BAB II SISTEM KOMUNIKASI SELULER. Komponen fundamental dari suatu sistem GSM (Global System for Mobile

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi

BAB II ARSITEKTUR SISTEM CDMA. depan. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknik

ANALISIS KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL HANDOVER PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

BAB II TEORI PENUNJANG

TEKNOLOGI SELULER ( GSM )

BAB II JARINGAN WIRELESS. cepat berkembang dan banyak digunakan saat ini. Berkembangnya jaringan

WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER

Arsitektur Jaringan GSM. Pertemuan XIII

BAB II PENGENALAN SISTEM GSM. tersedianya kemudahan disegala bidang yang mampu menunjang usaha dibidang

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

KONSEP DASAR SELULER. (DTG3G3) PRODI D3 TT Yuyun Siti Rohmah,ST.,MT

BAB II LANDASAN TEORI

PENS SISTIM SELULER GENERASI 2 POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA By: Prima Kristalina

BAB II SOFT HANDOFF. bergerak. Mobilitas menyebabkan variasi yang dinamis pada kualitas link dan tingkat

TUGAS AKHIR ANALISIS HANDOFF JARINGAN UMTS DENGAN MODEL PENYISIPAN WLAN PADA PERBATASAN DUA BASE STATION UMTS

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

BAB I PENDAHULUAN. sinyal paling tinggi. Metode ini memperlihatkan banyaknya handover yang tidak

MEKANISME HANDOVER PADA SISTEM TELEKOMUNIKASI CDMA

BAB II TEKNOLOGI GSM DAN STANDAR PROTOKOL SMS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS PENINGKATAN KINERJA SOFT HANDOFF TIGA BTS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROPAGASI OKUMURA

Dalam hal ini jarak minimum frequency reuse dapat dicari dengan rumus pendekatan teori sel hexsagonal, yaitu : dimana :

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. standarisasi yang dibentuk di Eropa tahun 1982 untuk menciptakan sebuah

BAB 2 DASAR TEORI. Selain istilah sel, pada sistem seluler dikenal pula istilah cluster yaitu kumpulan

Pengaruh Pilot Pollution terhadap Performansi

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal

BAB II TEKNOLOGI SELULER GSM. (Frequency Division Multiple Access), metode TDMA (Time Division Multiple

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

UNJUK KERJA ALGORITMA HARD HANDOFF TERHADAP VARIASI KECEPATAN MOBILE STATION


BAB III LANDASAN TEORI

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

TEKNIK PERANCANGAN JARINGAN AKSES SELULER

Cell boundaries (seven cell repeating pattern)

ANALISIS PERFORMANSI REHOMMING BR 9.0-EVOLUSION BSC (ebsc) PADA JARINGAN GSM PT TELKOMSEL DI MAKASSAR

MODUL-10 Global System for Mobile Communication (GSM)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II SISTEM TELEKOMUNIKASI BERGERAK. AMPS (Advance Mobile Phone System) sampai ke GSM (Global System. bahkan 1900 MHz khusus di Amerika Utara.

EVALUASI KINERJA ALGORITMA HISTERESIS HARD HANDOFF PADA SISTEM SELULER

BAB I PENDAHULUAN. teknologi 3G yang menawarkan kecepatan data lebih cepat dibanding GSM.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENGARUH STANDAR DEVIASI SHADOW FADING TERHADAP KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL SIGNAL DEGRADATION HANDOFF (SDH)

ANALISIS PENYEBAB BLOCKING CALL DAN DROPPED CALL PADA HARI RAYA IDUL FITRI 2012 TERHADAP UNJUK KERJA CDMA X

Analisis Kualitas Sinyal GSM di Kecamatan Syiah Kuala Menggunakan Nokia Network Monitor

Modul 2 Konsep Dasar Sistem Seluler

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. Dalam konferensi WARC (World Administrative Radio Conference) tahun

BAB III ANALISIS TRAFIK DAN PARAMETER INTERFERENSI CO-CHANNEL

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

MOBILITY MANAGEMENT DALAM SISTIM NIRKABEL BERGERAK

ANALISIS UNJUK KERJA JARINGAN PADA SISTEM CDMA (STUDI KASUS TELKOM FLEXI MEDAN)

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS HANDOFF JARINGAN UMTS DENGAN MODEL PENYISIPAN WLAN PADA PERBATASAN DUA BASE STATION UMTS

BAB II LANDASAN TEORI. Dunia telekomunikasi sekarang ini diramaikan oleh berbagai macam

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II LANDASAN TEORI

Kegagalan Panggil (Fail Connection) pada Sistem Jaringan Telepon Selular (GSM)

BAB II PROPAGASI SINYAL. kondisi dari komunikasi seluler yaitu path loss, shadowing dan multipath fading.

: RANCANG BANGUN SIMULASI ENKRIPSI PADA KOMUNIKASI GSM

Analisa Performansi Pengiriman Short Message Service (SMS) Pada Jaringan CDMA

Teknologi Seluler. Pertemuan XIV

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

Sistem Komunikasi Bergerak Seluler

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

BAB II DASAR TEORI.

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

PEMANFAATAN PONSEL SEBAGAI PERANGKAT MONITORING JARINGAN GSM BERBASIS PERSONAL KOMPUTER

1.2 Arsitektur Jaringan GSM

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Topologi Sistem Komunikasi Selular

ANALISIS PENGARUH KONTROL DAYA TERHADAP KAPASITAS SISTEM CDMA X

DAFTAR ISTILAH. sistem seluler. Bit Error Rate (BER) : peluang besarnnya bit salah yang mungkin terjadi selama proses pengiriman data

PENINGKATAN KUALITAS JARINGAN KOMUNIKASI SEKTOR INDUSTRI DENGAN INTELLIGENT NETWORK SEBAGAI UPAYA PERLUASAN DAERAH PEMASARAN

BAB II SISTEM KOMUNIASI BERGERAK. internasional roaming.. Dengan GSM satelit roaming, pelayanan juga dapat

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA

Global System for Mobile Communication ( GSM )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.2 Awal Perkembangan GSM (Global System for Mobile Communications ) di

BAB I PROTOKOL KOMUNIKASI

BAB II LANDASAN TEORI

Gambar II.7 Skema 2 nd Generation (2G) Network. 2) BTS / RBS : Base Transceiver Station / Radio Base Station

OPTIMASI BTS MENGGUNAKAN ANTENA SEKTORAL SANDY KUSUMA/ UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. handoff pada jaringan 3G (third generation), para pengguna sudah dapat merasakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Subsistem base transceiver station (BTS)


BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SELULER 2.1 Arsitektur Sistem Komponen fundamental dari suatu sistem GSM (Global System for Mobile Communication) dapat dilihat pada Gambar 2.1. Seorang pengguna memakai perangkat telekomunikasi yang kemudian disebut sebagai Mobile Station (MS), dimana MS berkomunikasi melalui udara dengan sebuah base station yang kemudian disebut Base Tranceiver Station (BTS) dalam GSM. Sebuah BTS terdiri dari perangkat transmitter dan receiver seperti antena, amplifier dan komponen lainnya yang berhubungan dengan sinyal dan pengolahan protokol. Sebagai contohnya, kode proteksi kesalahan (error protection coding) dilakukan di BTS, dan protokol level link untuk pensinyalan pada jalur radio diputuskan disini. Gambar 2.1 Arsitektur Sistem GSM[1] 6

Untuk menjaga agar ukuran BTS tidak terlalu besar maka bagian kontrol yang penting dilakukan oleh Base Station Controller (BSC). Sebuah BSC terdiri dari fungsi kontrol untuk kanal radio, pengaturan kanal dan pengaturan handover. Umumnya beberapa BTS dikontrol oleh sebuah BSC. Pada prakteknya, BTS dan BSC dikoneksikan melalui hubungan kabel langsung (fixed lines) ataupun hubungan radio point-to-point. BTS dan BSC bersama-sama membentuk Radio Access Network (RAN). Kumpulan trafik dari pengguna dirutekan melalui sebuah switch, yang disebut juga Mobile Switching Center (MSC). Pada MSC dilakukan pencarian jalur, pengolahan data dan segala fungsi switching dari sebuah node switching pada sebuah jaringan telepon tetap seperti pada jaringan Integrated Services Digital Network (ISDN). Perbedaan utama ISDN dan MSC adalah pada MSC harus diperhitungkan alokasi dan administrasi dari kanal radio dan mobilitas dari pengguna. Selain itu, sebuah MSC harus menyediakan fungsi tambahan untuk registrasi lokasi pengguna dan handover dari sebuah koneksi apabila pengguna bergerak dari sel yang satu ke sel lainnya. Sebuah jaringan seluler dapat memiliki beberapa MSC dengan setiap MSC bertanggung jawab sebagai sebuah bagian dari jaringan contohnya di perkotaan atau daerah metropolitan yang mempunyai trafik padat. Panggilan yang berasal dari jaringan telepon lokal akan ditangani oleh Gateway MSC (GMSC). Bagian yang mengatur hubungan antara jaringan telepon lokal (PSTN) dengan jaringan seluler (ISDN) adalah Interworking Function (IWF) dimana pada bagian ini dilakukan pemetaan protokol dari jaringan seluler dengan jaringan telepon lokal. 7

Sambungan antara MS dengan jaringan internasional dilakukan oleh International Switching Center (ISC) dengan negara yang akan dihubungkan.[1] Sebuah jaringan GSM juga memiliki beberapa jenis database. Home Location Register (HLR) dan Visitor Location Register (VLR) menyimpan lokasi terkini dari sebuah MS. Ini diperlukan karena jaringan harus mengetahui dimana posisi sel yang digunakan oleh pengguna untuk membangun panggilan ke BTS yang tepat. Sebagai tambahan, register ini menyimpan profil dari pengguna, yang kemudian digunakan untuk keperluan administrasi dan pencatatan biaya penggunaan dari jaringan. Database lainnya berfungsi untuk tujuan keamanan seperti Authentication Center (AUC) yang menyimpan data yang berhubungan dengan keamanan seperti kunci yang digunakan untuk enkripsi dan autentikasi; Equipment Identity Register (EIR) menyimpan data peralatan. Pengelolaan dan manajemen dari jaringan dilakukan di suatu tempat di pusat yang disebut sebagai Operation and Maintenance Center (OMC). Fungsi dari OMC adalah sebagai administrasi dari pengguna, terminal, data pembayaran, konfigurasi jaringan, operasi, pengawasan performa dan pemeliharaan jaringan. Bagian OMC bekerja berdasarkan konsep dari Telecommunication Management Network (TMN) yang distandarisasi oleh ITU-T seri M.30. Sebuah jaringan GSM dapat dibagi menjadi tiga subjaringan yaitu: Radio Access Network, Core Network dan Management Network ketiga subjaringan ini biasa disebut subsistem dalam jaringan GSM. Ketiga subsistem ini disebut juga Base Station Subsystem (BSS), Network Switching Subsystem (NSS) dan Operation and Maintenance Subsystem (OMSS).[1] 8

2.2 Prinsip Seluler Karena keterbatasan band frekuensi yang bisa digunakan, jaringan radio hanya mempunyai sedikit kanal yang tersedia. Sebagai contohnya, sistem GSM mempunyai alokasi bandwidth sebesar 25 Mhz pada jangkauan 900 Mhz, dimana kanal maksimum yang dapat dipergunakan hanya 125 kanal dengan bandwidth tiap kanal 200 khz. Dengan delapan kali multipleks dapat disediakan 1000 kanal yang kemudian dikurangi dengan kanal kontrol pada spektrum frekuensi dan overhead yang terjadi pada saat signalling. Untuk melayani ratusan bahkan ribuan pengguna maka harus digunakanlah pembagian frekuensi atau biasa disebut dengan frequency reuse. Penggunaan dari frequency reuse telah membuat perkembangan yang signifikan pada nilai ekonomis dari frekuensi. Karakteristik dari jaringan seluler dapat dijelaskan sebagai berikut[1] : a. Area yang dilayani oleh sebuah BTS dibagi menjadi sel. Sel ini biasanya dimodelkan dalam bentuk segi-enam (heksagonal) dengan BTS terdapat tepat di tengah dari setiap sel. b. Dua sel yang saling bersebelahan tidak boleh menggunakan frekuensi yang sama karena dapat menyebabkan co-channel interference. c. Hanya pada jarak D (jarak frequency reuse yang diperbolehkan) frekuensi yang sama boleh dipergunakan, seperti pada Gambar 2.2. Ketika merancang sistem jaringan radio, jarak D harus diperhitungkan agak besar supaya co-channel interference tidak mengganggu kualitas percakapan. 9

Gambar 2.2 Model dari jaringan seluler dengan penggunaan frequency reuse[1] d. Ketika pengguna yang sedang melakukan percakapan bergerak dari satu sel ke sel lainnya, akan terjadi pergantian frekuensi secara otomatis atau biasa disebut dengan handover dan akan tetap menjaga koneksi percakapan. 2.2.1 Rasio Carrier-to-Interference Kualitas sinyal dari suatu koneksi dihitung dengan membandingkan daya sinyal yang diterima dengan daya interferensi yang diterima karena co-channel dan dirumuskan dengan rasio Carrier-to-Interference (CIR atau C/I) pada persamaan 2.1 [1]: (2.1) 10

Intensitas dari interferensi sangat bergantung pada jarak D dari frequency reuse. Dari sudut pandang MS, interferensi co-channel diakibatkan karena BTS yang berada pada jarak D dari BTS yang sedang melayaninya. Pada keadaan terburuk untuk level CIR, sebuah MS sedang berada pada jarak R yang merupakan ujung dari suatu area cakupan dari sebuah BTS dan diasumsikan enam dari sel yang bersebelahan mentransmisikan daya yang sama, dapat dilihat pada persamaan 2.2 : (2.2) Dengan daya yang dikirim adalah sama kita dapatkan kondisi terburuk dari CIR dengan fungsi jari-jari sel yaitu R, maka pada persamaan 2.3 jarak reuse D dan eksponen attenuasi adalah: (2.3) Nilai dari CIR sangat bergantung pada rasio R/D. Dengan syarat ini untuk merancang suatu jaringan seluler, haruslah diperhitungkan jarak minimum untuk frequency reuse agar interferensi akibat co-channel dapat tetap berada di batas ambang.[1] 2.2.2 Formasi cluster Sebuah cluster adalah kumpulan dari sel dimana sel-sel dalam satu cluster tidak boleh menggunakan frekuensi yang sama dan sel yang berada di cluster yang lain bisa menggunakan kembali frekuensi tersebut. Ukuran dari suatu cluster dikarakteristik dengan jumlah sel dalam setiap cluster atau dinotasikan dengan k, yang menentukan jarak frequency reuse D, ketika jari-jari dari sel diberikan R. 11

Gambar 2.3 menunjukkan contoh dari cluster dan penggunaan frequency reuse dari setiap cluster. [1] Gambar 2.3 Formasi cluster dan frequency reuse[1] Karakteristik dari setiap cluster : a. Sebuah cluster dapat berisi semua frekuensi yang terdapat dalam sistem komunikasi radio. b. Dalam sebuah cluster tidak boleh digunakan frekuensi yang sama dalam setiap selnya. c. Semakin besar ukuran sebuah cluster, maka jarak frequency reuse dan nilai CIR juga akan semakin besar dan semakin banyak nilai k, maka jumlah kanal yang tersedia akan semakin sedikit dan jumlah pengguna yang dapat dilayani di setiap sel akan berkurang. Rumus jarak frequency reuse D dapat diperoleh dari persamaan 2.4 dengan model segi-enam dan bergantung pada nilai k dan jari-jari dari sel : (2.4) 12

Nilai CIR dapat diperoleh sebagai persamaan 2.5: (2.5) Dengan hasil tersebut, kita dapat menentukan ukuran cluster yang optimum dengan memasukkan nilai (C/I) yang minimum dengan rumus pada persamaan 2.6: (2.6) Berdasarkan pada data perhitungan yang ada, kualitas percakapan yang bagus mempunyai nilai propagasinya. Dengan mengasumsikan koefisien maka ukuran cluster minimumnya dapat diperoleh pada persamaan 2.7 dan 2.8: (2.7) (2.8) Model seluler yang dibahas sejauh ini sangat ideal untuk analisis dan ilustrasi, akan tetapi pada kenyataanya sel bukanlah berupa lingkaran maupun segi-enam melainkan merupakan bentuk tak beraturan karena kondisi dari propagasi yang sangat acak. Pada Gambar 2.4 dapat dilihat gambaran nyata dari suatu jaringan dan dapat dilihat pembagian dari kanal yang dialokasikan beserta frequency reuse. Perbedaan ukuran dari tiap sel bergantung pada area dari sel itu sendiri apakah merupakan daerah perkotaan, pinggiran ataupun jalur lintas. [1] 13

Gambar 2.4 Gambaran nyata dari sel[1] 2.3 Parameter Propagasi Sinyal Gelombang elektromagnetik dari sinyal radio merambat dengan kondisi ideal di ruang bebas dengan pola radial simetris. Daya yang diterima berbanding terbalik dengan pangkat dua dari jarak spesifik, daya yang diterima dapat dijabarkan dalam model ruang bebas sebagai fungsi dari daya yang radio dari pemancar. Secara dipancarkan, jarak dan panjang gelombang dari sinyal sebagai persamaan 2.9 [1]: (2.9) dimana dan adalah gain pemancar dan penerima. Rumus 2.9 belum memasukkan efek terrestrial dari perambatan radio seperti sinyal yang terhamburkan dan terpantulkan karena halangan seperti bangunan, gunung, pepohonan, dan permukaan air. Pada sisi penerima, sinyal yang diterima merupakan gabungan dari sinyal langsung dipancarkan dari sumber ataupun 14

sinyal yang dipantulkan dan kemudian dapat ditulis merupakan fungsi linier dari pada persamaan 2.10 dan gabungan dari gain kanal : (2.10) Gain kanal dapat dibagi menjadi 3 komponen seperti pada persamaan 2.11 : (2.11) dimana setiap komponen merupakan faktor utama dari parameter propagasi. a. Gain berdasarkan jarak (path gain) : Komponen ini biasanya dimodelkan sebagai fungsi deterministik dari jarak penerima. antara pemancar dan memberikan nilai rata-rata yang diterima pada jarak dari pengirim (jika diasumsikan. Model umum dari path gain dapat dituliskan sebagai persamaan 2.12 : (2.12) Dimana adalah jarak referensi dan tergantung pada lingkungan propagasi. Nilai adalah eksponen attenuasi, biasanya diantara 3 dan 5. b. Gain karena efek shadowing ( shadowing gain )( ) : Shadowing merupakan efek fluktuasi dari daya yang diterima di nilai rata-ratanya, ini terjadi karena adanya halangan seperti bangunan maupun pepohonan. Besar tidaknya pengaruh dari efek shadowing sangat bergantung pada jumlah dan jenis dari halangan diantara pemancar dan penerima. Perubahan nilai dari shadowing terjadi dalam satuan meter, seperti contohnya ketika pengguna berbelok dari suatu persimpangan ketika sedang melakukan panggilan. Untuk melakukan pengukuran data, model yang paling sering digunakan untuk memodelkan efek shadowing adalah 15

dengan model statistik, menjabarkan gain shadowing ( ) sebagai variabel acak terdistribusi log-normal. Untuk itu, gain shadowing dalam satuan desibel didistribusikan dengan distribusi Gaussian seperti pada persamaan 2.13 : (2.13) Standar deviasi menentukan seberapa besar pengaruh shadowing dan bergantung pada lingkungan yang akan dimodelkan. Berdasarkan data pengukuran, nilai yang umum untuk c. Gain karena efek multipath fading( adalah diantara 5 sampai 10 db. : Sumber lain yang menyebabkan fluktuasi daya yang diterima di sekitar nilai rata-ratanya diakibatkan oleh multipath fading. Pada lingkungan perkotaan, biasanya sinyal yang diterima berasal dari sinyal yang diterima dari beberapa jalur propagasi. Gabungan dari sinyal-sinyal yang diterima dari jalur propagasi yang berbeda-beda tersebut mengakibatkan timbulnya medan gelombang disekitar penerima. Panjang gelombang dari kuat sinyal yang diterima di medan gelombang ini berubah tergantung pada tempat-tempat dimana superposisi dari sinyal destruktif dan konstruktif terjadi. Hasil dari variasi sinyal yang diterima dimodelkan oleh variabel acak yaitu pada persamaan 2.14 : (2.14) Distribusi dari variabel acak bergantung pada lingkungan propagasi. Jika tidak ada hubungan line of sight antar pemancar dan penerima, maka diasumsikan terdistribusi Rayleigh. 16

2.4 Handover Keleluasaan untuk melakukan dan menerima panggilan dimanapun dan kapan pun telah menciptakan sebuah dimensi baru dalam sistem komunikasi wireless dimana pengguna dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lain ketika sedang melakukan panggilan. Handover adalah bagian terpenting yang mendasari mobilitas dari pengguna.[6] Handover adalah proses memutuskan suatu koneksi yang lama dan menggantikannya dengan koneksi yang baru dimana pengguna itu berada yang kemudian disebut sebagai sel tujuan. Umumnya handover dilakukan ketika kualitas sinyal yang diterima mobile daribase station berkurang di bawah batas tertentu. Dari informasi mengenai kualitas sinyal radio yang diperoleh, dapat ditentukan kapan handover diperlukan ke sel lainnya. Pengetahuan mengenai alokasi ketersediaan sinyal radio pada sel tujuan dan pelepasan kanal yang tepat setelah handover selesai dilakukan sangatlah mendukung tingkat keberhasilan dari suatu handover. Ketika jaringan tidak berhasi membangun koneksi dengan sel tujuan maka handover tersebut dinyatakan gagal. Kegagalan handover terjadi ketika tidak ada ketersediaan kanal baru di sel tujuan atau terjadinya dropped call. Dropped call terjadi ketika kualitas sinyal radio telah jatuh dibawah batas tertentu sebelum berhasil tersambung dengan sel tujuan dan sering terjadi pada sistem GSM. 17

2.4.1 Jenis Handover Ada beberapa jenis handover yaitu hard handover, soft handover dan softer handover. Proses handover dimulai ketika MS mendeteksi sinyal pilot yang secara signifikan lebih kuat dibandingkan dengan kanal trafik forward lain yang ditujukan kepadanya. MS tersebut akan mengirimkan pesan pilot measurement ke base station kandidat dengan sinyal terkuat sekaligus menginstruksikan untuk memulai proses handover. Cell tersebut akan mengirimkan pesan handover direction ke MS, mengarahkan untuk melakukan handover. Setelah mengeksekusi pesan handover tersebut, MS akan mengirimkan pesan handover completion pada kanal trafik yang baru. Perbedaan dari masing-masing jenis handover [6]: a. Hard Handover Hard handover terjadi pada dua frekuensi yang berbeda. Pada hard handover ini, terjadi proses break before make yang berarti hubungan mobile station dengan base station yang lama harus diputuskan terlebih dahulu sebelum membangun hubungan kembali dengan base station yang baru. Hard handover dapat dilakukan pada sistem komunikasi analog, sistem FDMA (Frequency Division Multiple Access), sistem TDMA (Time Division Multiple Access), dan sistem OFDMA (Orthogonal Frequency Division Multiple Access). b. Soft Handover Pada soft handover terjadi proses make before break yang berarti mobile station harus membangun hubungan dengan base station yang baru terlebih dahulu sebelum memutuskan hubungan dengan base station yang lama. Soft handover dapat dilakukan pada sistem CDMA (Code Division Multiple Access) 18

karena handover pada sistem CDMA terjadi antara dua code channel yang berbeda bukan dua frekuensi yang berbeda. c. Softer Handover Softer Handover hanya terjadi di antar sektor pada base station yang melayani mobile station. Softer handover merupakan proses make before break menggunakan perbedaan dua code channel. 2.4.2 Keputusan Handover Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi suatu mobile yang sedang melakukan panggilan bergerak menjauhi base station yang sedang melayaninya. Begitu mobile bergerak menuju batas terluar dari area cakupan yang dilayani base station maka kualitas dan kuat sinyal yang diterima oleh mobile akan menurun. Pada saat yang sama, ketika mobile berada di batas terluar dari cell, mobile tersebut menerima sinyal yang lebih kuat dari base station di sekitarnya. Pada tahap ini kontrol dari mobile akan dialihkan ke base station baru, peristiwa ini disebut juga handover. Terdapat beberapa jenis keputusan handover dalam sistem seluler yaitu[3]: 1. Network Controlled Handover (NCHO) NCHO digunakan pada generasi pertama sistem seluler seperti Advanced Mobile Phone System (AMPS) dimana pusat switching mobile bertanggung jawab terhadap seluruh keputusan handover. Pada NCHO, jaringan melayani pengukuran kuat sinyal yang diperlukan dan pelaksanaan handover sangat bergantung pada padatnya trafik. 19

2. Mobile Assisted Handover (MAHO) Pada NCHO beban dari jaringan akan sangat berat karena jaringan menangani seluruh keputusan handover sendiri. Untuk mengurani beban pada jaringan, pada sistem MAHO mobile bertanggung jawab untuk melakuan pengukuran kuat sinyal yang diterima dan mengirimkannya kepada base station. Dengan berdasarkan pada pengukuran yang diterima, base station atau MSC(Mobile Switching Center) akan memutuskan apakah handover akan dilakukan atau tidak. Sistem MAHO digunakan pada sistem GSM ( Global System for Mobile Communication). Pelaksanaan handover akan berlangsung selama satu detik. 3. Mobile Controlled Handover (MCHO) Pada sistem MCHO, peran dari mobile diperbanyak dengan memberikan fungsi kontrol pada mobile. Mobile dan base station bersama-sama melakukan pengukuran dan base station akan mengirimkan hasil pengukuran kepada mobile. Kemudian mobile akan memutuskan kapan dilakukan handover berdasarkan informasi yang diterima dari base station. Sistem MCHO digunakan pada DECT (Digital European Cordless Telephone) dengan lama pelaksanaan handover selama 100-500 milisekon. 2.4.3 Jenis-jenis Algoritma Hard Handover Hard handover terjadi ketika koneksi dengan BS yang lama terputus sebelum koneksi dengan BS yang baru dibangun. Sinyal yang diterima dapat dirata-ratakan untuk menghilangkan fluktuasi yang cepat dari multipath alami pada lingkungan propagasi radio. Gambar 3.1 menunjukkan sebuah MS bergerak 20

dari base station yang lama (BS1) ke base station yang baru (BS2) dan melewati base station yang berada di antara BS1 dan BS2. Kuat sinyal rata-rata dari BS1 menurun ketika MS menjauh dari BS1. Kuat sinyal rata-rata dari BS2 meningkat ketika MS mendekati BS2. Sedangkan kuat sinyal rata-rata dari BS3 meningkat pada pertengahan dari jalur yang dilalui oleh MS. Melalui Gambar 2.5, beberapa pendekatan akan dijelaskan sebagai berikut[10] : a. Relative signal strength, selalu memilih sinyal terkuat yang diterima dari BS. Keputusan berdasarkan pada rata-rata pengukuran sinyal terima. Pada Gambar 2.5, handover akan terjadi pada posisi A. Karena adanya fluktuasi sinyal yang diterima maka metode ini terlihat menimbulkan terlalu banyak handover yang tidak penting ketika sinyal dari BS sekarang masih memadai. Handover yang tidak perlu ini disebut juga sebagai efek pingpong yang membuat beban dan biaya dari trafik bertambah. b. Relative signal strength dengan threshold, membolehkan user untuk handover hanya jika sinyal BS sekarang cukup lemah (kurang dari threshold) dan sinyal dari BS lain lebih kuat dari sinyal BS sekarang. Jika threshold lebih rendah dari nilai T2 pada Gambar 2.5, MS akan menunda handover sampai kuat sinyal sekarang melewati threshold pada posisi B. Pada kasus T2, penundaan mungkin cukup lama karena MS bergerak jauh ke dalam sel baru. Hal ini mengurangi kualitas link komunikasi dan dapat mengakibatkan drop call. Selain itu, hal ini menyebabkan interferensi tambahan kepada co-channel user. Sehingga skema ini dapat menimbulkan area cakupan sel yang tumpang tindih. 21

c. Relative signal strength dengan hysteresis, membolehkan user untuk handover hanya jika BS baru cukup lebih kuat daripada BS sekarang sebesar nilai hysteresis yang sudah ditetapkan. Pada kasus ini, apabila MS saat ini dikelola oleh BS1 maka handover akan terjadi pada titik C dan apabila MS dikelola oleh BS3 maka handover akan terjadi pada titik E. Teknik ini mencegah efek ping-pong, yaitu handover yang terjadi berulang kali di antara base station akibat fluktuasi yang cepat pada kuat sinyal terima dari base station yang ada. d. Relative signal strength dengan hysteresis dan threshold, menghandoverkan user ke BS baru hanya jika kuat sinyal sekarang jatuh / turun di bawah threshold dan BS target lebih kuat daripada BS sekarang dengan hysteresis margin yang diberikan. Pada Gambar 2.5, handover akan terjadi pada titik D jika threshold yang digunakan T2. Kuat Sinyal Pilot (db) Hysteresis T1 T2 A B C D Jarak E Gambar 2.5 Pergerakan MS dari BS1 ke BS2 melewati BS3 22

e. Teknik prediksi, keputusan handover berdasarkan pada perkiraan nilai kuat sinyal terima untuk waktu berikutnya. Sebuah teknik yang telah diusulkan dan disimulasikan untuk menunjukkan hasil yang lebih baik, pada pengurangan jumlah handover yang tidak penting, daripada metode relative signal strength baik dengan atau tanpa hysteresis dan threshold. f. Penggunaan pendekatan nonstandard untuk mekanisme handover seperti neural network, fuzzy logic, uji hypotesis, dynamic programming dan lain-lain. Pada Tugas Akhir ini, akan dibahas tiga pendekatan nonstandard yaitu Suboptimal Signal Degradation Handover (SDH), Suboptimal Delay Handover (DH) dan Suboptimal Delay Handover Signal Degradation (DHSD). 23