BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk. diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan,

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB 1 PENDAHULUAN. mental, nilai-nilai religiunitas dan sebagainya. Pada saat ini seks bebas adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara. dua orang yang berlainan jenis kelamin (Dariyo, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolence) mulai usia 10 tahun sampai 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat (Sarwono, 2001)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dimulai pada usia 9-14 tahun dan prosesnya rata-rata berakhir pada

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanakkanak. menjadi masa dewasa. Masa transisi ini kadang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya penampakan karakteristik seks sekunder (Wong, 2009: 817).

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas, periode peralihan ke masa dewasa (Widyastuti. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat (Sarwono, 2010). Sikap dan peran orang tua sebagai asih, asah, dan asuh diperlukan dalam pendidikan seks sejak dini yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan (Sarwono, 2010). Data WHO, setiap tahun 15 juta remaja putri mengalami kehamilan dimana 60 %-nya berupaya mengakhirinya. Survei yang dilakukan di negaranegara maju seperti Amerika Serikat tahun 2011, mempunyai angka kehamilan remaja yang masih tinggi yaitu remaja hamil usia 15-19 tahun sebesar 95/1000, tingginya angka kehamilan pada remaja mengindikasikan 1

2 bahwa remaja putri rentan mengalami gangguan kehamilan dan permasalahan lain, yang berhubungan dengan kehamilan di usia yang masih muda (Sarwono,2011: dalam Sitepu 2012). Penelitian LSM Sahabat Anak dan Remaja Indonesia (Sahara) Surabaya antara tahun 2009-2010, remaja yang melakukan seks pra nikah, 72,9% hamil, dan 91,5% di antaranya mengaku telah melakukan aborsi lebih dari satu kali. Data ini didukung beberapa hasil penelitian bahwa terdapat 98% mahasiswi Surabaya yang melakukan seks sebelum nikah dan mengaku pernah melakukan aborsi (Misbahol, 2012). Dari data BKKBN provinsi Jawa Timur tahun 2008 menunjukkan dari 2.181 remaja sebanyak 13% melakukan seksual aktif, 6 terkena penyakit menular seksual, 3 terinfeksi HIV, dan 4 narkoba, serta 722 kasus kehamilan tidak diinginkan (Luthfie, 2008). Pada wilayah Ponorogo didapatkan 80% remaja putri di Ponorogo pernah melakukan hubungan seks pranikah (Subeki, 2013). Humas Pengadilan Agama Kabupaten Ponorogo, Lukman Abdullah mengatakan berdasarkan data Tahun 2013 pada media bulan yang sama, yakni Januari hingga Juli kasus dispensasi nikah dini sebanyak 74 pasangan. Tahun 2012 pada bulan Januari hingga Juli terdapat 70 pasangan, Tahun 2014 ada 77 pasangan (Broadcastindo, 2014). Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan yang dilakukan pada 10 orang tua yang mempunyai anak remaja di desa Pohijo kecamatan Sampung kabupaten Ponorogo bahwa 9 diantaranya tidak pernah memberikan pendidikan seks pada putra-putrinya. Peningkatan masalah-masalah remaja seperti kehamilan remaja, pemerkosaan yang terjadi pada saat berkencan, dan penyakit seksual yang menular membuat hubungan romantik pada masa awal kehidupan ini menjadi

3 dimensi yang penting dalam perkembangan individu (Adrienzens, 2008). Remaja seringkali merasa tidak nyaman atau tabu untuk membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya. Akan tetapi karena faktor keingintahuannya, mereka akan berusaha untuk mendapatkan informasi ini. Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa (Hurlock, 2004). Keengganan para orangtua untuk memberikan informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas juga disebabkan oleh rasa rendah diri karena rendahnya pengetahuan mereka mengenai kesehatan reproduksi (pendidikan seks). Hasil pre-test materi dasar Reproduksi Sehat Anak dan Remaja (RSAR) di Jakarta Timur (perkotaan) dan Lembang (pedesaan) menunjukkan bahwa apabila orang tua merasa memiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang kesehatan reproduksi, mereka lebih yakin dan tidak merasa canggung untuk membicarakan topik yang berhubungan dengan masalah seks (Nugraha, 2002). Hambatan utama adalah justru bagaimana mengatasi pandangan bahwa segala sesuatu yang berbau seks adalah tabu untuk dibicarakan oleh orang yang belum menikah (Nugraha, 2002). Salah satu penyebab pasti berbagai permasalahan pada remaja terjadi akibat pengetahuan seksualitas saat ini masih kurang dan tidak tepat. Keadaan ini terjadi karena remaja tidak mendapatkan pendidikan seks terutamanya dari orang tua dan guru selaku orang tua di sekolah. Tidak mengherankan akibatnya keingintahuan yang sangat berlebihan mengenai seksualitas didapatkan dari berbagai media yang salah. Berdasarkan survei sederhana

4 yang dilakukan Centra Mitra Remaja (CMR) tahun 2008 bahwa hampir 60% persen remaja SMP-SMA se-bali sudah melihat media-media porno yang tidak dianjurkan baik berasal dari situs internet, VCD ataupun majalah yang memuatnya (Mu tadin, 2010). Rasa ingin tahu dari remaja kadang-kadang kurang disertai pertimbangan rasional dan pengetahuan yang cukup akan akibat lanjut dari suatu perbuatan. Daya tarik persahabatan antar kelompok, rasa ingin tahu dianggap sebagai manusia dewasa, kaburnya nilai-nilai moral yang dianut, kurangnya kontrol dari pihak yang lebih tua (dalam hal ini orang tua) mempengaruhi remaja dalam berperilaku seks. Selain itu, berkembangnya naluri seks akibat matangnya alat-alat kelamin sekunder, kurangnya informasi mengenai seks dari sekolah atau lembaga formal serta berbagai informasi seks dari media massa yang tidak sesuai dengan norma yang dianut menyebabkan keputusan-keputusan yang diambil mengenai masalah cinta dan seks begitu kompleks dan menimbulkan gesekan-gesekan dengan orang tua ataupun lingkungan (Nugraha, 2010). Kurangnya informasi dan pendidikan yang salah tentang seks mengakibatkan rasa ingin tahu pada remaja dilakukan dengan cara coba-coba tanpa pertimbangan secara rasional. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Penyampaian materi pendidikan seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan umur anak serta daya tangkap anak. Dalam hal ini pendidikan seksual idealnya diberikan pertama kali oleh orang tua di rumah,

5 mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orang tuanya sendiri. Tetapi sayangnya di Indonesia tidak semua orang tua mau terbuka terhadap anak di dalam membicarakan permasalahan seksual. Selain itu tingkat sosial ekonomi maupun tingkat pendidikan yang heterogen di Indonesia menyebabkan ada orang tua yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Dalam hal ini maka sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar (Anonim, 2002) Berdasarkan fenomena, masalah, dan besarnya masalah membuat penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut dengan judul sikap orang tua tentang pendidikan seks pada remaja di RT 04-07, Dusun Kangkungan, Desa Pohijo, Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang pada penelitian ini maka masalah yang dapat dirumuskan adalah Bagaimana Sikap Orang Tua Tentang Pendidikan Seks Pada Remaja di RT 04-07, Dusun Kangkungan, Desa Pohijo, Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui sikap Orang Tua Tentang Pendidikan Seks Pada Remaja di RT 04-07, Dusun Kangkungan, Desa Pohijo, Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo.

6 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Menjadi acuan bagi penelitian sejenis pada masa yang akan datang terutama penelitian yang berhubungan dengan remaja. Memperkaya ilmu pengetahuan terutama pengembangan ilmu pengetahuan yang terkait dengan pendidikan seks pada remaja. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Orang Tua Orang tua meningkatkan pengetahuan dan wawasan pada orang tua tentang permasalahan seksualitas pada remaja, sehingga diharapkan orang tua nantinya memberikan pendidikan secara dini dan sesuai tahapan perkembangan anak. 2. Bagi Institusi Pendidikan Institusi pendidikan memberikan evaluasi pada institusi, untuk mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswanya dalam memahami materi yang telah diajarkan. 3. Bagi Peneliti Peneliti meningkatkan pengetahuan dan dalam pengaplikasian materi yang telah didapatkan sehingga merupakan suatu acuan dalam pelayanan saat bekerja di lapangan nantinya. 4. Bagi Tempat Penelitian Dapat digunakan untuk bahan pertimbangan dan evaluasi terhadap sikap orang tua tentang pendidikan seks pada remaja di RT 04-

7 07, Dusun Kangkungan, Desa Pohijo, Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo. 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian-penelitian yang telah dilakukan terkait dengan sikap orang tua tentang pendidikan seks pada remaja di RT 04-07, Dusun Kangkungan, Desa Pohijo, Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo adalah sebagai berikut: 1. Penelitian Rima Ariani (2008) dengan judul Hubungan antara pendidikan dan sikap orang tua dengan perilaku seksual remaja pada masyarakat mendapat hasil ada hubungan signifikan antara pendidikan dan sikap orang tua dengan perilaku seks remaja. Persamaan dari penelitian ini adalah sama meneliti tentang pendidikan seks dan sikap orang tua. Perbedaannya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah terletak pada variabel yang akan diteliti dimana pada penelitian yang sudah dilakukan difokuskan pada Hubungan antara pendidikan dan sikap oang tua dengan perilaku seksual pada masyarakat, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan difokuskan pada Sikap orang tua tentang pendidikan sek pada remaja. 2. Herlinawati (2011) Hubungan pengetahuan remaja tentang seksualitas dengan sikap mencegah seks bebas di SMAN 1 Sambit oleh dengan hasil penelitian terhadap 30 responden di SMA 1 Sambit adalah bahwa pengetahuan remaja tentang seksualitas di SMA 1 Sambit hampir setengahnya (43,3%) mempunyai pengetahuan baik dan sebagian (56,7%) mempunyai pengetahuan buruk. Hal ini disebabkan karena fackor usia dan informasi. Sikap remaja dalam mencegah seks bebas sebagian besar (73,3%) bersikap positif. Hal ini disebabkan karena faktor usia dan informasi. Persamaan dari penelitian ini adalah sama

8 meneliti tentang seks dan remaja. Perbedaannya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah terletak pada variabel yang akan diteliti dimana pada penelitian yang sudah dilakukan difokuskan pada pengetahuan remaja tentang seksualitas dengan sikap mencegah seks bebas, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan difokuskan pada Sikap orang tua tentang pendidikan sek pada remaja. 3. Gambaran perilaku seks bebas remaja usia (15-18 tahun) di Desa Doho Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun oleh Susanti tahun 2009 dengan hasil penelitian terhadap 20 responden remaja di Desa Doho Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun adalah bahwa 100% responden pernah berkencan, 100% responden berpegangan tangan saat kencan, 17% responden mencium pipi saat kencan, 17% responden berpelukan saat kencan, 80% responden mencium bibir saat kencan, 30% responden memegang buah dada diatas baju saat kencan, 15% responden memegang buah dada dibalik baju saat kencan, 55% responden memegang alat kelamin diatas baju saat kencan, 40% responden memegang alat kelamin dibalik baju saat kencan, dan 10% responden pernah melakukan hubungan intim. Persamaan dari penelitian ini adalah sama meneliti tentang seks dan remaja. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah terletak pada variabel yang akan diteliti dimana pada penelitian yang sudah dilakukan difokuskan pada Gambaran perilaku seks bebas remaja usia (15-18 tahun), sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan difokuskan pada Sikap orang tua tentang pendidikan seks pada remaja.