I. PENDAHULUAN. pecan, 10% bekatul, 3% menir atau tepung dan 20% sekam (Labib, 1997).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. di pasar saat ini adalah berbentuk flake. Sereal dalam bentuk flake dianggap

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kurangnya Indonesia dalam menggali sumberdaya alam sebagai bahan pangan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami

BAB I PENDAHULUAN. Biskuit crackers merupakan makanan kecil ringan yang sudah. memasyarakat dan banyak dijumpai di pasaran. Hal ini setidaknya dapat

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan bahan utama dalam pembuatan tempe. Tempe. karbohidrat dan mineral (Cahyadi, 2006).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

lain-lain) perlu dilakukan (Suryuna, 2003).

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tempe merupakan makanan khas Indonesia yang cukup populer dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Undang-undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi tolak ukur kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, masyarakat di dunia dan juga Indonesia sedang menghadapi

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

PENDAHULUAN. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan

BAB I PENDAHULUAN. ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

BAB 1 PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan

UJI GLUKOSA DAN ORGANOLEPTIK KUE BOLU DARI PENAMBAHAN TEPUNG GAPLEK DAN BEKATUL SKRIPSI

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN SIFAT SENSORIK KUE BOLU KUKUS

I. PENDAHULUAN. masyarakat, arakat, mulai dari buah, daun, batang, pelepah, sampai jantungnya.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. impor. Volume impor gandum dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berdasarkan data APTINDO (2013), Indonesia mengimpor gandum

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi dua, yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi yang

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Salah satu produk pangan kesehatan yang muncul di pasaran adalah

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. dapat terus bertahan dan bersaing serta mampu memanfaatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Clarias sp (ikan lele) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang

PENINGKATAN NILAI TAMBAH JAGUNG SEBAGAI PANGAN LOKAL Oleh : Endah Puspitojati

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. didasarkan pada nilai-nilai karakteristik lahan sangat diperlukan sebagai

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. maka perlu untuk segera dilakukan diversifikasi pangan. Upaya ini dilakukan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditambahkan dengan starter Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Adhita Dwi Septiani, 2014

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. komersial dilakukan secara setahap dengan hasil samping berupa dedak

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan vitamin A (KVA). KVA yaitu kondisi kurang zat gizi mikro

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. produk yang praktis dan digemari adalah chicken nugget. Chicken nugget

BAB 1 PENDAHULUAN. akan tetapi sering dikonsumsi sebagai snack atau makanan selingan. Seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang gizi

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001),

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan lokal, termasuk ubi jalar (Erliana, dkk, 2011). Produksi ubi

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu

BAB I PENDAHULUAN. tersebar dari Sabang dari Merauke dengan bermacam-macam jenis pangan

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia.

1. PENDAHULUAN. perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Untuk mendukung pengadaan ikan

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus Sp. Menurut Astawan

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I. PENDAHULUAN. bisnis ikan air tawar di dunia (Kordi, 2010). Ikan nila memiliki keunggulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah SWT di muka bumi ini sebagai makhluk yang

PENDAHULUAN. singkong, ubi, talas dan lain-lainnya. Gandum berpotensi sebagai pengganti beras

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi. ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas,

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil.

BAB I PENDAHULUAN. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia kaya akan sumber daya alam, termasuk di dalamnya kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. gaya makanan junk food dan fast food yang tren di tengah masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Pada abad modern ini, filosofi makan telah banyak mengalami pergeseran. Makan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan kue tradisional, salah satu jenis kue tradisional di

TANAMAN PENGHASIL PATI

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penggilingan padi akan menghasilkan 50% beras utuh, 17% beras pecan, 10% bekatul, 3% menir atau tepung dan 20% sekam (Labib, 1997). Dengan nilai konversi mencapai 10% maka ketersediaan bekatul sangat berlimpah terutama di sentra-sentra produsen beras seperti Kabupaten 1ndramayu Provinsi Jawa Barat. Luas areal sawah kabupaten ini mencapai 118.513 ha dengan produktifitas lahan antara 4,6 sampai 5,0 ton per ha 1. Jika dikonversikan dalam bentuk bekatul, maka akan dihasilkan 54.515,6 ton sampai 59.256,5 ton bekatul per masa panen. Bekatul dan dedak sebenarnya mempunyai nilai gizi dan kandungan serat yang cukup tinggi, sehingga sangat potensial sebagai sumber serat makanan. Nilai gizi bekatul dibandingkan dengan tepung terigu seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan Nilai Gizi Bekatul dan Tepung Terigu. Kandungan Jenis Bahan Bekatul (a) Tepung Terigu 2 Protein kasar (%) 1,8-13,0 11,31 Karbohidrat (%) 34.1-52.3 75,9 Serat (%) 2.3-3.2 0,8 Abu (%) 5,2-7,3 1,52 Lemak % 10,1-12,4 1,71 Sumber : Labib. 1997, Hal 59 1 Indramayu. http:/www.konijabar.org/porda9 2 Terigu Kasar, http/www.asiamaya.com

Nilai protein, lemak, vitamin, dan komponen bioaktif oryzanol yang dimiliki bekatul menjadikannya berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pangan (Saunders, 1990). Hal ini menyebabkan banyak peneliti yang merekomendasikan untuk mengembangkan produk pangan dari bekatul awet yang memiliki palatabilitas tinggi. Sumberdaya manusia merupakan aset yang penting bagi setiap negara karena merupakan penentu dan penggerak utama dalam mencapai cita-cita negara. SDM yang berkualitas baik merupakan modal utama bagi peningkatan produktifitas dan daya saing bangsa. Sejalan dengan hal tersebut upaya untuk meningkatkan kualitas SDM harus dimulai dari peningkatan pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yaitu pangan. Pemenuhan ini tidak dari segi jumlahnya saja, tetapi juga harus memenuhi aspek keseimbangan komposisi zat gizi, serta tingkat keamanan. Faktor ini sangat berpengaruh terhadap terbentuknya SDM yang handal secara fisik selain faktor genetik. Program nasional untuk perbaikan konsumsi pangan meliputi dua aspek, yaitu secara kuantitatif dan kualitatif (Damayanthi, et. Al., 2001). Pangan yang dikonsumsi diarahkan untuk mencapai angka sasaran kecukupan gizi (AKG) jika dilihat dari aspek kuantitas, sedangkan secara kualitatif diarahkan untuk dapat memenuhi keragaman pangan sesuai dengan pola pangan harapan (PPH). Sasaran kecukupan gizi Repelita VII bagi masyarakat Indonesia adalah angka kecukupan energi rata-rata pada tingkat konsumsi sebesar 2.200 kkal/orang/hari dari 2.500 kkal/orang/hari. Kecukupan protein rataan sebesar 50 gram/orang/hari pada tingkat konsumsi dan 55 gram/orang/hari pada tingkat ketersediaan. Untuk mencapai AKG dan sasaran PPH yang dimaksud, maka 2

disamping meningkatkan ketersediaan pangan secara mandiri, masyarakat akan diarahkan untuk meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan dengan gizi seimbang dan memperhatikan masalah keamanan pangan termasuk aspek kesesuaian dengan keyakinan. Data pada Tabel 2. menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran dalam hal pola sajian makanan, baik di masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Walaupun data itu diperoleh dari masa sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia, namun kenyataannya yang dapat disimak adalah terdapat kecenderungan ketergantungan yang semakin besar dan masyarakat terhadap ketersediaan makanan jadi. Tabel 2. Pola Sajian Makanan Masyarakat Perkotaan dan Pedesaan Energi dan Protein Masyarakat Perkotaan Masyarakat Perdesaan 1990 1993 1996 1990 1993 1996 Energi per hari dari 146,73 225,98 214,25 53,85 97,27 145,80 makan jadi Protein per hari dari makanan jadi 3,90 5,90 5,93 1,06 1,97 3,79 Sumber : Damayanthi, et. Al., (2001). Filosofi makan sudah mulai bergeser, di mana makan sekarang ini tidak saja sekedar untuk kenyang, tetapi yang lehih utama adalah untuk mencapai tingkat kesehatan dan kebugaran yang optimal. Seiring dengan bergesernya Filosofi makan tersebut, tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga mengalami peruhahan. Bahan pangan yang diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu 3. Misalnya adalah bahan pangan untuk menurunkan kolesterol, menurunkan tekanan darah, 3 Pangan Fungsional, http://www.kompas.com/kompas-catak 3

melancarkan proses pencernaan dan fungsi lainnya. Bahan pangan yang demikian dikenal sebagai bahan pangan fungsional. Fungsi fisiologis yang diharapkan dari pangan fungsional antara lain adalah memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, mencegah timbulnya penyakit tertentu seperti penyakit kanker, kardiavaskuler, jantung koroner, pencernaan, osteoporosis dan berbagai gangguan kesehatan akibat kekurangan atau kelebihan zat gizi tertentu, menjaga kondisi fisik dan mental serta memperlambat proses penuaan 4. Lebih lanjut disebutkan bahwa efek fisiologis terjadi karena kandungan komponen aktif dalam bahan pangan yang dikelompokkan menjadi dua yaitu komponen zat gizi dan zat non gizi. Komponen aktif yang termasuk dalam golongan komponen zat gizi adalah kalsium, asam folat, vitamin E dan iodium. Sedangkan yang termasuk golongan non gizi antara lain adalah senyawa flalonoid, sulfur, senyawa polifenol, senyawa terpenoid, senyawa isoflafon, serat makanan, mikroba, oligosakarida, dan hidroklorid. Fenomena tersebut melahirkan paradigma baru bagi perkembangan ilmu dan teknologi pangan yaitu adanya usaha-usaha untuk memodifikasi produk olahan pangan menuju pada sifat fungsionalnya. Contoh produk pangan fungsional dapat dilihat pada Lampiran I. P'roduk pangan fungsional yang terdiri dan produk berupa makanan dan minuman terbukti sangat berhasil di pasaran Asia, kususnya Jepang. Keberhasilan pemasaran ini memacu berkembangnya berbagai produk dengan inovasi baru. Kebanyakan pangan fungsional yang dikembangkan masih dalam bentuk minuman. Terdapat lebih dari 100 perusahaan yang menjual atau mengembangkan produk pangan fungsional yang 70%-nya adalah minuman (Goldberg, 1994). 4 http://www.hayati-ipb.com/users/rudyet/pps7202/elmeizy.htm 4

Potensi pasar roti di Indonesia masih cukup tinggi, hal ini terlihat dari peningkatan permintaan roti seperti terlihat pada Tabel 3. Roti manis yang terdiri dari berbagai macam rasa, lebih tinggi pertumbuhan permintaannya dibandingkan dengan roti tawar. Selanjutnya menurut penelitian (Ciptadi dan Nasution, 1979), roti umumnya dijadikan sebagai makanan pagi pengganti nasi, karena nilai gizi dan kepraktisannya. Tabel 3. Nilai Permintaan Roti Manis dan Tawar di Wilayah Jabotabek. Tahun Jenis Roti Nilai x Rp 1000 Manis 91.858.626 1997 Tawar 25.997.962 Manis 125.131.297 1998 Tawar 36.509.218 Manis 140.502.202 1999 Tawar 39.084.379 Sumber: Aningsih (2001). hal 8. Substitusi tepung terigu oleh tepung lain dalam pembuatan roti telah banyak diteliti contohnya substitusi tepung terigu dengan tepung katuk, dengan tepung sukun dan dengan bekatul. Salah satu tujuan utamanya adalah memperkuat ketahanan pangan dengan meningkatkan penggunaan bahan pangan hasil pertanian lokal. Damardjati, et.a1., (1990) menyimpulkan bahwa bekatul yang telah diawetkan dan digunakan sebagai substitusi pembuatan roti manis memberikan kenaikan signifikan terhadap kandungan serat. Lebih lanjut, masih dalam penelitian yang sama. uji organoleptik yang dilakukan memberikan kesimpulan bahwa tingkat penerimaan konsumen terhadap roti manis ternyata 5

jauh lebih bagus daripada tingkat penerimaan konsumen terhadap roti tawar pada tingkat substitusi bekatul yang sama. Ketersediaan bekatul yang berlimpah dan dengan potensi gizi yang dimiliki, terasa kurang optimal sekali jika bekatul hanya dimanfaatkan sehagai bahan baku pakan ternak. Penggunaannya sebagai bahan pangan akan meningkatkan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya di satu sisi dan akan menigkatkan nilai bekatul itu sendiri di sisi lainnya. Masalah utama kemiskinan petani padi adalah terbatasnya lahan yang mereka miliki, sehingga usaha peningkatan pendapatannya harus dilakukan melalui non land based development. Salah satu caranya adalah pembangunan industri yang memanfaatkan produk sampingan pertanian. Pemanfaatan produk sampingan berarti meningkatkan nilai produk sampingan itu sendiri dengan harapan bisa sedikit mengurangi biaya produksi produk utamanya sehingga beban petani juga sedikit terkurangi. Dalam akuntansi dikenal istilah different cost for different purposes. Untuk pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan, manajemen dapat saja memakai konsep biaya yang berbeda-beda disesuaikan dengan situasi dan kondisinya. Relevansi antara situasi dan kondisi dengan kebijakan atau keputusan menjadi suatu hal yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen, sebagai produsen beras (bekatul, beras pecah dan sekam sebagai hasil sampingnya), ongkos giling yang diberlakukan di tempat penggilingan gabah merupakan salah satu instrumen pengurang pendapatan petani. Salah satu usaha untuk menekannya adalah dengan meningkatkan nilai produk sampingannya. Hasil pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk-produk sampingan tersebut dapat diperlakukan sebagai 6

pendapatan lain-lain atau pengurang biaya produksi. Jika diperlakukan dengan tujuan yang terakhir, maka perlu dilakukan penelitian mampu atau tidak perlakuan tersebut mengurangi biaya produksi beras. Taksiran harga pasar dari produk sampingan merupakan ciri khas metode reversal cost. 1.2 Rumusan Masalah Penggunaan bekatul sebagai bahan pangan khususnya sebagai bahan substitusi pembuatan roti manis, masih belum dikenal masyarakat. Bahkan penggunaan bekatul selama ini, membuat potensinya tidak bisa dioptimalkan. Di sisi lain nilai gizi dan non gizi (serat) yang terkandung dalam bekatul cukup tinggi dan relatif dapat menambah kebugaran dan kesehatan. Penggunaan bekatul sebagai bahan pangan juga sangat berhubungan erat dengan pertanian khususnya padi, petani dan tempat penggilingan gabah sebagai penyedianya. Karena hal tersebut maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana potensi bekatul sebagai bahan pangan khususnya sebagai bahan baku pembuatan roti manis. 2. Bagaimana kelayakan industri roti manis berbahan baku bekatul. 3. Mampukah perlakuan pendapatan dari penjualan bekatul sebagai bahan baku roti manis mengurangi biaya produksi beras. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Merdeskripsikan potensi bekatul sebagai bahan pangan khususnya sebagai bahan baku pembuatan roti manis. 7

2. Menganalisis dan mendeskripsikan kelayakan pendirian industri roti manis berbahan baku bekatul di Kabupaten Indramayu. 3. Menganalisis dan mendeskripsikan mampu tidaknya perlakuan pendapatan dari hasil penjualan produk sampingan (bekatul) sebagai bahan baku industri roti manis, mengurangi biaya produksi beras. 8

UNTUK SELENGKAPNYA TERSEDIA DI PERPUSTAKAAN MB IPB 9