GAMBARAN JENIS ANEMIA MENGGUNAKAN MEAN CORPUSCULAR HEMOGLOBIN (MCH) PADA GAGAL GINJAL KRONIK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2007) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada pasien penyakit ginjal kronik

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang


BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini mampu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GAMBARAN ANEMIA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK DI BLU. RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU. Dwifrista Vani Pali 2. Emma Sy. Moeis 3. Linda W. A.

Manado

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh, mengatur konsentrasi garam dalam darah, dan mengatur keseimbangan asambasa

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan

GAMBARAN STATUS BESI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN. atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

Hubungan Kejadian Anemia dengan Penyakit Ginjal Kronik pada Pasien yang Dirawat di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP dr M Djamil Padang Tahun 2010.

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Perbedaan Kadar Hb Pra dan Post Hemodialisa pada Penderita Gagal Ginjal Kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. komposisi cairan tubuh dengan nilai Gloumerulus Filtration Rate (GFR) 25%-10% dari nilai normal (Ulya & Suryanto 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 15,2%, prevalensi PGK pada stadium 1-3 meningkat menjadi 6,5 % dan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana S-1. Disusun oleh : ELYOS MEGA PUTRA J FAKULTAS KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko

BAB 1 PENDAHULUAN. gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. waktu lebih dari tiga bulan. Menurut Brunner dan Suddarth, gagal ginjal kronik. sampah nitrogen lain dalam darah) (Muhammad, 2012).

PREVALENSI DAN JENIS ANEMIA PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS REGULER LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

Gambaran hasil produk kalsium dan fosfor pada pasien penyakit ginjal kronik stadium V di Ruang Hemodialisis RSUP Prof. Dr. R. D.

2025 (Sandra, 2012). Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. progresif dan lambat, serta berlangsung dalam beberapa tahun. Gagal ginjal

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. CKD merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yang berdampak besar pada

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of

KARAKTERISTIK PENDERITA HIPERTENSI DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK DI INSTALASI PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN TAHUN 2015

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN. dan progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2

1 Felix E. Suyatno 2 Linda W. A. Rotty 2 Emma S. Moeis.

GDS (datang) : 50 mg/dl. Creatinin : 7,75 mg/dl. 1. Apa diagnosis banding saudara? 2. Pemeriksaan apa yang anda usulkan? Jawab :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

BEBERAPA FAKTOR RISIKO PENYAKIT GINJAL KRONIK DI RSUD W.Z. YOHANNES KUPANG PERIODE LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi secara akut dan kronis. Dikatakan akut apabila penyakit berkembang

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida

BAB I PENDAHULUAN. komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis (Joannidis et al.,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel,

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SEBELUM DAN SESUDAH HEMODIALISIS PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR BALI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pada perkembangan zaman yang semakin berkembang khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

Hubungan infeksi hepatitis virus c kronik dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis reguler

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis

ejournal Keperawatan (e-kep) Volume 3. Nomor 1. Februari 2015

Transkripsi:

GAMBARAN JENIS ANEMIA MENGGUNAKAN MEAN CORPUSCULAR HEMOGLOBIN (MCH) PADA GAGAL GINJAL KRONIK Tinjauan Pre-hemodialisis di RSUD Ulin Banjarmasin Periode Juli- September 2015 Nindy Maulidya 1, Miftahul Arifin 2, Ida Yuliana 3 1 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas lambung Mangkurat Banjarmasin 2 Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin 3 Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Email korespondensi: maulidyanindyidur@yahoo.co.id Abstract: Chronic kidney disease (CKD) is a chronic, slow progressing disease that become the main health problem in society. This disease has many etiology. Anemia is one of CKD s complication. Mean corpuscular hemoglobin (MCH) is an index of erythrocytes. MCH can Seeing the color quantity, ie normochromic and hypochromic.this research aims on finding the type of anemia due to CKD using mean corpuscular hemoglobin (MCH) in RSUD Ulin Banjarmasin from July to September 2015. This is an observational analytic descriptive research with cross sectional approach. Samples were taken using simple random sampling. 100 samples with GFR < 15 ml/sec/1,73 m 3 or creatinin level > 6 mg/dl that haven t been hemodialyzed before. Based on hemoglobin levels, the results were mostly at levels of 7-9 g /dl at 53 %. Results showed that 70% of samples had normochromic anemia, while the other 30% had hypochromic anemia. The conclusion of this research is using a type of anemia MCH at CKD many get on normocromic anemia. Keywords: anemia, chronic kidney Disease (CKD), normochromic, hypochromic. Abstrak:Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan masalah utama kesehatan di masyarakat yang merupakan perkembangan penyakit yang lama dan progresif serta memiliki etiologi yang beragam. Anemia merupakan salah satu komplikasi yang terjadi pada GGK. Mean corpuscular hemoglobin (MCH) merupakan indeks eritrosit yang dapat melihat kuantitas warna, yaitu normokromik dan hipokromik. Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran jenis anemia menggunakan MCH pada gagal ginjal kronik di RSUD Ulin Banjarmasin. Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan cross sectional, subjek penelitian adalah pasien GGK dengan kreatinin > 6 mg/dl yang belum menjalani hemodialisis pada periode Juli-September 2015, sampel dipilh menggunakan teknik Simple Random Sampling dengan jumlah sampel 100. Berdasarkan kadar hemoglobin, terbanyak pada kadar 7-9 g/dl yaitu 53 orang (53%). Hasil menunjukkan bahwa jenis anemia pada GGK terbanyak adalah 70 orang (70%) pada anemia normokromik dan 30 orang (30%) pada 187

Berkala Kedokteran, Vol.12, No.2, Sep 2016: 187-195 anemia hipokromik. Kesimpulan penelitian ini adalah jenis anemia menggunakan MCH pada GGK banyak di dapatkan pada jenis anemia normokromik. Kata-kata kunci: anemia, gagal ginjal kronik (GGK), normokromik, hipokromik. 188

PENDAHULUAN Gagal ginjal kronik (GGK) adalah masalah utama kesehatan di masyarakat yang merupakan perkembangan penyakit yang lama dan progresif serta memiliki etiologi yang beragam 1. Di Amerika Serikat tercatat lebih dari 13% populasi menderita gagal ginjal kronik, yaitu sekitar lebih dari 4 juta orang dewasa dan sekitar 26 juta orang dewasa tidak menjalani dialisis 2. Di Indonesia prevalensi GGK pada tahun 2005 cukup tinggi, diperkirakan insiden GGK sekitar 100-150/juta penduduk dan prevalensinya sekitar 200-250/juta penduduk 3. Sementara itu, berdasarkan data rekam medik di RSUD Ulin Banjarmasin, pada tahun 2009 jumlah kunjungan pasien yang mencapai tahap end stages renal disease(esrd) atau gagal ginjal stadium akhir yang ditangani di Unit Hemodialisis sebanyak 462 orang 4. The National Health and Nutrition Examination Surveys(NAHNES) mengumpulkan data dari tahun 1988 hingga 1994 dan 1999 hingga 2004 mengalami peningkatan prevalensi GGK, yaitu 10% sampai 13%. Hal ini berhubungan dari tingginya prevalensi penyakit yang mendasari dari timbulnya GGK seperti diabetes, hipertensi, obesitas, dan lain-lain 5. Anemia merupakan komplikasi GGK yang sering terjadi dan biasanya terjadi paling awal dibandingkan komplikasi yang lain. 3 Anemia dapat menandakan keadaan kurangnya kadar hemoglobin, hematokrit, atau jumlah sel darah merah yang merupakan tanda dari suatu penyakit yang harus dicari penyebabnya, salah satunya penyakit gagal ginjal kronis 6. Anemia pada GGK dapat terjadi akibat defisiensi eritropoietin, pemendekan usia eritrosit, dan kehilangan darah. Menurut NHANES III, pada pasien pradialisis dengan laju filtrasi glomerulus (LFG) < 60 ml/menit/1,73 m 2 atau pada GGK dengan stadium 3-5, kejadian anemia dengan kadar hemoglobin < 12 g/dl adalah sebesar 50% 7. Penelitian Afsar R dkk yang meneliti mengenai jenis anemia pada GGK dengan menggunakan pendekatan cross-sectional sebanyak 100 sampel. Jenis anemia normokromik normositer sebesar 80% yang merupakan anemia terbanyak, sedangkan anemia hipokromik mikrositer sebesar 15% dan anemia makrositer sebesar 5% 8. Adanya jumlah eritrosit yang berkurang dapat dilihat dengan menggunakanindeks eritrosit, yaitu nilai hemoglobin eritrosit rata-rata atau mean corpuscular hemoglobin (MCH) 1. MCH merupakan salah satu morfologi yang dapat melihat warna eritrosit, yaitu hipokromik dan normokromik 9. Normokromik akan memberikan gambaran warna dan hemoglobin yang normal. Pada hipokromik didapatkan gambaran eritrosit yang pucat 10. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasi yang diambil untuk penelitian ini adalah pasien penderita gagal ginjal kronik/esrd dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m 2 (stage 5) atau dengan kreatinin > 6 mg/dl yang belum menjalani hemodialisa di RSUD Ulin Banjarmasin bulan Juli- September 2015. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan Simple Random 189

Berkala Kedokteran, Vol.12, No.2, Sep 2016: 187-195 Sampling dengan jumlah sampel 100 sesuai dengan Franken-Wallen untuk penelitian deskriptif 1,11. Sampel dari penelitian ini adalah data rekam medik di RSUD Ulin Banjarmasin dan dilaksanakan pada periode Juli- September 2015. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian mengenai gambaran jenis anemia menggunakan mean corpuscular hemoglobin (MCH) pada gagal ginjal kronik (GGK) di RSUD Ulin Banjarmasin tinjauan pada pre-hemodialisis periode Juli- September 2015 ini mengikutsertakan 100 sampel. Pasien gagal ginjal kronik yang menjadi sampel pada penelitian ini menunjukkan jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Tabel tentang persentase distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD Ulin Banjarmasin tinjauan pada pre-hemodialisis periode Juli- September 2015 dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada pasien Gagal Ginjal Kronik di RSUD Ulin Banjarmasin Tinjauan pada Pre- Hemodialisis Periode Juli- September 2015 No. Jenis Kelamin Jumlah Presentase (%) 1. Perempuan 56 56% 2. Laki-laki 44 44% Total: 100 100% Penelitian ini didapatkan perempuan lebih banyak dari pada laki-laki. Belum ada kepustakaan yang menjelaskan mengenai jenis kelamin terbanyak yang menderita gagal ginjal kronik. Pada dasarnya, setiap penyakit dapat menyerang manusia baik perempuan maupun laki-laki, namun beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi antara laki-laki dan perempuan 12. Salah satu faktor terjadinya gagal ginjal kronik dapat disebabkan karena pola hidup yang kurang sehat 13. Pada kondisi saat ini dengan gaya hidup yang kurang sehat dimana perempuan maupun laki-laki sering mengonsumsi bahan makanan yang mengandung bahan kimia. Selain bahan makanan yang mengandung bahan kimia, merokok, minuman beralkohol, penggunaan obat-obatan, serta makanan siap saji (fast food) juga dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik 14. Usia merupakan salah satu faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya gagal ginjal kronik. Penilitian ini didapatkan pada usia dewasa tengah dengan usia 41 tahun sampai 60 tahun yang terbanyak pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD Ulin Banjarmasin. Distribusi responden berdasarkan usia pasien gagal ginjal kronik di RSUD Ulin Banjarmasin periode Juli-September dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Usia pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di RSUD Ulin Banjarmasin No. Jenis kelamin Jumlah Persentase (%) 1. Dewasa 20 20% awal (20-40 tahun) 2. Dewasa 64 64% tengah (41-60 tahun) 3. Lanjut usia 16 16% ( 61 tahun) Total: 100 100% 190

Hasil penelitian ini terbanyak pada dewasa tengah yaitu usia 40-60 tahun sebanyak 64% (64 orang) yang disebabkan adanya komplikasi yang mengarah ke ginjal. Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah akibat penyakit dari ginjal maupun sebagai komplikasi dari penyakit di luar ginjal seperti penyakit sistemik (diabetes melitus, hipertensi, dan kolesterol tinggi), dyslipidemia, syndrome lupus erythematous (SLE), infeksi (TB paru, sifilis, malaria, hepatitis), preeklamsi, obat-obatan, dan kehilangan banyak cairan yang mendadak pada pasien luka bakar 12. Secara fisiologis, bertambahnya usia dapat terjadi penurunan fungsi ginjal dan dapat meningkatkan faktor risiko hipertensi, dapat berupa obesitas, latihan fisik atau olahraga yang kurang, mengkonsumsi obat steroid dan mengkonsumsi garam yang berlebih dapat meningkatkan jumlah penderita gagal ginjal kronik 15. Dikutip dari Oxtavia V, menurut teori Smeltzer dan Bare (2002) menyatakan bahwa usia lebih dari 40 tahun akan terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) secara progresif hingga usia 70 tahun yang akan berkurang lebih 50% dari normalnya 12. Terjadinya anemia dapat dilihat dengan kadar hemoglobin. Penelitian ini didapatkan kadar hemoglobin 7,0-9,8 g/dl yang terbanyak dan disusul dengan kadar hemoglobin 10,0-11,8 g/dl pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD Ulin Banjarmasin. Tabel mengenai distribusi kadar anemia pada pasien gagal ginjal kronik periode Juli-September 2015 dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Kadar Hemoglobin Pada Gagal Ginjal Kronik di RSUD Ulin Banjarmasin periode Juli-September 2015 No. Kadar Hemoglobin Jumlah Presentase (%) 1. Kadar 7,0-53 53% 9,8 g/dl 2. Kadar 10,0-47 47% 11,8 g/dl Total: 100 100% Tabel 3 menunjukkan hasil yang serupa pada penelitian Runtung Y dkk tahun 2013, dari 30 pasien gagal ginjal kronik sebelum hemodialisis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar. Hasil penelitian tersebut didapatkan kadar hemoglobin terbanyak pada pasien dengan kadar hemoglobin 5-10 g/dl sebanyak 25 orang (83,33%). Selanjutnya, dengan kadar hemoglobin 10-15 g/dl sebanyak 4 orang (13,33%) dan kadar hemoglobin 0-5 g/dl sebanyak 1 orang (3,33%) 16. Penelitian ini di dapatkan bahwa kadar hemoglobin 7,0-9,8 g/dl yang merupakan kadar hemoglobin terbanyak pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD Ulin Banjarmasin yaitu 53 orang (53%). Hal ini dapat disebabkan karena ginjal sebagai tempat untuk memproduksi eritropoietin mengalami kerusakan. Kerusakan ginjal dapat menyebabkan terjadinya defisiensi pembentukan eritropoietin, sehingga terjadi gangguan pembentukan sel darah merah (eritrosit) 9,17. Menurut Runtung Y, terjadinya anemia disebabkan karena tidak ada atau berkurangnya eritropoietin. Derajat anemia juga berkaitan dengan derajat kerusakan ginjal, sehingga semakin rusak ginjal dan semakin menurun 191

Berkala Kedokteran, Vol.12, No.2, Sep 2016: 187-195 fungsinya, maka hemoglobin (Hb) juga semakin rendah 16. Selain itu, anemia dapat disebabkan karena sindrom uremia. Racun uremik dapat menyebabkan inaktif eritropoietin terhadap eritropoietin dan serum pada uremik dapat menghambat proliferasi pregnitor eritroid. Setiap terjadi kenaikan urea dalam darah sebanyak 10 mmol/l akan menyebabkan penurunan hemoglobin dalam darah sebanyak 2 g/dl 9. Pada penelitian ini didapatkan kadar hemoglobin 10,0-11,8 g/dl sebanyak 47 orang (47%). Kadar hemoglobin 10,0-11,8 g/dl masih termasuk anemia, namun tergolong anemia ringan. Anemia dengan kadar 10,0-11,8 g/dl hampir sama penyebabnya dengan kadar 7,0-9,8 g/dl karena adanya defisiensi eritropoietin akibat kerusakan ginjal. Selain itu, sindrom uremik akan menghambat proliferasi pregnitor eritroid dan menginaktif eritropoietin 9. Penyebab utama terjadinya anemia adalah berkurangnya pembentukan sel-sel darah merah yang diakibatkan gangguan produksi sel darah merah. Gangguan produksi sel darah merah dapat disebabkan oleh defisiensi pembentukan eritropoietin oleh ginjal. Racun uremik dapat menginaktifkan eritropoietin atau menekan respon sumsum tulang terhadap eritropoietin. Serum pada uremia juga mengandung faktor-faktor yang menghambat proliferasi pregnitor eritroid. Secara umum, setiap kenaikan urea dalam darah sebesar 10 mmol/l dapat menurunkan kadar 9,17 hemoglobin sebesar 2 g/dl Faktor kedua yang berperan terjadinya anemia adalah masa hidup sel darah merah pada pasien gagal ginjal kronik yang separuh dari masa hidup sel darah merah normal. Peningkatan hemolisis sel darah merah diakibatkan karena kelainan lingkungan plasma dan bukan karena cacat pada sel itu sendiri 9. Dari 100 sampel, didapatkan gambaran jenis anemia menggunakan MCH pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD Ulin Banjarmasin yang belum menjalani hemodialisis periode Juli-September 2015 dapat dilihat pada tabel 4. Hasil penelitian ini didapatkan anemia normokromik merupakan jenis anemia terbanyak pada pasien gagal ginjal kronik. Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Anemia Berdasarkan Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) pada Gagal Ginjal Kronik (GGK) di RSUD Ulin Banjarmasin Tinjauan Pre-hemodialisis Periode Juli-September 2015 No. Jenis Anemia berdasarkan Jumlah Presentase (%) MCH 1. Normokromik 70 70% 2. Hipokromik 30 30% Total 100 100% Dari tabel yang terlihat pada tabel 4 menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Afshar R dkk pada tahun 2009 yaitu dengan 100 pasien gagal ginjal kronik yang menjadi sampel, terdapat 80% normokronik dan 15% hipokromik 7. Hal serupa juga dikemukakan oleh Mohamed EB dkk tahun 2014 yang melakukan penelitian tentang evaluasi melalui parameter hematologi di Sundan dari 148 pasien dengan gagal ginjal kronik. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa anemia normokromik terjadi pada 146 192

(98,6%) pasien dan 2 (1,4%) pasien pada anemia hipkromik 18. Hasil penelitian di RSUD Ulin Banjarmasin mengenai jenis anemia pada gagal ginjal kronik didapatkan anemia normokromik sebanyak 70%. Anemia normokromik merupakan anemia dengan keadaan eritrosit berwarna normal dalam sel. Pada dasarnya, gagal ginjal kronik tidak terjadi perdarahan sehingga zat pewarna eritrosit (Fe atau zat besi) masih tetap ada dalam tubuh yang akan menyebabkan warna tetap merah atau disebut dengan anemia normokromik 9,19. Berbagai kepustakaan tentang jenis anemia menggunakan mean corpuscular hemoglobin (MCH) pada pasien gagal ginjal kronik juga menyebutkan bahwa jenis anemia pada penderita gagal ginjal kronik terbanyak pada anemia normokromik. Hal ini dapat disebabkan karena terjadi sindrom uremia pada pasien gagal ginjal kronik yang berkontribusi terjadinya anemia. Sindrom uremia dapat menginaktif eritropoietin dan menghambat proliferasi pregnitor eritroid dalam memproduksi sel darah merah. Pada gagal ginjal kronik terjadi kerusakan ginjal sehingga dapat berpengaruh pada produksi eritropoietin. Produksi eritropoietin mengalami defisiensi namun tidak mengalami kekurangan Fe. Hal ini memyebabkan warna eritrosit masih berwarna merah dan mengalami anemia yang disebut anemia normokromik 9,19. Jenis anemia pada gagal ginjal kronik dapat terjadi hipokromik yaitu sebanyak 30%. Anemia hipokromik merupakan anemia dengan warna eritrosit yang pucat yang diakibatkan adanya defisiensi besi yang mengikuti gagal ginjal kronik, seperti ulkus peptik, karsinoma servix, dan perdarahan. Pasien dengan gagal ginjal kronis murni tidak terjadi perdarahan, namun pasien gagal ginjal kronis terjadi kerusakan pada ginjal yang mengakibatkan penurunan eritropoietin 15. Defisiensi besi dapat disebabkan tubuh mempunyai kemampuan yang terbatas untuk menyerap besi dan sering terjadi kehilangan besi yang berlebihan akibat perdarahan. Perdarahan yang menahun dapat menyebabkan kehilangan besi sehingga besi semakin menurun. Cadangan besi menurun, yang disebut iron depleted state atau negative iron balance, yang ditandai dengan penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, dan pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut akan menyebabkan cadangan besi menjadi kosong, penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Fase ini kelainan yang ditemukan adalah peningkatan free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoiesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akan menimbulkan warna eritrosit menjadi pucat atau anemia hipokromik, yang disebut sebagai iron deficient anemia. 1,20 PENUTUP Anemia normokromik terjadi pada 70 orang (70%) pasien penderita gagal ginjal kronik, sedangkan anemia hipokromik terjadi pada 30 orang (30%) pasien 193

Berkala Kedokteran, Vol.12, No.2, Sep 2016: 187-195 penderita gagal ginjal kronik.berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai penelitian yang berjudul gambaran jenis anemia menggunakan mean corpusculah hemoglobin (MCH) pada gagal ginjal kronik di RSUD Ulin Banjarmasin tinjauan pada pre hemodialisis periode Juli-September 2015, dapat disimpulkan bahwa jenis anemia terbanyak menggunakan MCH adalah anemia normokromik. DAFTAR PUSTAKA 1. Sudoyo AW dan Bambang S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan FK UI. 2009. 2. Amin NU, Raja TM, M. Javaid A, Mudassar Z, dan Asad MR. Evaluating urea and creatinine levels in chronic renal failure pre and post dialysis: a prospective study. Journal of Cardiovascular Disease. 2004;2(2). 3. Pali DV, Emma SM, dan Linda WAR. Gambaran anemia pada penderita penyakit ginjal kronik di blu. RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou. 2013[cited 2015 April 28]; 1(2):1-7. Available from: http://ejournal.unsrat.ac.id/index. php/eclinic/article/view/3282 4. Rahman ARA, Muhammad R, dan Triawanti. Hubungan antara adekuasi hemodialisis dan kualitas hidup pasien di RSUD Ulin Banjarmasin: Tinjauan terhadap pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis rutin. Berkala Kedokteran. 2013; 9(2):151-160. 5. Abboud H dan William LH. Stage IV chronic kidney disease. The New England Journal of Medicine. 2010;362:56-65. 6. Oehadian A. Pendekatan klinis dan diagnosis anemia. Ikatan Dokter Indonesia. 2012;39(6):407-412. 7. Ayu NP, Ketut S, dan Gede RW. Hubungan antara beberapa parameter anemia dan laju filtrasi glomerulus pada penyakit ginjal kronik pradialisis. J Peny Dalam. 2010;11(3):140-148. 8. Afshar R, Suzan S, Jahad S, dan Mahnaz A. Hematological profile of chronic kidney disease (CKD) patients in Iran, in predialysis stages and after initiation of hemodialysis. Saudi Journal of Kidney Disease and Transplantation. 2009;2(1):368-371. 9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman interpretasi data klinik. 2011. 10. Price SA dan Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2012. 11. Sumigar G, Sefty R, dan Linnie P. Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pada pasien gagal ginjal kronik di Irina C2 dan C4 RSUP Prof. DR. R. D. Kandou. Ejournal Keperawatan. 2015;3(1):1-7. 12. Oxtavia V, Jumaini, dan Widia L. Hubungan citra tubuh dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. 13. Pranandari R dan Woro S. Faktor risiko gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisis RSUD Wates Kulon Progo. Majalah Farmaseutik. 2015;11(2):316-320. 14. Wurara YGV, Esrom K, dan Ferdinand W. Mekanisme koping pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani 194

terapi hemodialisis di Rumah Sakit Prof. Dr. R. D Kandou Manado. Ejournal Keperawatan. 2013; 1(1): 1-7. 15. Putri SD, Apen A, dan Lisa AG. Karakteristik penderita gagal ginjal kronis yang dilakukan hemodialisis di RSUD Al-Ihsan tahun 2014. Prosiding Penelitian Sivitas Akademik Unisba. 2014: 570-577. 16. Runtung Y, Kadir A, dan Akuilina S. Pengaruh hemodialisa terhadap kadar ureum kreatinin dan hemoglobin pada pasien GGK di Ruang Haemodialisa RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar. 2013;2(3):1-7. 17. Hoffbrand AV dan Moss PAH. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2013. 18. Mohamed EB dan Elshazali WA. Evaluation of haematological parameters in sudanese haemodialysis patients treated with recombinant erytropoietin. European Academic Research. 2014;2. 19. Hamidah A, Anik H, dan Edy H. Korelasi kadar hemoglobin dengan saturasi transferin pada penderita gagal ginjal kronik yang anemia. Analis Kesehatan Sains. 2012;1(2):57-61. 20. Bakta IM. Hematologi klinik ringkas. Jakarta: EGC. 2014. 195