BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, yang

dokumen-dokumen yang mirip
PERBEDAAN TINGKAT STRES KERJA ANTARA PERAWAT KRITIS DAN PERAWAT GAWAT DARURAT DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I. padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di. Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Bandung. Rumah sakit X merupakan rumah sakit swasta yang cukup terkenal di

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat, terutama di kota-kota besar. Banyaknya jumlah rumah sakit tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pengelola, pendidik, dan peneliti (Asmadi, 2008). Perawat sebagai pelaksana layanan keperawatan (care provider) harus

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiri untuk menangani kegawatan yang mengancam jiwa, sebelum dokter

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana salah satu upaya yang dilakukan oleh rumah sakit adalah mendukung rujukan

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan kelangsungan hidup seseorang. Perubuhan-perubahan yang terjadi. diberbagai bidang termasuk bidang kesehatan.

STRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era globalisasi ini teknologi berkembang semakin pesat, begitu

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu rumah sakit dalam menjalankan fungsinya ditandai. sumber daya manusia.(depkes,2002).

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dalam bidang keperawatan. Upaya ini dilakukan agar dapat menarik lebih

BAB I PENDAHULUAN. Praktik klinik dalam keperawatanadalah kesempatan kepada semua. yang sesungguhnya(emilia, 2008). Pembelajaran klinik tidak hanya

HUBUNGAN STRES KERJA DENGAN ADAPTASI PADA PERAWAT DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. PERMENKES RI Nomor: 159b/Menkes/Per/II/1988 disebutkan bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri No HK.02.02/MENKES/390/2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pencegahan

HUBUNGAN BEBAN KERJA PERAWAT DENGAN STRES KERJA DI INSTALASI RAWAT INAP RSU ISLAM SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Setiap kegiatan dalam upaya

STRES KERJA PADA PERAWAT UNIT GAWAT DARURAT

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi stres kerja yang dihadapinya. Berdasarkan hasil penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. Di era industrialisasi seperti sekarang ini, Rumah Sakit menjadi institusi

BAB I PENDAHULUAN. terakhir ini diketahui bahwa terdapatnya kecendrungan masyarakat Indonesia

PERATURAN KEPALA RUMAH SAKIT TK. II dr. SOEPRAOEN NOMOR : / / /2014 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN INSTALASI GAWAT DARURAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

KEPUTUSAN DIREKTUR RS ROYAL PROGRESS NOMOR /2007 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN INSTALASI GAWAT DARURAT DIREKTUR RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya dalam mewujudkan bangsa Indonesia yang sehat, kualitas pelayanan kesehatan dan jumlah pasien yang datang untuk

keluarga. Disamping itu perawat juga dituntut untuk mencurahkan segala pengetahuan, pikiran dan perasaannya kepada pasien selama 24 jam serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menyebabkan stres kerja pada perawat antara lain pola dan beban kerja,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit disamping penyembuhan dan pemulihan. segenap lapisan masyrakat. Sasaran dari program tersebut yakni tersedianya

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar spesialistik dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, jumlah. korban meninggal , luka berat yang menderita luka ringan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjalankan tugas dan pekerjaanya. SDM merupakan modal dasar pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan

BAB I. Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerja maupun pihak yang menyediakan pekerjaan. Hal ini sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang setiap hariberhubungan dengan pasien. Rumah

BAB I PENDAHULUAN. bagi perkembangan suatu rumah sakit. Penampilan fisik termasuk bangunan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan gawat darurat (Undang - Undang No 44 tahun 2009). Rumah sakit didirikan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelayanan rawat inap merupakan kegiatan yang dilakukan di ruang rawat inap

BAB I PENDAHULUAN. merupakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, akan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Darurat (IGD) rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan

2. STRUKTUR ORGANISASI RSUD INDRASARI RENGAT, KAB.INDRAGIRI HULU

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit.

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menentukan waktu tanggap di sebuah Rumah Sakit. Faktor-faktor tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. karena menurunnya produktivitas sebagai efek stres karyawan. The Seventh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan. Oleh karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN GANGGUAN KESEHATAN PERAWAT DI IRD RSUP DR.SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan industri yang cukup pesat seperti sekarang ini, perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasien di ruang ICU (Intensive Care Unit) adalah pasien dalam keadaan

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung terhadap sistem pendidikan dan pelayanan kepada masyarakat

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya mutu pelayanan dengan berbagai kosekuensinya. Hal ini juga yang harus dihadapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang telah nyata terjadi maupun berpotensi untuk terjadi yang mengancam

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat yang berfungsi untuk

pendidikan dan penelitian yang erat hubungannya dengan kehidupan menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan fungsi yang luas sehingga harus memiliki sumberdaya, baik modal

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan program pembangunan. Salah satu program pemerintah dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan perorangan meliputi pelayanan, promotif, preventif, kuratif, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan yaitu bertekad untuk meningkatkan kesehatan masyarakat secara

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan prima dalam bidang kesehatan kepada masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan. selamat akan mengalami disabilitas permanen (Widiyanto, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. demikian kompleks, rumah sakit harus memiliki sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. aktif dalam mewujudkan derajat kesehatanyang optimal, dalam hal bidang

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan. Keperawatan merupakan salah satu profesi yang. memberikan pelayanan keperawatan dan menyelengarakan pelayanan

BAB IV KRSIMPULAN, BATASAN DAN ANGGAPAN

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. membangun sistem pemberian pelayanan yang efektif, termasuk kualitas pelayanan.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan penunjang. Rumah sakit dalam menjalankan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. Morits (dalam Jayanti, 2009) mengatakan bahwa :

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berfungsi untuk melakukan upaya pelayanan kesehatan dasar atau kesehatan rujukan dan atau kesehatan penunjang. Keberhasilan suatu rumah sakit dalam menjalankan tugasnya ditandai dengan adanya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. Mutu rumah sakit sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor yang dominan adalah sumber daya manusia ( Depkes, 2002). Sumber daya manusia yang ada di rumah sakit perlu mendapatkan perhatian khusus salah satunya adalah perawat. Perawat adalah salah satu profesi yang berperan penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Salah satu pelayanan yang sentral di rumah sakit adalah pelayanan ICU (Intensive Care unit) dan IGD (Instalasi Gawat Darurat). Menurut Menteri Kesehatan Nomor: 1778/Menkes/SK/XII/2010 menyatakan bahwa ICU (Intensive Care Unit) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi dibawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulitpenyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa. ICU 1

2 menyediakan sarana dan prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan-pengelolaan keadaan-keadaan tersebut. IGD (Instalasi Gawat Darurat) adalah salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. di IGD dapat ditemukan dokter dari berbagai spesialisasi bersama sejumlah perawat dan juga asisten dokter. IGD dapat memberikan pelayanan gawat darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan, menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam terus menerus. IGD dipimpin oleh dokter yang telah mendapat pelatihan gawat darurat, dibantu oleh tenaga medis antara lain para medis perawatan, para medis non perawatan dan tenaga non medis yang terampil. Ditetapkan dokter sebagai kepala instalasi/unit gawat darurat yang bertanggung jawab atas pelayanan di IGD dan juga ditetapkan perawat sebagai penanggung jawab pelayanan keperawatan di unit/instalasi gawat darurat ( Pedoman Survey Akreditasi Rumah Sakit, 2007). ICU dan IGD membutuhkan perawat yang terampil dan terdidik dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien. Perawat ICU dan perawat IGD berbeda dengan perawat bagian bangsal. Tingkat pekerjaan dan pengetahuan perawat ICU dan perawat IGD lebih kompleks dibandingkan dengan perawat yang bekerja di bangsal. Perawat bangsal hanya merawat pada sekelompok pasien yang dirawat dibagian bangsal yang menjadi tanggungjawabnya saja, pasien yang

3 dirawat di bangsal adalah pasien yang kondisinya masih kemungkinan besar tertolong dan belum mencapai kondisi kritis, sehingga perawat bangsal tidak terlalu tertekan oleh beban kerjanya. Sedangkan perawat ICU dan perawat IGD mereka harus mempunyai kemahiran dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan baik dibidang keperawatan ICU maupun keperawatan gawat darurat (Widodo, 2010). Perawat ICU adalah perawat yang berhubungan dengan manusia secara khusus, tanggapan terhadap masalah-masalah yang mengancam nyawa. Pengambilan keputusan yang cepat ditunjang data yang merupakan hasil observasi dan monitoring yang kontinu oleh perawat. Perawat ICU harus mampu melakukan tindakan keperawatan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan pasien. Perawat ICU adalah perawat profesional, terlatih dan bersertifikat ICU (Menteri Kesehatan Nomor: 1778/Menkes/SK/XII/2010). Karakteristik perawat ICU yaitu perawat dituntut harus memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan dalam menangani pasien yang memiliki kondisi kritis, karena perawat ICU bertanggung jawab mempertahankan homeostatis pasien yang berjuang melewati kondisi kritis atau terminal mendekati kematian (Hudak, 1997). Ditambahkan oleh Jacinta (dalam Widodo, 2010) bahwa Perawat ICU mempunyai tugas berkaitan dengan masalah perawatan pasien yang komplek. Kegiatan mereka meliputi penilaian resiko, interpretasi tes diagnostic, dan memberikan pengobatan, yang mungkin termasuk resep obat. Perawat IGD adalah perawat yang bekerja disuatu daerah staf dan dilengkapi untuk penerimaan dan perawatan orang dengan kondisi yang

4 melibatkan perawatan segera termasuk penyakit serius dan trauma (Rahardjo, 1997). Karakteristik perawat IGD adalah perawat dituntut harus siap baik secara fisik maupun secara mental dalam menangani pasien berkaitan dengan pasien yang banyak datang dengan kondisi berbagai macam, baik korban kcelakaan maupun dengan kondisi lainnya, perawat IGD dituntut siap dengan kondisi gawat darurat dan cepat tanggap dengan kondisi gawat darurat dan cepat tanggap dengan perubahan kondisi pasien (Widodo, 2010). Ditambahkan oleh Hariyatun (dalam Utomo, 2009) yang mengatakan bahwa perawat IGD mereka harus tanggap dan cepat dalam menangani pasien-pasien gawat darurat seperti korban bencana, kecelakaan, perawatan medis segera dan lainnya. Tuntutan-tuntutan yang harus dipenuhi oleh perawat baik perawat ICU maupun perawat IGD dapat menimbulkan rasa tertekan pada perawat. Ketidakmampuan dalam menjawab tuntutan tersebut sangat mungkin menjadi pemicu timbulnya stres kerja, seperti yang dikatakan oleh Ubaidilah (dalam Arisona, 2008) mengatakan bahwa stres kerja adalah suatu keadaan dimana seseorang menghadapi tugas atau pekerjaan yang tidak bisa atau belum bisa dijangkau oleh kemampunnya. Definisi tersebut menunjukkan bahwa stres kerja merupakan tuntutan pekerjaan yang tidak dapat diimbangi oleh kemampuan perawat. Tuntutan-tuntutan pekerjaan atau beban kerja perawat ICU dan perawat IGD, seperti beban merawat pasien dalam kondisi kritis bagi perawat ICU dan merawat pasien dalam kondisi gawat darurat bagi perawat IGD, secara kuantitatif adalah tidak jauh berbeda. Hasil Penelitian Widodo (2010) tentang perbedaan

5 stres kerja perawat kritis dan perawat gawat darurat menunjukkan bahwa dari 30 subjek perawat kritis atau ICU terdapat 96,7 % perawat mengalami stres kerja kategori sedang sisanya 3,3 % mengalami stres kerja kategori berat, kemudian perawat gawat darurat atau IGD dari 30 subjek terdapat 73,3 % perawat mengalami stres kerja kategori sedang dan sisanya 26,7 % mengalami stres kerja kategori berat. Faktor pemicunya antara lain karena bosan dengan pekerjaan, beban kerja berlebih, dan merawat pasien yang terlalu banyak. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa stres kerja yang dialami oleh perawat ICU dan perawat IGD tidak jauh berbeda, karena mayoritas berada pada kondisi stres kerja yang sama. Dari situ juga dapat dilihat bahwa perawat ICU dan perawat IGD rentan mengalami stres kerja. Hasil penelitian oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (dalam Prihatini, 2007) menunjukkan terdapat 50,9 % perawat mengalami stres kerja, menyatakan keluhan sering merasa pusing, lelah, tidak ada istirahat, yang antara lain dikarenakan beban kerja yang terlalu tinggi dan menyita waktu dan gaji yang rendah. Hal ini diperkuat oleh McNeese-Smith&Nazarey (dalam Morrison, 2008) mengatakan bahwa faktor-faktor yang berkontribusi terhadap munculnya stres kerja termasuk kurangnya penghargaan dan keadilan, upah yang tidak memadai, beban kerja meningkat dengan pasien lebih kritis, dan hubungan yang buruk dengan rekan kerja, sedangkan hasil penelitian Andreas (2009) menunjukkan kemampuan individu dalam mengambil sikap ditempat kerja memberi pengaruh yang cukup besar sebagai penyebab stres kerja. Faktor sikap kerja merupakan faktor yang dominan dalam menyebabkan stress kerja pada perawat, mungkin

6 disebabkan kondisi yang dihadapi individu dalam kehidupan sehari-hari baik yang berkaitan dengan masalah pekerjaan maupun kehidupan pribadi. Purwandani (2002) menyebutkan bahwa faktor lainnya yang memicu datangnya stres kerja pada perawat yaitu pertama, stres kerja dari lingkungan sekitar perawat yang berhubungan dengan peralatan, kebisingan, dan temperatur udara. Kedua, beban kerja, seperti teknik keperawatan dan merawat pasien. Ketiga, hubungan dengan pasien dan tim kesehatan lainnya. Keempat, masalah dalam pembuatan keputusan dan kelima, kondisi penyakit yang dihadapi pasien. Stres kerja yang muncul pada perawat dapat menimbulkan ketegangan yang akan berhubungan dengan emosi perawat. Seperti yang dikatakan oleh Goleman (2001) bahwa seseorang yang tidak mempunyai keterampilan emosi akan menunjukkan ketegangan, paling tersiksa oleh beban kerja dan kinerjanya buruk, sedangkan seseorang yang mempunyai keahlian dalam keterampilan emosi akan tetap tenang walaupun berada dibawah tekanan dan mampu bekerja dengan baik. Perawat dalam menjalankan tugasnya selalu melibatkan banyak orang, sehingga untuk memperlancar hubungan tersebut diperlukan kemampuan dalam mengelola emosi, agar mereka lebih mampu menempatkan emosi pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati, apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosi yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya, termasuk

7 lingkungan kerjanya. Kemampuan tersebut dikenal dengan istilah kecerdasan emosi (Goleman, 2000). Pelayanan keperawatan sangat diperlukan sosok perawat yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Menurut Bar On (Dalam Stein, 2002) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi memiliki kemampuan dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan, berbagai masalah atau tantangan yang muncul dalam hidupnya daripada seseorang yang lebih rendah kecerdasan emosinya, seperti masalah yang terjadi dalam lingkungan kerja, baik masalah dalam tuntutan kerja menghadapi masalah fisik dan psikososial. Masalah fisik berupa terdapatnya berbagai jenis penyakit, merawat pasien kritis atau gawat dan benyaknya jumlah pasien yang datang menjadikan beban kerja meningkat, sedangkan masalah psikososial berupa hubungan antara perawat lain, dokter, tim kesehatan lain dan hubungan antara pasien serta keluarga pasien sehingga untuk membina hubungan tersebut diperlukan keterampilan emosi yaitu kemampuan untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan sosial dengan orang lain. Kemampuan ini oleh Salovey dan Mayer (dalam Goleman, 2000) disebut sebagai aspek kecerdasan emosi. Keberhasilan mengelola emosi ini akan membuat perawat yang bersangkutan menjadi lebih fokus dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Perawat merupakan profesi yang bersifat kemanusiaan yang dilandasi rasa tanggungjawab dan pengabdian. Perawat harus berinteraksi dengan pasien kapanpun dibutuhkan dan dalam situasi apapun seperti di ICU dan di IGD, situasi

8 yang terjadi kemudian melampaui proporsi pekerjaan yang seharusnya sehingga sangatlah diperlukan kemampuan mengelola emosi dengan baik oleh perawat. Berdasarkan latar belakang diatas maka timbul permasalahan Apakah ada hubungan antara kecedasan emosi dengan stres kerja pada perawat ICU dan perawat IGD?, maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja pada Perawat ICU dan Perawat IGD B. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui: 1. Kecerdasan emosi perawat ICU dan perawat IGD. 2. Stres kerja perawat ICU dan perawat IGD. 3. Hubungan antara kecerdasan emosi dengan stres kerja pada perawat ICU dan perawat IGD. C. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Perawat ICU dan perawat IGD, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perawat ICU dan perawat IGD untuk memahami tentang pentingnya kecerdasan emosi dalam menekan terjadinya stres kerja. 2. Pengelola rumah sakit, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan informasi sebagai upaya pembekalan serta pembinaan bagi para perawat ICU dan perawat IGD tentang pentingnya kecerdasan emosi dalam menekan munculnya stres kerja.

9 3. Ilmuan psikologi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah sumbangan informasi bagi bidang ilmu psikologi khususnya psikologi industri. 4. Peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian, khususnya penelitian yang mengambil tema serupa dengan penelitian ini.