P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 05 Oktober 2011 Indeks 1. Kasus Suap Kemenakertrans Dharnawati Tertipu Nyoman Soal Uang lebaran Rp 1,5 M Buat Cak Imin 2. Dugaan Korupsi Kasus Pembobolan Elnusa Mulai Disidangkan 3. Orang Dekat Muhaimim Terima Fee dari 10 Pengusaha 4. Dharnawati Sebut 5 Persen Fee untuk Kementrian Keuangan 5. KPK Pusust Temuan Aliran Dana Robert Tantular ke Budi Mulya 6. KPK Tahan Mantan Bupati Nias Selatan Detik.com Rabu, 5 Oktober 2011 Kasus Suap Kemenakertrans Dharnawati Tertipu Nyoman Soal Uang Lebaran Rp 1,5 M Buat Cak Imin Jakarta - Tersangka kasus suap di Kemenakertrans Dharnawati merasa ditipu oleh Dadong dan Nyoman yang merupakan pejabat Kemenakertrans terkait pemberian uang Rp 1,5 miliar kepada Menakertrans Muhaimin Iskandar. Dia mengaku,
penyerahan uang ke dua orang tersebut karena keadaan sudah terdesak. "Saya terpengaruh karena mereka bilang karena kebutuhan lebaran Pak Menteri (Muhaimin), yang mengacu juga dengan waktu libur yang sudah terjepit, akhirnya saya mengiyakan," ungkap Dharnawati usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jl Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Selasa (4/10/2011) malam. Dharnawati menjelaskan, dirinya juga sering diancam melalui SMS oleh Dadong dan Nyoman agar membayarkan uang tersebut. Dia sendiri mengaku tidak yakin uang itu akan diserahkan oleh Muhaimin. "Karena mereka minta tolong untuk Pak Menteri, saya minta kroscek dulu. Hanya sayang, Pak Menterinya tidak ketemu. Sementara uang posisinya sudah saya tarik, dan untuk membawa uang itu kembali ke rumah riskan karena besok libur. Itu yang saya takut, terpaksa dengan berat hati saya serahkan. Dengan catatan saya membuat kuitansi," katanya. Dharnawati yakin, permintaan uang itu hanya inisiatif Nyoman pribadi. Dia pun merasa tertipu atas tindakan Nyoman tersebut. "Betul-betul (inisiatif Nyoman). Maka itu saya suruh kroscek uang itu nyampe nggak ke Pak Menteri karena sesungguhnya saya setengah yakin. Tapi sekali lagi karena saya pikir yang menerima Pak Sekdir dan Pak Sekdirkan Pak Menteri," tambahnya. "Tapi jelas, saya merasa tertipu," tegas Dharnawati. Cetak.kompas.com Rabu, 5 Oktober 2011 DUGAAN KORUPSI Kasus Pembobolan Elnusa Mulai Disidangkan BANDUNG, KOMPAS - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung mulai menyidangkan kasus pembobolan dana Rp 111 miliar milik PT Elnusa yang terjadi tahun 2009-2010. Baru dua terdakwa yang dihadapkan di depan pengadilan, yakni Itman Harry Basuki serta Teuku Zulham Sjuib. Keduanya disidangkan terpisah dengan majelis hakim yang diketuai Gusti Ngurah Arthanaya, Selasa (4/10). Itman didampingi kuasa hukum, sementara Zulham maju
sendiri ke pengadilan. Agenda sidang berikutnya langsung pada pemeriksaan saksi karena pihak Itman tidak mengajukan keberatan. Dalam agenda pembacaan dakwaan, tim jaksa penuntut umum (JPU) yang diketuai Aprilliana Purba menjerat keduanya dengan pasal berlapis. Diawali dengan dakwaan primer mengenai korupsi dan disertai pasal pencucian uang. Ancaman hukuman maksimal yang bisa mereka terima adalah 20 tahun penjara. Sidang bakal digelar dua kali dalam seminggu mengingat saksi yang dihadirkan mencapai 30 orang lebih. Kuasa hukum Itman, Petrus Bala Pattyona, mengutarakan, dia tidak akan membuang waktu dengan mengajukan nota keberatan meski jaksa menghujani kliennya dengan pasal berlapis. Jaksa hanya membidik salah satu pasal yang didakwakan, kronologinya sama, katanya. Pembobolan Elnusa terjadi saat ada dana yang diinvestasikan secara sepihak tanpa melalui rapat umum pemegang saham oleh orang dalam Elnusa ke Bank Mega Cabang Jababeka. Sejak September 2009, Elnusa menggelontorkan dana sebesar Rp 161 miliar yang dilakukan dalam beberapa tahap untuk didepositokan di Bank Mega. Bank itu dipilih karena tawaran bunga mencapai 7,75 persen per tahun. Meskipun Elnusa mendapatkan bunga dari deposito tersebut, dana Rp 161 miliar yang sudah diinvestasikan ternyata dikeluarkan oleh orang dalam Bank Mega Jababeka untuk pihak ketiga dan digunakan untuk transaksi derivatif, seperti komoditas berjangka, saham berjangka, dan mata uang asing. Menurut dakwaan JPU, hal tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan Elnusa. Tidak jelas Sebelum ketahuan, Elnusa sempat menarik dana mereka sebesar Rp 50 miliar. Begitu diminta untuk dicairkan seluruhnya, baru terbongkar bahwa uang sebanyak Rp 111 miliar tidak jelas rimbanya. Pada saat pembobolan itu terjadi, ungkap JPU, Itman menjabat sebagai Kepala Kantor Cabang Pembantu Bank Mega Jababeka, sementara Zulham menjadi karyawan di PT Harvestindo Asset Management. JPU menuding Itman berperan dominan dalam kasus pembobolan Elnusa. (ELD) Tempointeraktif.com Selasa, 4 Oktober 2011
Orang Dekat Muhaimin Terima Fee dari 10 Pengusaha TEMPO Interaktif, Jakarta - Tersangka kasus suap proyek transmigrasi Tersangka kasus suap proyek transmigrasi Dharnawati menyatakan sekitar 10 pengusaha telah memberikan commitmen fee kepada Sindu Malik Pribadi dan Iskandar Siadjo alias Acos. Kesepuluh pengusaha yang berasal dari Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan itu melunasi fee yang disyaratkan sebesar 10 persen. "Mereka menyetor duit secara angsur antara tiga sampai empat kali," kata Dharnawati seusai menjalani pemeriksaan di KPK, Selasa 3 Oktober. Dharnawati mengaku yakin duit itu sampai ke tangan kedua orang yang disebutsebut dekat dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar itu. Sebab, ia melihat bukti penyerahan duit tersebut. "Terdapat kuitansi dan selembar kertas bertuliskan daftar nama pengusaha itu," ujar dia mengaku tak mengingat nama-nama pengusaha maupun total duit yang telah disetor. Dharnawati adalah Kuasa Direktur PT Alam Jaya Papua. Ia tertangkap tangan menyuap Sekretaris Direktorat Jenderal Pengembangan Kawasan Transmigrasi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, I Nyoman Suisnaya serta Kepala Bagian Perencanaan, Evaluasi, dan Pelaporan Kementerian, Dadong Irbarelawan. Dari penangkapan itu, KPK menyita duit yang diduga hasil suap Rp 1,5 miliar. Menurut tersangka, uang itu rencananya akan diberikan kepada Menteri Muhaimin sebagai hadiah Lebaran. Pemberian uang itu diduga ada kaitannya dengan Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah di Kawasan Transmigrasi untuk 19 kabupaten pada APBN-Perubahan 2011 yang berbiaya Rp 500 miliar. Sindu adalah bekas pejabat Kementerian Keuangan sedangkan Acos adalah pengusaha. Iskandar juga memiliki kedekatan dengan Wakil Ketua Badan Anggaran DPR, Tamsil Linrung. Kedua orang ini diduga bekerja sama dengan Muhammad Fauzi, Ali Mudhori, dan Dani Nawawi dalam menyusun proyek DPPID. Mereka diduga kompak meminta 10 persen commitment fee kepada pengusaha sebagai imbalan memenangkan proyek.fauzi, Ali, dan Dani juga disebut-sebut orang dekat Muhaimin. Dharnawati mengatakan Sindu maupun Acos memaksanya untuk ikut menyerahkan commitment fee tersebut. Namun dirinya menolak karena jumlah duit tersebut dinilai terlalu tinggi. "Saya tawar 8 persen tapi mereka tak mau," kata dia.
Akibat penolakan itu, Dharnawati mengaku hubungannya dengan Sindu maupun Acos menjadi renggang. Apalagi mereka menganggap dirinya tidak memiliki uang. "Saya punya finance loh." TRI SUHARMAN Tempointeraktif.com Selasa, 4 Oktober 2011 Dharnawati Sebut 5 Persen Fee untuk Kementerian Keuangan TEMPO Interaktif, Jakarta - Tersangka kasus suap proyek transmigrasi Dharnawati menyatakan syarat commitment fee 10 persen dalam proyek Kawasan Transmigrasi tidak hanya untuk Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat. Sebagian fee akan dibagi untuk Kementerian Keuangan. "Sebanyak 5 persen untuk Menkeu (Menteri Keuangan)," kata Dharnawati seusai menjalani pemeriksaan di KPK, Selasa 3 Oktober. Meski demikian, Ia mengaku tak tahu identitas orang Kementerian Keuangan tersebut. Ia juga membantah orang yang dimaksud adalah Menteri Keuangan Agus Martowardojo. "Bukan bukan (Agus Marto)," ucap dia. "Saya tidak tahu karena saya tidak pernah urusin." Dharnawati adalah Kuasa Direktur PT Alam Jaya Papua yang tertangkap tangan menyuap Sekretaris Direktorat Jenderal Pengembangan Kawasan Transmigrasi, I Nyoman Suisnaya serta Kepala Bagian Perencanaan, Evaluasi, dan Pelaporan, Dadong Irbarelawan. Dari penangkapan itu, KPK menyita duit yang diduga hasil suap Rp 1,5 miliar. Menurut tersangka, uang itu rencananya akan diberikan kepada Menteri Muhaimin sebagai hadiah Lebaran. Pemberian uang itu diduga ada kaitannya dengan Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) di Kawasan Transmigrasi untuk 19 kabupaten pada APBN-Perubahan 2011 Rp 500 miliar. Dharnawati mengatakan informasi mengenai commitment fee diperoleh dari Sindu Malik Pribadi dan Iskandar Siadjo alias Acos, dua orang yang diduga memakelari proyek tersebut. Informasi itu mencuat saat dirinya dipaksa untuk ikut menyerahkan commitment fee tersebut "Saya tidak mau mengikuti mereka punya desakan," ucap pengusaha asal Makassar,
Sulawesi Selatan tersebut. Sindu adalah bekas pejabat Kementerian Keuangan sedangkan Acos adalah pengusaha. Keduanya diduga dekat dengan Menteri Muhaimin, Acos juga diduga dekat dengan Wakil Ketua Badan Anggaran DPR, Tamsil Linrung. TRI SUHARMAN Detik.com Selasa, 4 Oktober 2011 KPK Usut Temuan Aliran Dana Robert Tantular ke Budi Mulya Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengendus adanya aliran dana dari mantan pemilik Bank Century Robert Tantular ke Deputi Gubernur BI Budi Mulya. KPK saat ini tengah menindaklanjuti temuan tersebut. "Info sekecil apapun, akan kita tindak lanjuti. Kita tunggu informasi lengkapnya," terang Jubir KPK Johan Budi SP kepada wartawan di kantornya, Jl Rasuna Said, Jaksel, Selasa (4/11/2011). Johan memastikan proses penyelidikan kasus Century di KPK saat ini terus berjalan. Mengenai kemungkinan pemanggilan Budi Mulya, Johan menjawab diplomatis. "Siapapun juga, jika dibutuhkan keterangannya akan kita panggil. Yang pasti proses penyelidikan kasus Century terus berjalan," terang Johan. Bank Indonesia (BI) mengamini adanya setoran dana Rp 1 miliar dari Robert Tantular kepada Deputi Gubernur BI Budi Mulya. Pihak BI menyebut aliran dana itu untuk pinjaman pembelian tanah. Salah seorang sumber di KPK yang enggan disebutkan namanya, yang menangani penyelidikan kasus Century memastikan adanya aliran dana ke pimpinan BI. Temuan itu pun sudah dikoordinasikan dengan Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Dana Rp 1 miliar itu diberikan pada Agustus 2008 lalu. Sebelumnya Juru Bicara BI Difi A Johansyah kepada detikfinance, Senin (3/10) membenarkan adanya aliran dana itu, tetapi sifatnya pinjaman. "Menurut keterangan Budi Mulya, dana Robert Tantular itu adalah pinjaman pribadi. Jadi keterangan Pak Budi Mulya cuma itu doang," tegas Diffi.
(fjp/fay) Detik.com Selasa, 5 Oktober 2011 KPK Tahan Mantan Bupati Nias Selatan Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Bupati Nias Selatan, Fahuwusa Laia. Fahuwusa ditahan dalam kasus dugaan suap kepada anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat Pilkada Nias Selatan tahun 2010 lalu. "Hari ini kita melakukan penahanan terhadap tersangka FL selama 20 hari ke depan demi kelancaran proses penyidikan," ujar Kabiro Humas KPK Johan Budi di kantornya, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Selasa (4/10/2011). Fahuwusa ditahan usai menjalani pemeriksaan perdananya. Dia digiring ke Rutan Cipinang seusai diperiksa KPK pukul 16.00 WIB. Fahuwusa tidak berkomentar apapun mengenai penahanannya. Politikus Demokrat ini langsung masuk ke mobil tahanan sambil menutupi wajahnya. Fahuwusa diumumkan sebagai tersangka pada 26 April 2011. Ia dijerat sebagai tersangka atas dugaan percobaan pemberian suap berupa uang senilai Rp 100 juta kepada anggota KPU, Saut Hamonangan Sirait. Pemberian uang dimaksudkan agar Saut selaku Koordinator Pemilukada wilayah Sumatera Utara bisa mengikutsertakan Fahuwusa sebagai calon bupati Nias Selatan periode 2010-2016. Sebabnya, pencalonan Fahuwusa dalam pemilukada bupati Nias Selatan dianulir karena tidak memiliki ijazah SMP dan SMA. Kasus dugaan suap ini dilaporkan ke KPK oleh Saut. Anggota KPU Divisi Pengawas itu melaporkan uang dari Fahuwusa sebagai penerimaan gratifikasi. Oleh KPK, Fahuwusa dijerat sebagai tersangka menggunakan Pasal 5 ayat 1 dan atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (rdf/lrn)
Humas PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) (P) +62-21-3850455/3853922 (F) +62-21-3856809/3856826 (E) humas-ppatk@ppatk.go.id DISCLAIMER: Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan digunakan khusus untuk PPATK dan pihak-pihak yang memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.