1 Universitas Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

PENDAHULUAN. Setiap manusia mengalami siklus kehidupan mulai dari dalam. kandungan (janin), berkembang menjadi bayi, tumbuh menjadi anak,

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB I PENDAHULUAN. yang berusia antara satu sampai lima tahun. Masa periode di usia ini, balita

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara. berkembang termasuk di Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan anak saat ini. Akan tetapi pelaksanaan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada pertengahan tahun 2008 karena penurunan ekonomi global.

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. utama, pertama asupan makanan dan utilisasi biologik zat gizi (Savitri, 2005).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena konsumsi makanan yang tidak seimbang, mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. medis maupun pelayanan kesehatan saja (Supariasa dkk, 2012). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan dan kualitas sumber daya manusia. merupakan faktor yang menentukan untuk meningkatan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan gizi, sehingga membutuhkan perhatian dan

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Kelompok

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

World Hunger Organization (WHO), terdapat empat jenis masalah kekurangan. Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA) dan Gangguan Akibat

BAB I PENDAHULUAN. terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB 1 PENDAHULUAN. cerdas dan produktif. Indikatornya adalah manusia yang mampu hidup lebih lama

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi pada anak pra sekolah akan menimbulkan. perbaikan status gizi (Santoso dan Lies, 2004: 88).

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 adalah mengumpulkan. dan menganalisis data indikator MDG s kesehatan dan faktor yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan Kusuma, 2011). Umumnya, masa remaja sering diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mampu berperan secara optimal dalam pembangunan. Karena peranan

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia. (SDM), karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa baduta (bawah dua tahun) merupakan Window of opportunity. Pada

BAB I PENDAHULUAN. mikro disebabkan karena kurangnya asupan vitamin dan mineral essensial

BAB 1 PENDAHULUAN. ganda yaitu masalah kurang gizi dan gizi lebih. Kurang energi protein (KEP) pada

BAB I PENDAHULUAN. semakin baik. Status gizi anak balita akan berkaitan erat dengan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya paling besar mengalami masalah gizi. Secara umum di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan lain seperti antropometri, laboratorium dan survey. lebih tepat dan lebih baik (Supariasa dkk., 2002).

RETNO DEWI NOVIYANTI J

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi di Indonesia, terutama KEP masih lebih tinggi dari pada negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF

BAB I PENDAHULUAN. tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Balita termasuk

BAB I PENDAHULUAN. dari 400 gr di waktu lahir menjadi 3 kali lipatnya seteleh akhir tahun ketiga

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat, yaitu pertumbuhan fisik, perkembangan mental,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Makanan memiliki peranan penting dalam tumbuh kembang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi ketersediaan pangan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi asupan gizi tubuh. Susu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan suatu negara. Berdasarkan target Millenium Development Goals

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Keadaan ini banyak diderita oleh kelompok balita yang merupakan generasi penerus bangsa. KEP dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan gangguan perkembangan mental anak (Tarigan, 2001).Anak balita dengan KEP tingkat berat akan menunjukkan tanda klinis kwasiorkor atau marasmus (Jeliffe, 1989). Pada fase lanjut anak balita yang menderita KEP akan rentan terhadap penyakit infeksi, pembengkakan hati, kelainan organ dan fungsinya, peradangan kulit serta gangguan pertumbuhan otak (Nency dan Arifin, 2005). Selain itu, dampak dari KEP pada anak balita dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh sehingga anak sering sakit (WHO, 2002). Menurut Schroeder (2001), anak balita yang menderita KEP mempunyai resiko menurunnya perkembangan motorik, rendahnya fungsi kognitif serta kapasitas penampilan dan pada akhirnya KEP memberi efek negatif terhadap tingginya risiko terhadap kematian. Di samping itu, anak yang pernah menderita kurang gizi akan sulit untuk mengejar pertumbuhan sesuai dengan umurnya. KEP pada anak dalam tingkatan tertentu dapat menyebabkan berat otak, jumlah sel, ukuran besar sel, dan zat-zat biokimia lainnya lebih rendah dari pada anak yang normal. Semakin muda usia anak yang menderita KEP maka semakin berat juga akibat yang ditimbulkannya. Keadaan ini akan menjadi lebih berat lagi apabila kekurangan gizi dimulai sejak dalam kandungan. Kemunduran mental yang diakibatkan oleh keadaan kurang gizi yang ringan maupun sedang cenderung dapat dipulihkan dengan bertambah baiknya kedaan gizi dan lingkungan anak tersebut dibesarkan (Husaini, 1986). Ada banyak faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya KEP pada balita, yaitu rendahnya tingkat pendapatan (daya beli) penduduk sehingga menyebabkan intake yang kurang, adanya penyakit infeksi, kebiasaan makan yang buruk, perilaku hidup kurang sehat, pola asuh, pelayanan kesehatan dasar 1

2 kurang cukup, kesehatan lingkungan yang kurang baik serta pendidikan orang tua yang rendah (Susenas, 2003) Masalah KEP sebenarnya hampir selalu berhubungan dengan masalah pangan selain disebabkan oleh banyak faktor yang lain. Tingkat kecukupan gizi penduduk di tingkat rumah tangga bergantung pada kemampuan penduduk untuk membeli pangan agar mencukupi kebutuhan pangan rumah tangga yang seimbang sesuai dengan tingkat kebutuhan pendapatan rumah tangga. Selanjutnya tingkat pendapatan rumah tangga bergantung pada kemampuan anggota rumah tangga untuk mendapatkan penghasilan yang cukup menurut kesempatan kerja yang memadai yang berdasarkan pada tingkat pendidikan. Dan juga tingkat produktivitas yang tinggi sangat bergantung pada kondisi fisik untuk tetap hidup sehat yang sangat dipengaruhi oleh konsumsi gizi yang seimbang setiap harinya (Azwar, 2001). Secara garis besar faktor-faktor yang menentukan status gizi khususnya anak balita adalah tingkat pendidikan orang tua, sosial ekonomi, sosial budaya, geografi dan iklim, tersedianya makanan serta aspek-aspek kesehatan seperti adanya infeksi, kebersihan lingkungan dan pelayanan kesehatan (Jelliffe, 1989). Sementara itu menurut UNICEF (1998) dalam Depkes (2005), KEP disebabkan oleh penyebab langsung dan tak langsung. Penyebab langsung yaitu konsumsi makanan dan infeksi, sedangkan penyebab tak langsung yaitu ketersediaan pangan, pola asuh anak, pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersih. Semua penyebab tak langsung ini sangat dipengaruhi oleh pendidikan, pengetahuan dan keterampilan (Supariasa, 2002). Menurut Schroeder (2001) ada banyak faktor yang menyebabkan KEP, antara lain adalah rendahnya asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, selain itu akses makanan didalam keluarga dan perhatian ibu dalam pola asuh anak. Faktor penyebab tak lansung yaitu adalah keadaan sosial ekonomi, politik dan kemiskinan. Sedangkan menurut Daly, et.al dalam Supariasa (2002) disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan gizi yaitu konsumsi makanan dan tingkat kesehatan. Konsumsi makanan sendiri dipengaruhi oleh tingkat pendapatan keluarga, makanan dan tersedianya bahan makanan.

3 KEP merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita di Indonesia. Berdasarkan data Susenas tahun 1999 diketahui bahwa prevalensi gizi kurang yaitu sebesar 26,4%. Sedangkan untuk tahun 2000 prevalensi gizi kurang yaitu sebesar 24,9% dan gizi buruk yaitu sebesar 7,1%. Dari 5 juta anak balita Indonesia (27,5%) yang mengalami KEP terdapat 3,6 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang dan 1,5 juta anak (8,3%) berstatus gizi buruk (Depkes, 2004). Sementara itu menurut data Susenas tahun 2000 diketahui prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita di Indonesia adalah 17,13% dan 7,53% serta 19,3% dan 8% pada tahun 2002. Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita KEP), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Sedangkan pada tahun 2005 terjadi peningkatan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk yaitu menjadi 19,2% dan 8,8%. Angka prevalensi KEP pada tahun 2002 sebesar 27,3% menjadi 27,5% dan 28% pada tahun 2005 (Depkes, 2006). Angka prevalensi gizi buruk di Jawa Barat pada tahun 2002 diketahui sebesar 4,8% menjadi 5,46% pada tahun 2003 dan 5,8% pada tahun 2005. Sedangkan prevalensi gizi kurang sebesar 15,7% pada tahun 2002 menjadi 17,74% pada tahun 2003 dan 16,2% pada tahun 2005. Sementara itu prevalensi KEP pada tahun 2002 sebesar 20,5% menjadi 23,2% pada tahun 2003 dan 22% pada tahun 2005 (Susenas, 2005) Berdasarkan catatan Dinkes Depok pada tahun 2002 kasus gizi buruk di Kota Depok berjumlah 455 balita (0,45%); tahun 2003 sebanyak 602 balita (0,57%); dan tahun 2004 naik menjadi 964 balita (1,0%). Pada tahun 2005 terjadi peningkatan menjadi 1.133 balita (0,99%); tahun 2006 berjumlah 935 balita (0,81%) dan tahun 2007 menjadi 937 balita (0,84%). Sementara itu pada tahun 2003 prevalensi gizi kurang di kota Depok sebesar 9,9%; tahun 2004 yaitu sebesar 8,5%; tahun 2005 yaitu sebesar 8,3%; tahun 2006 yaitu sebesar 8,7% dan tahun 2007 sebesar 10%. Sedangkan prevalensi KEP mengalami peningkatan dari 8,98% pada tahun 2006 menjadi 10,78% pada tahun 2007. (Dinkes Kota Depok, 2008).

4 Hasil pemantauan status gizi di 6 kecamatan wilayah Kota Depok yang dilaksanakan melalui bulan penimbangan balita pada tahun 2007, menunjukkan bahwa kecamatan dengan persentase gizi buruk tertinggi yaitu 1,39% adalah Pancoran Mas. Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan persentase gizi buruk di Kota Depok yaitu 0,84% (Dinas Kesehatan Kota Depok, 2008). Kelurahan Pancoran Mas merupakan salah satu kelurahan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas. Di kelurahan ini jumlah kejadian gizi buruknya selalu paling tinggi di antara kelurahan lain di kecamatan Pancoran Mas. Jumlah kejadian gizi buruk di kelurahan Pancoran Mas yaitu 76 balita (2006), 39 balita (2007), dan 42 balita (2008). Berdasarkan data inilah maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang kejadian KEP balita dan faktor yang berhubungan di kelurahan Pancoran Mas Depok 1.2 Rumusan Masalah Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan kasus gizi yang sering terjadi pada balita. Hal ini dikarenakan kurangnya asupan energi dan protein sehari-hari yang terus menerus dan berdampak mengubah status gizi anak menjadi kurang bahkan buruk. Hal ini umumnya disebabkan karena kemiskinan, keadaan ekonomi yang terdesak, kurangnya pendidikan dan pengetahuan gizi orang tua, pola asuh pada balita yang salah, daya beli keluarga, kebiasaan makan balita, pemeliharaan kesehatan keluarga. Berdasarkan catatan Dinkes Depok dari tahun 2006 sampai 2008 diketahui bahwa kejadian gizi buruk paling banyak terjadi di kecamatan Pancoran Mas dibandingkan dengan kecamatan lain yaitu dengan jumlah 266 balita (2006), 321 balita (2007), dan 110 balita (2008). Dari jumlah tersebut kejadian gizi buruk di kecamatan Pancoran Mas paling banyak terjadi di kelurahan Pancoran Mas yaitu 76 balita (2006), 39 balita (2007), dan 42 balita (2008). 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimanakah gambaran karakteristik anak (umur, jenis kelamin,

5 penyakit infeksi, pola asuh, pola konsumsi energi dan protein) di kelurahan Pancoran Mas Depok tahun 2009? 2. Bagaimanakah gambaran karakteristik ibu (pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu) di kelurahan Pancoran Mas Depok tahun 2009? 3. Bagaimanakah gambaran karakteristik ayah (pendidikan ayah, pekerjaan ayah) di kelurahan Pancoran Mas Depok tahun 2009? 4. Bagaimanakah gambaran karakteristik keluarga (jumlah anggota keluarga, jumlah balita, tingkat pendapatan keluarga) di kelurahan Pancoran Mas Depok tahun 2009? 5. Bagaimanakah gambaran status gizi balita di kelurahan Pancoran Mas Depok tahun 2009? 6. Bagaimanakah hubungan antara karakteristik anak (umur, jenis kelamin, penyakit infeksi, pola asuh, pola konsumsi energi dan protein) dengan kejadian KEP di kelurahan Pancoran Mas Depok tahun 2009? 7. Bagaimanakah hubungan antara karakteristik ibu (pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu) dengan kejadian KEP di kelurahan Pancoran Mas Depok tahun 2009? 8. Bagaimanakah hubungan antara karakteristik ayah (pendidikan ayah, pekerjaan ayah) dengan kejadian KEP di kelurahan Pancoran Mas Depok tahun 2009? 9. Bagaimanakah hubungan antara karakteristik keluarga (jumlah anggota keluarga, jumlah balita, tingkat pendapatan keluarga)dengan kejadian KEP di kelurahan Pancoran Mas Depok tahun 2009? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP di kelurahan Pancoran Mas Depok tahun 2009.

6 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran karakteristik anak (umur, jenis kelamin, penyakit infeksi, pola asuh, pola konsumsi energi dan protein) di kelurahan Pancoran Mas Depok tahun 2009. 2. Diketahuinya gambaran karakteristik ibu (pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu) di kelurahan Pancoran Mas Depok tahun 2009. 3. Diketahuinya gambaran karakteristik ayah (pendidikan ayah, pekerjaan ayah) di kelurahan Pancoran Mas Depok tahun 2009. 4. Diketahuinya gambaran karakteristik keluarga (jumlah anggota keluarga, jumlah balita, tingkat pendapatan keluarga) di kelurahan Pancoran Mas Depok tahun 2009. 5. Diketahuinya hubungan antara karakteristik anak (umur, jenis kelamin, penyakit infeksi, pola asuh, pola konsumsi energi dan protein) dengan kejadian KEP di kelurahan Pancoran Mas Depok tahun 2009. 6. Diketahuinya hubungan antara karakteristik ibu (pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu) dengan kejadian KEP di kelurahan Pancoran Mas Depok tahun 2009. 7. Diketahuinya hubungan antara karakteristik ayah (pendidikan ayah, pekerjaan ayah) dengan kejadian KEP di kelurahan Pancoran Mas Depok tahun 2009. 8. Diketahuinya hubungan antara karakteristik keluarga (jumlah anggota keluarga, jumlah balita, tingkat pendapatan keluarga) dengan kejadian KEP di kelurahan Pancoran Mas Depok tahun 2009. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP pada balita sehingga dapat digunakan untuk masukan dalam rangka upaya menurunkan prevalensi KEP di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas Depok 2. Orang tua balita dapat mengetahui status gizi anaknya, sehingga dapat lebih memperhatikan status gizi anaknya 3. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat berguna untuk mempelajari dan

7 mengembangkan ilmu gizi kesehatan masyarakat. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui kejadian KEP dan beberapa faktor yang berhubungan di kelurahan Pancoran Mas Depok. Penelitian ini menggunakan rancangan cross seksional dengan responden yaitu ibu yang memiliki balita. Penelitian ini menggunakan data primer yaitu karakteristik anak (umur, jenis kelamin, penyakit infeksi, pola asuh, pola konsumsi kalori dan protein.), karakteristik ibu (pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu), karakteristik ayah (pendidikan ayah, pekerjaan ayah), karakteristik keluarga (jumlah anggota keluarga, jumlah balita, tingkat pendapatan keluarga). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2009. Penelitian ini dilakukan karena di kelurahan Pancoran Mas selalu ada kejadian KEP yang tinggi tiap tahunnya.