN PENGUJIAN NILAI KALOR TERHADAP PERFOMANSI KETEL UAP TIPE PIPA AIR DENGAN KAPASITAS UAP 60 TON/JAM

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI NIRA MENTAH DAN AMPAS TEBU DI PG CANDI BARU SIDOARJO

KAJIAN PENERAPAN PRODUKSI BERSIH DI STASIUN GILINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PUSPITA YULIANDARI

NME D3 Sperisa Distantina BAB II NERACA MASSA

Kata Kunci : evaluasi energi, kehilangan panas, penghematan energi

Aplikasi Analisis Pinch untuk Menurunkan Konsumsi Steam di Bagian Process House Pabrik Gula

PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU

STRATEGI BISNIS DALAM MENGHADAPI PELEMAHAN EKONOMI DUNIA 2017 CORPORATE ENTREPRENEURSHIP

Perencanaan Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik di Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo

UPAYA MERAIH LABA DENGAN CARA MENEKAN KEHILANGAN TEBU DAN MENINGKATKAN RENDEMEN SELAMA TEBANG GILING

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemurnian nira yang ternyata masih mengandung zat zat bukan gula dari proses

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Teknik Mesin

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang memadai untuk melayani proses yang berlangsung di dalamnya.

STUDI EKSPERIMENTAL FALLING FILM EVAPORATOR PADA EVAPORASI NIRA KENTAL

BAB III. DESKRIPSI SOLVENT EXTRACTION PILOT PLANT, ALAT PENY ANGRAI DAN BOILER

Sekilas tentang Per-GULA-an Jember

Analisa Penggunaan Bahan Bakar Bioethanol Dari Batang Padi Sebagai Campuran Pada Bensin

EKSTRAKSI Ekstraksi padat-cair Ekstraksi cair-cair Ekstraksi yang berkesinambungan Ekstraksi bertahap Maserasi metode ekstraksi padat-cair bertahap

BAB II LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di

II. DESKRIPSI PROSES

Untuk Daerah Tertinggal

Pengaruh Penambahan Tongkol Jagung Terhadap Performa Pembakaran Bahan Bakar Briket Blotong (Filter Cake)

I... INOUII: ~-:2/lf (/I 3

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

Tebu dari kebun dikirim ke pabrik menggunakan beberapa model angkutan : trailer (tebu urai), truk

PERFORMANCE AND DECISION SUPPORT SYSTEM FOR CANE SUGAR PRODUCTION PROCESS CONTROL AT PT. RAJAWALI II, JATITUJUH FACTORY UNIT, MAJALENGKA ABSTRACT

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang

Lampiran 1 Daftar Wawancara

1. PENGANTAR. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Semarang, 11 September

Peneliti : Budi Santoso Fakultas Teknik Industri Univesitas Gunadarma PROSES PEMBUATAN GULA DARI TEBU PADA PG X

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) adalah satu anggota famili rumputrumputan

Teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

DAUR ULANG LIMBAH HASIL INDUSTRI GULA (AMPAS TEBU / BAGASSE) DENGAN PROSES KARBONISASI SEBAGAI ARANG AKTIF

Pengujian Pengeringan Garam Briket Skala Laboratorium

Gambar 1 Open Kettle or Pan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI

PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER UNTUK PENGERINGAN PETAI CINA

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pabrik Gula (PG) Kebon Agung merupakan salah satu perusahaan. keteknikan pertanian di Indonesia yang mengolah tebu menjadi gula. PG.

EKONOMI LOSSES PENGOLAHAN TEBU DAN IMPLIKASI TERHADAP KINERJA DAN EFISIENSI PABRIK GULA Studi Kasus di PT Perkebunan Nusantara X

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang potensial sebagai sumber bahan baku

MODIFIKASI MESIN PEMBANGKIT UAP UNTUK SUMBER ENERGI PENGUKUSAN DAN PENGERINGAN PRODUK PANGAN

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

Transkripsi:

PENELITIAN EKSTRAKSI HEMAT AIR SEBAGAI UPAYA PENEKANAN SUMBER DAYA ALAM DENGAN MEMODIFIKASI SISTEM IMBIBISI DI UNIT GILINGAN PABRIK GULA Theresia Hari Sutji W PUSAT PENELITIAN PERKEBUNAN GULA INDONESIA Jln. Pahlawan 25 Pasuruan 67126; Telp. (0343) 421086 (Hunting System) Fax: (0343) 421178; E-mail: isri@telkom.net ABSTRAK Salah satu unit proses di Pabrik Gula (PG) yang memanfaatkan sumber daya alam air yaitu stasiun gilingan. Jumlah air diperlukan rata-rata mencapai 30 persen dari kapasitas gilingnya, yang bervariasi antara 23 sampai 32 persen. Secara umum pemakaian air yang meningkat akan menaikkan efisiensi ekstraksi atau pemerahan gulanya. Mengingat pemakaian jumlah sumber daya alam air dari waktu ke waktu meningkat dan menimbulkan masalah nasional, maka persaingan sangat dirasakan oleh PG pada beberapa tahun terakhir ini, ditunjang dengan musim giling PG jatuh pada saat kemarau. Berbagai upaya penekanan jumlah pemakaian air perlu mendapat perhatian. Salah satunya dengan menekan jumlah pemakaian air di unit gilingan PG, yaitu dengan memodifikasi system imbibisi. Modifikasi berupa sirkulasi imbibisi dengan mempertahankan ekstraksi yang dicapai tetap optimal tanpa menambah jumlah air yang digunakan. Hasil percobaan pendahuluan di beberapa pabrik gula menunjukkan bahwa dengan sirkulasi imbibisi dapat meningkatkan ekstraksi atau HPG direduksi sebesar 0,1 sampai 0,5 persen. Telah dilakukan penelitian modifikasi imbibisi di salah satu PG yang mempunyai lima unit gilingan. Modifikasi sistem imbibisi pada peleitian ini adalah sirkulasi imbibisi pada nira yang keluar dari gilingan IV disirkulasikan kembali ke amas gilingan IV (ampas yang menuju ke gilingan V atau gilingan akhir). Dengan sistem sirkulasi imbibisi ini dapat dapat meningkatkan HPG direduksi sebesar 0,88 point dan menurunkan pol ampas 0.59 point. Jumlah kenaikan angka ekstraksi ini secara ekonomis cukup berarti. Tujuan penelitian ini adalah selain meningkatkan efisiensi pemerahan gula di stasiun gilingan juga sebagai upaya penekanan pemakaian sumber daya alam air. Kata kunci : sumber daya alam, ekstraksi, sirkulasi imbibisi. ABSTRACTION One of the process unit in Sugar Mill which exploiting water natural resource is mill station. The average water consumption up to 30 percentage of capacities sugar mill which its vary between] 23 until 32 percent. In general, more imbibition could improve the efficiency in extraction. Considering the water natural resource consumption increase from time to time and it cause a national problem, it cause a problem in sugar mill supported with the milling season of sugar industry in dry season. Many efforts to reduce the water consumption in sugar mill need attention. One of them is reducing the water consumption in milling unit, that is with modification imbibition system. The modification is circulation imbibition with maintained the extraction still optimal without adding more amount of water. The last experiment showed that with circulation imbibition could increase the reducing extraction 0,1 until 0,5 percent. A modification imbibition system experiment have been conducted at sugar mill which have five unit milling tandems. The imbibition system is by circulate the juice from the fourth mill tandem in to the bagasse from the fourth mill tandem too or the bagasse through the fifth milling tandem. With this system it could increased the extraction 0,88 point and decreased the pol bagasse 0.59 point. The increasing extraction economically is significant. The aim of this experiment is besides improving the efficiency extraction also reducing the water natural resource consumption. Keywords : water natural resource, extraction, circulation imbibition 1

PENDAHULUAN Sumberdaya air sebagai bagian dari sumber daya alam semakin dirasakan keterbatasannya oleh Pabrik Gula (PG) sejalan dengan meningkatnya persaingan penggunaan air untuk berbagai keperluan (Kurniawan, 2000). Persaingan tersebut terutama dirasakan oleh PG pada beberapa tahun terakhir ini. Hal ini disebabkan musim giling PG jatuh pada saat musim kemarau, disamping karena lahan pengairan di Jawa banyak beralih ke tanaman padi. Persaingan dirasakan semakin berat terutama dengan meningkatnya harga air yang ditetapkan oleh Perum Jasa Tirta (Kurniawan,2000). Pabrik Gula termasuk jenis industri yang memerlukan banyak air, yaitu terutama untuk keperluan pengisi ketel dan sebagai bahan pembantu proses antara lain : membantu pemerahan tebu di gilingan ( imbibisi), membantu proses pemisahan stroop dengan kristal gula, membantu proses masakan, sebagai pendingin kondensor evaporator dan lain-lain. Di dalam PG terdapat tiga macam air yang bersirkulasi, yaitu : air kondensat bebas gula berasal dari hasil kondensasi uap dari ketel uap, evaporator, dll. Air ini digunakan sebagi air pengisi ketel. Air kondensat yang masih mengandung gula berasal dari kondensasi penguapan nira, digunakan sebagai pembantu proses misalnya imbibisi gilingan dan pemutaran. Yang ketiga air tawar, berasal dari sungai atau reservoir. Air tawar digunakan untuk pembangkit vakum dan kondensor pada masakan dan penguapan, sebagai pendingin, pencuci, dan lain-lain ( (Sudjito, 1981). Kebutuhan air setiap PG sangat tergantung pada kondisi peralatan yang ada, kualitas masakan, dan keahlian operator. Kenyataan kondisi PG bahwa kebutuhan air pabrik masih banyak disuplesi dari air tawar untuk berbagai keperluan proses. Hal ini berarti menambah biaya produksi. Berbagai usaha untuk menekan biaya produksi atau meningkatkan efisiensi pengolahan telah dilakukan. Salah satu usaha meningkatkan efisiensi pengolahan yaitu di unit pemerahan atau gilingan. Di unit stasiun ini sangat memegang peranan penting dalam mengolah tebu menjadi gula ( Carebet, 1977). Stasiun gilingan fungsinya adalah memerah nira dari tebu dengan memadatkan sabut melalui putaran gilingan. (Partowinoto, 1980). Dalam kegiatan memerah nira dari tebu dikenal dengan istilah ekstraksi, yaitu proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan suatu pelarut. Sebagai pelarut dalam pemerahan nira di stasiun gilingan digunakan air atau dikenal sebagai imbibisi..maksud dari pemberian imbibisi adalah mengencerkan nira dalam ampas tebu agar lebih mudah diperah niranya (Sunantyo, 1995). Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi stasiun gilingan antara lain : mutu tebu, pengerjaan pendahuluan, dimensi jumlah rol-rol gilingan, jumlah dan kerataan imbibisi serta setelan gilingan ( Partowinoto, 2001). Imbibisi dan sistemnya akan mempengaruhi pol ekstraksi, sejumlah air imbibisi pada gilingan akhir dan nira imbibisi dari tiap unit gilingan akan mempengaruhi jumlah nira dan gula yang terperah, karena air atau nira yang lebih encer akan melarutkan gula dan mencuci sabut. Menurut Moor ( Partowinoto, 1980 ), pengaruh ekstraksi terhadap air imbibisi sesuai dengan persamaan : E = 0,00985 I dimana I= imbibisi % sabut Imbibisi di stasiun gilingan ada 2 macam, yaitu imbibisi air dan imbibisi nira. Imbibisi air yaitu imbibisi diberikan distasiun gilingan hanya berupa air. Air tersebut berasal dari air kondensat, air sumur atau sungai /air tanah. Yang kedua adalah imbibisi nira yaitu imbibisi berupa nira hasil perahan gilingan sendiri. Cara pemberian imbibisi antara lain : tungal, ganda, triple, campuran ganda dan triple (Sunantyo, 1995). Suhu imbibisi bisa dingin bisa panas ( 60-70 o C). Imbibisi panas lebih banyak memerah atau melarutkan gula, tetapi zat lain kemungkinan ikut terlarut, disamping itu angka pengawasan dan penimbangan kemungkinan kurang teliti karena terjadi penguapan. Cara pemberian imbibisi dimulai dari rol gilingan paling belakang sepanjang rol atau selebar krepyak disemprotkan merata dengan tekanan kuat agar air dapat merata dengan cepat ke seluruh permukaan partikel ampas (Sunantyo, 1995). Imbibisi dicurahkan di atas ampas sesaat sebelum digiling, maka alirannya akibat gravitasi akan membantu memindahkan nira yang ada dalam ampas pada saat permulaan menggiling dan seterusnya mencuci ampas yang bertekanan tinggi (Carebet,1977). Maserasi umumnya merupakan cara yang lebih efektip untuk menaikkan ekstraksi dari pada menambah beban rol. Besarnya maserasi tidak menambah beban tenaga untuk menggiling, tetapi bisa menimbulkan masalah dengan pengumpanan gilingan (mill feeding) dan keterbatasan kemampuan evaporator. (Carebet,1977). Jumlah imbibisi semakin banyak, maka semakin banyak pula gula yang terperah. Tetapi jumlah imbibisi yang berlebih akan memperberat kerja evaporator karena air yang ditambahkan sebagai imbibisi akan diuapkan kembali di stasiun penguapan. Salah satu usaha meningkatkan pemerahan gula tanpa menambah jumlah air imbibisi adalah dengan sistem sirkulasi imbibisi, Sistem sirkulasi imbibisi mempunyai beberapa keuntungan yaitu : dapat menaikkan faktor ekstraksi di stasiun gilingan, murah dalam biaya investasi, mudah dilaksanakan dalam praktek dan secara keseluruhan memberikan keuntungan ekonomis (Carebet,1977). Menurut Hugot (1986), untuk jumlah air imbibisi yang sama imbibisi majemuk jauh lebih baik dari pada imbibisi sederhana. Imbibisi majemuk menyebabkan ulangan pencurahan nira imbibisi yang lebih banyak dari pada imbibisi sederhana. Cara sirkulasi imbibisi yaitu nira yang keluar dari gilingan akhir sebagian dimasukkan ke gilingan akhir lagi dan sebagian ke gilingan di depannya. Dasar pertimbangan karena brix nira gilingan akhir jauh lebih encer dari pada brix ampas 2

gilingan akhir. Kondisi perbedaan brix tersebut yang memungkinkan digunakannya kembali nira perahan gilingan sebagai imbibisi pada ampas yang akan masuk ke gilingan dalam proses ekstraksi dengan sistem sirkulasi. Pemberian imbibisi di atas rol gilingan yang semakin besar akibat sirkulasi imbibisi diharapkan menghasilkan keadaan ampas seperti direndam pada proses maserasi dalam waktu yang relatip lama sesaat sebelum masuk gilingan. Keadaan tersebut mengakibatkan ampas yang masuk ke gilingan terekstraksi lebih baik ( Carebet,1977). Hal yang perlu diperhatikan dalam sirkulasi imbibisi adalah dihindari terjadinya selip gilingan dan kadar air ampas dijaga normal, karena ampas sebagai bahan bakar ketel jika terlalu basah akan memperberat kerja ketel (Sunantyo,1995). Dalam proses ekstraksi di Pabrik Gula, hasil ekstraksi dinyatakan sebagai HPG (Hasil Pemerahan Gula). Menurut Gandana (1977), angka HPG tidak dapat digunakan sebagai pembanding karena tergantung pada kadar sabut tebu yang digiling. Sebagai gantinya digunakan HPG direduksi, yaitu untuk menghilangkan pengaruh kadar sabut terhadap ekstraksi. Yang dimaksud HPG direduksi adalah HPG yang akan dicapai pada keadaan tertentu (pada kadar sabut standar 12,5 %), Hasil penelitian Carebet (1977) menyebutkan dengan sirkulasi imbibisi dihasilkan angka HPG direduksi rata-rata 0,57 lebih tinggi dari pada tanpa sirkulasi imbibisi. Telah diteliti sirkulasi imbibisi pada nira gilingan IV yang disirkulasikan kembali ke gilingan V. Dengan metoda pengawasan gilingan yang umum berlaku di PG, sistem sirkulasi imbibisi ini menghasilkan kenaikan HPG direduksi sebesar 0,88 point. Tujuan penelitian ini adalah selain meningkatkan efisiensi pemerahan gula di stasiun gilingan juga sebagai upaya penekanan pemakaian sumber daya alam air. BAHAN DAN METODA Percobaan sirkulasi imbibisi dilakukan di salah satu PG dengan jumlah gilingan 5 (lima). Nira gilingan IV disirkulasikan kembali sebagian ke gilingan V. Untuk mengetahui hasil ekstraksi gilingan digunakan metoda pengawasan gilingan sesuai standar P3GI (Ananta,1974, Gandana,1978). Pengamatan meliputi : berat tebu digiling, berat nira mentah dan berat imbibisi, analisis pol dan brix nira gilingan I sampai dengan V, anlisis pol dan bahan kering ampas gilingan akhir. Metoda analisis pol secara polarimetris, metoda analisa brix dengan brix weger, bahan kering ampas dengan alat pengering ampas Kortoff kapasitas 1 kg ampas, pol ampas dengan ekstraksi air panas dan polarimetris. Pengambilan contoh nira secara kontinyu dan dianalisa setiap kumpulan contoh selama 15 menit. Pengambilan contoh ampas juga secara kontinyu dan dianalisa setiap kumpulan contoh 1 jam. Dari hasil data pengamatan dan analisis bahan bisa diketahui mutu bahan baku tebu digiling dan hasil pemerahan gulanya. Pengamatan dilakukan terhadap blanko (tanpa sirkulasi) dan terhadap perlakuan sirkulasi imbibisi. Sebagai hasil evaluasi akhir, dibandingkan nilai HPG direduksi dan pol ampas gilingan akhir antara blanko dan perlakuan. Nira Nira Air TEBU 1 2 3 4 NM Gambar sketsa sirkulasi imbibisi 3

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan berat tebu digiling, berat nira mentah dan berat air imbibisi serta analisis mutu : nira gilingan pertama, nira gilingan kedua, nira mentah, dan ampas gilingan akhir selengkapnya terlampir dalam lampiran 1. Dari data tersebut dapat dihitung imbibisi % tebu, mutu tebu ( pol, brix dan sabut) dan pemerahan gula (HPG) di stasiun gilingan. Sebagaimana diketahui bahwa efisiensi gilingan tergantung antara lain pada mutu bahan yang digiling (tebu) dan imbibisi (Partowinoto,2001), maka untuk membandingkan antara blanko dan perlakuan imbibisi telah ditinjau mutu bahan baku dan jumlah imbibisi seperti dalam tabel 1. Tabel 1. Rata-rata tebu digiling dan imbibisi Tebu Imbibisi Mutu Percobaan ton (%tebu) Pol,% Brix,% Sabut,% Blanko (n=10) 211,17 12,37 15,72 11,93 30,27 Perlakuan (n=6) 244,4 12,10 15,40 11,49 29,93 Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa kondisi tebu, kapasitas giling dan jumlah air imbibisi adalah sama, berarti jumlah berat pol, berat brix dan sabut serta imbibisi setiap satuan waktu giling yang masuk ke stasiun gilingan adalah relatip sama antara blanko dan perlakuan imbibisi. Ekstraksi yang tinggi dinyatakan dengan angka HPG yang tinggi dan kehilangan gula (pol) dalam ampas yang rendah. Dalam mengolah tebu menjadi gula diharapkan angka HPG setinggi tingginya dan angka pol ampas yang serendah mungkin. Pol dalam ampas berarti masih ada gula tertinggal di dalamnya dimana hal ini merupakan salah satu kerugian atau kehilangan gula di stasiun gilingan. Dalam tabel 2 terlihat secara umu bahwa pemerahan gula dengan menggunakan sistem sirkulasi imbibisi lebih baik dari pada tanpa sirkulasi. Hal itu dibuktikan dengan angka HPG total maupun HPG direduksi yang lebih tinggi pada saat sirkulasi imbibisi. Demikian juga kehilangan gula dalam ampas pada saat sirkulasi imbibisi lebih rendah, berarti pemerahan lebih sempurna. Dalam hal sistem sirkulasi imbibisi ini tidak ada penambahan air, tetapi terbukti dapat meningkatkan efisiensi pemerahan, sehingga tidak ada penambahan biaya produksi dari penambahan harga air. Walaupun dalam percobaan ini belum bisa diditeksi jumlah penambahan air yang mungkin harus diberikan bila tanpa sirkulasi imbibisi untuk mencapai efisiensi yang diinginkan, tetapi sudah terbukti ada peningkatan efisiensi. Tabel 2. Rata-rata hasil pemerahan gula dan pol ampas Percobaan HPG (%) HPG direduksi (%) Pol ampas (%) Blanko (n=10) 87,64 87,12 4,97 Perlakuan (n=6) 89,1 88,0 4,38 Kenaikan HPG direduksi karena perlakuan sirkulasi imbibisi mencapai 0,88 point dan kehilangan dalam pol ampas turun hingga 0,59 point. Angka ini cukup significant untuk menilai tingkat efisiensi pabrik khususnya di stasiun gilingan. Hasil penelitian terdahulu oleh Carebet (1977) menunjukkan peningkatan HPG direduksi sebesar 0,57 point. 4

KESIMPULAN Dari hasil penelitian ekstraksi hemat air sebagai upaya penekanan sumberdaya alam dengan modifikasi sistem imbibisi di unit gilingan pabrik gula dapat disimpulkan bahwa : Modifikasi sistem imbibisi adalah dengan sirkulasi imbibisi nira gilingan IV. Dengan sistem ini tidak ada penambahan air tetapi bisa meningkatkan efisiensi pemerahan sebesar 0,88 point dan dapat menurunkan kehilangan pol dalam ampas sebesar 0,57 point. Sistem sirkulasi imbibisi mempunyai beberapa keuntungan yaitu : dapat menaikkan faktor ekstraksi di stasiun gilingan, murah dalam biaya investasi, mudah dilaksanakan dalam praktek dan secara keseluruhan memberikan keuntungan ekonomis. DAFTAR PUSTAKA 1. Ananta, T dan SG Gandana, (1974), Pengawasan Gilingan, BP3G Pasuruan. 2. Carebet, Pada (1977), Penelitian Sirkulasi Imbibisi, Majalah Perusahaan Gula Vol XIII No 2, hal 158-189, BP3G Pasuruan. 3. Gandana,SG, (1977), Data Laboratorium Antar Pabrik Gula Periode Setengah Tahunan Masa Giling 1977, Majalah Perusahaan Gula Vol XIII No 3/4, hal 275 279, BP3G Pasuruan. 4. Gandana,SG, (1978), Pengawasan Gilingan Cara Hawaii Pada Kondisi Indonesia, Majalah Perusahaan Gula Vol XIV No 2, hal 165 167, BP3G Pasuruan. 5. Hugot, (1986), Handbook of Cane Sugar Engieeering, 3 rd ed, Elsevier, Amsterdam-Tokyo-NY 6. Kurniawan,Y, (2000), Sistem Biotray Untuk Efisiensi Penggunaan Air Di Pabrik Gula, Pertemuan Teknis P3GI Surabaya, P3GI 7. Partowinoto,S, (2001), Metode Pengawasan Gilingan Pabrik Gula, Seminar tahap II Penerapan Teknologi Pengawasan Gilingan Sebagai Sarana Untuk Peningkatan Daya Saing Pabrik Gula, P3GI Pasuruan. 8. Sudjito, (1981), Pengontrolan Sirkulasi Air Dalam Pabrik Gula, Majalah Gula Indonesia, Surabaya. 9. Sunantyo,(1995), Meninjau Ulang Tentang Imbibisi Di Stasiun Gilingan Pabrik Gula, Gula Indonesia, Vol XX(4), hal 22-25, P3GI Pasuruan. 10. Soewarno, (1980), Persamaan Matematika Untuk Menguji Kesempurnaan Stelan Gilingan, Majalah Perusahaan Gula Vol XVI No 1, hal 27, P3GI Pasuruan. 5

LAMPIRAN 1 HASIL PENGAMATAN TEBU GILING, IMBIBISI DAN ANALISIS MUTU NIRA GILINGAN TON NIRA GIL 1 NIRA GIL 2 NIRA MENTAH AMPAS TEBU NIRA MENTAH IMBIBISI POL BRIX POL BRIX POL BRIX POL BAHAN BLANKO KERING 1 185.6 186.3 53.8 16.09 20.13 7.56 10.01 11.03 14.06 4.96 48 2 259.2 256 75.2 16.06 20.31 7.86 10.61 11.27 14.52 4.22 47 3 244.5 245 73.4 15.85 19.81 7.26 9.56 10.62 13.52 5.71 49 4 141.4 145 44 15.32 19.29 7.11 9.5 10.39 13.27 5.41 47 5 165 167 52.8 15.93 19.41 6.67 9.09 10.86 19.41 5.04 43 6 273.9 275 87 16.02 19.21 6.69 9.05 10.99 13.42 5.04 43 7 204.6 220 80 15.39 19.01 6.05 8.28 9.73 12.26 4.85 44 8 204.9 215 75.8 16.25 19.49 6.6 8.25 10.49 12.75 5.41 47 9 261.3 272 90 16.25 19.51 6.95 9.12 10.9 81.65 4.51 48 10 171.3 178 57.2 14.93 18.29 6.65 8.57 9.91 12.43 4.51 48 RATA2 211.17 215.93 68.92 15.81 19.45 6.94 9.204 10.62 20.73 4.97 46.4 PERLAKUAN 1 259.6 262 78 14.92 18.32 7.34 9.53 10.56 13.29 3.93 44 2 303.8 308 94.3 15.44 19 6.77 9.69 10.7 13.52 3.93 44 3 211.2 216 67 15.39 19.1 7.22 9.53 10.7 13.62 3.93 44 4 262.6 271.3 89 15.5 19.09 6.93 9.07 10.5 13.07 4.83 45 5 236.3 242.8 78 16.43 19.96 7.07 9.31 10.92 13.57 4.83 45 6 192.8 200 66 14.4 17.86 6.08 8.15 9.63 12.27 4.83 45 RATA2 244.38 250.02 78.72 15.35 18.89 6.90 9.21 10.50 13.22 4.38 44.50