UPAYA MENGURANGI POTENSI KERUGIAN NEGARA DARI PENYIMPANGAN IMPOR CBU

dokumen-dokumen yang mirip
SISTEM PENETAPAN NILAI PABEAN (CUSTOMS VALUATION) YANG BERLAKU DI INDONESIA

KAJIAN ATAS UJI KEWAJARAN NILAI TRANSAKSI DALAM PENETAPAN NILAI PABEAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA DI BIDANG KEPABEANAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 06/BC/2006

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100/KMK.05/2000 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122/PMK. 04/2011 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat kita bahas melalui topik tersebut. Pada kesempatan ini, penulis ingin

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : Tanggal : Yang bertanda tangan dibawah ini, kami pimpinan dari :

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK

P - 03/BC/2009 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 03/BC/2009 TENTANG TATA CARA

TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN YANG AKAN DIRAKIT MENJADI KENDARAAN BERMOTOR UNTUK TUJUAN EKSPOR MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-19/BC/2016 TENTANG DATABASE NILAI PABEAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, kami pimpinan dari : Nama Perusahaan : NPWP : Alamat Kantor : Telepon : Facsimile : Alamat Pabrik :

Menimbang : Mengingat :

BAB I PENDAHULUAN. salah satu fungsinya adalah sebagai fasilitator perdagangan harus dapat membuat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P - 16/BC/2006 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

1 Universitas Indonesia

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

2 ketentuan mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesi

BAB I PENDAHULUAN. kebebasan berpikir atau membuat konsep-konsep serta kebebasan. makna demokrasi yang didalamnya ada unsur-unsur keikutsertaan rakyat

NOMOR : KEP-03/BC/2003 NOMOR : 01/DAGLU/KP/I/2003 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN TERTIB ADMINISTRASI IMPORTIR

No. Negara Asal Nama Perusahaan/Produsen Besarnya Bea Masuk Anti Dumping Sementara

Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-12/BC/2001 tanggal 20 April 2001 PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76/PMK. 011/2012 TENTANG

SOSIALISASI PMK 34/PMK.04/2016 tentang Perubahan atas PMK 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean untuk Penghitungan Bea Masuk

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2018 TENTANG KETENTUAN IMPOR PELUMAS

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURANPEMERINTAHREPUBLIKINDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAANSANKSIADMINISTRASIBERUPADENDA DIBIDANG KEPABEANAN

Mengurai Benang Kusut Penerapan Nilai Pabean Berdasarkan Nilai Transaksi

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 25 /BC/2005 TENTANG

PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEPERLUAN OLAHRAGA YANG DIIMPOR OLEH INDUK ORGANISASI OLAHRAGA NASIONAL

Nomor : Tanggal : Yang bertanda tangan dibawah ini, kami pimpinan dari :

Yth. 1. Kepala Kantor Wilayah 24 November Kepala Kantor Pelayanan di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Seluruh Indonesia.

Presiden Republik Indonesia

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

Penetapan Nilai Transaksi Dengan Menggunakan Rumus Tertentu, Tepatkah?

Royalti Dalam Penetapan Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk. Oleh : Mohamad Jafar Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/M-DAG/PER/1/2007 TENTANG VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR KERAMIK

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-43/BC/1999 T E N T A N G

, No.1551 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdag

Tinjauan Atas Ketentuan Baru Mengenai Barang Penumpang:

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 40/BC/2010 TENTANG DATABASE NILAI PABEAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

EXCISE, CUSTOMS DUTIES & EARMARKED TAX

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P-19/BC/2007

Demikian untuk dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab. DIREKTUR JENDERAL ttd. DR.RB PERMANA AGUNG D. MSc. NIP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PMK.010/2018 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR

2 diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 162/PMK.03/2014 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

2017, No Harmonized System 2017 dan ASEAN Harmonised Tariff Nomenclature 2017, perlu melakukan penyesuaian terhadap komitmen Indonesia berdasar

PENGANTAR KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG NOMOR : KEP-14/BC/1999

DUKUNGAN PEMERINTAH KEPADA INDUSTRI SEKTOR TERTENTU MELALUI KEBIJAKAN BMDTP TA 2012

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pe

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-02/BC/2008 TENTANG

ALTERNATIF 2 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 39/M-DAG/PER/10/2010 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG JADI OLEH PRODUSEN

2 d. bahwa hasil pembahasan Tim Pertimbangan Kepentingan Nasional telah memutuskan untuk mengenakan Tindakan Pengamanan Perdagangan berupa kuota terha

BAB I P E N D A H U L U A N. sejahtera, tertib dan damai berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SURAT PERMOHONAN CUSTOMS ADVICE UNTUK IMPORTASI YANG MERUPAKAN TRANSAKSI JUAL BELI ATAU PERMOHONAN VALUATION RULING

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan judul Ali purwito M, 2013:60 ) Siti resmi,2009:2

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 40/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR KACA LEMBARAN

BAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1890, 2015 KEMENDAG. Impor. Mesin. Multifungsi. Berwarana. Fotokopi. Berwarana. Printer Berwarna. Pencabutan.

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Untuk lebih dapat menciptakan kepastian hukum dan

2016, No Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian; Mengingat: 1. Undang-Undang

KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN ( DALAM SATU NASKAH )

P - 44/BC/2009 DAFTAR KODE STANDAR INTERNASIONAL YANG DIGUNAKAN UNTUK PENGISIAN PEMBERITAHUAN PABEAN

2 Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lem

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG NOMOR: P- 41/BC/2010

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG

DEKLARASI INISIATIF (VOLUNTARY DECLARATION) ATAS NILAI PABEAN UNTUK PENGHITUNGAN BEA MASUK

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP - 50/BC/1999 TENTANG KEWAJIBAN PELAPORAN OLEH PERUSAHAAN PENERIMA FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK

Yang bertanda tangan di bawah ini, kami pimpinan dari : Nama Perusahaan : N P W P : Alamat Kantor : Telepon : Facsimile : Alamat Pabrik :

Pengawasan Atas Barang Impor Dengan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Dalam Rangka Penanaman Modal

Transkripsi:

UPAYA MENGURANGI POTENSI KERUGIAN NEGARA DARI PENYIMPANGAN IMPOR CBU 1. Pendahuluan Sebagaimana diketahui bahwa tugas pokok Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.32 /KMK.01/1998 tentang Organisasi dan Tatakerja adalah melakukan sebagian tugas pokok Departemen Keuangan dibidang kepabeanan dan cukai berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh menteri dan mengamankan kebijaksanaan pemerintah berkaitan dengan lalulintas barang yang masuk dan keluar daerah pabean dan pemungutan bea masuk dan cukai serta pungutan negara lainnya berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Berkaitan dengan tugas dimaksud, DJBC mengacu pada Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan secara aktif berperan dalam menanggulangi kemungkinan terjadinya tindak pidana penyelundupan, sekaligus melindungi industri dalam negeri dari persaingan masuknya barang-barang impor sejenis secara ilegal. Dalam menjalankan tugas pengawasan tersebut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, menghadapi tantangan yang cukup berat mengingat dalam era globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas saat ini, institusi kepabeanan dituntut untuk berperan sebagai trade facilitator disamping sebagai Customs Control. Menyadari keberadaannya yang cukup strategis tersebut, DJBC saat ini terus berupaya meningkatkan kinerja dan citranya, antara lain dengan meningkatkan profesionalisme, efisiensi dan pelayanan. Setelah tertutup selama 25 tahun dalam hal perkembangan otomotif, Indonesia tidak dapat lagi menutup diri dari globalisasi perdagangan internasional khususnya tekanan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang memaksa agar keran impor dibuka lebar-lebar, sebagai bagian dari persaingan pasar global. Inilah yang membuat pemerintah mengeluarkan deregulasi otomotif.

Sehubungan dengan banyaknya pemberitaan di media massa mengenai dampak dari deregulasi otomotif tersebut, mendorong Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memperketat pengawasan importasi di pintu pintu masuk pelabuhan Indonesia juga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah mengambil langkah langkah antisipasif untuk mengamankan keuangan negara melalui beberapa pokok kebijakan kepabeanan seperti Penetapan Nilai Pabean, Penyusunan Database Nilai Pabean dan Penetapan Nilai Pabean Kendaraan Bermotor CBU. 1. Penetapan Nilai Pabean Nilai pabean merupakan istilah untuk menyebut harga yang digunakan sebagai dasar menghitung bea masuk atau pungutan dalam rangka impor lainnya.ketentuan tentang nilai pabean diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Ketentuan ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara internasional sebagaimana tertuang dalam Agreement On Implementation of Article VII of the Agreement on Tariff and Trade(GATT Valuation Agreement) Nilai pabean untuk perhitungan bea masuk adalah nilai transaksi dari barang impor yang bersangkutan. Nilai Transaksi adalah : harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar oleh pembeli kepada penjual atas barang yang dijual untuk diekspor ke Daerah Pabean ditambah dengan biaya-biaya tertentu sepanjang biaya-biaya tersebut belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar. Apabila dalam transaksi dimaksud ada persyaratan atau kondisi tertentu yang mempengaruhi harga, maka nilai transaksi tidak dapat diterima sebagai nilai pabean. Selanjutnya nilai pabean ditetapkan berdasarkan tatacara yang konsisten dengan prinsip penetapan nilai pabean, yaitu mencerminkan keadaan yang sebenarnya; fair; seragam;netral, dan tidak sewenang-wenang. Untuk menghindari kesewenang-wenangan tersebut, ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan Pejabat Bea dan Cukai dalam rangka menetapkan nilai pabean, diantaranya yaitu bahwa nilai pabean tidak boleh ditetapkan:

a. berdasarkan harga jual barang produksi dalam negeri b. berdasarkan harga barang di pasaran dalam negeri negara pengekspor ; c. berdasarkan harga barang yang diekspor ke suatu negara selain ke negara pengimpor; atau d. berdasarkan harga minimum (sering disebut harga patokan) Dalam menetapkan nilai pabean, kesepakatan antara penjual dan pembeli sangat dihargai. Kesepakatan antara penjual dan pembeli yang memiliki hubungan khususpun sepanjang hubungan tersebut tidak mempengaruhi harga, nilai transaksi yang disepakati harus diterima sebagai nilai pabean. Demikian pula nilai transaksi yang ternyata lebih rendah dari harga pasar (prevailing market price), atau bahkan harga dumping-pun tidak menyebabkan nilai transaksi tersebut ditolak sebagai nilai pabean. Nilai transaksi dumping ditanggulangi dengan pengenaan bea masuk antidumping sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang-undang Nomor 10/ 1995 (sesuai Article VI GATT) yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dibawah Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Dengan demikian sepanjang penjual dan pembeli memberitahukan secara benar /jujur atas nilai transaksinya, maka hak penjual dan pembeli serta hak negara atas penerimaan bea masuk akan terjamin. Permasalahan akan timbul apabila ternyata penjual dan pembeli melakukan kecurangan dalam memberitahukan nilai transaksinya. Oleh karenanya sesuai ketentuan penetapan nilai pabean, dalam hal terbukti adanya kasus under invoicing (harga diberitahukan lebih rendah dari yang sebenarnya), disamping harus dikenakan tambah bayar dan sanksi administrasi, dapat pula dikenakan sanksi pidana apabila unsur pidana terpenuhi 2. Penyusunan Database Nilai Pabean Prinsip yang dianut oleh UU No 10 Tahun 1995 dalam pembayaran bea masuk adalah self assesment. Dimana dalam prinsip ini UU No 10 Tahun 1995 memberi kepercayaan kepada importir untuk memberitahukan sendiri harga transaksi yang dilakukannya. Untuk pemberitahuan tersebut importir dituntut jujur dan bertanggung jawab melalui pembayaran bea masuk sebagai bagian dari kewajiban bernegara.

Untuk mengantisipasi hal tersebut seraya menjamin kelancaran pelayanan serta pengamanan hak negara, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menerapkan prinsip risk management dan post entry audit. Salah satu kebijakan dalam pelaksanaan risk management adalah disusunnya database harga Database adalah kumpulan harga barang yang digunakan oleh DJBC sebagai sarana dalam kegiatan pengujian kewajaran pemberitahuan nilai pabean. Dalam hal ini, nilai transaksi dianggap wajar apabila sesuai dengan praktek perdagangan (commercial practice) barang yang sejenis dengan penyesuaian penyesuaian yang sesuai aturan. Database ini disusun dan dimuktahirkan dalam periode waktu tertentu oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan harga yang berasal dari suatu transaksi, katalog atau price list nasional maupun internasional atau sumber data lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk menghindari penyimpangan dalam implementasi tersebut disusunlah ketentuan pengggunaan database harga berikut ini : 1. Harga yang tercantum dalam database harga adalah : a. Hanya digunakan untuk menguji kewajaran nilai transaksi yang diberitahukan oleh importir b. Bukan merupakan harga patokan dan tidak digunakan sebagai dasar untuk menetapkan nilai pabean 2. Dalam hal nilai transaksi yang diberitahukan ternyata : a. lebih rendah dari harga yang tercantum dalam database, maka apapun alasan atau latar belakangnya, nilai transaksi tidak dapat diterima sebagai nilai pabean. Atas kesalahan tersebut dikenakan tambah bayar dan sanksi administrasi dan/ atau sanksi pidana apabila terdapat unsur pidana didalamnya. b. Sama dengan atau lebih tinggi dari harga yang tercantum dalam database, tergantung alasan atau latar belakangnya, nilai transaksi dapat ditolak atau diterima sebagai nilai pabean. Untuk ditu dilakukan verifikasi

dan audit dimana jika dikemudian hari ditemukan bahwa ternyata nilai pabean bukan nilai transaksi maka atas kesalahan tersebut dikenakan tambah bayar tanpa sanksi administrasi dan/ atau sanksi pidana apabila terdapat unsur pidana didalamnya. 2. Penetapan Nilai Pabean Kendaraan Bermotor CBU Penghapusan tataniaga impor kendaraan bermotor dalam keadaan CBU (COMPLETELY BUILT UP) sesuai Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 275/MPP/6/1999 tanggal 24 Juni 1999 yang berlaku efektif pada tanggal 1 Juli 1999, diantaranya bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk industri kendaraan bermotor dalam negeri dipasaran internasional dan untuk melindungi konsumen dalam negeri Dengan penghapusan tataniaga tersebut maka sejak bulan Oktober 1999 mulai diimpor kendaraan bermotor CBU dalam keadaan baru yang telah mendapatkan Tanda Pendaftaran Tipe oleh Direktur Jenderal ILMEA Depperindag. Sebagai tambahan bahwa informasi yang diterima dari perwakilan Direktur Jenderal Bea dan Cukai di luar negeri ternyata importasi kendaraan bermotor CBU dalam keadaan baru, dimana harga impor yang di beritahukan kepada pihak bea dan cukai jauh lebih rendah dari harga sebenarnya. Dalam rangka optimalisasi penerimaan negara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengambil langkah langkah sebagai berikut : a. Melengkapi database harga yang telah ada dengan data harga kendaraan bermotor CBU dalam keadaan baru sebagaimana tertuang dalam Surat Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor S-39 /BC/2000 tanggal 27 Januari 2000. Selanjunya S- 39/BC/2000 diperbaharui dengan S-186/BC/2000 tanggal 31 Maret 2000 yang diberlakukan sejak 1 April 2000 b. melakukan prioritas audit kepabeanan terhadap seluruh importasi kendaraan bermotor. Melalui audit kepabeanan akan dapat diungkapkan adanya kecurangan dalam pemberitahuan harga barang impor. Khusus untuk harga kendaraan bermotor sebagaimana tercantum dalam S-39 /BC/2000 tanggal 27 Januari 2000 sumber datanya berasal dari katalog luar negeri yang diperoleh

dari Depperindag dan Asosiasi ATPM. Adapun pola perhitungannya memperhatikan faktor pengurangan seperti : Sales tax, Good Service Tax, Luxury Tax, other taxes, serta trade discount. Sebagai contoh, untuk katalog dari Inggris faktor pengurangan + 50% ; dari Jepang, Australia, dan New Zealand faktor pengurangan + 35% dan dari Amerika dan Jerman besarnya faktor pengurangan kurang lebih + 25% Sebagai ilustrasi tentang bagaimana Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menetapkan nilai pabean kendaraan bermotor dalam tabel dibawah ini disajikan perbandingan harga yang diberitahukan oleh importir, harga pada database harga, keputusan penetapan nilai pabean oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta jumlah tambahan bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang harus dibayar berikut sanksi administrasinya. Dengan dilakukannya langkah antisipatif sebagaimana tersebut diatas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah berhasil mengamankan hak-hak keuangan yang dihasillkan dari penetapan nilai pabean oleh DJBC.

Contoh Realisasi Penetapan Nilai Pabean Kendaraan Bermotor CBU Pemberitahuan Database Penetapan Tambah Bayar Sanksi Total No Jenis oleh importir DJBC Nilai Pabean (BM + PDRI) Administrasi tambah Bayar Kendaraan 21/1/2000 oleh DJBC CIF USD CIF USD CIF USD Rp. Rp. Rp. (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Mercedes Benz a. ML 320 3,539.00 23,304.67 34,454.00 238,129,909.77 395,054,228.20 633,184,137.97 b. E-320 4,149.54 23,333.89 25,687.00 297,602,323.81 618,431,841.70 916,034,165.51 c. SL-320 0.00 c.1 SL-320 5,189.09 39,128.83 37,850.00 438,533,835.41 911,239,138.50 1,349,772,973.91 c.2 SL-320 5,189.09 39,128.83 37,850.00 438,315,882.35 910,786,249.00 1,349,102,131.35 c.3 SL-320 5,186.73 39,128.83 37,714.81 438,533,835.41 911,239,138.50 1,349,772,973.91 d. E-240 3,260.39 20,792.00 23,028.40 220,360,910.01 484,316,285.70 704,677,195.71 e. ML430 4,532.31-41,197.14 348,086,718.26 577,471,053.30 925,557,771.56 2 KIA Sportage 2,412.00 6,150.60 6,653.00 47,276,547.50 103,904,500.00 151,181,047.50 3 Toyota 0.00 a.cygnus 3,878.79-37,477.95 316,864,525.05 525,673,866.40 842,538,391.45 b.cygnus 3,880.46-37,376.21 318,982,032.74 529,186,782.54 848,168,815.28 4 Alfa romeo a. 2000 cc 5,074.79 9,714.41 9,870.00 53,454,603.48 93,986,116.00 147,440,719.48

b. 2500 cc 5,978.63 10,350.17 11,412.00 60,568,492.08 106,494,052.00 167,062,544.08