BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

II. TINJAUAN PUSTAKA

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

PENGARUH MEDIA KAPUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK POROS S45C

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH KEKUATAN PENGELASAN PADA BAJA KARBON AKIBAT QUENCHING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH TEMPERATUR CARBURIZING PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP SIFAT SIFAT MEKANIS BAJA S 21 C

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon (C) sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

PENGARUH TEMPERING PADA BAJA St 37 YANG MENGALAMI KARBURASI DENGAN BAHAN PADAT TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. mengalami pembebanan yang terus berulang. Akibatnya suatu poros sering

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486

MODUL 9 PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

BAB I PENDAHULUAN. alat-alat perkakas, alat-alat pertanian, komponen-komponen otomotif, kebutuhan

ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK BAJA MANGAN AUSTENITIK HASIL PROSES PERLAKUAN PANAS

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

SIFAT FISIK DAN MINERAL BAJA

II. TINJAUAN PUSTAKA. unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon

UNIVERSITAS MERCU BUANA

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340

ARANG KAYU JATI DAN ARANG CANGKANG KELAPA DENGAN AUSTEMPERING

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengaruh Unsur-unsur Paduan Pada Proses Temper:

Diajukan Sebagai Syarat Menempuh Tugas Akhir. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah. Surakarta. Disusun Oleh : WIDI SURYANA

bermanfaat. sifat. berubah juga pembebanan siklis,

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

Pembahasan Materi #11

FERIT, PERLIT, SEMENTIT, MARTENSIT, DAN BAINIT

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

yang tinggi, dengan pencelupan sedang dan di bagian tengah baja dapat dicapai kekerasan yang tinggi meskipun laju pendinginan lebih lambat.

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat

II. LANDASAN TEORI. Dalam penggunaannya, logam yang digunakan akan mengalami gaya luar atau

ANALISA QUENCHING PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN MEDIA SOLAR

UJI KEKERASAN BAJA KONSTRUKSI ST-42 PADA PROSES HEAT TREATMENT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985).

Proses perlakuan panas diklasifikasikan menjadi 3: 1. Thermal Yaitu proses perlakuan panas yang hanya memanfaatkan kombinasi panas dalam mencapai

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pergeseran cermin untuk menentukan faktor konversi, dan grafik

BAB II KERANGKA TEORI

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGERASAN PERMUKAAN BAJA KARBON RENDAH DENGAN METODE FLAME HARDENING WAKTU TAHAN 30 MENIT 1 JAM DAN 1 ½ JAM

PENGARUH PERBANDINGAN GAS NITROGEN DAN LPG PADA PROSES NITROKARBURISING DALAM REAKTOR FLUIDIZED BED TERHADAP SIFAT MEKANIS BAJA KARBON RENDAH

Machine; Jurnal Teknik Mesin Vol. 2 No. 2, Juli 2016 ISSN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketika itu banyak terjadi fenomena patah getas pada daerah lasan kapal kapal

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan sifat-sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

PERUBAHAN SIFAT MEKANIK BAJA KONSTRUKSI JIS G4051 S17C SETELAH DILAKUKAN HARDENING DAN TEMPERING

SIDIK GUNRATMONO NIM : D

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam menunjang industri di Indonesia. Pada hakekatnya. pembangunan di bidang industri ini adalah untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia teknik dikenal empat jenis material, yaitu : logam,

Penelitian Sifat Fisis dan Mekanis Roda Gigi Transduser merk CE.A Sebelum dan Sesudah Di-Treatment

LAPORAN TUGAS AKHIR PENELITIAN TENTANG SIFAT-SIFAT KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, KOMPOSISI KIMIA DAN STRUKTUR MIKRO DARI TALI SERAT BAJA BUATAN KOREA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja termasuk logam fero dan logam karbon. Dimana komposisi dasar terdiri sari besi (Fe) dan karbon. Walaupun baja dapat didefenisikan sebagai campuran karbon dan besi, tetapi tidak ada satu jenis baja pun yang hanya terdiri dari dua elemen ini. Karena proses pembuatan dan sifat-sifat alamiah dari bahan-bahan mentah yang digunakan, semua baja mengandung bahan-bahan mentah yang digunakan, semua baja mengandung bahan-bahan lain yang tidak murni dalam jumlah kecil yang bervariasi, seperti fosfor (P), mangan (Mn), silikon (Si), dan sulfur (S) bercampur dengan elemen-elemen sisa lainnya (Love, 1982). Persentase dari unsur-unsur tersebut sangat mempengaruhi sifat dasar lolgam baja yang dihasilkan sebelum baja digunakan, perlu diketahui komposisi dari unsur-unsur baja tersebut agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaannya (Amanto, 1999). Ada beberapa cara mengklasifikasikan baja, yaitu : 1. Menurut cara pembuatannya : Baja Bessemer, Baja Siemen Martin, Baja Listrik. 2. Menurut pemakaiannya : Baja perkakas, Baja Mesin, Baja Konstruksi, Baja Pegas, dan Baja Tahan Karat. 3. Menurut kekuatan atau sifat mekanisnya : Baja Kekuatan Lunak, Baja Kekuatan Tinggi. 4. Menurut struktur mikronya : Baja Eutektoid, Baja Hipoeutektoid, Baja Hipereutektoid, Baja Austenit, Baja Ferrit, dan Baja Martensit. 5. Menurut komposisi kimianya : Baja Larbon, Baja paduan. 6. Menurut proses laku panasnya : Baja Keras Air, dan Baja Keras Minyak. ( Surdia, 1995 )

2.1.1. Baja Karbon Menurut komposisi kimianya, baja dapat dibagi dua kelompok besar, yaitu : baja karbon dan baja paduan. Baja karbon bukan berarti baja yang sama sekali tidak mengandung unsur lain, selain besi dan karbon. Baja karbon masih mengandung sejumlah unsur lain tetapi masih dalam batas-batas tertentu yang tidak banyak berpengaruh terhadap sifatnya. Unsur-unsur ini biasanya merupakan ikatan yang berasal dari proses pembuatan baja seperti mangan dan silikon dan beberapa unsur pengotoran, seperti belerang, fosfor, oksigen, dan nitrogen yang biasanya ditekan sampai kadar yang sangat kecil. Baja karbon dapat digolongkan menjadi tiga bagian berdasarkan jumlah kandungan karbon, yaitu : 1. Baja Karbon Rendah ( Low Carbon Steel ) Baja ini disebut baja ringan ( mild steel ) atau abaj perkakas, baja karbon rendah bukan baja yang keras, karena kandungan karbonnya rendah kurang dari 0,3%. Baja ini mempunyai sifat seperti lunak, mudah dibentuk, dilas, dan dikerjakan dengan mesin sehingga dapat dijadikan mur, baut, batang tarik dan perkakas silinder. 2. Baja Karbon Menengah ( Medium Carbon Steel ) Baja karbon menengah menagndung karbon 0,3-0,6% dan kandungan karbonnya memungkinkan baja untuk dikeraskan sebagian dengan pengerjaan panas (Heat Treatment) yang sesuai. Baja karbon menengah digunakan untuk sejumlah peralatan mesin seperti roda gigi otomotif, batang torak, rantai, dan pegas. 3. Baja Karbon Tinggi ( High Carbon Steel ) Baja karbon tinggi mengandung karbon 0,6 1,5% dibuat dengan cara digiling panas. Pembentukan baja ini dilakukan dengan cara menggerinda permukaannya, misalnya bor dan batang dasar. Baja ini digunakan untuk peralatan mesin- mesin berat, batang pengontrol ( Amanto, 1999 ).

2.1.2. Baja Paduan Baja paduan yaitu baja yang dicampur denga satu atau lebih unsur campuran. Seperti nikel, kromium, molibem, vanadium, mangan, dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki ( kuat, keras, liat ), tetapi unsur karbon tidak dianggap sebagai salah satu unsur campuran. Kombinasi antara dua atau lebih unsur campuran memberikan sifat khas dibandingkan dengan menggunakan satu unsur campuran, misalnya baja yang dicampur dengan unsur kromium dan nikel akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan kenyal (sifat logam ini membuat baja dapat dibentuk dengan cara dipalu, ditempa, digiling dan ditarik tanpa mengalami patah atau retak-retak). Jika baja yang dicampur dengan kromium dan molibden,akan mengahasilkan baja yang mempunyai sifat keras yang baik dan sifat kenyal yang memuaskan serta tahan terhadap panas. 2.1.3. Unsur Campuran Pada Baja 1. Unsur Campuran Dasar (Karbon) Unsur karbon adalah unsur campuran yang paling penting dalam pembentukan baja. Jumlah persentase dan bentuknya membawa pengaruh yang amat besar terhadap sifatnya. Tujuan utama penambahan unsur lain ke dalam baja adalah untuk mengubah pengaruh dari karbon. Unsur karbon dapat bercampur dalam besi dan baja setelah didinginkan secaa perlahan-lahan pada temperatur kamar dalam bentuk sebagai berikut : a) Larut dalam besi untuk membentuk larutan pada ferit yang mengandung karbon di atas 0,006 pada temperatur sekitar 725 ºC. Ferit bersifat lunak, tidak kuat dan kenyal. b) Sebagai campuran kimia dalam besi, campuran ini disebut sebagai sementit (Fe 3 C) yang mengandung 6,67% karbon. Sementit bersifat keras dan rapuh. 2. Unsur Campuran Lain Di samping campuran kimia dan besi, juga terdapat unsur-unsur campuran lainnya yang jumlah persentasenya dikontrol. Unsur-unsur tersebut adalah forpor (P), sulfur

(S), mangan (Mn) dan silikon (Si). Pengaruh unsur tersebut pada baja adalah sebagai berikut : a) Unsur posfor Unsur fosfor membentuk larutan besi fosfida. Baja yang mempunyai titik cair yang rendah tetap menghasilkan sifat yang keras dan rapuh. Baja mengandung unsur fosfor sekitar 0,05%. b) Unsur Sulfur Unsur sulfur membahayakan sulfida yang mempunyai titik cair rendah dan rapuh. Kandungan sulfur harus dijaga agar serendah-rendahnya sekitar 0,05%. c) Unsur Silikon Silikon membuat baja tidak stabil, tetapi unsur ini menghasilkan lapisan grafit yang menyebabkan baja tidak kuat. Baja mengandung silikon sekitar 0,1 0,3%. d) Unsur Mangan Unsur mangan yang bercampur dengan sulfur akan menghasilkan mangan sulfida dan diikuti pembentukan besi sulfida. Baja mengandung mangan lebih dari 1%. 2.2. Perlakuan Panas (Heat Treatment) Untuk memperbaiki sifat sifat mekanis suatu logam perlu adanya suatu perlakuan panas.perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat sifat fisis logam tersebut.melalui perlakuan panas yang tepat,tegangan dalam dapat dihilangkan besar butir dapat diperbesar atau diperkecil, ketangguhan ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan keras disekeliling inti yang ulet (Amstead,1992). Proses yang dilakukan dalam perlakuan panas terdiri dari empat bagian seperti, Pelunakan (Annealing), Penormala (Normalising), Mengeraskan (Haerdening) dan Menemper (Tempering). Pelunakan ( Annealing ) merupakan proses pemanasan yang diikuti dengan pendinginan perlahan-lahan di dalam tungku.

Penormalan ( Normalising ) adalah proses pemanasan di atas suhu kritis atas dan dikeluarkan dari tungku untuk didinginkan di udara terbuka. Mengeraskan ( Hardening ) adalah perlakuan panas pada baja dari titik kritis atas kemudian dilakukan pendinginan cepat ( quenching ). Menemper ( Tempering ) merupakan pemanasan kedua dimana baja dipanaskan sampai di bawah titik kritis bawah kemudian dilakukan pendinginan ( Love, 1982 ) Perlakuan panas pada baja dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Pemanasan pada temperatur rendah Pengerjaan ini adalah tidak akan menghasilkan suatu perubahan dalam struktur baja. Yang terjadi hanya perubahan kecil pada sifat mekaniknya. Apabila dalam pengerjaan ini dihasilkan suatu permukaan baja yang keras, maka dapat dihilangkan dengan cara penuangan. Pengerjaan penuangan dapat dilakukan di dalam mesin perkakas. 2. Pemanasan dalam suhu tinggi Apabila baja dipanaskan terus-menerus yang mengakibatkan suhu pemanasan naik dan mencapai suhu tertentu, maka terjadi pembentukan butiran-butiran baru yang bentuk dan ukurannya kecil dan halus. Pembentukan butiran dapat terjadi walaupun ukuran original sebelumnya besar dan kasar, karena perubahan terjadi sebelum pengerjaan dingin. Proses tersebut dikenal dengan proses pengkristalan kembali. Temperatur pengkristalan kembali untuk beberapa logam dapat dilihat pada tabel 2.1. Pengkristalan dapat dikatakan kompleks apabila seluruh struktur logam terdiri dari butir-butir halus. Tabel 2.1. Pengkristalan kembali pada beberapa logam Jenis Logam Temperatur (ºC) Pengkristalan kembali Titik Cair Wolfram 1200 3410 Molibdeum 900 2620 Nikel 600 1458 Besi 450 1535 Kuningan 400 900-1050 Perunggu 400 900-1050

Tembaga 200 1083 Perak 200 960 Aluminium 150 660 Magnesium 150 651 Seng 70 419 Timbal 20 327 Timah 20 232 2.3. Media pendingin Media pendingin adalah merupakan suatu sarana akan suatu zat, baik berupa larutan, padatan maupun gas yang sifatnya sebagai pendingin terhadap bahan logam setelah melalui proses perlakuan panas yang juga sangat mempengaruhi perubahan fisis atau sifat-sifat mekanik dari bahan logam. Pada umumnya media pendinngin yang dipakai pada proses perlakuan panas tergantung pada pemanasan apa yang dilakukan serta pembentukan sifat baru yang ingin didapatkan sehingga diperlukan adanya variasi pada media pendingin yang juga merupakan faktor pengendali jenis serta sifat bahan logam yang akan dihasilkan. Proses perlakuan panas yang biasanya dilakukan untuk media pendingin dilakukan dengan temperatur yang berbeda serta dengan adanya variasi dari konsentrasi media pendingin. Dimana dengan meningkatnya konsentrasi larutan akan mengurangi kecepatan pendinginan. Sebagai media pendingin yang umum dipakai tergantung dari pembentukan sifat serta sesuai dengan proses pemanasan yang dilakukan, adalah sebagai berikut : a. Udara Pendinginan di udara adalah merupakan suatu pendinginan secara perlahan-lahan di ruangan terbuka yang bertujuan untuk menormalkan kembali struktur logam karena adanya efek pengerjaan terhadap bahan baja, pada pendinginan di udara terjadi pada fasa austenisasi, 50 0 C 60 0 C di dalam daerah austenit murni. Pendinginan di udara mencegah terjadinya segresi proetekrad yang berlebihan dan terbentuknya struktur mikro perlit yang halus, dan proses ini disebut dengan Normalising. Pendinginan secara perlahan-lahan

dengan media pendinginan adalah udara terjadi pada proses Annealing dimana pada proses ini terjadi pada pendinginan secara perlahan- lahan daripada proses Normalising, pada proses pendinginan secara Annealing pendinginan dilakukan pada tungku ( furnance ) atau di ruang yang agak tertutup sehingga jumlah udara yang masuk agak terbatas yang akan mempengaruhi kecepatan pendinginan. b. Oli, NaCl, NaOH, dan Air Pendinginan di oli, NaCl, NaOH, dan air merupakan suatu pendinginan dengan kecepatan setelah dilakukan pemanasan sampai temperatur 50 0 C di atas temperatur titik kritis selama beberapa waktu, proses pendinginan biasanya juga disebut dengan celup langsung. Pendinginan dengan kecepatan akan menghasilkan martensit yang keras dan agak rapuh. Pada proses pendinginan ini akan terbentuk austensit yang lebih padat daripada martensit dan juga lebih padat dari ferit ditambah dengan karbida, hal ini yang merupakan masalah pada pendinginan secara celup langsung dari autensit ke martensit Karena bagian tengah yang lebih lambat pendinginannya bertransformasi dan muai, setelah permukaannya lebih cepat pendinginannya menjadi martensit yang rapuh jadi retak dapat terjadi pada baja dengan ukuran lembaran atau kawat khususnya bila kadar karbon lebih besar dari 0,5%. c. Larutan NaOH Logam natrium sangat reaktif dengan air, sehingga reaksinya dapat menimbulkan ledakan. Jika natrium direndam dalam air, natrium bereaksi dengan cepat menghasilkan gelembung gas hidrogen yang dapat terbakar dan suatu zat yang disebut Natrium Hidroksida ( NaOH ) atau disebut sebagai Lindi. Larutan NaOH merupakan penghantar listrik yang baik dan juga larutan NaOH merupakan basa kuat dari natrium. 2 Na + 2H 2 O 2 NaOH + H 2

Kegunaan Logam Alkali dan Senyawanya Kegunaan natrium ( Na ) Sebagai pendingin pada reaktor nuklir Natrium digunakan pada pengolahan logam-logam tertentu Natrium digunakan pada industri pembuatan bahan anti ketukan pada bensin yaitu TEL (tetraetillead) Uap natrium digunakan untuk lampu natrium yang dapat menembus kabut Untuk membuat senyawa natrium seperti Na2O2 (natrium peroksida) dan NaCN (natrium sianida) Natrium juga digunakan untuk foto sel dalam alat-alat elektronik. Kegunaan Senyawa Natrium Natrium Klorida Senyawa natrium yang paling banyak diproduksi adalah natrium klorida (NaCl). Natrium klorida dibuat dari air laut/ dari garam batu. Kegunaan senyawa natrium klorida antara lain : Bahan baku untuk membuat natrium (Na), klorin (Cl 2 ), hydrogen (H 2 ), hydrogen klorida (HCl) serta senyawa- senyawa natrium seperti NaOH dan Na 2 CO 3. Pada industri susu serta pengawetan ikan dan daging. Di negara yang bermusim dingin, natrium klorida digunakan untuk mencairkan salju di jalan raya. Regenerasi alat pelunak air. Pada pengolahan kulit. Pengolahan bahan makanan yaitu sebagai bumbu masak atau garam dapur. Natrium Hidroksida (NaOH) Natrium hidroksida dihasilkan melalui elektrolisis larutan NaCl. Natrium hidroksida disebut dengan nama kaustik soda atau soda api yang banyak digunakan dalam industri berikut :

Industri sabun dan deterjen. Sabun dibuat dengan mereaksikan lemak atau minyak dengan NaOH. Industri pulp dan kertas. Bahan dasar pembuatan kertas adalah selulosa (pulp) dengan cara memasak kayu, bambu dan jerami dengan kaustik soda (NaOH). Pada pengolahan aluminium Kaustik soda digunakan untuk mengolah bauksit menjadi Al 2 O 3 (alumina) murni. NaOH juga digunakan dalam industri tekstil, plastik, pemurnian minyak bumi, serta pembuatan senyawa natrium lainnya seperti NaClO. 2.4.1.Pengerasan(Hardening) Pengerasan adalah proses pemanasan baja samapai suhu di atas daerah kritis, disusul dengan pendinginan yang cepat. Bila kadar karbon diketahui, suhu pemanasannya dapat dibaca dan diagram keseimbangan seperti gambar 2.1. Akan tetapi, bila komposisi baja tidak diketahui perlu dilakukan percobaan untuk mengetahui daerah pemanasannya. 900 AUSTANITE DERAJAT CELCIUS 800 700 600 FERRITE DAN AUSTANITE FERRITE DAN PEARLITE TITIK TITIK KRITIS ATAS TITIK TITIK KRITIS BAWAH AUSTANITE DAN CAMENTITE CAMENTITE DAN PEARLITE 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 % KARBON DALAM BESI PEARLITE SEPENUHNYA Gambar 2.1. Diagram Keseimbangan. Sumber : Love, 1982 Kekerasan yang dapat dicapai tergantung pada persentase kadar karbon dalam baja. Kekerasan juga tergantung pada temperatur pemanasan (autenintising

temperature), holding time dan laju pendinginan yang dilakukan serta seberapa tebal bagian penampang yang menjadi keras bergantung pada herdenability. Untuk memperoleh kekerasan yang baik (martensit yang keras) maka pada saat pemanasan harus dapat dicapai struktur austenit, karena hanya austenit yang dapat bertransformasi menjadi martensit. Bila pada saat pemanasan masih terdapat struktur lain maka pada saat didinginkan akan diperoleh struktur yang tidak seluruhnya terdiri dari martensit. Bila struktur lain itu bersifat lunak, misalnya ferit maka tentunya kekerasan yang tercapai juga tidak akan maksimum. Untuk menentukan temperatur pemanasan yang baik untuk proses pengerasan yang dilakukan terhadap suatu baja perlu dilakukan suatu percobaan pemanasan dan quenching pada beberapa temperatur dan dianalisis struktur yang terjadi. Pada beberapa literatur dan juga pada brosur dari pabrik pembuatan baja dapat diperoleh daerah temperatur pemanasan untuk hardening yang juga akan saling tergantung pada beberapa faktor lain, antara lain holding time (Dalil dkk, 1999). 2.4.2.Pengerasan Baja Pengerasan yang dilakukan secara langsung adalah baja dipanaskan untuk menghasilkan struktur austenit dan selanjutnya didinginkan. Pembentukan sifat-sifat dalam baja bergantung pada kandungan karbon, temperatur pamanasan, sistem pendinginan serta bentuk dan ketebalan bahan. 1. Pengaruh unsur karbon Supaya dihasilkan suatu perubahan sifat-sifat baja, maka unsur karbon yang larut dalam padat harus secukupnya setelah dilakukan pendinginan untuk menghasilkan perubahan lapisannya. Jika kandungan karbon kurang dari 0,15%, maka tidak terjadi perubahan sifat-sifat baja setelah didinginkan. Kenaikan kandungan karbon berhubungan dengan kenaikan kekuatan dan kekerasan sebagai hasil dari pendinginan. Tetapi kenaikan tersebut akan mengurangi kekenyalan pada baja seperti gambar 2.2. 2. Pengaruh suhu pemanasan

Supaya terjadi palarutan yang lengkap sebagai hasil dari pendinginan, maka penting adanya pelarutan unsur karbon dalam jumlah yang cukup laruatan padat sebgai hasil dari pemanasan. Baja yang mengandung karbon kurang dari 0,83% dipanaskan di atas titik kritis atas (tertinggi). Seluruh unsur karbon masuk ke dalam larutan padat dan selanjutnya didinginkan. Baja dengan kandungan karbon lebih dari 0,83% biasanya dipanaskan hanya sedikit di atas titik kritis terndah (bawah). Dalam hal ini tidak terjadi perubahan perlit menjadi austenit. Pendinginan yang dilakukan pada suhu itu akan membentuk martensit, seperti gambar 2.3. Sewaktu kandungan karbon di atas 0,83% tidak terjadi perubahan sementit bebas menjadi austenit karena larutannya telah menjadi keras. Sehingga perlu dilakukan pemanasan pada suhu tinggi untuk mengubahnya dalam bentuk austenit. Austenit akan menghasilkan struktur berbentuk kasar tanpa mengalami penambahan yang cukup besar pada kekerasan dan kekuatannya. Akan tetapi menyebabkan baja menjadi lebih rapuh setelah didinginkan. Lamanya pemanasan tergantung pada ketebalan bahan, tetapi bahan tidak berukurn panjang karena akan menghasilkan struktur yang kasar. 1.000 800 NILAI KEKERASAN (HV) 600 400 SETELAH DIKERASKAN 200 SEBELUM DIKERASKAN 0 2 4 6 8 10 12 % KARBON Sumber : Amanto, 1999 Gambar 2.2. Hubungan antara kandungan karbon dengan kekerasan baja

o SUHU ( C) 1.000 o 30 C 900 o 20 C 800 700 600 500 400 TITIK KRITIS ATAS TITIK KRITIS BAWAH 300 200 0 2 4 6 8 10 12 % KARBON Gambar 2.3 Suhu pemanasan Sumber : Amanto, 1999 3. Pengaruh pendinginan Jika baja didinginkan dengan kecepatan minimum yang disebut dengan kecepatan pendingin kritis, maka seluruh austenit akan berubah ke dalam bentuk martensit, sehingga dihasilkan kekerasan baja yang maksimum.metode pencelupan secara cepat yang di sebut quenching pada proses ini diperoleh struktur martensit akibat penurunan temperature dan suhu austenite kesuhu kamar yang menyebabkan logam menjadi keras. 2.5. Sifat Mekanik Logam Sifat mekanik suatu logam adalah kemampuan atau kelakuan logam untuk menahan beban yang diberikan baik bebas statis atau dinamis pada suhu kamar, suhu tinggi maupun di bawah suhu 0ºC. Beban statis adalah beban yang tetap besar dan arahnya setiap saat. Sedangkan beban dinamis adalah beban yang besar dan arahnya bisa berubah meurut waktu. Beban statis dapat berupa beban tarik, tekan lentur, puntir, geser, dan kombinasi dari beban tersebut. Sementara itu, beban dinamis dapat berupa beban yang tiba-tiba berubah-ubah. Sifat mekanik logam meliputi : kekuatan, kekerasan, kegetasan, keuletan, aus dan lain-lain.

2.5.1. Kekerasan (Hardness) Kekerasan adalah ketahanan bahan terhadap deformasi plastis, karena pembebanan setempat pada permukaan berupa goresan atau penekanan. Sifat ini banyak berhubungan dengan kekuatan, daya tahan aus dan kemampuan dikerjakan dengan mesin (mampu mesin). Cara pengujian kekerasan ada tiga yaitu dengan menggores, menjatuhkan dan dengan melakukan penekanan (uji tekan). Kekerasan suatu bahan dapat berubah bila dikerjakan dengan pengerjaan dingin (cold worked) seperti pengerolan, penarikan, serta kekerasan dapat dicapai sesuai kebutuhan dengan perlakuan panas (Surdia, 1995) Kekerasan suatu bahan dapat diketahui dengan pengujian kekerasan memakai mesin uji kekerasan (hardness tester) menggunakan tiga cara atau metode yang telahb banyak dilakukan yaitu metode brinel, rockwell dan vicker. 2.5.2. Kekuatan Tarik Kekuatan tarik merupakan sifat mekanik yang sangat penting dari suatu logam, terutama untuk perhitungan-perhitungan konstruksi. Untuk memperoleh informasi tentang kekuatan tarik dilakukan pengujian tarik. Dalam pengujian tarik, batang uji dikenai beban aksial yang ditambah secara berangsur-angsur secara kontinu. Pada saat yang bersamaan dilakukan pengukuranpengukuran yang diperlukan untuk menentukan besarnya tegangan dan regangan. Bila suatu logam dibebani beban tarik maka akan mengalami deformasi, yaitu perubahan ukuran atau bentuk karena pengaruh beban yang dikenakan pada benda tersebut. Deformasi ini dapat terjadi secara elastis dan secara plastis (Sumanto, 1996). Deformasi elastis adalah suatu perubahan yang segera hilang kembali apabila beban ditiadakan. Deformasi plastis adalah suatu perubahan bentuk yang tetap ada meskipun benda yang menyebabkan deformasi ditiadakan. 2.5.3. Prinsip Pengujian Tarik

Pengujian tarik biasanya dilakukan terhadap spesimen atau batang uji yang standar. Batang uji tarik tersebut dipasang pada mesin tarik, dijepit dengan mesin tarik pada kedua ujung bahan dan ditarik memanjang secara perlahan-lahan. Selama penarikan setiap saat dicatat dengan grafik yang tersedia dalam mesin tarik. Besarnya gaya pertambahan panjang yang terjadi adalah sebagai akibat dari gaya tarik tersebut. Penarikan terus dilakukan sampai benda terputus. 2.5.4. Kekuatan Tarik Maksimum (Ultimate Tensile Strength) Kekuatan tarik maksimum dinyatakan sebagai beban maksimum yang dapat diterima oleh bahan dibagi luas penampang semula bahan uji tanpa menjadi rusak atau putus. Kekuatan tarik maksimum (UTS) dinyatakan dengan rumus : UTS = σ u = F maks A 0.. 2.1 Dimana : σ u F maks A 0 = kekuatan tarik bahan (N/m²) = beban maksimum (N) = luas penampang semula batang uji (m²) 2.5.5. Regangan (ϵ) Akibat tarikan, bagian panjang batang L mengalami ulur atau perpanjangan sebesar ΔL. Perpanjangan relatif yaitu pertambahan panjang persatuan panjang awal, didefinisikan sebagai regangan (Strain) normal dan dapat ditulis sebagai berikut : dimana: ε = Regangan ϵ = ΔL L = (L L0) L0 Lₒ = panjang batang uji mula-mula (m) L = panjang batang uji setelah menerima beban (m). 2.2

2.5.6. Modulus Elastisitac (E) Modulus elastisitas adalah kemiringa kurva dari diagram tegangan dan regangan dalam daerah elastisitas linier. Modulus elastisitas dapat dihitung dengan membagi tegangan (σᵤ) dan regangan (E). E = σ u.. 2.3 є Di mana : E = modulus elastisitas (N/ m²) σ u = kekuatan tarik (N/ m²) Є = Regangan. 2.6. Pengaruh Suhu Terhadap Benda Suhu atau temperatur merupakan ukuran panas atau dinginnya suatu benda. Benda mempunyai suhu lebih tinggi dikatakan lebih panas. Benda mempunyai suhu lebih rendah dikatakan lebih dingin. Banyak sifat-sifat zat yang berubah terhadap perubahan suhunya. Sebagai contoh, sebagian besar zat akan memuai bila dipanaskan. Kecuali air bila dipanaskan dari 0ºC - 4ºC akan menyusut dan setelah 4ºC memuai. Gejala ini disebut anomali air. Sebatang besi akan lebih panjang ketika panas dari pada saat besi itu dingin (Tim Fisika Dasar, 2002). Ada beberapa sifat zat yang berubah bila dipanaskan. Di antara sifat-sifatnya yang berubah itu adalah warnanya (besi yang panas pijar), volumnya, tekanannya dan daya hantar listriknya atau hambatannya (Kertiasa, 1994). Sifat-sifat zat yang berubah bila dipanaskan itu disebut sifat termometrik zat. Sifat termometrik ini dapat digunakan sebagai dasar untuk pengukuran suhu. Misalnya, pada besi menggunakan warna pijaran besi sebagai ukuran cukup atau tidak cukupnya suhu besi untuk ditempah.