KONSTRUKSI SOSIAL NILAI PSIKOLOGI PUNOKAWAN SEMAR PADA MASYARAKAT JAWA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi

Data kongkrit tentang lahir asal usul wayang sedikit jumlahnya. Perbedaan adanya disiplin ilmu untuk mendekati masalah dan konsep tentang maksud

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kajian Semiotik pada Gara-Gara Pagelaran Wayang Kulit Dengan Judul Bima Bungkus Oleh Ki Enthus Susmono

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wayang orang atau wayang wong dalam bahasa Jawa-nya yang

BAB V PENUTUP. Punakawan merupakan tokoh dalam wayang yang merupakan bagian dari dunia

BAB I PENDAHULUAN. penerangan, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

BAB V PENUTUP. kesimpulan untuk mengingatkan kembali hal-hal yang penting dan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. wayang wong merupakan suatu khasanah budaya yang penuh dengan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. unsur-unsur penting situasi di mana penutur mengujarnya. Makna. merupakan hubungan antara bahasa dengan bahasa luar yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masih tersebar diseluruh Nusantara. Menurut Kodirun (dalam Koentjaranigrat,

INTERAKSI KEBUDAYAAN

PENINGKATAN PENALARAN MORAL ANAK USIA DINI MELALUI PEMBERIAN DONGENG PEWAYANGAN PADA KELOMPOK B DI TK DHARMA WANITA KLEWOR KEMUSU BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Nugaraha,2013

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesenian wayang golek merupakan salah satu kesenian khas masyarakat

Bab VI Simpulan & Saran

BAB V MENGANALISA PEMIKIRAN REKONSTRUKSI TRADISI PEWAYANGAN. Setelah memperhatkan secara seksama atas data-data yang penulis dapatkan

Hasil Wawancara Dengan Ki Kasim Kesdo Lamono dan Paguyuban Cinde

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB 2 DATA DAN ANALISIS Perang Wanara dan Raksasa. satu ksatria yang sangat ditakuti oleh lawannya.

BAB II IDENTIFIKASI DATA. A. Wayang Kulit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL

PEMENTASAN WAYANG SEBAGAI MEDIA INFORMASI DALAM UPAYA PREVENTIF PENYEBARAN HEPATITIS B DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. manusia di jaman dahulu. Mahabharata berasal dari kata maha yang berarti

BAB II METODOLOGI. Keyakinan bahwa wayang merupakan produk budaya sejati bangsa. Indonesia antara lain ditegaskan oleh G.A.J. Hazeu, Brandes, N.J.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Makna Masyarakat 2.2 Kelompok / Masyarakat yang Masih Mempertahankan Wayang Kulit

Written by Administrator Monday, 03 December :37 - Last Updated Monday, 28 January :28

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman kesenian tradidisional adalah salah satu potensi budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat, bangsa, dan negara sesuai dengan pasal 1 UU Nomor 20 Tahun 2003.

BAB I PENDAHULUAN. kesenian produk asli bangsa Indonesia. Kesenian wayang, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah

BAB III METODOLOGI DAN PERANCANGAN KARYA

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai

Wayang dan Mahabharata. Written by Pitoyo Amrih Saturday, 23 August :57 - Last Updated Saturday, 23 August :16

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN. Setelah melakukan penelitian Pagelaran Wayang Kulit Di Kelurahan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

Oleh: Alief Baharrudin G

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara

BAB 2 DATA DAN ANALISA. - Buku Rupa Wayang Dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia. - Buku Indonesian Heritage Performing Arts.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan bentuk masyarakat Heterogen, baik dari

Pewayangan Pada Desain Undangan. Yulia Ardiani Staff UPT. Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kelurahan Sindangkasih adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa di

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TATA RIAS WAJAH PUNAKAWAN WAYANG ORANG SRIWEDARI SURAKARTA

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

MENDONGENG DI SEKOLAH Oleh: Eko Santosa

EKSISTENSI TOKOH SEMAR DALAM BUDAYA JAWA SKRIPSI. Oleh Andri Setiawan NIM

KAJIAN SEMIOTIK PADA POCAPAN GARA-GARA PAGELARAN WAYANG PURWA DENGAN LAKON DURYUDANA GUGUR OLEH KI TIMBUL HADI PRAYITNO

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan mekanisme untuk mensosialisasikan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Kehidupan manusia di manapun

ANIMASI FILM TOKOH PANDAWA DAN KURAWA SEBAGAI HASIL KREATIVITAS SENIMAN YANG MENGANDUNG FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT JAWA

3. Karakteristik tari

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TATA RIAS WAJAH PUNAKAWAN WAYANG ORANG SRIWEDARI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB VII TATA RIAS. STANDAR KOMPETENSI: Mahasiswa dapat memahami hakikat Tata Rias

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai budaya masyarakat, adat istiadat dan kebiasaan yang dilakukan turun

PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. kesusastraan Bali adalah salah satu bagian dari karya sastra yang terdapat di

Peran Wayang Kulit Dalam Penguatan Kebudayaan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah atau kota di Indonesia memiliki kesenian dengan ciri

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, MANFAAT PENELITIAN

LAPORAN OBSERVASI SETING LOKAL UPACARA ADAT DISTRIKAN DANAU RANU GRATI DESA RANUKLINDUNGAN KECAMATAN GRATI KABUPATEN PASURUAN

\PESAN-PESAN MORAL PADA PERTUNJUKAN WAYANG KULIT

BAB I PENDAHULUAN. Budaya tersebut terbagi dalam beberapa daerah di Indonesia dan salah satunya adalah

BAB II KAJIAN TEORITIK. menyangkut segala sesuatu yang baik atau buruk sebagai abstraksi,

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering membicarakan kebudayaan. Budaya

( ) berusaha menggabungkan semua jenis wayang yang ada menjadi satu

BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception

BAB I PENDAHULUAN. negara yang kaya dalam berbagai hal, termasuk dalam segi kebudayaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

2014 GENDERANG BARATAYUDHA VISUALISASI NOVEL PEWAYANGAN KE DALAM BENTUK KOMIK SEBAGAI MEDIA PENYAMPAIAN CERITA PEWAYANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

STANDAR ISI KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL BAHASA JAWA SD/SDLB/MI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULULAN. sebenarnya ada makna yang terkandung di dalamnya yang diharapkan dimengerti oleh sasaran

STRATEGI KOMUNIKASI BANK INDONESIA DALAM MENSOSIALISASIKAN CIRI-CIRI KEASLIAN UANG RUPIAH KARYA ILMIAH. Oleh: RHAZAQ ABRAHAM SATTAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

2015 KEARIFAN LOKAL PADA JENIS DAN MOTIF BATIK TRUSMI BERDASARKAN NILAI-NILAI FILOSOFIS MASYARAKAT CIREBON

BAB V MODEL PELESTARIAN NYANYIAN MBUE-BUE PADA MASYARAKAT MUNA SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rezki Puteri Syahrani Nurul Fatimah, 2015

Transkripsi:

KONSTRUKSI SOSIAL NILAI PSIKOLOGI PUNOKAWAN SEMAR PADA MASYARAKAT JAWA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Disusun Oleh: AEINY NUR ANISAH F 100 040 201 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wayang merupakan bahasa simbol kehidupan yang bersifat rohaniah daripada jasmaniah. Jika orang melihat pagelaran wayang, yang dilihat bukan wayangnya, melainkan masalah yang tersirat dalam lakon wayang itu. Wayang purwa dikalangan masyarakat awam lebih dikenal dengan nama wayang kulit, bahkan ada juga yang menamakan wayang kulit purwa. Karena wayang kulit itu berjumlah banyak sedangkan wayang purwa adalah jenis pertunjukan wayang kulit dengan lakon-lakon semula bersumber pada cerita-cerita kepahlawanan india yaitu Ramayana dan Mahabarata (Guritno, 1988). Dalam bahasa krama (halus) wayang purwa dinamakan ringgit purwa atau ringgit wacucal. Hazeu (1979) menyebut bahwa wayang adalah identik dengan kata ringgit. Sehingga wayang atau ringgit sangat berkaitan dengan susunan rumah tradisional Jawa yang biasanya terdiri atas bagian-bagian ruangan; yaitu emper, pedhopo, omah buri, gandhok, sethong, dan bagian yang disebut pringgitan (tempat yang biasanya untuk menggelar atau mementaskan pertunjukan wayang), yaitu bagian yang menghubungkan antara penhopo rumah bagian depan dengan omah buri bagian belakang. Hazeu (1979) berpendapat bahwa asal-muasal wayang berasal dari Jawa asli, bukanlah meniru atau mencontoh dari Hindu, denagn lima argumen, yaitu : (a) nama-nama peralatan wayang semua adalah kata asli jawa, (b) wayang itu telah ada semenjak sebelun bangsa Hindu datang ke Jawa, (c) struktur lakon 1

2 wayang digubah menurut model yang amat tua, (d) cara bercerita dalang juga mengikuti tradisi yang amat tua, dan (e) desain teknis, gaya susunan lakonan berkhas Jawa. Pischel (1982) membuktikan bahwa asal-muasal wayang yang dari india itu berasal dari kata rupopajivase (terdapat pada Mahabarata )dan kata rupparupakam (terdapat dalam Therigatha ). Namun pendapat ini lemah, karena kata-kata itu disebut dalam kitab-kitab hanyalah sambil lalu.krom, berpendapat bahwa wayang adalah Kreasi Hindu Jawa, suatu sinkretisme; alasannya: (1) wayang hanya terdapat di daerah Jawa Bali, yaitu daerah yang paling kuat banyak mengalami pengaruh dari kebudayaan Hindu; (2) India lama telah mengenal teater bayang; (3) cerita-cerita wayang menggunakan atau berasal wiracarita India; (4) adanya hubungan wayang dan penyembahan arwah nenek moyang (Hamzah Amir, 1991) Brendes (1991) juga perpendapat bahwa wayang adalah asli Jawa aeperti juga gamelan, batik, dan sebagainya. Wayang sangat erat hubungannya dengan kehidupan sosial, kultural dalam religius bangsa Jawa. Misalnya tokoh Semar, Gareng, Petruk dan Bagong berasal dari Jawa yakni para nenek moyang yang di pertuhankan. Dalam pertunjukan wayang purwa dewasa ini adegan yang amat dinantinanti dan digemari para penonton, utamanya para genarasi muda adalah adegan limbukan (dua abdi wanita) dan gara-gara (empat abdi pria). Dalam adegan garagara tersebut muncullah keempat tokoh punokawan, dan tokoh punokawan itu melambangkan rakyat atau kawulo alit (Sri Mulyono, 1978)

3 Dalam dunia pewayangan istilah sedulur papat lima pancer merupakan simbolisasi ksatria dan empat abdinya. Sedulur papat adalah punokawan, lima pancer adalah ksatria (Yudistira, Arjuna, Bima, Sadewa, Nakulo) Admin (2007) Dalam hal ini, yang dinamakan punokawan yakni Semar sebagai pamomong keturunan Saptaarga ditemani oleh tiga anaknya, yaitu; Gareng, Petruk dan Bagong sebagai pengiring para ksatria Pandawa. Kehadiran mereka seringkali hanya dianggap sebagai tambahan yang kurang diperhitungkan dan untuk menghadirkan lelucon saja, padahal kerap menentukan arah perubahan. Ke lima tokoh ini menduduki posisi penting dalam kisah pewayangan. Kisah Mereka diawali mulai dari sebuah pertapaan Sapta arga atau pertapaan lainnya. Setelah mendapat berbagai macam ilmu dan nasihat-nasihat dari Sang Begawan, mereka turun gunung untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, dengan melakukan tapa ngrame. Dalam perjalanannya, Punokawan harus menemani perjalanan sang Ksatria dalam memasuki hutan, memasuki sebuah medan medan kehidupan yang belum pernah dikenal, gelap, penuh semak belukar, banyak binatang buas, makhluk jahat yang siap menghadangnya, bahkan jika lengah dapat mengancam jiwanya, sehingga berhasil keluar hutan dengan selamat, sampai sang Ksatria dapat menyingkirkan segala penghalang dan berhasil menyelesaikan tugas hidupnya dengan selamat. Kata punokawan menurut pedalangan berasal dari kata pana, artinya cerdik, jelas, dan cermat dalam pengamatan; sedang kata kawan berarti teman atau sahabat, jadi punokawan berarti teman atau sahabat (pamong) yang sangat cerdik, dapt dipercaya serta mempunyai pandangan yang luas serta pengamatan yang

4 tajam dan cermat; atau dalam bahasa jawa dikenal dengan istilah tanggap ing sasmita lan limpad pasanging grahita peka dan peduli terhadap masalah (www.wayang-indonesia.com). Pandam Guritno (1976) menyatakan bahwa punokawan dalam pewayangan merupakan pengejawantahan sifat, watak, manusia dengan lambangnya masing-msing Yaitu: Semar lambang Karsa (kehendak atau niat), Gareng lambang cipta (pikiran, rasio, nalar), Petruk lambang rasa (perasaan), Bagong lambang karya (usaha, perilaku, perbuatan). Punokawan yang berjumlah empat itu melambangkan cipta-rasa-karsa dan karya manusia. Jadi punokawan ( pana tahu terhadap empat tersebut diatas, dan kawan teman manusia hidup di dunia. Empat hal tersebut bila diurutkan berdasarkan kepentingannya adalah karsa, rasa, cipta dan karya) Tokoh punokawan yang selalu mengikuti para satria yang berbudi luhur itu ada 4 yaitu: Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Namun, dari keempat tokoh tersebut yang paling menjadi panotan adalah semar. Ki Lurah Semar sering di sebut pamong agung, karena merupakan pengayom dan pelindung orang lain, selalu menegakkan kebenaran dan keadilan. Karena tugas Semar selain bertindak sebagai penasihat dalam kesukaran atupun bertindak agresif dan emosional bagi para satria, juga sebagai penghibur sewaktu para satria yang diasuhnya sedang dalam kesusahan. Bahkan semar menjadi penyelamat dan penolong pada waktu satria dalam bahaya, sehingga sering disebut terang ilahi yang berkewajiban mewujudkan watak dan perilaku moral yang baik, yaitu watak yang luhur, welas asih, gotong royong dan mengutamakan kepentingan orang banyak

5 Ibid (2003) Asal-usul Semar adalah dari telor: kulitnya menjadi Togog yang menjadi simbol hidup laksana kulit tanpa isi yang mementingkan duniawi semata oleh karena itu ia mengabdi pada raksasa sebagai simbul angkaramurka, putihnya menjadi Semar yang menjadi simbol hidup yang penuh kesucian yang mementingkan isi dari pada kulitnya. Ia selalu memihak kepada kebenaran dan keadilan dan meluruskan segala bentuk penyelewengan oleh karena itu ia mengabdi kepada raja dan ksatria utama, kuningnya menjadi Manikmaya yang mencerminkan kekuasaan karena itu ia dinobatkan menjadi rajanya dewa di Kahyangan "Junggring Salaka" sebagai Bhatara Guru. Biarpun Semar itu manusia atau rakyat biasa yang menjadi panakawan para raja dan ksatria, tapi Semar memiliki kesaktian yang melebihi Bhatara Guru yang rajanya para Dewa. Semar selalu bisa mengatasi kesaktian dari Bhatara Guru apabila ingin mengganggu Pendawa Lima yang dalam asuhannya. Banyak arti simbolik dalam masalah ini yang penulis percayai mungkin mendekati kebenaran adalah :Bhatara Guru dalam agama Hindu adalah Dewa Shiva yang dipuja oleh pemeluk agama Hindu, sedangkan Semar adalah tokoh asli Jawa / asli Indonesia yang mungkin juga dipuja saat sebelum kedatangan agama Hindu. Secara simbolik bisa diartikan bahwa existensi dari budaya atau nilai-nilai luhur dari Jawa kuno selalu akan bisa mengatasi dari pengaruh Hindu dan secara simbolik selalu memenangkan tokoh Semar terhadap tokoh-tokoh dewa Hindu. Dan hanya dengan menerima tokoh Semar agama Hindu bisa berkembang di Indonesia. Hal ini sekali lagi dibuktikan dengan apa yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga yang menggunakan senjata Puntadewa jamus "Kalimasada" sebagai

6 transisi dari Hindu menjadi Islam yaitu dengan menimbulkan kisah hutan Ketangga yang mengisahkan pertemuannya dengan Puntadewa dan meng- Islamkan dengan menjabarkan jamus Kalimasada sebagai Kalimat Sahadat. Dan peng-islaman masayarakat Jawa tidak melepas sama sekali tokoh yang sudah ada dari zaman sebelum Hindu dari sekarang seperti Semar yang perilakunya dijadikan teladan ataupun panutan masyarakat Jawa. Dan disadari oleh Sunan Kalijaga bahwa Islam hanya akan bisa diterima oleh masyarakat Jawa apabila kesenangan orang Jawa akan "wayang purwo / kulit" tidak diganggu yang sebetulnya kesenangan orang Jawa kepada "wayang kulit / purwo" bukan sekedar sebagai tontonon tapi suatu upaya pelestarian dari petuah atau etika atau budaya Jawa yang berumur sangat tua yang masih hidup sampai sekarang oleh karena itu wajah Islam di Jawa atau mungkin juga di Indonesia mempunyai ciri budaya yang berbeda dengan Islam di Saudi Arabia tanpa mengurangi makna Islam yang mendasar (www.wayang-indonesia.com). Dengan berjalannya waktu tokoh Semar dan panakawan diterjemahkan sebagai simbol kesederhanaan dari rakyat jelata, dikarenakan kehidupannya sebagai Lurah / Kepala Desa yaitu suatu jabatan kepemimpinan yang paling dasar/bawah dalam sistim pemerintahan yang dipilih secara demokratis oleh masyarakat pedesaan pada masa lalu, tokoh Semar selalu berada diantara rakyat kecil dan kesederhanaannya telah membawa kepada sifat kearifan dan kesucian pandangan yang bisa memberikan pandangan yang lebih murni tanpa bias terhadap suatu permasalahan sehingga bisa menangkap kebenaran seperti apa adanya.

7 Oleh karena itu diceritakan dalam "wayang purwo/kulit" Semar selalu bisa mengatasi permasalahan yang tidak mampu diatasi oleh asuhannya Pendawa Lima ataupun para raja dan ksatria lainnya Kebudayaan secara dialektik ini digambarkan melalui proses eksternalisasi, obyektivikasi, dan internalisasi. Eksternalisasi menandai sebuah proses pencurahan kedirian manusia secara terus menerus ke dalam dunia baik dalam aktivitas fisik yang menghasilkan kebudayaan maupun aktivitas mental yang menghasilkan peradaban yaitu manusia menghasilkan budaya wayang Semar. Obyektivikasi merupakan proses penyandangan produk-produk budaya yang dibuatnya sendiri dalam bentuk suatu faktasitas yang eksternal dan berbeda dari penciptanya sendiri ayitu mempelajari Semar itu sendiri. Sedangkan internalisasi merupakan proses penyerapan kembali atau transformasi faktasitas itu ke dalam kesadaran subyektifnya; sebuah proses tak terhindarkan yang pada akhirnya mempengaruhi pembentukan watak, karakter, atau aktualisasi kapabilitas utama manusia (central human functional capabilities) dari wayang Punakawan Semar. Ngemron (2008) Tinjauan psikologi tentang Semar antara lain:tempat tinggal Semar, nama-nama Semar. Semar itu punya lambang dan lambang punya makna, berarti perilakunya itu psikologis.dan psikologis adalah aktualisasi nilainilai psikologis. Semar kalau di aktualisasikan dalam kehidupan manusia berarti manusia mempunyai tiga sifat itu, berarti mempunyai cipta, rasa dan karsa, misal Semar itu tan samar artinya hidup ini tidak boleh samar, dan alam suyo ruri itu berarti manusia tidak akan samar dengan kegaiban dan yakin gaib itu ada, nama-

8 nama semar itu tinjauan psikologi jadi nama-nama semar adalah sebagai patokan berperilaku. Bentuk-bentuk lambang misalnya sesaji,ritual itu di lihat dari makna yang ada dalam sesaji itu. Semar kalau di aktualisasikan dalam kehidupan manusia berarti manusia mempunyai tiga sifat itu, berarti mempunyai cipta, rasa dan karsa. Contoh-contoh diatas adalah memberikan suatu gambaran bahwa tokoh Semar merupakan tokoh yang paling banyak mendapat sorotan interpretasi simbolik dikarenakan keunikan, kesamaran dan ketidakjelasannya dan yang lebih lagi karena sebagai tokoh yang asli Jawa / asli Indonesia yang oleh cendikiawan ataupun budayawan Jawa dimasa lalu disisipkan dalam epic Ramayana dan Mahabharata dalam cerita "wayang purwo / kulit" tanpa harus merusak kisah kepahlawan yang ingin ditonjolkan bahkan malahan memperkaya nuansa etika yang lebih mendalam dan kenyataanyapun banyak masyarakat yang mempelajari atau mengidolakan semar bahkan sampai meniru karakter semar,dari data interview dapat di paparkan bahwa Informan mengimplimentasikan atau menginternalisasi karakter semar sebagai pamomong, berusaha memahami karakter dan mengayomi orang lain terutama dalam organisasi. (Wibisono. 2007) Berdasarkan urain di atas maka peneliti ingin meneliti bagaimana masyarakat menginternalisasi nilai psikologis dalam Punakawan semar pada masyarakat. Maka peneliti mengambil judul penelitian Kontruksi Sosial Dalam Nilai Psikologis Punakawan Semar Pada Masyarakat Jawa.

9 B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan pemahaman dan penjelasan mengenai Konstruksi Sosial Dalam Nilai Psikologis Punakwan Semar pada masyarakat Jawa. 2. Mengatahui bagaimana proses Konstruksi Sosial Dalam Psikologis Punakawan Semar pada masyarakat Jawa. 3. Mengatahui faktor-faktor yang mempengaruhi Konstruksi Sosial Dalam Psikologis Punakawan Semar pada masyarakat Jawa. 4. Mengetahui nilai psikologi yang terkandung dalam Punokawan Semar. C. Manfaat Penelitian Tendensi penelitian ini ingin mengungkap konstruksi sosial nilai-nilai psikologis yang terkandung dalam Punakawan semar pada masyarakat Jawa. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Manfaat Teoritis Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang positif bagi perkembangan ilmu kebudayaan jawa karena wayang merupakan bahasa symbol menganai hidup dan kehidupan manusia, serta merupakan salah satu unsur kebudayaan Indonesia yang mengadung nilai-nilai seni, pendidikan, pengetahuan yang sangat berharga untuk dipelajari dengan seksama dan memberikan sumbangan teoritik kepada ilmu psikologi sosial, khususnya bidang psikologi.

10 2. Manfaat praktis a Bagi Informan, sebagai pembinaan watak, karena wayang sebagai salah satu warisan budaya jawa yang kaya akan pemaknaan watak, sikap, dan memberi ilham kepada kehidupan serta sebagai pertimbangan hidup dalam menjalani kehidupan sehari-hari. b Bagi masyarakat dapat memberikan gambaran secara luas terhadap kebudayaan wayang purwa khususnya tokoh senar.