BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan hal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1

BAB I PENDAHULUAN. tidak mungkin untuk dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan dari manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bangsa Indonesia. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN bagian Menimbang huruf (a). Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. sangat fundamental dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Sektor perbankan memiliki peran sangat vital antara lain sebagai

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyediaan dana secara cepat ketika harus segera dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka menyejahterakan hidupnya. Keinginan manusia akan benda

BAB I PENDAHULUAN. nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan di Indonesia termasuk Hukum Perbankan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia meminjamkan uang kepada

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan kegiatan ekonomi regional dan internasional,

BAB I PENDAHULUAN. merangsang dan menumbuhkan motivasi masyarakat untuk meningkatkan. produktifitas di bidang usahanya. Meningkatnya pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

kredit dari dana-dana yang di peroleh melalui perjanjian kredit. dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya. Pertumbuhan ini dapat dilihat dari semakin banyaknya bankbank

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan modal sebagai salah satu sarana dalam pengembangan unit usaha oleh para

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

BAB III PENUTUP. piutang macet dilakukan dengan dua cara, yaitu: surat-surat/dokumen penting.

BAB I PENDAHULUAN. didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. satu faktor penentu dalam pelaksanaan pembangunan. pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat sebagai orang

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Pengalokasian Dana Bank (Kredit dan Pembiayaan)

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

KERANGKA PEMIKIRAN III.

IMPLEMENTASI KREDIT TANPA AGUNAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI PADA PT BANK OVERSEAS CHINEESE BANKING CORPORATION (OCBC) NISP TBK CABANG DENPASAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura)

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

BAB I PENDAHULUAN. penduduk menjadikan Indonesia harus dapat meningkatkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian di Indonesia yang semakin maju,

BAB I PENDAHULUAN. inovatif dalam mengembangkan dan memperoleh sumber-sumber dana. baru. Dengan liberalisasi perbankan tersebut, sektor perbankan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi suatu negara menjadi lebih maju dan usaha-usaha berkembang

BAB I PENDAHULUAN. dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. A. Proses Penyaluran Dana Bergulir BPLM Di Kabupaten Kulon Progo

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI BPR KARYA SARI SEDANA DENPASAR

kemudian hari bagi bank dalam arti luas;

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan keuangan. Era modern sekarang ini keberadaan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini kredit merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh setiap orang atau badan usaha untuk memperoleh pendanaan guna mendukung peningkatan usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam penyaluran dana kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya melalui kredit yang diberikan. Sesuai dengan Pasal 1 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 (UU No. 10/1998) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nom or 7 tahun 1992 tentang Perbankan, bank adalah badan usaha yang menghim pun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannnya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa sum ber dana perbankan yang dipinjamkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit tersebut bukanlah dana milik bank sendiri karena modal perbankan juga sangat terbatas, tetapi merupakan dana masyarakat yang disimpan pada bank tersebut, sehingga bank berusaha dan berlomba -lom ba menarik dan mengumpulkan dana masyarakat agar bersedia menyimpan dananya dalam bank dalam waktu yang lama. Dana masyarakat yang terkumpul dalam jum lah yang besar dan dalam jangka waktu yang lama merupakan sumber utama bagi bank dalam menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. 1

2 Mengingat bahwa sumber dana perbankan yang disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit bukan dana milik bank sendiri tetapi dana yang berasal dari masyarakat, maka penyaluran kredit harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian melalui analisa yang akurat dan mendalam, penyaluran yang tepat, pengawasan dan pemantauan yang baik, perjanjian yang sah dan memenuhi syarat hukum, pengikatan jaminan yang kuat dan dokumentasi perkreditan yang lengkap dan teratur. Semuanya itu bertujuan agar kredit yang disalurkan tersebut dapat kembali tepat pada waktunya sesuai perjanjian kredit yang meliputi pinjaman pokok dan bunga. Kata kredit berasal dari kata Romawi credere yang berarti percaya. Dalam bahasa Belanda, kredit berasal dari istilah vertrouven, dan dalam Bahasa Inggris berasal dari kata believe atau trust atau confidence yang artinya adalah percaya. 1 Menurut Pasal 1 UU No. 10/1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam - meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kepercayaan adalah unsur penting dalam perkreditan. Orang yang mendapat pinjaman uang dari bank adalah orang yang dipercaya akan mampu dan mau untuk mengembalikan pinjaman dan bunga tepat pada waktunya serta menggunakan pinjaman sesuai dengan tujuan. Orang yang tidak mampu mengembalikan pinjamannya tanpa alasan yang dapat diterima atau karena telah menyalahgunakan pinjaman diluar tujuannya maka orang itu tidak akan dipercaya lagi u ntuk 1 Sutarno, 2003,Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alfabeta hlm. 92.

3 memperoleh pinjaman atau kredit. Namun dalam praktek perbankan, tidaklah mudah untuk mengetahui bahwa seorang pemohon kredit itu dapat dipercaya atau tidak. Dalam dunia perbankan, untuk mengetahui atau menentukan bahwa seseorang dipercaya untuk memperoleh kredit, pada umumnya menggunakan instrumen analisa yang terkenal dengan the fives of credit atau 5C 2, yaitu: 1. Character (watak) Watak atau character adalah sifat dasar yang ada dalam hati seseorang. Watak merupakan bahan pertimbangan untuk mengetahui risiko. Tidak mudah untuk menetukan watak seorang debitur apalagi debitur yang baru pertama kali mengajukan permohonan kredit. 2. Capital (modal) Seorang yang akan mengajukan permohonan kredit baik untuk kepentingan produktif maupun konsumtif harus memiliki m odal. Pemohon kredit yang berbentuk badan usaha, besarnya modal yang dimiki pemohon kredit dapat dicermati dari laporan keuangannya. Semakin besar jumlah modal yang dimiliki menunjukan perusahaan tersebut memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban membayar hutangnya. 3. Capacity (kemampuan) Untuk dapat memenuhi kewajiban pembayaran hutang, debitur harus memiliki kemampuan yang memadai yang berasal dari pendapatannya. 2 Ibid, hlm. 94

4 4. Collateral (jaminan) Jaminan berarti harta kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan guna menjamin kepastian pelunasan hutang jika dikemudian hari debitur tidak melunasi hutangnya dengan jalan menjual jaminan dan mengambil pelunasan dari penjualan harta kekayaan yang menjadi jaminan itu. 5. Condition of Economy (kondisi ekonomi) Kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi pada waktu dan jangka waktu tertentu dimana kredit itu diberikan oleh bank. Kondisi ekonomi yang buruk sudah pasti mempengaruhi usaha pemohon kredit dan pendapatan perorangan yang akibatnya berdampak pada kemampuan debitur untuk melunasi hutangnya. Dengan menggunakan metode analisa di atas diharapkan kredit yang disalurkan itu dapat kembali tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian kredit yang meliputi pinjaman pokok dan bunga. Akan tetapi meskipun telah dilakukan analisa yang mendalam terhadap calon debitur sebelum memberikan kredit masih saja bisa terjadi kredit tidak dapat kembali tepat pada waktunya yang disebut dengan kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). Jumlah kredit yang NPL-nya tinggi dapat mengganggu likuiditas bank yang bersangkutan. Kredit bermasalah selalu ada dalam kegiatan perkreditan karena bank tidak mungkin menghindarkan adanya kredit bermasalah. Bank hanya berusaha menekan seminimal mungkin besarnya kredit bermasalah agar tidak melebihi ketentuan Bank Indonesia sebagai pengawas perbankan. Bank Indonesia melalui Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, memberikan penggolongan mengenai kualitas kredit apakah

5 kredit yang diberikan bank termasuk kredit performing loan (tidak bermasalah) atau non performing loan (bermasalah). Adapun kualitas kredit digolongkan sebagai berikut: 1. Lancar 2. Dalam perhatian khusus 3. Kurang lancar 4. Diragukan 5. Macet Kredit yang masuk dalam golongan lancar dan dalam perhatian khusus dinilai sebagai kredit yang performing loan, sedangkan kredit yang masuk golongan kurang lancar, diragukan dan macet dinilai sebagai kredit non performing loan. Adapun faktor yang harus diperhatikan dalam penetapan kualitas kredit meliputi: 1. Prospek usaha 2. Kinerja (performance) debitur 3. Kemampuan membayar. Adapun penyebab terjadinya kredit bermasalah dapat disebabkan karena kesalahan debitur maupun diluar kesalahan debitur. Salah satu penyebab terjadinya kredit bermasalah yang terjadi karena diluar kesalahan debitur adalah terjadinya bencana alam. Bencana alam yang terjadi di Indonesia pada beberapa tahun terakhir ini telah menimbulkan dampak yang menggangu perekonomian di daerah yang terkena bencana secara signifikan salah satunya adalah berdampak pada dunia perbankan. Bencana alam berpotensi menurunkan kemampuan debitur korban bencana untuk membayar kredit tepat pada waktunya. Selain menurunnya

6 kemampuan debitur untuk membayar hutang, jaminan yang digunakan sebagai agunan dalam perjanjian kredit juga banyak yang mengalami penurunan nilai bahkan musnah sama sekali. Hal itu jelas menambah besar kemungkinan terjadinya kredit bermasalah. Adanya kredit bermasalah tentunya akan menjadi beban bank karena kualitas kredit menjadi salah satu faktor dan indikator penentu kinerja sebuah bank. Untuk menyelesaikan kredit bermasalah (non performing loan) ada dua strategi yang dapat ditempuh yaitu: 1. Restrukturisasi /penyelamatan kredit Penyelamatan adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara kreditur dan debitur dengan memperingan syaratsyarat pengembalian kredit sehingga diharapkan debitur memiliki kemampuan kembali untuk menyelesaikan kredit itu. 2. Penyelesaian kredit Penyelesaian kredit adalah langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum seperti pengadilan atau Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara atau badan lainnya dikarenakan langkah penyelamatan sudah tidak dimungkinkan kembali. Tujuan penyelesaian kredit melalui lembaga hukum ini adalah untuk menjual atau mengeksekusi benda jaminan. 3 Penyelesaian kredit bermasalah (non performing loan) karena terjadinya bencana alam yang dilakukan melalui restrukturisasi atau penyelamatan kredit berakibat para pihak harus melakukan perubahan terhadap syarat-syarat dan 3 Ibid, hlm. 265

7 ketentuan dalam perjanjian kredit yang telah disepakati. Perubahan terhadap syaratsyarat dan ketentuan dalam perjanjian kredit diperlukan karena terjadinya bencana alam telah menghancurkan harta benda debitur yang mengakibatkan turunnya kemampuan membayar debitur sehingga debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya sesuai dalam perjanjian kredit yang telah disepakati. Perubahan perjanjian kredit yang dilakukan harus memperhatikan aspek hukum perjanjian kredit termasuk aspek jaminan yang telah diikat dalam perjanjian kredit sebelum terjadinya bencana alam mengingat keberadaan barang jaminan yang kemungkinan musnah akibat bencana alam. Melihat kondisi seperti tersebut di atas dan dalam rangka untuk mendukung pemulihan kondisi perekonomian di daerah yang terkena bencana alam, pemerintah melalui Bank Indonesia ikut turun tangan dengan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia yang mengatur tentang Perlakuan Khusus Terhadap Kredit Bank Pasca Bencana Alam. Peraturan Bank Indonesia tersebut menentukan bahwa akan dilakukan restrukturisasi terhadap kredit bank di daerah bencana alam. Dari peraturan Bank Indonesia tersebut, secara umum, restrukturisasi kredit dilakukan melalui: 1. Penjadwalan kembali (reschedulling), yaitu berupa perubahan syarat-syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali kredit atau jangka waktu kredit, termasuk grace period atau masa tenggang, baik termasuk perubahan besarnya jumlah angsuran maupun tidak. 4 4 Sutan Remi Sjahdeni, Makalah yang disampaikan tanggal 3 Pebruairi 1993 pada penataran Aspek -Aspek Hukum Perbankan yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Airlangga,

8 2. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu upaya berupa melakukan perubahan atas sebagaian atau seluruh syarat-syarat perjanjian kredit, yang tidak terbatas hanya pada perubahan jadwal angsuran atau jangka waktu kredit saja. Namun perubahan tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa melakukan konversi atas seluruh atau sebagaian dari kredit menjadi equity Perusahaan. 5 3. Penataan Kembali (restruscturing), yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang menyangkut: a. Penanaman dana bank b. Konversi seluruh atau sebagaian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan atau c. Konversi seluruh atau sebagin dari kredit menjadi penyertaan dalam Perusahaan. 4. Kombinasi dari seluruh alternatif di atas. Sesuai dengan pengertian kredit menurut UU No. 10/1998, persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam merupakan dasar dalam pemberian kredit, sehingga dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah aspek perjanjian kredit, agar dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit tidak menimbulkan akibat hukum yang merugikan salah satu pihak. Perjanjian kredi t adalah perjanjian pendahuluan (voorovereenkmst) dari penyerahan uang dimana perjanjian pendahuluan merupakan hasil permufakatan antara pemberi dan penerima 5 ibid

9 pinjaman mengenai hubungan hubungan hukum antara keduanya. 6 Dalam praktek perbankan, bentuk dan format dari perjanjian kredit diserahkan sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan. Hal-hal yang harus dipedomani dalam perjanjian kredit adalah bahwa rumusan perjanjian kredit tidak boleh kabur atau tidak jelas, memuat secara jelas jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali dan persyaratan lain yang lazim dalam perjanjian kredit, serta harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum. 7 Hal-hal tersebut perlu diperhatikan agar perjanjian kredit tersebut dapat memberikan perlindungan hukum yang jelas bagi para pihak dan tidak melanggar ketentuan suatu perundang-undangan yang berlaku. Selain aspek perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok, yang tidak kalah penting perlu diperhatikan adalah aspek jaminan. Bahwa tidak ada se orang pun dapat menjamin kepastian tentang forecast di masa mendatang, dan berdasarkan pengalaman, bahwa tidak ada satu pun cara atau sarana hukum untuk mencegah seseorang mengingkari janjinya. 8 Ketika terjadi bencana alam seperti gempa bumi, banyak benda-benda yang dijaminkan baik itu bangunan maupun benda-benda lain yang rusak maupun musnah. Hal itu jelas membuat kreditur harus senantiasa berhatihati dan berupaya untuk mengantisipasi terjadinya kerugian karena menurunnya kemampuan debitur untuk membayar hutang, sedangkan agunan yang semula diharapkan dapat dijadikan sebagai pelunasan apabila debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya keadaanya sudah musnah ataupun rusak sehingga nilai 6 Mariam Darus Badrulzaman, 1991, Perjanjian Kredit Bank, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 28 7 Muhamad Djumhana, 1993, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 385 8 H.R. Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 259

10 jaminan menjadi turun. Penurunan nilai jaminan tentunya dapat merugikan pihak kreditur jika debitur wanprestasi. B. Permasalahan Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah: 1. Bagaimana pelaksanaan restrukturisasi perjanjian kredit akibat bencana alam gempa bumi di BRI Cabang Bantul dipandang dari aspek hukum perjanjian da n hukum perbankan di Indonesia? 2. Bagaimana akibat hukum penurunan nilai jaminan dalam perjanjian kredit akibat bencana alam gempa bumi di BRI Cabang Bantul? C. Keaslian Penelitian Dari penelusuran yang telah dilakukan di beberapa perpustakaan, terdapat beberapa tulisan yang membahas mengenai restrukturisasi kredit dan perjanjian kredit, diantaranya sebagai berikut: Pertama, tesis atas nama Sri Budi Purwaningsih, mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Airlangga Surabaya, dengan judul Restrukturisasi Kredit Perbankan Ditinjau dari Hukum Perjanjian Indonesia, dengan permasalahan bagaimana kebijakan penyelamatan kredit dengan cara reconditioning maupun restructuring diwujudkan dalam perjanjian dan apakah akibat hukum hapusnya perjanjian kredit sebelum dilakukan reconditioning maupun restructuring 9. Kedua, tesis atas nama Iman Suhirman, mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dengan judul Aspek Hukum Penanganan Kredit Macet pada Bank BRI Cabang Mojokerto Jawa Timur dengan permasalahan 9 Sri Budi Purwaningsih, Restrukturisasi Kredit Perbankan Ditinjau dari Hukum Perjanjian Indonesia, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 2005

11 faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kredit macet pada BRI Cabang Mojokerto Jawa Tim ur dan bagaimanakah penanganan kredit macet yang dilakukan untuk meyelesaikan kredit macet pada Bank BRI Cabang Mojokerto Jawa Timur. 10 Ketiga, tesis atas nama Ahmad Zubaidi, mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Jogjakarta, dengan judul Pelaksanaan Perjanjian Kredit Kemitraan di PT BRI (Persero) Tbk Cabang Sleman Yogyakarta, dengan permasalahan bagaimana prinsip kehati-hatian diterapkan dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit kemitraan di PT BRI (Persero) Tbk Cabang Sleman Yogyakarta dan bagaimana bentuk dan isi perjanjian kredit kemitraan dibandingkan dengan kredit komersial di PT BRI (Persero) Tbk Cabang Sleman Yogyakarta dari perspektif agunan, plafond kredit, peminjam dan bunga pinjaman. 11 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa memang telah ada penelitian yang membahas mengenai restrukturisasi dan perjanjian kredit. Kesamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah membahas tentang restrukturisasi dan perjanjian kredit. Akan tetapi pada penelitian ini obyek yang diteliti adalah aspek perjanjian kredit akibat restrukturisasi dan akibat hukum penurunan nilai jaminan terkait dengan kebijakan restrukturisasi kredit yang dikeluarkan oleh Pemerintah setelah terjadinya bencana alam gempa bumi. Sehingga diharapkan penelitian ini dapat melengkapi penelitian yang telah dilaksanakan. 10 Iman Suhirman, Aspek Hukum Penanganan Kredit Macet pada Bank BRI Cabang Mojokerto Jawa Timur,Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Jogjakarta, 2007 11 Ahmad Zubaidi, Pelaksanaan Perjanjian Kredit Kemitraan di PT BRI (Persero) Tbk Cabang Sl eman Yogyakart, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Jogjakarta, 2005

12 D. Kegunaan Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan Hukum Perbankan pada khususnya, yakni dalam hal pelaksanaan restrukturisasi perjanjian kredit. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka pembentukan Hukum Perbankan Nasional. 3. Sebagai masukan dan bahan kepustakaan bagi penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan hukum perbankan, khususnya penelitian mengenai pelaksanaan restrukturisasi kredit E. Tujuan Penelitian Untuk menjawab permasalahan di atas, perlu diadakan suatu penelitian. Adapun tujuan penelitian dapat dirinci menjadi dua, yaitu: 1. Tujuan obyektif, adalah: a. untuk mengetahui pelaksanaan restrukturisasi perjanjian kredit akibat bencana alam gempa bumi di BRI Cabang Bantul dipandang dari aspek hukum perjanjian dan hukum perbankan di Indonesia b. untuk mengetahui akibat hukum penurunan nilai jaminan dalam perjanjian kredit yang direstrukturisasi akibat bencana alam gempa bumi di BRI Cabang Bantul 2. Tujuan subyektif, adalah: Untuk memperoleh data dalam rangka penyusunan tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.