Bab I PENDAHULUAN. 15 Juni 2002, dengan motto Today Woodcamp Tomorrow Leader. Woodcamp

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Akhir masa kanak-kanak (late childhood) berlangsung dari usia enam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

TINJAUAN MATA KULIAH...

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini merupakan pendidikan yang. diselenggarakan untuk mengembangkan kepribadian, pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. mendirikan jenjang SMP. Keinginan itu bukan hanya datang dari para

BAB I PENDAHULUAN. penerapan teori yang didapat sebelumnya dari periode praklinik untuk mendapatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia kurang lebih anam tahun (0-6) tahun, dimana biasanya anak tetap tinggal

BAB I PENDAHULUAN. Mengikuti Sanggar Pengembangan Kepribadian X Di Kota Bandung

TINJAUAN MATA KULIAH... MODUL 1: PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL PADA ANAK USIA TAMAN KANAK-KANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB I PENDAHULUAN. dan Kebudayaan No. 0486/U/1992 tentang Taman Kanak-kanak adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. adalah Sekolah Dasar (SD). SD merupakan jenjang pendidikan setelah taman kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. masuk kedalam dunia pekerjaan mahasiswa dituntut untuk selalu belajar meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi dalam bercakap sehari-hari tetapi bahasa juga merupakan media

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Hal ini didukung oleh berkembangnya ilmu pengetahuan, serta semakin

SEKOLAH IDEAL. Oleh: Damar Kristianto

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai warga masyarakat. Meskipun manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. untuk berkembang. Pada masa ini anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengkonsumsi alkohol dapat berpengaruh langsung pada lingkungan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang primer dan fundamental. Pengertian keluarga disini berarti nuclear family

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB V PENUTUP. hidupnya. Subjek A dan B menemukan makna hidup dari pengalaman tragis,

KONSEP, FUNGSI DAN PRINSIP BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana pernyataan yang diungkap oleh Spencer (1993) bahwa self. dalam hidup manusia membutuhkan kepercayaan diri, namun

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

PENINGKATAN PERKEMBANGAN BAHASA ANAK MELALUI BERMAIN PERAN DI TAMAN KANAK-KANAK SYUKRILLAH AGAM. Azwinar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat saja terganggu, sebagai akibat dari gangguan dalam pendengaran dan

BAB I PENDAHULUAN. resiko (secara psikologis), over energy dan sebagainya. Hal tersebut dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

I. PENDAHULUAN. bukan hanya dari potensi akademik melainkan juga dari segi karakter

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL) UNTUK ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini, di Indonesia pilihan jalur untuk menempuh pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan maka. kesimpulan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian halnya ketika

BAB I PENDAHULUAN. perhatian dalam lingkungan sekolah. Dengan memiliki para siswa dengan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya saat ini pendidikan anak usia dini. baik dalam aspek fisik-motorik, kognitif, bahasa, moral dan agama, sosial

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. bayi, balita hingga masa kanak-kanak. Kebutuhan atau dorongan internal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. sehari-hari. Perilaku sosial mempengaruhi penyesuaian sosial individu. Individu yang

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. 14 persen. Total dokter yang dibutuhkan secara nasional hingga tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

BAB III HASIL PENELITIAN UPAYA GURU DALAM MELATIH KEMANDIRIAN ANAK USIA DINI DI TK PERTIWI PAGUMENGANMAS. A. Gambaran Umum TK Pertiwi Pagumenganmas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan

BAB I PENDAHULUAN. sejak lahir sampai usia enam tahun, yang dilakukan melalui pemberian

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini mendasari jenjang pendidikan selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam setiap proses kehidupan, manusia mengalami beberapa tahap

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia jumlah pengguna narkotika dan obat terlarang dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan

Transkripsi:

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Woodcamp merupakan sanggar anak mandiri yang didirikan pada tanggal 15 Juni 2002, dengan motto Today Woodcamp Tomorrow Leader. Woodcamp menyelenggarakan kegiatan outdoor yang diberikan kepada anak-anak sampai remaja awal dengan kategori usia dari 4 tahun sampai 15 tahun. Visi yang dimiliki Woodcamp sebagai dasar kegitaan-kegiatannya adalah untuk mengoptimalkan terbentuknya pribadi anak secara utuh dan konstruktif sehingga anak secara fundamental mampu menjalani dan berani menghadapi kehidupannya dengan penuh kesadaran, antusias, mandiri dan bertanggung jawab di tengah-tengah interaksinya dengan lingkungan kehidupannya. Selain itu, terdapat juga misi yang dipegang oleh Woodcamp dalam penyelenggaraan kegiatannya, yaitu usaha untuk menciptakan lingkungan yang kondusif melalui kegiatan menarik yang dapat menstimulan kompetensi anak sehingga mampu mendidik dirinya sendiri setiap saat menuju pembentukan pribadinya secara optimal melalui pendidikan. Berhubungan dengan misi diatas, Woodcamp menekankan lima bidang pengembangan kompetensi dalam diri remaja awal, yaitu karakter, perilaku, kecerdasan, fisik dan keterampilan, dimana salah satu aspek kepribadian yang diharapkan dapat berkembang adalah emotional competence, dalam 1

2 penyelenggaraan kegiatan-kegiatannya sebagai stimulan untuk membentuk pribadi remaja awal awalsecara optimal. Para anak diharapkan dapat mengembangkan aspek kepribadian, salah satunya adalah emotional competence, dalam dirinya agar menunjang kehidupan anak yang lebih positif, seperti mengetahui mana yang benar dan salah serta menghindari lingkungan yang dapat memberikan dampak buruk bagi dirinya (Lau. Patrick S. Y. dan Wu. Florence. K. Y., Juni 2012, Emotional competence sebagai pendukung perkembangan remaja yang positif.). Pengembangan diri dilakukan melalui pengikutsertaan dalam kegiatankegiatan dengan tema bulanan yang bervariasi dimana sudah ditentukan sebelumnya. Walaupun memiliki tema yang berbeda-beda setiap bulannya, Woodcamp tetap menuju pada satu visi, yaitu pengoptimalkan pembentukan kepribadian. Peneliti akan memusatkan penelitian ini pada kelompok para remaja awal karena masa remaja awal telah lama dideskripsikan sebagai waktu dimana mulainya terjadi gejolak emosi. Maka dari itu, para remaja awal membutuhkan stimulan yang signifikan dalam rangka mengembangkan kemampuan untuk mengidentifikasi dan mendiskriminasikan emosi-emosi yang ada dalam diri mereka dengan tujuan memenuhi kebutuhan bersosialiasi mereka di masa depan (Lau. Patrick S. Y. dan Wu. Florence. K. Y., Juni 2012, Emotional competence sebagai pendukung perkembangan remaja yang positif.). Dalam Woodcamp, para remaja awal pada umumnya termasuk dalam kelompok usia yang dikategorikan sebagai "Cadet", yaitu usia 11 sampai 15

3 tahun. Dalam kategori Cadet ini, terdapat tiga tingkatan yang perlu dipenuhi oleh setiap remaja awal (tenderfoot, 1 st, dan 2 nd ). Tenderfoot merupakan tingkatan yang paling rendah dan 2 nd merupakan tingkatan yang paling tinggi. Setiap tingkatan berlangsung selama minimal satu tahun dan kemudian dilakukan tes pelantikan. Setiap remaja awal diharapkan dapat lulus pada tes pelantikan dan naik pada tingkat yang lebih tinggi tiap tahunnya. Tiap tingkatan berisikan tugastugas tertentu yang harus dilakukan oleh para tiap remaja awal. Semakin tinggi tingkatan, akan semakin sulit tugas yang perlu dilakukan oleh remaja awal. Kenaikan tingkat akan ditentukan berdasarkan pemenuhan dua puluh satu tugas dalam perangkat evaluasi yang ditentukan oleh beberapa pelatih secara objektif. Setiap remaja awal diwajibkan menyelesaikan setiap tugas selama lima kali secara konsisten dalam waktu minimal satu tahun. Setelah berada pada tingkatan yang paling tinggi, remaja awal dapat memutuskan untuk melanjutkan kegiatan seperti biasa atau berhenti mengikuti kegiatan. Woodcamp menyelenggarakan kegiatan rutin bagi para remaja awal minimal sekali dalam seminggu dan berlangsung selama dua jam. Urutan kegiatan yang dilakukan tiap minggu diawali dengan upacara dan inspeksi dimana kelengkapan seragam dan barang bawaan akan diperiksa sebagai bentuk pembelajaran akan kedisiplinan. Kedua kegiatan awal ini dilakukan bersama-sama dengan penggabungan semua kelompok usia. Kemudian, akan dilakukan circle time dan mulai dibagi pada kelompok usia sesuai kategori masing-masing dimana kegiatan dilakukan untuk mengembangkan kemampuan sosialisasi dengan teman-

4 teman seumurnya, seperti kegiatan berkumpul bersama dan bercerita tentang pengalaman mereka, bernyanyi bersama dan melakukan permainan kecil. Selanjutnya kegiatan yang dilakukan adalah activity 1 dimana kegiatan ini akan mengikuti tema bulanan yang telah direncanakan sebelumnya. Contohnya, tema bulanannya adalah community. Kemudian tiap minggunya akan dilakukan kegiatan, seperti mencocokan gambar-gambar baju daerah nasional dan juga internasional dalam kelompok; serta membuat pohon keluarga berdasarkan keluarga masing-masing. Kegiatan di activity 1 ini menitikberatkan pada pengembangan kemampuan problem handling serta pengendalian emosi dalam berinteraksi sosial berupa pemberian materi. Kemudian, dilanjutkan dengan activity 2 dimana kegiatan ini membantu para remaja awal untuk mengembangkan kemampuan problem solving dan pengendalian emosi dalam mengatasi masalah dengan diberikan persoalan-persoalan yang menantang. Activity 2 ini berisikan permainan-permainan fisik dan biasanya di luar dari tema bulanan. Pada activity 1 dan 2 akan dipilih satu pemimpin yang akan memimpin kelompok tersebut pada hari itu. Pemimpin bertugas mencari informasi mengenai kegiatan yang akan dilakukan pada hari itu dari pelatih, lalu memberitahukannya kepada anggota kelompoknya. Semua kegiatan setiap kelompok diakhiri dengan kegiatan penutup. Setelah kegiatan telah usai, setiap remaja awal akan mendapatkan perangkat evaluasi dimana menceritakan semua aktivitas yang dilakukan mereka dan bagaimana mereka merespon pada tiap aktivitas serta kesulitan yang dihadapi apabila dialami oleh remaja awal tersebut.

5 Evaluasi dilakukan dengan panduan dua puluh satu buah kecakapan yang perlu dipenuhi oleh para remaja awal tiap minggunya agar dapat lulus ke tingkat yang lebih tinggi. Beberapa kecakapan tersebut menunjukkan sikap-sikap yang dapat meningkatkan emotional competence pada remaja awal, contohnya mampu memperhatikan dan menyimak pendapat orang lain yang sedang disampaikan serta mempunyai sikap suka menolong diri sendiri daripada ditolong. Sikap-sikap tersebut menunjukkan dua contoh dari tiga subscale dalam pengukuran emotional competence, yaitu perceive and understand emotions, express and label emotions serta manage and regulate emotions (Takšić. Vladimir, 2009, Teori ESCQ.). Berikut ini terdapat beberapa alasan mengapa para orang tua mengikutsertakan anak-anak mereka, yang berada pada masa remaja awal, dalam kegiatan di Woocamp. Berdasarkan survey awal melalui wawancara dengan orang tua, anak perempuannya dengan inisial nama M, yang berusia 13 tahun, diikutkan dalam program pengembangan kepribadian di Woodcamp dikarenakan ingin mengembangkan aspek-aspek kepribadian anak perempuannya tersebut, seperti mengendalikan emosi dalam dirinya serta kemampuan berempati dengan temantemannya. Terdapat juga orang tua peserta lainnya yang memiliki anak laki-laki, dengan inisial Y dan berusia 10 tahun, yang sudah mengikuti program pengembangan kepribadian di Woodcamp dari masa Taman Kanak-Kanak. Alasan orang tua Y mengikutkan Y dalam program di Woodcamp karena mereka merasa Y mengalami kesulitan menyadari pentingnya menjaga perasaan temantemannya dalam menjalin hubungan pertemanan dan juga terlihat kurang dapat bersosialisasi dengan lingkungan pertemanannya.

6 Selanjutnya, terdapat juga orang tua peserta Woodcamp yang memiliki anak laki-laki dengan insial B, berusia 13 tahun. B sudah mengikuti kegiatan di Woodcamp sejak usia 5 tahun. Orang tua B mengikutkan B dalam kegiatan di Woodcamp dengan alasan untuk memberikan suatu kegiatan outdoor yang berguna dalam pengendalian emosi diri B. Orang tua B pun mengharapkan adanya arena bermain bagi B dalam mengembangkan rasa empati dalam berelasi sosial dan saling menghargai. Selain itu, orang tua peserta Woodcamp lainnya yang memiliki dua anak yang sudah mengikuti kegiatan di lembaga sejak Sekolah Dasar. Anak laki-laki pertamanya berusia 14 tahun dan berinisial A. Kemudian, anak perempuan keduanya berusia 12 tahun dan berinisial Z. Alasan orang tua A dan Z mengikutkan mereka dalam kegiatan di Woodcamp adalah agar A dan Z mengembangkan kemampuan mengenal diri secara emosional dan fisik serta mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, salah satunya melalui komunikasi. Orang tua peserta yang terakhir memiliki anak laki-laki dengan inisial D, yang sudah mengikuti kegiatan di Woodcamp sejak Taman Kanakkanak. Alasan responden mengikutsertakan anaknya adalah agar anaknya mampu mengendalikan emosinya yang sering meledak-ledak dan mengembangkan kemampuan relasi sosial dengan teman seusianya melalui kegiatan alam yang positif. Berdasarkan alasan-alasan para orang tua diatas, dapat disimpulkan bahwa mereka menginginkan perkembangan emotional competence dalam diri anak-anak mereka. Menurut Saarni, emotional competence adalah suatu proses perkembangan emosi para remaja awal terhadap lingkungannya yang dapat

7 terlihat dari cara remaja awal menampilkan perasaannya ketika berhubungan sosial dan meregulasi dirinya (Saarni. C., 1999, A Skill-Based Model of Emotional Competence: A Developmental Perspective.). Perkembangan emotional competence ini penting dalam masa remaja awal agar para remaja awal memiliki kompetensi dalam memahami emosi dirinya sendiri dan juga orang lain yang dapat digunakan untuk mengendalikan dan meregulasi diri sendiri dalam menghadapi lingkungan sosialnya. Kompetensi ini dapat membantu para remaja awal untuk menghindari dampak-dampak negatif ketika menjalani kehidupan sosialnya, seperti depresi, kecemasan, dan stress sehingga menuntun pada perkembangan remaja awal yang positif (Lau. Patrick S. Y. dan Wu. Florence. K. Y., Juni 2012, Emotional competence sebagai pendukung perkembangan remaja yang positif.). Pemilihan sampel penelitian dilakukan pada remaja awal yang sudah mengikuti kegiatan di Woodcamp paling lama selama lima bulan. Walaupun tidak dilakukan pengukuran awal emotional competence pada para remaja awal sebelum mengikuti kegiatan di Woodcamp, lembaga dan peneliti tetap ingin tahu seberapa efektif stimulus yang diterima oleh para remaja awal selama mengikuti kegiatan di Woodcamp. Terlebih lagi, peneliti tetap akan melakukan pengukuran awal emotional competence namun pengukuran dilakukan pada kelompok kontrol, yaitu para siswa Sekolah Dasar (SD) di Sekolah X yang tidak pernah mengikuti kegiatan di Woodcamp ataupun kegiatan yang serupa.

8 Maka dari itu, peneliti akan melakukan penelitian untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pemberian stimulus dalam kegiatan di Woodcamp terhadap perkembangan emotional competence para remaja awal. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui signifikansi kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Woodcamp terhadap emotional competence pada para remaja awal. 1.2 Identifikasi Masalah Masalah yang ingin diteliti adalah apakah terdapat pengaruh dari program kegiatan di Woodcamp terhadap perkembangan emotional competence pada remaja awal. 1.3 Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud Penelitian Memperoleh gambaran mengenai apakah terdapat pengaruh kegiatan di Woodcamp pada remaja awal dan gambaran kemampuan-kemampuan emotional competence mereka. 1.3.2 Tujuan Penelitian Memperoleh gambaran mengenai apakah terdapat pengaruh kegiatan di Woodcamp terhadap perkembangan emotional competence para remaja awal.

9 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis 1. Memberikan informasi bagi peneliti lain yang tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai kegiatan di Woodcamp. 2. Memberikan informasi mengenai emotional competence pada remaja awal dalam bidang psikologi, khususnya psikologi pendidikan dan psikologi perkembangan. 1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Memberikan informasi bagi orang tua yang memiliki remaja awal mengenai perkembangan emotional competence dan cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkannya. 2. Memberikan saran-saran kepada kegiatan-kegiatan di Woodcamp dalam rangka memperbaiki kekurangan ataupun mengembangkan program yang sudah ada menjadi lebih baik lagi. 3. Memberikan pengetahuan kepada sekolah dasar X mengenai pentingnya mengoptimalkan emotional competence pada masa remaja awal.

10 1.5 Kerangka Pemikiran Remaja awal telah lama dideskripsikan sebagai waktu terjadinya gejolak emosi (Lau. Patrick S. Y. dan Wu. Florence. K. Y., Juni 2012, Emotional competence sebagai pendukung perkembangan remaja yang positif.). Masa remaja awal merupakan puncak terjadinya naik dan turunnya emosi secara konstan, sering juga disebut sebagai masa storm and stress. Selain itu, remaja awal berkecenderungan untuk seringkali memiliki perasaan yang tidak menyenangkan tanpa berkemampuan untuk mengekspresikan perasaan tersebut. Dampak negatif yang dapat terjadi apabila kemampuan mengendalikan emosi tersebut tidak diatasi adalah terbentuknya bentuk pengendalian emosi yang dapat merusak diri, seperti kecanduan minuman keras ataupun obat-obatan. Menurut Ciarrochi dan Scott, individu yang tidak memiliki orientasi emosi yang efektif akan berkecenderungan mengalami depresi, kecemasan, stress, dan suasana hati yang negatif (Lau. Patrick S. Y. dan Wu. Florence. K. Y., Juni 2012, Emotional competence sebagai pendukung perkembangan remaja yang positif.). Oleh karena itu, diperlukannya pelatihan yang cukup dalam membekali para remaja awal kemampuan-kemampuan untuk mengendalikan emosinya dalam menghadapi kehidupan yang penuh tekanan dan memiliki kehidupan yang positif di masa depan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan kemampuan emotional competence pada para remaja awal. Menurut Saarni, emotional competence suatu proses perkembangan emosi para remaja awal

11 terhadap lingkungannya yang dapat terlihat dari cara remaja awal menampilkan perasaannya ketika berhubungan sosial dan meregulasi dirinya (Saarni. C., 1999, A Skill-Based Model of Emotional Competence: A Developmental Perspective.). Catalano et al. mengatakan bahwa peningkatan emotional competence sangatlah diperlukan untuk menghindari dampak negatif dan menunjang perkembangan remaja yang lebih positif (Lau. Patrick S. Y. dan Wu. Florence. K. Y., Juni 2012, Emotional competence sebagai pendukung perkembangan remaja yang positif.). Disamping itu, peneliti menemukan suatu program kegiatan di Woodcamp yang dapat memberikan stimulus kepada para remaja awal dalam mengembangkan emotional competence mereka. Oleh karena itu, melalui penelitian ini, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan dalam hal emotional competence pada remaja awal yang mendapatkan stimulus di Woodcamp dengan remaja awal yang tidak mendapatkan stimulus dari kegiatan yang serupa. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah emotional skills and competence questionnaire atau ESCQ yang mengukur emotional competence remaja awal dengan pengukuran self-report (Takšić. Vladimir, 2009, Teori ESCQ.). Pengukuran emotional competence yang akan dilakukan menggunakan penilaian dari tiga subscale, yaitu perceive and understand emotions, express and label emotions serta manage and regulate emotions. Apabila dilihat dengan menggunakan beberapa bagian dari dua puluh satu format evaluasi dalam kegiatan di Woodcamp, perceive and understand emotions dapat dilihat dari perilaku, seperti mampu mempertimbangkan tindakan dari berbagai pihak dan mampu

12 berpikir, berkata dan berbuat sesuai dengan kepercayaan yang diberikan; mampu memperhatikan dan menyimak pendapat orang lain yang sedang disampaikan; serta mampu mengenal dan mengingat situasi dan kondisi suatu lingkungan melalui pengamatan panca indera. Kedua, faktor express and label emotions dapat dilihat dari perilaku, seperti mampu menjelaskan hubungan antar berbagai informasi yang diperoleh; kemampuan membuat pernyataan baru berdasarkan rangkaian pernyataan yang sudah diketahui; serta mampu membuat gagasan dalam suatu rangkaian kegiatan yang menarik. Faktor yang terakhir adalah manage and regulate emotions dimana perilaku remaja awal dapat dilihat dari penilaian evaluasi, seperti mampu menyelesaikan tugas pekerjaan yang diberikan pada saat berkegiatan; mampu bekerja sama dalam membina keutuhan regu; serta mempunyai sikap suka menolong diri sendiri daripada ditolong. Pengevaluasian diaplikasikan melalui kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan setiap minggunya yang terdiri dari circle time, activity 1, dan activity 2. Para remaja awal diharapkan dapat menunjukkan sikap yang diharapkan untuk memenuhi persyaratan dalam dua puluh satu format evaluasi yang telah dibentuk. Apabila remaja awal dapat memenuhi setiap bagian evaluasi yang ada, maka dapat dikatakan aspek emotional competence telah tertanam di dalam dirinya. Contohnya, apabila remaja awal telah memenuhi bagian kemampuan membuat gagasan dalam suatu rangkaian kegiatan yang menarik, ia dapat dikatakan sudah memiliki faktor emotional competence, yaitu express and label emotions.

13 Disamping pengevaluasian yang diberikan oleh pembimbing dari Woodcamp, berdasarkan teori alat ukur ESCQ, perkembangan emotional competence pun didukung oleh salah satu domain dari Big Five Personality, yaitu extraversion. Remaja awal yang memiliki emotional competence yang baik akan memiliki karakteristik extraversion, seperti memiliki antusiasme yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik serta tertarik dengan banyak hal dan ramah kepada orang lain. Selain itu, jenis kelamin pun dikatakan memiliki pengaruh dalam perkembangan emotional competence remaja awal, dimana remaja awal yang berjenis kelamin perempuan memiliki kecenderungan untuk memiliki emotional competence yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja awal yang berjenis kelamin laki-laki.

14 Remaja awal yang mengikuti program kegiatan di Woodcamp Program kegiatan di Woodcamp Penilaian emotional competence pada remaja awal setelah mengikuti kegiatan di 3 subscale emotional competence : 21 Format Evaluasi 1. Perceive and understand emotions Evaluasi Kegiatan 2. Express and label emotions 3. Manage and regulate emotions dibandingkan Faktor Pendukung : 1. Extraversion 2. Jenis kelamin Remaja awal di sekolah X yang tidak mengikuti kegiatan di Woodcamp Penilaian emotional competence pada remaja awal di sekolah X sesuai dengan kriteria kelompok kontrol Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran

15 1.6 Asumsi berikut : Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik sejumlah asumsi sebagai 1. Remaja awal membutuhkan emotional competence dalam menampilkan perasaannya ketika berhubungan sosial dan meregulasi dirinya. 2. Setiap remaja awal memiliki emotional competence yang berbeda-beda. 3. Emotional competence dapat dikembangkan dengan mengikuti program kegiatan di Woodcamp. 1.7 Hipotesis Penelitian Program kegiatan di Woodcamp memberikan pengaruh terhadap perkembangan emotional competence pada remaja awal.