BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pembebanan Jaminan Fidusia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. banyak dipraktikkan dalam lalu lintas hukum perkreditan atau pinjam meminjam.

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Istilah fidusia berasal dari bahasa belanda, yaitu fiducie, sedangkan dalam

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA. A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang

BAB I PENDAHULUAN. yang kemudian menyebar ke bagian Asean lainnya termasuk Indonesia.

(Skripsi) Oleh : Mutia Marta Hendriani

BAB III TINJAUAN UMUM. pembangunan nasional perlu senantiasa dipelihara dengan baik. Guna mencapai tujuan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

BAB II TINJAUAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN A. Pengertian, Ruang Lingkup dan Sejarah Jaminan Fidusia

Bab 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. ditujukan kepada kepercayaan yang diberikan secara timbal balik oleh suatu pihak

BAB I PENDAHULUAN. merupakan upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang

PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA YANG DIBERIKAN OLEH BADAN HUKUM ASING

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga dalam hubungan antara kreditur (pemberi kredit) dengan debitur

BAB II ASPEK HUKUM PIDANA PADA PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan disertai berbagai tantangan dan resiko yang dihadapi.

2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidus

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

KONTRAK PEMBIAYAAN KONSUMEN DENGAN AKTA JAMINAN FIDUSIA. Mohammad Risqi / D

AKIBAT PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA YANG DITERBITKAN OLEH KANTOR PENDAFTARAN FIDUSIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

BAB I PENDAHULUAN. jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut. 1

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PERAMPASAN BARANG OLEH PENAGIH UTANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG FIDUSIA DAN KUHP

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan fidusia yang merupakan salah satu bentuk lembaga jaminan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAN GADAI. yuridis formal diakui sejak berlakunya Undang-undang No. 42 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan peningkatan jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang. hak tanggungan, kredit verban, fidusia, dan gadai.

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR MELALUI PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA

BAB 3 PENUTUP 3.1. KESIMPULAN

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB II PROSEDUR HUKUM PENDAFTARAN AKTA FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SETELAH TERBITNYA PERMENKUMHAM NOMOR 9 TAHUN 2013

BENTUK-BENTUK JAMINAN MENURUT HUKUM INDONESIA

BAB II TERHADAP JAMINAN FIDUSIA YANG DIDAFTARKAN PADA SAAT TERJADINYA KEMACETAN PEMBAYARAN. jaminan fidusia, pada Pasal 1 angka 1 menyatakan :

PERJANJIAN FIDUSIA: PELUANG DAN HAMBATANNYA. ANDI KASMAWATI Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara berkembang, Indonesia berusaha untuk melaksanakan pembangunan

AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT

Ernawati, Bambang Winarno, Siti Noer Endah. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Abstrak

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dalam

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PENARIKAN OBJEK JAMINAN DEBITUR ATAS JASA PEMBIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN

BAB II LATAR BELAKANG PEMBUATAN AKTE JAMINAN FIDUSIA SECARA NOTARIL

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dana merupakan salah satu faktor penting dan strategis dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk dapat

Transkripsi:

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fides yang artinya adalah kepercayaan. Sesuai dengan arti dari kata ini, maka hubungan hukum antara debitor sebagai pemberi jaminan fidusia dan kreditor sebagai penerima jaminan fidusia merupakan hubungan hukum yang berdasarkan atas rasa kepercayaan dari kedua belah pihak satu sama lain. Pranata jaminan fidusia telah diberlakukan sebelumnya di dalam masyarakat hukum romawi. Ada dua bentuk jaminan fidusia di dalam masyarakat hukum romawi ini, yaitu fidusia cum creditore dan fidusia cum amico. Kedua bentuk jaminan fidusia ini timbul dari perjanjian yang disebut dengan pactum fiduciae yang kemudian diikuti dengan penyerahan hak atau in iure cession. 9 Timbulnya jaminan fiducia cum creditore ini disebabkan karena kebutuhan masyarakat akan adanya hukum jaminan. Pada waktu itu dirasakan adanya suatu kebutuhan terhadap hukum jaminan ini, namun belum diatur oleh konstruksi hukum. Dengan adanya jaminan fiducia cum creditore ini maka kewenangan yang dimiliki kreditor akan lebih besar yaitu sebagai pemilik atas barang yang diserahkan sebagai jaminan. Debitor percaya bahwa kreditor tidak akan menyalahgunakan wewenang yang telah diberikan itu. Kekuatannya hanya terbatas pada kepercayaan dan secara moral saja, tidak memiliki kekuatan hukum. 9 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, op.cit, hlm. 119-120.

Hal ini merupakan kelemahan dari jaminan fidusia pada bentuk awalnya jika dibandingkan dengan sistem hukum jaminan yang dikenal sekarang. Karena adanya kelemahan itu maka ketika jaminan gadai dan jaminan hipotek berkembang sebagai hak-hak jaminan, jaminan fidusia menjadi terdesak dan bahkan akhirnya hilang dari hukum romawi. Jadi jaminan fidusia itu timbul karena memang adanya kebutuhan masyarakat akan hukum jaminan. Namun kemudian lenyap karena dianggap tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan masyarakat. Perkembangan selanjutnya dari jaminan fidusia yaitu ketika hukum Belanda meresepsi hukum romawi, dimana jaminan fidusia sudah lenyap dan jaminan fidusia juga tidak ikut diresepsi. Itulah sebabnya mengapa di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pedata, tidak ditemukan pengaturan mengenai jaminan fidusia. 10 Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pranata jaminan yang diatur adalah jaminan gadai untuk barang bergerak dan jaminan hipotek untuk barang tidak bergerak. Pada mulanya kedua pranata jaminan tersebut dirasakan cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang perkreditan. Namun karena terjadinya krisis pertanian yang melanda negara-negara Eropa pada pertengahan sampai akhir abad ke-19, terjadi penghambatan pada perusahaanperusahaan pertanian untuk memperoleh kredit. Pada waktu itu tanah sebagai jaminan kredit menjadi agak kurang popular, dan kreditor menghendaki jaminan gadai sebagai jaminan tambahan disamping jaminan tanah tadi. Bentuk ini digunakan untuk menutupi suatu perjanjian 10 Ibid., hlm. 121.

peminjaman dengan jaminan. Pihak penjual yaitu penerima kredit menjual barangnya kepada pembeli yaitu pemberi kredit dengan ketentuan bahwa dalam jangka waktu tertentu penjual akan membeli kembali barang-barang itu dan yang penting barang-barang tersebut akan tetap berada dalam penguasaan penjual dengan kedudukan sebagai peminjam pakai. Dalam perkembangan selanjutnya, jaminan fidusia telah mengalami perkembangan yang sangat berarti. Perkembangan itu misalnya menyangkut kedudukan dari para pihak. Pada zaman romawi dulu kedudukan penerima jaminan fidusia adalah sebagai pemilik atas barang yang difidusiakan, akan tetapi sekarang sudah diterima bahwa penerima jaminan fidusia hanya berkedudukan sebagai pemegang jaminan saja. Tidak hanya sampai disitu, perkembangan selanjutnya juga menyangkut kedudukan debitor, hubungannya dengan pihak ketiga, dan mengenai objek yang difidusiakan. Mengenai objek jaminan fidusia ini, baik Hoge Raad Belanda maupun Mahkamah Agung di Indonesia secara konsekuen berpendapat bahwa jaminan fidusia hanya dapat dilakukan atas barang-barang bergerak. Namun dalam praktek, orang-orang sudah menggunakan jaminan fidusia untuk barang-barang tidak bergerak. Apalagi dengan belakunya Undang-Undang Pokok Agraria yaitu Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960, perbedaan antara barang bergerak dan tidak bergerak menjadi kabur karena undang-undang tersebut menggunakan pembedaan berdasarkan tanah dan bukan tanah. 11 11 Ibid., hlm. 128.

Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, objek jaminan fidusia menjadi jelas. Yaitu meliputi benda bergerak baik benda bergerak yang berwujud maupun yang benda bergerak yang tidak berwujud dan juga benda tidak bergerak khususnya bangunan hak-hak atas tanah. Istilah kata fidusia sendiri berasal dari bahasa Belanda yaitu fiducie. Sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan fiduciary transfer of ownership, yang artinya adalah kepercayaan. Di dalam berbagai literatur yang ada, fidusia lazim disebut dengan istilah Fidusia Eigendom Overdract (FEO), yaitu penyerahan hak milik berdasarkan atas rasa kepercayaan. 12 Fidusia merupakan istilah yang telah lama dikenal di dalam bahasa Indonesia. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menggunakan istilah fidusia, sehingga istilah tersebut telah menjadi yang resmi dalam hukum Indonesia. Di dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia kita jumpai pengertian fidusia. Fidusia adalah: pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu. 13 Yang diartikan dengan pengalihan hak kepemilikan adalah pemindahan hak kepemilikan dari pemberi jaminan fidusia kepada penerima jaminan fidusia atas dasar rasa kepercayaan, dengan syarat bahwa benda yang menjadi objeknya tetap berada di tangan pemberi jaminan fidusia. 12 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 55. 13 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 42Tahun 1999, tentang Jaminan Fidusia, Pasal 1, angka 1.

Disamping istilah fidusia dikenal juga istilah jaminan fidusia. Istilah jaminan fidusia ini dikenal dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Jaminan fidusia adalah: hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi jaminan fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima jaminan fidusia terhadap kreditur lainnya. 14 Jaminan fidusia muncul dalam perkembangan akan kebutuhan suatu lembaga jaminan yang dapat memberikan kemudahan baik kepada kreditur maupun debitur. Adanya lembaga jaminan fidusia ini sangat diperlukan untuk memberikan perlindungan dan kepastian serta rasa aman dalam dunia perekonomian. Kebutuhan akan modal yang terus meningkat dalam rangka memajukan suatu usaha tidak terlepas dari adanya lembaga jaminan ini. Maka itulah lembaga jaminan fidusia dirasakan sangat perlu keberadaannya di dalam dunia perekonomian. B. Subjek dan Objek Jaminan Fidusia Pasal 1, angka 2. 14 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 42Tahun 1999, tentang Jaminan Fidusia,

Subjek dari jaminan fidusia adalah pemberi dan penerima jaminan fidusia itu sendiri. Pemberi jaminan fidusia adalah orang perorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia, sedangkan penerima jaminan fidusia adalah orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia. 15 Sedangkan objek dari jaminan fidusia itu sendiri sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1992 tentang Jaminan Fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan (inventory), benda dagangan, piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor. Tetapi dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, maka objek jaminan fidusia diberikan pengertian yang luas. 16 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia memberikan batas ruang lingkup berlakunya undang-undang jaminan fidusia yaitu berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia yang dipertegas kembali oleh rumusan yang dimuat di dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang dengan tegas menyatakan bahwa Undang-Undang Jaminan Fidusia ini tidak berlaku terhadap: 17 a. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar. Namun demikian bangunan di atas 15 Salim HS, op.cit., hlm. 64. 16 Ibid., 17 Gunawan Widjaja dan Ahmad yani, op.cit., hlm. 138-139.

milik orang lain yang tidak dapat dibebani tanggungan berdasarkan undangundang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan, dapat dijadikan objek jaminan fidusia. b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) M3 atau lebih. c. Hipotek atas pesawat terbang. d. Gadai. Jika kita memperhatikan sejarah dari perkembangan jaminan fidusia pada awalnya yaitu pada zaman romawi, objek dari jaminan fidusia itu sendiri meliputi barang bergerak maupun barang tidak bergerak. Pemisahan mulai diadakan ketika kemudian orang-orang romawi mengenal jaminan gadai dan jaminan hipotek. Pada saat jaminan fidusia muncul kembali di negara Belanda, maka pemisahan antara barang bergerak yang berlaku untuk gadai dan barang tidak bergerak untuk hipotek juga diberlakukan. Objek dari jaminan fidusia pun dipersamakan dengan jaminan gadai yaitu barang bergerak karena pada waktu itu fidusia dianggap sebagai jalan keluar untuk menghindari larangan yang terdapat dalam gadai. Hal ini telah menjadi yurisprudensi yang terus digunakan di negara Belanda maupun di negara Indonesia. Dengan lahirnya undang-undang jaminan fidusia, dapat dikatakan bahwa yang menjadi objek dari jaminan fidusia adalah benda apapun yang dapat dimiliki dan dialihkan hak kepemilikannya. Benda itu dapat berupa benda berwujud dan

tidak berwujud, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak maupun tidak bergerak, dengan syarat bahwa benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan. 18 C. Proses Terjadinya Jaminan Fidusia Ada dua tahap dalam proses terjadinya jaminan fidusia, yaitu: 1. Tahap Pembebanan Jaminan Fidusia. Pada tahap ini, pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, akta notaris disini merupakan syarat materil untuk berlakunya ketentuan Undang-Undang Jaminan Fidusia atas perjanjian penjaminan fidusia. Alasan dari Undang-Undang menetapkannya dengan akta notaris adalah: a. Akta notaris adalah akta autentik, sehingga memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. b. Objek dari jaminan fidusia pada umumnya adalah benda bergerak. c. Undang-Undang melarang adanya fidusia ulang. Sebagaimana yang dimaksud di dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, akta jaminan fidusia sekurang-kurangnya memuat: 19 a. Identitas dari pihak pemberi dan penerima jaminan fidusia. Terdiri dari: nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin, agama, tempat tinggal, pekerjaan, dan status perkawinan. Pasal 5. 18 Ibid., hlm. 141. 19 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 42Tahun 1999, tentang Jaminan Fidusia,

b. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, meliputi: macam perjanjian, serta utang yang dijamin dengan fidusia. c. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Uraian ini cukup dilakukan dengan mengidentifikasi benda tersebut, dan dijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya. d. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. e. Nilai penjaminan. 2. Tahap Pendaftaran Jaminan Fidusia. Tujuan dari pendaftaran jaminan fidusia adalah melahirkan jaminan fidusia bagi penerima jaminan fidusia, memberikan kepastian kepada kreditor mengenai benda yang telah dibebani jaminan fidusia dan memberikan hak yang didahulukan terhadap kreditor. Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib untuk didaftarkan, termasuk juga benda yang dibebani dengan jaminan fidusia yang berada di luar wilayah Republik Indonesia. Pendaftaran benda yang dibebani dengan jaminan fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan pemberi jaminan fidusia tersebut dan dilakukan pada kantor pendaftaran fidusia yang merupakan bagian dalam lingkungan Kementrian Hukum dan Ham. Permohonan pendaftaran dilakukan oleh penerima jaminan fidusia, kuasa, ataupun wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia yang meliputi: 20 a. Identitas dari pihak penerima jaminan fidusia. 20 Purwahid Patrick dan Kashadi, Hukum Jaminan Fidusia, (Semarang: Fakultas Hukum Universitas Dipenogoro, 2008), hlm. 42.

b. Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, serta nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia. c. Data perjanjian pokok yang dijamin oleh jaminan fidusia. d. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. e. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. f. Nilai penjaminan. Kemudian Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat jaminan dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran guna melakukan pengecekan data setelah dilakukan pendaftaran. Maka Kantor Pendaftaran Fidusia pun menerbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia kepada penerima jaminan fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran jaminan fidusia yang dilakukan. Tanggal pencatatan jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia ini dianggap sebagai lahirnya jaminan fidusia. Dengan demikian pendaftaran jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia merupakan perbuatan konstitutif yang melahirkan jaminan fidusia. Dalam sertifikat jaminan fidusia, tercantum kata-kata; Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Dengan kata lain putusan tersebut dapat langsung dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. 21 21 Ibid., hlm. 43.

D. Sifat Jaminan Fidusia Jaminan fidusia adalah agunan atas kebendaan atau jaminan kebendaan (zakelijke zekerheid, security right in rem) yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima jaminan fidusia, yaitu hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya. Hak ini tidak hapus karena adanya kepailitan atau likuidasi dari pemberi jaminan fidusia. 22 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia juga secara tegas telah menyatakan bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian assesoir dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi yang berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang. 23 Sebagai suatu perjanjian assesoir, perjanjian jaminan fidusia memiliki sifat sebagai berikut: 24 1. Sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok. 2. Keabsahannya semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok. 3. Sebagai perjanjian bersyarat, maka dapat dilaksanakan jika ketentuan yang disyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak dipenuhi. Selain dari sifat-sifat yang telah dipaparkan di atas, jaminan fidusia juga memiliki sifat sebagai berikut: 1. Sifat Mendahului (Droit de Preference) Dalam Jaminan Fidusia. Pasal 4. 22 Gunawan Widjaja dan Ahmad yani, op.cit., hlm. 131. 23 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 42Tahun 1999, tentang Jaminan Fidusia, 24 Gunawan Widjaja dan Ahmad yani, loc.cit.

Jaminan fidusia menganut prinsip droit de preference. Hak yang didahulukan di dalam prinsip ini maksudnya adalah hak penerima jaminan fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Hak untuk mengambil pelunasan ini mendahului hak kreditor-kreditor lainnya. Bahkan sekalipun pemberi jaminan fidusia dinyatakan pailit atau dilikuidasi, hak yang didahulukan dari penerima jaminan fidusia tidak hapus karena benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak termasuk ke dalam harta pailit pemberi jaminan fidusia. Dengan demikian penerima jaminan fidusia tergolong ke dalam kelompok kreditor separatis. 2. Sifat Droit de Suite Dalam Jaminan Fidusia. Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia. Ketentuan ini merupakan pengakuan atas prinsip droit de suite yang telah merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak mutlak atas kebendaan (in rem). E. Hapusnya Jaminan Fidusia Jaminan fidusia merupakan perjanjian assesoir dari perjanjian dasar yang menerbitkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Sebagai suatu perjanjian assesoir, jaminan fidusia ini demi hukum hapus bila hutang pada

perjanjian pokok yang menjadi sumber lahirnya perjanjian penjaminan fidusia atau hutang yang dijamin dengan jaminan fidusia dihapus. Yang dimaksud dengan hapusnya jaminan fidusia adalah tidak berlakunya lagi jaminan fidusia. Ada 3 sebab hapusnya jaminan fidusia yaitu: 25 1. Hapusnya Hutang Yang Dijamin Dengan Fidusia. Yang dimaksud hapusnya hutang adalah antara lain karena pelunasan dan bukti hapusnya hutang berupa keterangan yang dibuat kreditur. 2. Pelepasan Hak Atas Jaminan Fidusia Oleh Penerima Fidusia. 3. Musnahnya Benda Yang Menjadi Objek Jaminan Fidusia. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak menghapuskan klaim asuransi. Jadi sesuai dengan sifat ikutan dari jaminan fidusia, maka adanya jaminan fidusia tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang tersebut hapus karena hapusnya hutang atau karena pelepasan, maka dengan sendirinya jaminan fidusia yang bersangkutan menjadi hapus. Hapusnya hutang ini antara lain dibuktikan dengan bukti pelunasan atau bukti hapusnya hutang berupa keterangan yang dibuat oleh kreditor. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia juga tidak menghapuskan klaim asuransi, dan tidak diperjanjikan lain. Jadi jika benda yang menjadi objek jaminan fidusia musnah dan benda tersebut diasuransikan maka klaim asuransi akan menjadi pengganti objek jaminan fidusia tesebut. 26 25 Salim HS, op.cit., hlm. 88. 26 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, op.cit., hlm. 157.

Apabila hutang dari pemberi jaminan fidusia telah dilunasi, maka menjadi kewajiban bagi penerima jaminan fidusia, kuasanya, ataupun wakilnya untuk memberitahukan secara tertulis kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia yang disebabkan karena hapusnya hutang pokok. Pemberitahuan itu dilakukan paling lambat 7 hari setelah hapusnya jaminan fidusia yang bersangkutan dengan dilampiri dokumen pendukung tentang hapusnya jaminan fidusia. Dengan diterimanya surat pemberitahuan tersebut, maka ada 2 hal yang dilakukan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia, yaitu: 27 1. Pada saat yang sama mencoret pencatatan jaminan fidusia dari buku daftar fidusia. 2. Pada tanggal yang sama dengan tanggal pencoretan jaminan fidusia dari buku daftar fidusia, Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan sertifikat jaminan fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi. 27 Salim HS, op.cit., hlm. 88-89.