/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. juga menimbulkan dampak negatif terutama dalam lingkungan sosial. Gangguan jiwa menjadi masalah serius di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa Menurut World Health Organization adalah berbagai

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. melanjutkan kelangsungan hidupnya. Salah satu masalah kesehatan utama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN. oleh penderita gangguan jiwa antara lain gangguan kognitif, gangguan proses pikir,

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang mengarah pada kestabilan emosional (Nasir dan Muhith, 2011). mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan lainnya ( Samuel, 2012). Menurut Friedman, (2008) juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini kemajuan yang pesat dalam berbagai bidang kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN KUALITAS HIDUP KLIEN SKIZOFRENIA DI KLINIK KEPERAWATAN RSJ GRHASIA DIY

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan seseorang hidup secara produktif dan harmonis.

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

PENGARUH TINDAKAN GENERALIS HALUSINASI TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RS JIWA GRHASIA PEMDA DIY NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik. gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.

PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN PADA Tn. E DI RUANG P8 WISMA ANTAREJA RSJ Prof. dr.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang. Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan. manifestasi dan atau ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI-SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN DI BANGSAL ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural.

dicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. juga dengan masyarakat (Maslim, 2002 ; Maramis, 2010). masalah yang mesti dihadapi, baik menggunakan fisik ataupun psikologig

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang terbatas antara individu dengan lingkungannya (WHO, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO, 2015), sekitar

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB I PENDAHULUAN. menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif. terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri,

BAB I PENDAHULUAN. emosional serta hubungan interpersonal yang memuaskan (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. dan penarikan diri dari lingkungan (Semiun, 2006). Skizofrenia merupakan

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada fungsi mental, yang meliputi: emosi, pikiran, perilaku,

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. halusinasi. Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI-SENSORI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN KEKAMBUHAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. eksternal, dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan perilaku yang tidak sesuai

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

Transkripsi:

1 /BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara - negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun gangguan tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan individu dalam berkarya serta ketidaktepatan individu dalam berperilaku yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat menghambat pembangunan karena tidak berkarakteristik ( Hawari, 2001). Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas maupun kuantitas penyakit mental-emosional manusia (Hidayat, 2007). Kondisi diatas dapat menyebabkan timbulnya gangguan jiwa dalam tingkat ringan ataupun berat yang memerlukan penanganan dirumah sakit baik dirumah sakit jiwa atau di unit perawatan jiwa di rumah sakit umum. Beberapa pendapat tentang penyebab gangguan jiwa seperti dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa gangguan jiwa disebabkan karena ketidakmampuan manusia dalam mengatasi masalah masalah dalam diri, tidak terpenuhi kebutuhan dirinya, perasaan kurang diperhatikan (kurang dicintai) dan perasaan rendah diri yang sangat sulit untuk mengontrolnya. Gangguan jiwa atau gangguan mental oleh faktor- faktor sosial dan kultural yang eksternal itu sifatnya dapat dihindari, baik itu dengan jalan

2 psikoterapi yang diberikan kepada individu yang mengalami gangguan kepribadian atau penyakit jiwa dan boleh juga melalui terapi psikologis. Skizofrenia memiliki gejala primer antara lain gangguan proses pikiran (bentuk, langkah dan isi pikir), gangguan afek dan emosi, gangguan kemauan, gangguan psikomotor dan gejala sekunder berupa waham dan halusinasi (Maramis, 2004). Secara umum gangguan tersebut dapat mengakibatkan kekacauan yang dapat berupa pembicaraan dan perilaku kacau, afek datar, aktivitas motorik berlebihan, gerak gerak tidak terkendali, terdapat juga kemarahan, menjaga jarak dan kecemasan (Setiadi, 2006). Riset kesehatan dasar pada tahun 2007 menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia mencapai 4,6% dan gangguan mental emosional sebesar 11,6%. Prevalensi gangguan jiwa berat di DIY 3,8% dan gangguan emosional mencapai 9,6%. Menurut World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2013 jumlah gangguan jiwa akan meningkat mencapai 450.000 penduduk di seluruh dunia. Salah satu tanda dan gejala gangguan jiwa yang sering terjadi dan menimbulkan kendala yang besar adalah halusinasi. Halusinasi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar, dimana rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu dapat mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir (Missinterpretation).

3 Menurut Keliat dan Akemat (2009) Pada proses penanganan halusinasi ada beberapa hal yang harus diketahui, antara lain membina hubungan saling percaya dengan pasien, dapat dilakukan dengan cara berkenalan dengan pasien dan menunjukkan sikap empati kepada pasien. Kemudian dengan mengetahui jenis halusinasi, dilihat dari data objektif dan data subjektif yang didapat dari pasien halusinasi. Selain dengan mengetahui jenis halusinasinya kita harus mengetahui waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi. Keluarga membantu klien mengontrol halusinasi dengan empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi, yaitu : menghardik halusinasi,bercakap-cakap dengan orang lain, melaukan aktivitas terjadwal dan minum obat secara teratur. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap suatu atau bilamana ada gangguan dalam dinamika keluarga dimasa perkembangan kepribadian yang paling awal, maka perkembangan kepribadian menjadi terganggu pula dan menjadi rentan mengalami halusinasi. Keluarga harus memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengetahuai keadaan anggota keluarganya, Keluarga harus mengetahui dan memahaminya. Keluarga diharapkan mengerti, yang pada akhirnya dapat berperan secara aktif sebagai pendukung utama bagi penderita. Meningkatkan kemampuan penyesuaian dirinya serta tidak rentan lagi terhadap pengaruh stresor psikososial.

4 Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan ekternal (Notoadmojo,2003). Faktor internal meliputi pendidikan, persepsi, motivasi, pengalaman. Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan, sosial ekonomi, kebudayaan, dan informasi. Tingkat pengetahuan keluarga dapat dilihat dari cara keluarga merawat pasien halusinasi. Menurut Sasanto (2005), salah satu titik penting untuk memulai pengobatan adalah keberanian keluarga untuk menerima kenyataan, karena terapi bagi pasien halusinasi bukan hanya obat akan tetapi kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarganya. Peran serta keluarga dalam merawat pasien halusinasi bisa berupa bantuan mengenali halusinasi dengan membina hubungan saling percaya dan berdiskusi kapan muncul, situasi yang menyebabkan halusinasi. Bisa juga dengan meningkatkan kontak dengan realitas seperti berbicara tentang topik yang nyata tanpa mengikuti isi halusinasinya, berbicara dengan pasien secara sering dan singkat, membuatkan jadwal kegiatan seharian untuk menghindari kekosongannya atau kesendiriannya, ajak bicara jika tampak pasien sedang berhalusinasi. Keluarga juga bisa menurunkan kecemasan pasien denagn cara menerima halusinasinya tanpa mendukung dan menyalahkan, misalnya saya percaya anda mendengarnya tetapi saya tidak mendengarnya. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya dan keluarga tetap empati (Ashari,2009).

5 Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan keluarga memandang bahwa orang yang bersikap mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika di butuhkan. Sifat dan jenis dukungan keluarga berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan, dalam semua tahap kehidupan, dukungan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 1998). Umumnya keluarga meminta bantuan tenaga kesehatan jika tidak sanggup lagi merawatnya. Oleh karena itu asuhan keperawatan juga harus berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan klien. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan dalam keluarga termasuk penanganan halusinasi (Keliat, 1996). Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi. Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien, maka pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi akan sangat sulit. Halusinasi dapat dikontrol dengan baik. Hal ini tentunya tidak lepas dari tingkat pengetahuan dan kemampuan keluarga merawat aanggota keluarganya. Memberikan kepercayaan dan motivasi bagi penderita gangguan jiwa

6 dalam menjalani kehidupannya. Selain itu, dorongan yang kuat dari dalam dirinya tentu dapat memotivasi pasien kembali menempatkan dirinya dalam masyarakat. Penelitian ini akan dilakukan di RSJ Grhasia Provinsi DIY, karena RS Grahsia merupakan satu-satunya RSJ yang ada di Yogyakarta. Setelah dilakukan studi pendahuluan pada tanggal 13 februari 2012 didapatkan jumlah kunjungan pasien rawat jalan di bulan November, Desember, Januari sebanyak 315 klien. Fakta awal yang diperoleh dari hasil wawancara dengan 7 anggota keluarga yang mengantar klien untuk kontrol di klinik keperawatn RS Grhasia Provinsi DIY menunjukkan 4 dari 7 klien halusianasi sudah beberapa tahun menjalani rawat jalan dan hasilnya klien berhasil mengontrol halusinasinya, sedangkan 3 pasien lainnya belum ada perubahan. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengambil judul tentang Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Halusinasi Dengan Kemampuan Keluarga Dalam Merawat Klien Halusinasi di Klinik Keperawatan RSJ Ghrasia Provinsi DIY. B. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang halusinasi dengan kemampuan keluarga dalam merawat klien halusinasi di klinik keperawatan RSJ Grhasia Provinsi DIY?

7 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Diketahuinya hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang halusinasi dengan kemampuan keluarga dalam merawat klien halusinasi di klinik keperawatan RSJ Grhasia Provinsi DIY. 2. Tujuan khusus a. Diketahuinya karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan terakhir, dan hubungan dengan klien. b. Diketahuinya tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan klien halusinasi di klinik keperawatan RSJ Grhasia Provinsi DIY c. Diketahuinya kemampuan keluarga terhadap cara merawat klien halusinasi di klinik keperawatan RSJ Grasia Provinsi DIY. D. Manfaat Penelitian 1. Untuk profesi keperawatan Sebagai masukan bagi profesi keperawatan dalam melakukan pendidikan kesehatan di klinik keperawatan agar lebih meningkatkan kemampuan keluarga terhadap cara merawat klien halusinasi. 2. Untuk RSJ Grhasia Yogyakarta Memberikan gambaran penting bagi RSJ Grhasia Yogyakarta tentang pentingnya dukungan keluarga terhadap klien halusinasi khususnya. Dan sebagai bahan masukan bagi RSJ Grhasia Yogyakarta dalam mengevaluasi yang terkait dengan pemberian pendidikan kesehatan pada keluarga pasien gangguan jiwa.

8 3. Untuk peneliti lain Sebagai bahan atau dasar penelitian selanjutnya terutama mengenai tingkat pengetahuan keluarga terhadap kemampuan keluarga merawat klien halusinasi. E. Penelitian Terkait 1. Wulansih, dan Widodo, (2008) Hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap keluarga dengan kekambuhan pada pasien skizofrenia di RSJD Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 1.440 orang dan respondennya berjumlah 50. Dari hasil penelitian ini didapatkankan hasilnya berdasarkan tingkat pengetahuan keluarga didapat bahwa mayoritas berpengetahuan sedang yaitu 30 responden atau 60,0%. Berdasarkan sikap keluarga mayoritas bersikap baik yaitu 44 responden atau 88,0%. Perbedaannya adalah di variabel terikat dan tempat penelitiannya. Variabel terikat penelita adalah kemampuan keluarga dalam merawat klien halusinasi dan tempat penelitiannya di RSJ Grhasia Provinsi DIY, sedangkan variabel penelitian terkaitnya kekambuhan pada pasien skizofrenia dan tempat penelitiannya di RSJD Surakarta. 2. Ratih (2001) tentang hubungan tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan klien paska perawatan di rumah sakit dengan tingkat kekambuhan klien skizofrenia di RSJ Grhasia Yogyakarta. Dengan metodologi penelitian observational atau non eksperimental dengan

9 pendekatan retrospektif dan sampel 30 orang. Hasil penelitian tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan klien paska perawatan dirumah sakit dengan tingkat kekambuhan klien skizofrenia di RSJ GrhasiaYogyakarta. Penelitian ini berbeda dengan penelitian diatas. Dimana, pada penelitian ini, menggunakan variabel tingkat pengetahuan keluarga tentang halusinasi dengan kemampuan keluarga dalam merawat klien halusinasi di klinik keperawatan Rumah Sakit Ghrasia Provinsi DIY dan menggunakan metodologi penelitian pendekatan cross-sectional yang merupakan jenis penelitian deskriptif. 3. Azmy (2009), Hubungan dukungan keluarga dengan kemandirian pasien untuk mengontrol halusinasi di polirawat jalan RSJ Profesor Dr. Soeroyo Magelang. Jenis penelitian yang digunakan deskriptif analitik non eksperimen dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar pasien halusinasi mendapatkan dukungan keluarga dengan kategori baik sebanyak 25 orang dan kategori cukup 5 orang. Perbedaannya adalah di variabel bebas dan tempat penelitian, variabel bebas peneliti adalah tingkat pengetahuan keluarga dan tempat penelitiannya di klinik keperawatan RS Grhasia Provinsi DIY.