II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

BAB II KAJIAN TEORITIK

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. dahulu kita harus mengetahui definisi dari masalah itu sendiri. Prayitno (1985)

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. aktif mengungkapkan gagasan dan ide-ide secara individual maupun kelompok.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika terdiri dari berbagai konsep yang tersusun secara hierarkis, sehingga

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Representasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Efektivitas erat kaitannya dengan tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

TINJAUAN PUSTAKA. Pemahaman berasal dari kata paham yang menurut Kamus Besar Bahasa

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB II KAJIAN TEORI. E. Kajian Teori. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah. Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek yang biasanya

BAB II KAJIAN TEORITIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum belief diartikan sebagai keyakinan atau kepercayaan diri terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan

BAB II KAJIAN TEORITIK. spesifik (Solso, 2008). Menurut Suherman (2001) pemecahan masalah merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah penalaran matematis dalam beberapa literatur disebut dengan mathematical

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan cepat dan pesat sering kali terjadi dalam berbagai bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Komunikasi dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Guided Discovery (Penemuan Terbimbing) 1. Pengertian Pembelajaran Guided Discovery

II. KERANGKA TEORITIS. kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

MODEL PEMBELAJARAN PBL ( PROBLEM BASED LEARNING)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

KOLABORASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF LEARNING TYPE JIGSAW DAN PROBLEM BASED LEARNING ( PBL ) Nawir R MTs Negeri Model Palopo

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

TINJAUAN PUSTAKA. pemahaman dapat dimaksudkan sebagai proses, cara, atau perbuatan memahami.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI LINGKARAN SISWA KELAS VIII

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget (dalam Dahar, 1989:

BAB II LANDASAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti. merupakan proses informasi ilmu dari guru kepada siswa.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB II KAJIAN TEORI. berupa masalah ataupun soal-soal untuk diselesaikan. sintesis dan evaluasi (Gokhale,1995:23). Menurut Halpen (dalam Achmad,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. KAJIAN PUSTAKA. Manusia dalam hidupnya tidak pernah lepas dari belajar, karena dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu

II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

II TINJAUAN PUSTAKA. menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar, dalam proses belajarmengajar,

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan. Efektivitas menekankan pada

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan. Proses pembelajaran di dalam kelas harus dapat menyiapkan siswa

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

Transkripsi:

11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning Teori yang melandasi Problem Based Learning adalah teori Vygotsky, Bruner dan Dewey. Teori Vgostky menjelaskan bahwa siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui bahasa. Menurut Vygotsky, proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas tersebut masih berada dalam jangkauan mereka yang disebut dengan zone of proximal development,yaitu daerah tingkat perkembangan sedikit di atas daerah perkembangan seseorang saat ini. Pembelajaran terjadi melalui tantangan dan bantuan dari guru atau teman sejawat yang lebih mampu, siswa bergerak ke dalam zona perkembangan terdekat mereka dimana pembelajaran baru terjadi (Ibrahim dan Nur 2005: 19). Menurut Dewey (Trianto, 2009) dalam memecahkan masalah terdapat lima langkah, yaitu (1) siswa mengenali masalah, (2) siswa menyelidiki dan menganalisis kesulitannya dan menentukan masalah yang dihadapinya, (3) siswa menghubungkan semua kemungkinan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut, (4) siswa menimbang kemungkinan jawaban yang ia temukan dengan akibatnya masing-masing, dan (5) siswa mencoba mempraktikan salah

12 satu kemungkinan yang ia pandang terbaik untuk memecahkan masalah tersebut dan hasilnya akan membuktikan apakah kemungkinan pemecahan masalah tersebut benar atau salah. Berbeda dengan dua pendapat di atas Bruner (Trianto, 2009:38) mengatakanbahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Konsep penting dari teori belajar yang diungkapkan oleh Bruner adalah scaffolding. Bruner memberikan scaffolding sebagai suatu proses dimana seorang siswa dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan dari seorang guru atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih. 2. Model Pembelajaran Problem Based Learning Penggunaan strategi pembelajaran sangat penting untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran guru harus memiliki model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat belajar secara efektif, efisien dan mengena pada tujuan yang diharapkan. Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang menekankan keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Dalam proses pembelajaran, secara lebih khusus konstruktivisme mempunyai pandangan bahwa seseorang pada umumnya melalui empat tahap dalam belajar sesuai yang dikemukakan Horsley (1990: 59) yaitu: (1) Tahap apersepsi, tahap ini

13 berguna untuk mengungkapkan konsepsi awal siswa dan digunakan untuk membangkitkan motivasi belajar; (2) Tahap eksplorasi, tahap ini berfungsi sebagai mediasi pengungkapan ide-ide atau pengetahuan dalam diri siswa; (3) Tahap diskusi dan penjelasan konsep, pada tahap ini siswa diupayakan untuk bekerja sama dengan temannya, berusaha menjelaskan pemahamannya kepada orang lain dan mendengar, bahkan menghargai temuan temannya; (4) Tahap pengembangan dan aplikasi konsep, tahap ini merupakan tahap untuk mengukur sejauh mana siswa telah memahami suatu konsep dengan menyelesaikan permasalahan. Problem Based Learning didasarkan pada teori psikologi kognitif. Menurut Barrows (Jusuf, 2009:1), PBL adalah model pembelajaran berdasarkan pada prinsip penggunaan kasus (masalah) sebagai titik pangkal untuk mendapatkan dan mengintegrasi pengetahuan yang baru. Fokusnya tidak banyak pada apa yang sedang dilakukan oleh siswa, tetapi pada apa yang siswa pikirkan selama mengerjakannya. Menurut Amir(2009) landasan teori PBL adalah kontruktivis. Pada model ini pembelajaran dimulai dengan menyajikan masalah nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama antara siswa, guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan, guru memberi contoh mengenai penggunaan ketrampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugastugas tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel berorientasi pada upaya penyelidikan siswa.

14 Pembelajaran PBL merupakan model belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Model ini juga berfokus pada keaktifan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, siswa tidak lagi belajar satu arah seperti pada model pembelajaran konvensional. Dengan model pembelajaran ini diharapkan siswa dapat mengembangkan pengetahuan mereka sendiri. spbl memiliki ciri-ciri seperti Wee & Kek (Amir, 2009:12) pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah, biasanya memiliki konteks dengan dunia nyata,pemelajar secara berkelompok aktif merumuskan masalah dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan mereka, mempelajari dan mencari solusi dari masalah. Sementara pendidik lebih banyak memfasilitasi. Ketimbang memberi materi, pendidik merancang sebuah sekenario masalah, memberikan clue indikasi-indikasi tentang sumber bacaan tambahan dan berbagai arahan dan saran yang diperlukan saat pelajar menjalankan proses. Meskipun bukanlah pembelajaran yang sama sekali baru, Tan (Amir, 2009:13) menyatakan bahwa penerapan model pembelajaranpbl mengalami kemajuan yang pesat di banyak sekolah dari disiplin ilmu di negaranegara maju. Menurut Pannen (2001:23) pembelajaran PBL (pembelajaran berdasarkan masalah) mempunyai 5 asumsi utama, yaitu : a. Pembelajaran bersifat student centered b. Pembelajajaran terjadi pada kelompok-kelompok kecil c. Guru berperan sebagai fasilitator dan moderator d. Masalah menjadi fokus dan sarana untuk mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah. e. Informasi-informasi baru dapat diperoleh dari belajar mandiri

15 Sedangkan menurut Rusman (2013: 232), karakteristik dari pembelajaran berbasis masalah antara lain (1) permasalahan yang digunakan menjadi starting point dalam belajar, merupakan permasalahan yang ada di dunia nyata, membutuhkan perspektif ganda dan menantang pengetahuan yang dimiliki siswa, (2) belajar pengarahan diri, (3) pembelajaran kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif, (4) pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah, (5) keterbukaan proses pembelajaran yang meliputi sintesis dan integrasi proses belajar, dan (6) evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar. Menurut Sternberg (Yamin, 2013:84-86) merancang model pemecahan masalah masalah adalah sebagai berikut: a. Pengidentifikasi masalah : pengenalan masalahkepada siswa b. Pendefinisian masalah dan representasinya : siswa dituntut untuk mendefinisikan masalah dengan tepat dan mempresentasikannya. c. Perumusan strategi : setelah masalah didefinisikan secara efektif, maka siswa harus menyusun atau merencanakan strategi penyelesaiannya. d. Pengorganisasian informasi: tahap ini adalah pengumpulan informasi dan membuat struktur informasi serta mengintegrasikannya. e. Pengolahan sumber daya f. Pemonitoran: memonitor langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan. g. Pengevaluasian : dalam proses penyelesaian, evaluasi merupakan langkah akhir untuk mengukur tercapainya hasil yang sempurna atau tidaknya. Menurut Arends (Yamin, 2013:82) penerapan Problem Based Learning terdiri dari lima fase, fase-fase ditunjukan pada Tabel 2.1 sebagai berikut:

16 Tabel 2.2 Tahap-Tahap Pelaksanaan dalam Problem Based Learning Tahap Tahap dalam Problem Based Learning 1. Orientasi siswa pada masalah 2. Mengorganisasi siswa untuk belajar 3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah PerilakuGuru Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk membagi tugas dengan temannya. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan Selain itu menurut (Amir, 2009:24) di dalam model pembelajaran ini terdapat 6 proses yang akan dilalui oleh siswa yaitu : 1. Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas 2. Merumuskan masalah 3. Menganalisi masalah 4. Menata gagasan secara sistematis menganalisisnyadengan dalam 5. Memformulasikan tujuan pembelajaran 6. Mencari informasi tambahan dari sumber lain (di luar diskusi kelompok) Model ini merupakan bantuan terhadap siswauntuk memahami struktur dan ideide kunci suatu disiplin. Dalam pelaksanaannya, siswa perlu memahami bahwa tujuan pembelajaran ini adalah untuk melakukan penyelidikan terhadap masalahmasalah penting yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sehingga membangkitkan minat dan keinginan untuk menyelesaikan masalah yang

17 dihadapi. Selain itu, dibutuhkan pengembangan keterampilan kerja sama diantara siswa dan saling memerlukan bantuan guru untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas lainnya. Penyajian masalah dalam model PBL memegang peran sentral karena ketepatan dalam memilih masalah akan menjadi kunci dalam keberhasilan proses belajar. Hal ini diungkap (Sudarman, 2007;323) bahwa masalah dalam PBL ialah suatu rangsangan dan tantangan bagi siswa untuk menggerakkan mereka belajar, yang memerlukan suatu skill khusus bagi seorang penyaji, dalam hal ini guru untuk bisa mengangkat suatu permasalahan yang baik.dalam PBL, guru berperan sebagai pembimbing dan memberikan masalah kepada siswa untuk dipecahkan secara bersama-sama dengan menerapkan discovery learning(belajar penemuan). Kegiatan PBL memiliki kelebihan dan kekurangan. KelebihanpembelajaranPBL menurut Wee Kek (Amir, 2009:32-33) adalah kegiatan yang membangun pengetahuan sebelumnya dan membangun pemikiran yang metakognitif dan konstruktif, meningkatkan minat dan motivasi dalam pembelajaran dan peliputan materi menjadi sasaran tetap dapat terliputi. Sedangkan kekurangan PBL diantaranya sulit mencari problem yang relevan, persiapan pembelajaran (problem dan konsep) yang komplek, dan membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses pendidikan (Trianto, 2009: 96). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran PBLadalah suatu model pembelajaran yang menyajikan siswa pada permasalahan yang memiliki hubungan dengan dunia nyata yang akan

18 mempengaruhi kecakapan siswa selain itu juga dari masalah yang diberikan siswa dapat bekerja kelompok, mencoba memecahkan masalah dengan pengetahuan yang mereka miliki dan sekaligus dapat mencari informasi-informasi baru yang relevan beserta dengan solusinya. Sehingga siswa terbiasa dalam membangun kecakapan hidup dan terbiasa berfikir dengan pikiran dan tindakannya. 3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Menurut Dahar (1989:138), pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan manusia yang menggabungkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya, dan tidak sebagai suatu keterampilan generik. Pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran merupakan upaya yang ditempuh dan diciptakan dalam proses pembelajaran yang mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah matematika, yang secara nyata dilakukan sehingga diperoleh jawaban yang benar melalui tahapan-tahapan tertentu. Metode pemecahan masalah merupakan metode yang merangsang dan menggunakan wawasan tanpa melihat kualitas pendapat yang disampaikan siswa. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah. Hudojo (2005:125-126) mengemukakan bahwa melalui pemecahan masalah, maka siswa diharapkan memahami proses menyelesaikan masalah dan menjadi terampil dalam memilih dan mengidentifikasikan kondisi dan konsep yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan rencana penyelesaian dan mengorganisasikan ketrampilan yang telah dimiliki sebelumnya Sedangkan

19 menurut Suherman dkk. (2001:92) menyatakan bahwa salah satu cara mengembangkan kemauan anak dalam pemecahan masalah melalui penyediaan pengalaman pemecahan masalah yang memerlukan strategi berbeda-beda dari suatu masalah ke masalah lainya. Suyitno (2010:5) menyatakan bahwa suatu soal dapat dikatakan sebagai masalah bagi siswa jika memenuhi syarat sebagai berikut: a. Siswa memiliki pengetahuan awal untuk mengerjakan soal tersebut b. Diperkirakan siswa mampu mengerjakan soal tersebut c. Siswa belum tahu algoritma atau cara menyelesaikan soal tersebut d. Siswa mau dan berkehendak menyelesaikan soal tersebut Polya (Suyitno, 2010:6) berpendapat : Dalam pemecahan masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu: a. Mengidentifikasi masalah b. Merencanakan pemecahan masalah c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana d. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh Sudarman (2007:342) menyatakan bahwaseorang pengajar yang tidak menguasai cara dalam penyampaian materi pelajaran, ia hanya mengajarkancara terselesaikannya materi yang diajarkan tanpa memperhatikan kemampuan,pola pikir dan kesiapan siswa. Hal ini akan dapat menimbulkan kesulitan bagi siswa dalam memahami pengajaran matematika bahkan mungkin menjadi prustasi dalam diri siswa. Jika hal itu terjadi berarti proses belajar matematika tidak berlangsung secara efektif dan tentunyasiswa menjadi gagal dalam belajar matematika. Selain itu, dalam memilih model/pendekatan yang paling cocok

untuk digunakan dalam mengajar, khususnya dalam mengajar matematika perlu pula memperhatikan topik apa yang hendak diajarkan. 20 Dalam proses pembelajaran, disamping perlunya penalaran yang baik juga diperlukan menguasai langkah-langkah memecahkan masalah secara tepat. Selanjutnya menurut John Dewey (Nasution, 2003:121), langkah-langkah yang harus dicapai dalam memecahkan masalah adalah sebagai berikut : 1. Mengidenfikasi dan merumuskan masalah 2. Mengemukakan hipotesis 3. Mengumpulkan data 4. Menguji hipotesis 5. Mengambil kesimpulan Menurut Karl Albrecht (Nasution, 2003:121), proses pemecahan masalah terdiri dari enam langkah yang dapat digolongkan dalam dua fase utama yang disebutkannya (1) fase perluasan atau ekspansi yang pada pokoknya bersifat divergen dan(2) fase penyelesaian yang bersifat konvergen. Pada fase pertama peneliti membuka diri bagi ide-ide baru untuk memperoleh pandangan yang luas mengenai masalah itu sehingga ia memahami seluk beluk atau kompleksitasnya. Namun pada saat ia harus mengambil keputusan dan memilih satu dari banyak kemungkinan lain disinilah peserta didik memasuki fase yang kedua. Dalam fase ini ia harus memusatkan perhatian kepada satu fokus tertentu. Berdasarkan pada dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen tanggal 11 November 2004 (Depdiknas, 2004) dimuat beberapa pencapaian kemampuan pemecahan masalah yaitu : 1. Menunjukkan pemahaman masalah

21 2. Mengorganisasidata dan memilih informasi yang relevan 3. Menyajikan masalah secara tematik dalam segala bentuk 4. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat 5. Menggembangkan strategi pemecahan masalah 6. Membuat dan menafsirkan metode matematika dari suatu masalah dan, 7. Menyelesaikan masalah yang tidak rutin. Untuk memperoleh kemampuan dalam pemecahan masalah seseorang harus memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan berbagai masalah. Pentingnya kemampuan penyelesaian masalah oleh siswa dalam matematika ditegaskan juga oleh Rusman (2013:2), yaitu (1) kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, (2) penyelesaian masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika, dan (3) penyelesaian masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika. Menurut NCTM (2000), kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan siswa memahami masalah, merencanakan strategi dan prosedur pemecahan masalah, melakukan prosedur pemecahan masalah, memeriksa kembali langkah-langkah yang dilakukan dan hasil yang diperoleh serta menuliskan jawaban akhir sesuai dengan permintaan soal. Strategi-strategi pemecahan masalah: 1. Bekerja mundur. 2. Menemukan suatu pola. 3. Mengambil suatu sudut pandang yang berbeda. 4. Memecahkan suatu masalah yang beranalogi dengan masalah yang sedang dihadapi tetapi lebih sederhana (spesifikasi tanpa kehilangan generalisasi). 5. Mempertimbangkan kasus-kasus ekstrem. 6. Membuat gambar (representasi visual). 7. Menduga dan menguji berdasarkan akal (termasuk aproksimasi).

22 8. Memperhitungkan semua kemungkinan 9. Mengorganisasikan data. 10. Penalaran logis. Berdasarkan dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan dengan menggabungkan konsep-konsep pengetahuan dan aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya dengan indikator memahami masalah, membuat rencana penyelesaian, melakukan perhitungan, dan memeriksa kembali hasil. B. Kerangka Pikir Penelitian tentang pengaruh Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa ini melibatkan dua pembelajaran yang diterapkan pada dua kelas berbeda. Pada kelas pertama, yaitu kelas eksperimen menerapkan PBL dan kelas kedua sebagai kelas kontrol menerapkan pembelajaran konvesional. PBL merupakan suatu pembelajaran yang dimulai dengan pemberian masalah kepada siswa, biasanya memiliki konteks dengan dunia nyata. Siswa secara berkelompok merumuskan masalah, mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan mereka, mempelajari masalah dan mencari solusi dari masalah. Fase-fase dalam model pembelajaran PBLadalah orientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan.

23 Fase pertama adalah orientasi siswa pada masalah. Pada fase ini, siswa mendengarkan tujuan pembelajaran, motivasi, dan berbagai contoh situasi masalah yang ada di dalam kehidupan sehari-hari.oleh karena itu, pada fase ini siswa akan terlatih dalam proses pemahaman masalah serta pemilihan informasi yang penting dalam melakukan pemecahan masalah. Fase selanjutnya adalah guru mengorganisasikan siswa untuk belajar kemudian membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Dalam fase ini siswa berdiskusi dengan anggota kelompoknya untuk memecahkan permasalahanpermasalahan yang terdapat padalembar Kerja Siswa (LKS). Dalam aktivitas diskusi tersebut, siswa dituntut untuk dapat memahami masalah, kemudian menyusun rencana penyelesaian masalah dan dilanjutkan dengan melakukan perhitungannya setelah selesai melakukan perhitungan siswa akan melakukan pemeriksaan kembali jawabannya untuk lebih meyakinkan dirinya, hal tersebut tentunya akan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Fase selanjutnya adalah menerapkan strategi. Siswa menerapkan strategi-strategi yang mereka peroleh sedangkan di sisi lain guru memonitor upaya siswa secara cermat dan memberikan umpan balik. Dalam fase ini guru dapat memberikan pertanyaan apabila dalam pelaksanaan ini siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan strategi pemecahan masalah yang mereka temukan. Fase ini dapat memberikan siswa pengalaman untuk memecahkan masalah. Jika siswa dan guru telah melakukan perannya dengan baik, maka kemampuan siswa dalam menerapkan strategi akan semakin membaik.

24 Fase selanjutnya adalah mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Dalam tahap ini, beberapa kelompok mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas dengan bimbingan dari guru dan kelompok lain menanggapi. Melalui proses pembelajaran ini, siswa akan terlibat aktif dan diberikan kesempatan untuk mengemukakan ide-ide serta pendapatnya. Fase yang terakhir adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pada fase ini, guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi serta mengklarifikasi hasil diskusi kemudian guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Dalam aktivitas ini, siswa akan menilai dirinya sendiri, apakah hasil yang ia dapat sesuai dengan harapan atau tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran PBL terdapat proses-proses pembelajaran yang memberikan peluang bagi siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis. Pada pembelajaran konvensional kemampuan pemecahan masalah kurang berkembang. Hal ini karena diketahui dalam pembelajaran konvensional lebih berpusat pada guru. Bahkan, jika siswa diberikan soal, soal-soal tersebut hanyalah berupa soal-soal rutin yang penyelesaiannya mirip dengan contoh yang diberikan oleh guru dan pada dasarnya bukan soal pemecahan masalah. Sehingga kemampuan pemecahan masalah siswa kurang berkembang dengan baik karena siswa kurang dilibatkan dalam proses pembelajaran yang menyajikan masalah. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran PBLdiharapkan dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dibandingkan dengan penerapan pembelajaran konvensional.

25 Berdasarkan uraian di atas diharapkan pembelajaran PBL dapat membantu siswa dalam membangun pengetahuan matematika mereka sendiri dan mempermudah penyelesaian masalah karena berhubungan langsung dengan kehidupan nyata. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran PBL ini diharapkan dapat mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. C. Anggapan Dasar Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 1 Pagelaran memperoleh materi pelajaran matematika yang sama. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematis siswa selain model pembelajaran diabaikan. D. Hipotesis. Berdasarkan pertanyaan dalam rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Hipotesis Umum Model pembelajaran Problem Based Learning berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. 2. Hipotesis Khusus Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan pembelajaran Problem Based Learning lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan pembelajaran konvensional.