BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB. III PENUTUP. 1. Bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap orang tua yang. yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum.

BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG MENGALAMI PENELANTARAN DARI PERSPEKTIF HUKUM NASIONAL INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

BAB I PENDAHULUAN. martabat serta hak-hak asasi yang harus dijunjung tinggi. 1 Hak-hak asasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Usia Pekerja Jumlah Pekerja Tahun Survei Tahun Tahun ±

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR. A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

situasi bencana memberikan pendampingan hukum dan pelayanan (UUPA Pasal 3; Perda Kab. Sleman No.18 Tahun 2013, Pasal 3)

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PIDANA CABUL KEPADA ANAK DI BAWAH UMUR

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENELANTARAN ANAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang belum tercukupi kebutuhan hidupnya. Hambatan-hambatan

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

BAB I PENDAHULUAN. bernegara diatur oleh hukum, termasuk juga didalamnya pengaturan dan

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

13 ayat (1) yang menentukan bahwa :

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengatur tetntang pengertian anak berdasarkan umur. Batasan umur seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Repulik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

BAB I PENDAHULUAN. (2010 hingga 2014) sebanyak kasus anak terjadi di 34 provinsi dan

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan. Meskipun pengaturan tentang kejahatan di Indonesia sudah sangat

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. tersebut belum mempunyai kemampuan untuk melengkapi serta. kepentingan pribadi mereka masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif bagi pihak-pihak tertentu. adalah Yayasan Lembaga Pengkajian Sosial (YLPS) Humana Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengangkatan anak merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

Wawancara bersama penyidik Unit Pelayanan Perempuan Dan Anak

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

Transkripsi:

1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai pelanggaran terhadap hak-hak anak terjadi sepanjang abad kehidupan manusia. Hal tersebut tercermin dari masih adanya anak-anak yang mengalami abuse, kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Salah satu tindak kekerasan pada anak yang terjadi sekarang ini adalah penelantaran atau dikenal dengan istilah neglect. Menurut Helfer (1987), penelantaran atau neglect adalah interaksi atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan perlukaan yang disengaja terhadap kondisi fisik dan emosi anak. 1 Menurut Henry (dalam Anshori, 2007) yang menyebut kasus penelentaran dan penganiayaan yang dialami anak-anak dengan istilah Battered Child Syndrome, yaitu setiap keadaan yang disebabkan kurangnya perawatan dan perlindungan terhadap anak oleh orangtua atau pengasuh lain. 2 Tindakan penelantaran tersebut kebanyakan mengarah pada kealpaan atau kelalaian yang disebabkan karena kondisi sosial ekonomi keluarga yang amat retan. Menurut undang-undang yang termasuk dalam tindakan atau perbuatan penelantaran meliputi : 1 2 http://www.freewebs.com/childabusea1/pendahuluansebuahtinjauan.htm, forensik_a1_fkui, Child Abuse : Theory and History, 2007, hlm. 1. http://amartha.student.umm.ac.id/category/kekerasan/, Kekerasan Pada Anak, 29 Januari 2010, hlm. 1. 1

2 a. Tindakan yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan anak secara wajar, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial (Pasal 1 butir 6 Undang- Undang Perlindungan Anak). b. Tindakan atau perbuatan mengabaikan dengan sengaja kewajiban untuk memelihara, merawat, atau mengurus anak sebagaimana mestinya (Pasal 13 ayat (1) huruf c, Undang-Undang Perlindungan Anak). c. Tindakan yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut (Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga). d. Tindakan yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut (Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Salah satu contoh kasus Penelantaran anak adalah kasus penelantaran anak yang dilakukan oleh AKP. Ricardo Silaen, S.Sos. terhadap anaknya yaitu Satria Iratama Silaen yang mengakibatkan anaknya mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial. Adapun perbuatan itu dilakukan oleh AKP. Ricardo Silaen, S.Sos. dengan cara antara lain sebagai berikut : bahwa sejak Tahun 2003 AKP. Ricardo Silaen, S.Sos., tidak lagi memenuhi kewajibannya sebagai sebagai kepala rumah tangga terhadap

3 anaknya yaitu saksi Satria Wiratama Silaen dengan cara tidak lagi memberikan biaya kehidupan sehari-hari, untuk biaya pendidikan dan kesehatan, bahkan sejak tahun 2005 AKP. Ricardo Silaen, S.Sos. tidak pernah lagi datang untuk menjenguk anaknya, padahal pada Bulan Februari 2005 anaknya sakit dan dirawat di Islan Hospital Penang Malaysia. Bahkan sejak Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2008 ini seluruh biaya pendidikan, kesehatan dan biaya hidup Satria Wiratama Silaen seluruhnya ditanggung oleh istrinya, sementara AKP. Ricardo Silaen, S.Sos. mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan anaknya. Oleh karena perbuatannya tersebut, maka AKP. Ricardo Silaen, S.Sos., diancam pidana dalam Pasal 49 huruf (a) UU RI No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam Dakwaan Alternatif Kedua; berupa pidana penjara selama : 2 (dua) tahun, yang kemudian diputus oleh Pengadilan Negeri Medan yang menjatuhkan pidana kepada AKP. Ricardo Silaen, S.Sos. tersebut dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan, yang selanjutnya diputus oleh Pengadilan Tinggi Medan yaitu Menjatuhkan pidana kepada AKP. Ricardo Silaen, S.Sos. tersebut dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan Memerintahkan bahwa pidana tersebut tidak usah dijalani, kecuali bila dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan Hakim, karena Terpidana sebelum lewat masa percobaan 2 (dua) Tahun melakukan perbuatan yang dapat dipidana. 3 3 http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/download/96230df18edc146a062030542b616ffb, Putusan Pengadilan Negeri Medan, No. 2829/Pid.B/2008/PN.Mdn, tgl 27 Januari 2009;Putusan Pengadilan Tinggi Medan, No. 220/PID/2009/PT.Mdn, tgl 27 April 2009; Putusan Mahkamah Agung, No. 1786 K/Pid.Sus/2009, tgl 28 Desember 2009.

4 Selain kasus tersebut di atas didapat pula data dari Badan Pusat Statistik atau BPS dan Pusdatin Kementerian Sosial RI yang mencatat, dari tahun ke tahun, jumlah anak dengan berbagai permasalahannya semakin meningkat tahun 2008 tercatat sebanyak 2.250.152 anak terlantar. 4 Selain itu data yang diperoleh dari data Badan Pusat Statistik atau BPS dan Pusdatin Kementerian Sosial RI, antara lain sebagai berikut 5 : Tahun 2000 2002 2004 2006 2007 Balita 1.140.166 1.178.824 1.138.126 618.296 1.467.000 Terlantar Anak Terlantar 3.244.144 3.488.309 3.308.642 2.815.393 3.940.300 Perbuatan-Perbuatan penelantaran terhadap anak telah diatur pada ketentuan pidana pada : 1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Bab VIII pasal 49 yang berbunyi : Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang : a. menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); 4 http://prs.depsos.go.id/modules.php?name=news&file=article&sid=584, Tira, Berita: Penanganan Bersama 4 (empat) anak terlantar di Depok, 29 Desember 2009, hlm. 1. 5 http://www.scribd.com/doc/20301419/profil-perempuan-dan-anak-indonesia-tahun-2007, Badan Pusat Statistik atau BPS dan Pusdatin Kementerian Sosial RI, Profil Perempuan dan Anak Indonesia Tahun 2007, 2007, hlm. 1.

5 b. menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2). 2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Bab XII pasal 77 yang berbunyi : Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan : a. diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; atau b. penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental maupun sosial; c. dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Anak termasuk dalam kelompok rentan, jadi sudah sewajarnya memperoleh perlindungan khusus dari negara. Perlindungan khusus tersebut berupa pembaharuan hukum dengan cara menetapkan peraturan perundangundangan yang dimaksudkan untuk melindungi anak dari penelantaran, termasuk memberikan pelayanan terhadap anak yang menjadi korban penelantaran. Pembaharuan di bidang legislasi berupa pembentukan peraturan perundang-undangan diperlukan, mengingat selama ini peraturan yang ada belum memadai dan tidak sesuai dengan perkembangan hukum masyarakat, serta belum memberikan efek jera kepada pelaku karena sanksinya terlalu ringan.

6 B. Rumusan Masalah Masalah penelantaran anak yang terjadi di Indonesia menimbulkan beberapa pertanyaan yang menyangkut tentang pertanggungjawaban hukum orang tua yang melakukan penelantaran terhadap anaknya. Hal tersebut dapat dilihat seperti : 1. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap orang tua yang menelantarkan anaknya di dalam rumah tangga? 2. Apakah Undang undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga efektif dalam kasus penelantaran anak di dalam rumah tangga? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap orang tua yang menelantarkan anaknya di dalam rumah tangga. 2. Untuk mengetahui Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga efektif dalan kasus penelantaran anak di dalam rumah tangga. D. Manfaat Penelitian Adapun dengan adanya penulisan hukum ini kiranya dapat bermanfaat: 1. Bagi Penulis : yaitu untuk memperbanyak wawasan penulis dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan memahami bagaimana bentuk pertanggungjawaban hukum terhadap orang tua yang menelantakan

7 anaknya di dalam rumah tangga serta sikap dan tanggung jawab negara dalam menyikapi masalah tersebut. 2. Bagi Orang Tua : yaitu agar para orang tua lebih memperhatikan kesejahteraan anak dan bertanggung jawab penuh atas tumbuh kembang anak. 3. Bagi Masyarakat : yaitu masyarakat akan lebih memahami bagaimana peran dan tanggung jawab hukum dalam melindungi anak-anak yang menjadi korban penelantaran orang tuanya di dalam rumah tangga. 4. Bagi Anak sebagai korban : agar anak memperoleh perhatian khusus dalam keluarga. Selain itu, untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. 5. Bagi Ilmu Pengetahuan : yaitu untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan terutama di bidang hukum. E. Keaslian Penelitian Dalam penelitian yang dilakukan oleh Astrid Fransisca Natalia R., Penelitian Astrid berjudul Kerugian Yang Diderita Anak Sebagai Akibat Tindak Pidana Penelantaran Oleh Orang Tua. Penelitian tersebut diteliti oleh Astrid pada tahun 2008. Hasil dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kerugian yang diderita oleh anak adalah berupa kerugian fisik dan

8 kerugian psikologis. Kerugian fisik yaitu kekurangan gizi. Kerugian psikologis yaitu berupa kepribadian tapal batas, fobia sosial dan gangguan perilaku lainnya. Berbeda dengan hasil penelitian Astrid, penulis lebih cenderung meneliti tentang Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Orang Tua Yang Menelantarkan Anaknya di Dalam Rumah Tangga. Dalam artian, penulis melihat permasalahan tersebut dari sisi pertanggungjawaban hukum terhadap orang tua bukan akibat yang diderita oleh anak. F. Batasan Konsep 1. Pengertian Pertanggung Jawaban Pidana : Perbuatan yang oleh hukum diancam dengan hukuman, bertentangan dengan hukum, dilakukan oleh seseorang yang bersalah dan orang itu dianggap bertanggung jawab atas perbuatannya. 6 2. Pengertian Orang Tua: Ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat. 7 3. Pengertian Menelantarkan : Penelantaran terhadap anak yang dapat mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial. 8 6 Muladi, Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana (Bandung : STH Bandung, 1991), hlm. 5. 7 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 109 8 Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 109

9 4. Pengertian Anak : Seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 9 5. Pengertian Rumah Tangga : Kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari ayah dan atau ibu dan anak. 10 G. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian : penelitian hukum normatif Penulisan hukum normatif merupakan penelitian yang berfokus pada norma dan penelitian ini memerlukan data sekunder (bahan hukum) sebagai data utama. b. Sumber Data Penelitian hukum normatif (data sekunder / bahan hukum sebagai data utama). a.) Bahan hukum primer meliputi bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat terdiri dari Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dan peraturan lainnya. b.) Bahan hukum sekunder meliputi bahan hukum yang berupa tulisantulisan ilmiah di bidang hukumnya dapat memberikan penjelasan 9 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 109. 10 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1979 NOMOR 32.

10 terhadap bahan hukum primer seperti buku-buku mengenai perlindungan hak-hak anak serta buku-buku hukum mengenai penelantaran terhadap anak di Indonesia. c.) Bahan Hukum Tersier meliputi bahan-bahan atau tulisan-tulisan yang dapat menambah penjelasan terhadap bahan hukum primer dan tersier, terdiri dari artikel, internet, makalah, kamus hukum dan lainnya. b. Metode Pengumpulan Data Penulis melakukan metode pengumpulan data melalui studi kepustakaan. Studi kepustakaan ini adalah suatu penelitian kepustakaan yang teknik pelaksanaannya dengan mempelajari sumber-sumber informasi dari beberapa literatur, baik berupa buku-buku ilmiah, dokumen, arsip peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan materi yang diteliti, serta putusan pengadilan yang berkaitan dengan materi yang diteliti. c. Metode Analisis: Penelitian hukum normatif untuk penelitian hukum normatif digunakan analisis kualitatif yaitu analisis dengan menggunakan ukuran kualitatif dan dalam proses penalaran dalam menarik kesimpulan digunakan metode berpikir deduktif. Dalam metode analisis ini, kita melakukan lima tugas ilmu hukum normatif, yaitu : deskripsi hukum positif, sistematisasi hukum positif, analisis hukum positif, interpetasi hukum positif dan menilai hukum positif. Bahan Hukum Primer, terdiri dari :

11 1. Pasal 28B ayat (2) UUD Republik Indonesia Tahun 1945; Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 34 ayat (1) UUD Republik Indonesia Tahun 1945; Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. 2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 73 Tahun 1958, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1958 NOMOR 127 yang menentukan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Untuk Seluruh Indonesia; Pasal 304 : Barangsiapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seseorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan, dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam pidana penjara paling lam dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Pasal 305 : Barangsiapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun untuk ditemu, atau meninggalkan anak itu, dengan maksud untuk melepaskan diri darinya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

12 3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1975 NOMOR 12; Pasal 49 ayat : (1) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal : a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya; b. Ia berkelakuan buruk sekali. (2) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut. 4. Undang-undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak; LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1979 NOMOR 32; Pasal 10 ayat : (1) Orang tua yang terbukti melalaikan tanggungjawabnya sebagaimana termaksud dalam Pasal 9, sehingga mengakibatkan timbulnya hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, dapat dicabut kuasa asuhnya sebagai orang tua terhadap anaknya. Dalam hal itu ditunjuk orang atau badan sebagai wali.

13 (2) Pencabutan kuasa asuh dalam ayat (1) tidak menghapuskan kewajiban orang tua yang bersangkutan untuk membiayai, sesuai dengan kemampuannya, penghidupan, pemeliharaan, dan pendidikan anaknya. (3) Pencabutan dan pengembalian kuasa asuh orang tua ditetapkan dengan keputusan hakim. (4) Pelaksanaan ketentuan ayat (1), (2) dan (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 5. Undang-undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia; LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 165; Pasal 58 ayat : (2) Dalam hal orang tua. wali, atau pengasuh anak melakukan segala bentuk penganiayaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan, dan atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi maka harus dikenakan pemberatan hukuman. 6. Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 109 : Pasal 13 ayat :

14 (1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: a. diskriminasi; b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. penelantaran; d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. ketidakadilan; dan f. perlakuan salah lainnya. (2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman. 7. Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 95; Pasal 49 : Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang : a. menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); b. menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).

15 8. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Konvensi Hak-Hak Anak. Prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi: i. Non diskriminasi; ii. iii. iv. Kepentingan yang terbaik bagi anak; Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan Penghargaan terhadap pendapat anak. Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Beberapa bahan hukum sekunder yang digunakan : a. Muladi, Dwidja Priyatno, 1991, Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana, STH Bandung, Bandung. b. Soerjono Soekanto, 1980, Intisari Hukum Keluarga, Alumni, Bandung. c. Zulkhair Sholeh Soeaidy, 2001, Dasar Hukum Perlindungan Anak, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta. Beberapa bahan hukum tersier, terdiri dari : a. http://www.freewebs.com/childabusea1/pendahuluansebuahtinjauan.ht m, forensik_a1_fkui, Child Abuse : Theory and History, 2007.

16 b. http://www.scribd.com/doc/20301419/profil-perempuan-dan-anak- Indonesia-Tahun-2007, Badan Pusat Statistik atau BPS dan Pusdatin Kementerian Sosial RI, Profil Perempuan dan Anak Indonesia Tahun 2007, 2007, hlm. 1. c. http://prs.depsos.go.id/modules.php?name=news&file=article&sid=58 4, Tira, Berita: Penanganan Bersama 4 (empat) anak terlantar di Depok, 29 Desember 2009, hlm. 1. d. http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/download/96230df18edc 146a062030542b616ffb, Putusan Pengadilan Negeri Medan, No. 2829/Pid.B/2008/PN.Mdn, tgl 27 Januari 2009; Putusan Pengadilan Tinggi Medan, No. 220/PID/2009/PT.Mdn, tgl 27 April 2009; Putusan Mahkamah Agung, No. 1786 K/Pid.Sus/2009, tgl 28 Desember 2009. d. Prosedur Penalaran Prosedur penalaran yang digunakan adalah prosedur penalaran deduktif, yaitu prosedur penalaran yang bertolak dari proposisi umum (bahan hukum primer) yang kebenarannya telah diketahui (diyakini/aksiomatik) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat khusus (bahan hukum sekunder). H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan proposal ini terdiri dari 3 (tiga) bab. Pada masingmasing bab terbagi dalam beberapa sub bab, sehingga mempermudah untuk

17 mengetahui gambaran secara ringkas mengenai uraian yang dikemukakan dalam tiap bab. BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep, metode penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK KORBAN PENELANTARAN DI DALAM RUMAH TANGGA A. Tinjauan Tentang Kehidupan Rumah Tangga Dalam sub bab ini berisikan tentang tinjauan rumah tangga, pengertian anak dan hak-hak anak, baik menurut Undang-Undang Perkawinan, Undang-Undang Kesejahteraan Anak dan Undang-Undang Perlindungan Anak. B. Tinjauan Umum Tentang Penelantaran Anak Dalam Rumah Tangga Dalam sub bab ini berisi tinjauan tentang penelantaran anak; pengertian dan bentuk penelantaran anak di dalam rumah tangga, serta Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang Ditelantarkan Oleh Orang Tua.

18 C. Tinjauan Umum Tentang Pertanggungjawaban Orang Tua Terhadap Penelantaran Anak Dalam sub bab ini berisi peraturan perundang-undangan mengenai penelantaran anak oleh orang tua, data-data mengenai penelantaran anak oleh orang tua, serta beberapa putusan pengadilan tentang kasus penelantaran anak. BAB III : PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan proposal ini yang berisi kesimpulan yang diambil dari penyusunan dari pokok bahasan yang diangkat untuk dapat menjawab identifikasi masalah dan membuat saran-saran terhadap masalah perlindungan terhadap anak dari penelantaran oleh orang tua.