II. TINJAUAN PUSTAKA. Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

II. TINJAUAN PUSTAKA

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

Pengaruh Lama Pemanasan, Pendinginan secara Cepat, dan Tempering 600 o C terhadap Sifat Ketangguhan pada Baja Pegas Daun AISI No.

I. TINJAUAN PUSTAKA. unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C)

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

II. TINJAUAN PUSTAKA. unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon

II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan sifat-sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODUL 9 PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketika itu banyak terjadi fenomena patah getas pada daerah lasan kapal kapal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bab II menjelaskan tentang beberapa konsep dasar teori yang mendukung topik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena

Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

Perlakuan panas (Heat Treatment)

PENGARUH TEMPERATUR CARBURIZING PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP SIFAT SIFAT MEKANIS BAJA S 21 C

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PROSES THERMAL LOGAM

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

BAB II KERANGKA TEORI

ANALISA KEKERASA DAN STRUKTUR MIKRO TERHADAP VARIASI TEMPERATUR TEMPERING PADA BAJA AISI 4140

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB VI TRANSFORMASI FASE PADA LOGAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH MANUAL FLAME HARDENING TERHADAP KEKERASAN HASIL TEMPA BAJA PEGAS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bagian kedua dalam tulisan ini yaitu tinjauan pustaka. Pada bab ini akan

Simposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

ANALISA PENGARUH MANIPULASI PROSES TEMPERING TERHADAP PENINGKATAN SIFAT MEKANIS POROS POMPA AIR AISI 1045

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Logam Ferro

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon

09: DIAGRAM TTT DAN CCT

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH HEAT TREATMENT DENGAN VARIASI MEDIA QUENCHING AIR DAN OLI TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN NILAI KEKERASAN BAJA PEGAS DAUN AISI 6135.

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH BAHAN ENERGIZER PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP KEKERASAN CANGKUL PRODUKSI PENGRAJIN PANDE BESI

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST

Pengaruh Heat Treatment denganvariasi Media Quenching Oli dan Solar terhadap StrukturMikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

PENGARUH KARBURISASI PADAT DENGAN KATALISATOR CANGKANG KERANG DARAH (CaCO2) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN KEASUHAN BAJA St 37

PENGARUH MEDIA PENDINGIN MINYAK PELUMAS SAE 40 PADA PROSES QUENCHING DAN TEMPERING TERHADAP KETANGGUHAN BAJA KARBON RENDAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gatot budiyanto (2003) dengan judul pengaruh proses Quenching dan

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES HARDENING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MICRO BAJA AISI DENGAN MEDIA PENDINGIN Oleh: DEDI SUPRIANTO

UNIVERSITAS MERCU BUANA

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

PERBEDAAN STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN, DAN KETANGGUHAN BAJA HQ 705 BILA DIQUENCH DAN DITEMPER PADA MEDIA ES, AIR DAN OLI

Di susun oleh: Rusdi Ainul Yakin : Tedy Haryadi : DIAGRAM FASA

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

BAB I PENDAHULUAN. Suhu mempengaruhi sifat mekanik material, yaitu ketangguhan material

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E

PENGARUH HEAT TREATMENT DENGAN VARIASI MEDIA QUENCHING AIR GARAM DAN OLI TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN NILAI KEKERASAN BAJA PEGAS DAUN AISI 6135

Machine; Jurnal Teknik Mesin Vol. 2 No. 2, Juli 2016 ISSN :

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING

PENGARUH TEMPERING PADA BAJA St 37 YANG MENGALAMI KARBURASI DENGAN BAHAN PADAT TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

II. TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISASI MATERIAL BUCKET TEETH PADA EXCAVATOR UNTUK PENINGKATAN KUALITAS DAN PEMBUATAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

Pengaruh Unsur-unsur Paduan Pada Proses Temper:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus

METALURGI FISIK. Heat Treatment. 10/24/2010 Anrinal - ITP 1

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Baja Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan unsur karbon dalam baja berkisar antara 0,2% hingga 2,1% berat sesuai grade-nya. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi kristal (crystal lattice) atom besi. Baja karbon ini dikenal sebagai baja hitam karena berwarna hitam, banyak digunakan untuk peralatan pertanian misalnya sabit dan cangkul. Unsur paduan lain yang biasa ditambahkan selain karbon adalah titanium, krom (chromium), nikel, vanadium, cobalt dan tungsten (wolfram). Dengan memvariasikan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya, berbagai jenis kualitas baja bisa didapatkan. Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya (tensile strength), namun di sisi lain membuatnya menjadi getas (brittle) serta menurunkan keuletannya (ductility) (Anonimous A, 2012). Menurut komposisi kimianya baja karbon dapat klasifikasikan menjadi tiga, yaitu Baja karbon rendah dengan kadar karbon 0,05% - 0,30% C, sifatnya mudah ditempa dan mudah di kerjakan pada proses permesinan. Penggunaannya untuk

6 komposisi 0,05% - 0,20% C biasanya untuk bodi mobil, bangunan, pipa, rantai, paku keeling, sekrup, paku dan komposisi karbon 0,20% - 0,30% C digunakan untuk roda gigi, poros, baut, jembatan, bangunan. Baja karbon menengah dengan kadar karbon 0,30% - 0,60%, kekuatannya lebih tinggi dari pada baja karbon rendah. Sifatnya sulit untuk dibengkokkan, dilas, dipotong. Penggunaan untuk kadar karbon 0,30% - 0,40% untuk batang penghubung pada bagian automotif. Untuk kadar karbon 0,40% - 0,50% digunakan untuk rangka mobil, crankshafts, rails, ketel dan obeng. Untuk kadar karbon 0,50% - 0,60% digunakan untuk palu dan eretan pada mesin. Baja karbon tinggi dengan kandungan 0,60% - 1,50% C, kegunaannya yaitu untuk pembuatan obeng, palu tempa, meja pisau, rahang ragum, mata bor, alat potong, dan mata gergaji, baja ini untuk pembuatan baja perkakas. Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan dipotong (Arifin dkk, 2008). Sedangkan menurut kadar zat arangnya, baja dibedakan menjadi tiga kelompok utama baja bukan paduan yaitu baja dengan kandungan kurang dari 0,8% C (baja hypoeutectoid), himpunan ferrit dan perlit (bawah perlitis), baja dengan kandungan 0,8% C (baja eutectoid atau perlitis), terdiri atas perlit murni, dan baja dengan kandungan lebih dari 0,8% C (baja hypereutectoid), himpunan perlit dan sementit (atas perlitis) (Mulyadi, 2010). 2.2 Pengaruh Unsur Paduan pada Baja Pengaruh unsur-unsur paduan dalam baja adalah sebagai berikut (Mulyadi, 2010). 1. Silisium (Si), terkandung dalam jumlah kecil di dalam semua bahan besi dan dibubuhkan dalam jumlah yang lebih besar pada jenis-jenis istimewa. Meningkatkan kekuatan, kekerasan, kekenyalan, ketahanan aus, ketahanan

7 terhadap panas dan karat, dan ketahanan terhadap keras. Tetapi menurunkan regangan, kemampuan untuk dapat ditempa dan dilas. 2. Mangan (Mn), meningkatkan kekuatan, kekerasan, kemampuan untuk dapat di temper menyeluruh, ketahanan aus, penguatan pada pembentukan dingin, tetapi menurunkan kemampuan serpih. 3. Nikel (Ni), meningkatkan keuletan, kekuatan, pengerasan menyeluruh, ketahanan karat, tahanan listrik (kawat pemanas), tetapi menurunkan kecepatan pendinginan regangan panas. 4. Krom (Cr), meningkatkan kekerasan, kekuatan, batas rentang ketahanan aus, kemampuan diperkeras, kemampuan untuk dapat ditemper menyeluruh, ketahanan panas, kerak, karat dan asam, pemudahan pemolesan, tetapi menurunkan regangan (dalam tingkat kecil). 5. Molibdenum (Mo), meningkatkan kekuatan tarik, batas rentang, kemampuan untuk dapat ditemper menyeluruh, batas rentang panas, ketahanan panas dan batas kelelahan, suhu pijar pada perlakuan panas, tetapi menurunkan regangan, kerapuhan pelunakan. 6. Kobalt (Co), meningkatkan kekerasan, ketahanan aus, ketahanan karat dan panas, daya hantar listrik dan kejenuhan magnetis. 7. Vanadium (V), meningkatkan kekuatan, batas rentang, kekuatan panas, dan ketahanan lelah, suhu pijar pada perlakuan panas, tetapi menurunkan kepekaan terhadap sengatan panas yang melewati batas pada perlakuan panas. 8. Wolfram (W), meningkatkan kekerasan, kekuatan, batas rentang, kekuatan panas, ketahanan terhadap normalisasi dan daya sayat, tetapi menurunkan regangan.

8 9. Titanium (Ti), memiliki kekuatan yang sama seperti baja, mempertahankan sifatnya hingga 400 C, karena itu merupakan kawat las. 2.3 Pengertian Baja Pegas Daun Pegas daun ini terbentuk dari sejumlah pelat-pelat (berbentuk seperti daun). Daundaun ini biasanya mempunyai ciri dilengkungkan sehingga daun-daun itu akan melayani untuk melentur menjadi lurus oleh karena kerja beban, seperti ditunjukkan pada Gambar 1 di bawah ini. Gambar 1. Baja Pegas Daun (Daryono, 2010). Daun-daun itu disatukan bersama oleh sabuk seperti gelang yang disusutkan melingkarinya pada posisi tengah atau dengan baut yang menembusnya di tengah. Daun yang lebih panjang dikenal sebagai daun utama (main leaf atau master leaf ) dengan ujung dibentuk menyerupai lubang mata yang mana dipasang dengan baut untuk mengikat pegas pada tumpuannya. Biasanya pada mata tersebut, pegas disematkan pada sengkang (shackle), yang juga diberikan bantalan yang terbuat dari bahan anti gesekan seperti perunggu (bronze) atau karet (rubber). Daun pegas yang lainnya dikenal sebagai graduated leaves. Agar mencegah terjadinya

9 gesekan atau desakan pada daun yang berbatasan, ujung-ujung dari graduated leaves diatur dalam bermacam-macam bentuk seperti diperlihatkan oleh Gambar 1. Daun utama akan melawan beban-beban lentur vertikal dan juga beban-beban yang disebabkan bagian samping kendaraan dan torsi, oleh karena adanya tegangan disebabkan oleh beban-beban ini, sudah menjadi kebiasaan memberikan dua daun dengan panjang penuh dan blok bantalan pada daun tersusun (graduated leaves) seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Jepitan pantul (rebound clips) diletakkan pada posisi pertengahan panjang pegas, sehingga susunan daun-daun juga ikut andil menghantarkan tegangan pada daun panjang penuh (full length leaves) ketika pegas memantul (Daryono, 2010). Pegas ini biasanya dibuat dari plat baja yang memiliki ketebalan 3 6 mm. Susunan pegas daun terdiri atas 3 10 lembar plat yang diikat menjadi satu menggunakan baut atau klem pada bagian tengahnya. Pada ujung plat terpanjang dibentuk mata pegas untuk pemasangannya. Sementara itu, bagian belakang dari plat baja paling atas dihubungkan dengan kerangka menggunakan ayunan yang dapat bergerak bebas saat panjang pegas berubah-ubah karena pengaruh perubahan beban. Camber ialah untuk menentukan tinggi lengkungan daun pegas yang sudah disusun pada saat tidak menerima beban. Pegas daun dipasang di atas dan di bawah poros roda belakang. Dominan pegas daun dipasang tepat pada pertengahan panjang pegas tersebut sehingga bagian depan dan belakang sama panjang (Anonimous D, 2010). Menurut penelitian yang dilakukan Pramuko Ilmu Purboputro (2009), pegas daun mengandung 0,300% C sehingga berdasarkan unsur karbon diklasifikasikan

10 sebagai baja karbon sedang. Unsur penyusun utamanya selain besi (Fe) = 97,07% juga didapatkan unsur silikon (Si) = 1,292% yang berpengaruh dalam meningkatkan kekuatan, kekerasan, kemampuan diperkeras secara keseluruhan, tahan aus, ketahanan terhadap panas dan karat, tetapi juga mampu menurunkan tegangan, kemampuan tempa dan meningkatkan kemampuan las. Mangan (Mn) = 0,735 % berguna untuk meningkatkan kekerasan, kekuatan, dan mampu diperkeras pada baja. Unsur tambahan dalam jumlah yang relatif kecil yaitu wolfram (W) = 0,04%, molibden (Mo) = 0,031%, sulphur (S) = 0,013%, niobium (Nb) = 0,01%, phosphor (P) = 0,004%, vanadium (V) = 0,000%, alumunium (Al) = 0,000% dan titanium (Ti) = 0,000%. 2.4 Diagram TTT (Time Temperature Transformation) Dalam diagram TTT ini menunjukkan batas-batas transformasi untuk temperatur dalam waktu tertentu. Jadi, dari diagram ini dapat dilihat pada temperatur dan waktu berapa suatu fase mulai dan berakhir terbentuk (Sumiyanto dkk, 2012). Diagram ini spesifik untuk setiap baja dengan konsentrasi karbon tertentu. Seperti Gambar 2 di bawah ini.

11 Gambar 2. Diagram TTT (Anonimous B, 2012). Kurva sebelah kiri menunjukkan saat mulainya transformasi isothermal dan kurva sebelah kanan menunjukkan saat selesainya transformasi isothermal. Diatas garis A 1, austenit dalam keadaan stabil (tidak terjadi transformasi walaupun waktu penahannya bertambah). Di bawah temperatur kritis A 1 pada daerah di sebelah kiri kurva awal transformasi austenit tidak stabil (austenit akan bertransformasi) dan disebelah kanan kurva akhir transformasi terdapat hasil transformasi isothermal dari austenit, sedang pada daerah diantara dua kurva tersebut terdapat sisa austenit (yang belum bertransformasi) dan hasil transformasi isotermalnya. Titik paling kiri dari kurva awal transformasi disebut hidung (nose) diagram ini. Transformasi austenit diatas nose akan menghasilkan perlit sedangkan di bawah nose akan menghasilkan bainit. Tetapi bila transformasi berlangsung pada temperatur yang lebih rendah lagi (dibawah garis M s = Martensite start) akan

12 diperoleh martensit (Anonimous C, 2012). 2.5 Holding Time (Waktu Tahan) Holding Time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses hardening dengan menahan pada temperatur pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga struktur austenitnya homogen atau terjadi kelarutan karbida ke dalam austenit dan difusi karbon dan unsur paduannya. Untuk baja jenis Low Alloy Tool Steel, memerlukan holding time yang tepat, agar kekerasan yang diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan menggunakan 0,5 menit per milimeter tebal benda, atau 10 sampai 30 menit. Holding Time terlalu lama akan terjadi pertumbuhan butiran yang menyebabkan turunnya kekerasan (Dalil dkk, 1999). 2.6 Diagram Fase Fe-Fe 3 C Diagram Fase Fe-Fe 3 C merupakan sebuah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan lambat dan pemanasan lambat dengan kandungan karbon (C). Diagram fasa besi dan karbida besi Fe 3 C ini menjadi landasan untuk perlakuan panas terhadap kebanyakan jenis baja yang kita kenal, seperti Gambar 3 di berikut ini.

13 Gambar 3. Diagram Kesetimbangan Fe-Fe 3 C (Anonimous D, 2012). Beberapa istilah dalam diagram kesetimbangan Fe-Fe 3 C dan fasa-fasa yang terdapat didalam diagram diatas akan dijelaskan dibawah ini. Berikut adalah batas-batas temperatur kritis pada diagram Fe-Fe 3 C (Anonimous C, 2012): 1. A 1 adalah temperatur reaksi eutektoid yaitu perubahan fasa γ menjadi α+fe 3 C (perlit) untuk baja hypoeutectoid. 2. A 2 adalah titik Currie (pada temperatur 769 o C), dimana sifat magnetik besi berubah dari feromagnetik menjadi paramagnetik. 3. A 3 adalah temperatur transformasi dari fasa γ menjadi α (ferit) yang ditandai pula dengan naiknya batas kelarutan karbon seiring dengan turunnya temperatur.

14 4. A cm adalah temperatur transformasi dari fasa γ menjadi Fe 3 C (sementit) yang ditandai pula dengan penurunan batas kelarutan karbon seiring dengan turunnya temperatur. 5. A 123, adalah temperatur transformasi γ menjadi α+fe 3 C (perlit) untuk baja hypereutectoid. 2.7 Struktur Mikro Baja Beberapa fasa yang sering ditemukan dalama baja karbon adalah (Yogantoro, 2010): a. Austenit Austenit adalah campuran besi dan karbon yang terbentuk pada pembekuan, pada proses pendinginan selanjutnya austenit berubah menjadi ferit dan perlit atau perlit dan sementit. Sifat austenit adalah lunak, lentur dengan keliatan tinggi. Kelarutan maksimal kandungan karbon sebesar ± 2,06% pada suhu 1148 o C, struktur kristalnya FCC (Face Center Cubic). Sifat ketangguhan tinggi dan tidak stabil pada suhu ruang (Saefudin dkk, 2008). b. Ferit Fasa ini disebut alpha (α). Ruang antar atomnya kecil dan rapat sehingga akan sedikit menampung atom karbon. Batas maksimum kelarutan karbon ± 0,025% C pada temperatur 723 o C, struktur kristalnya BCC (Body Center Cubic). Pada suhu ruang, kadar kelarutan karbonnya ± 0,008% sehingga dapat dianggap besi murni. Ferit bersifat magnetik sampai suhu 768 o C. Sifat-sifat ferit adalah ketangguhan rendah, keuletan tinggi, ketahanan korosi medium dan struktur paling lunak diantara diagram Fe 3 C.

15 c. Perlit Perlit ialah campuran eutectoid antara ferrite dengan cementite yang terbentuk pada suhu 723 o C dengan kandungan karbon 0,83% (Aisyah, 2012). Fasa perlit merupakan campuran mekanis yang terdiri dari dua fasa, yaitu ferit dengan kadar karbon 0,025% dan sementit dalam bentuk lamellar (lapisan) dengan kadar karbon 6,67% yang berselang-seling rapat terletak bersebelahan. Jadi, perlit merupakan struktur mikro dari reaksi eutektoid lamellar. d. Bainit Bainit merupakan fasa yang terjadi akibat transformasi pendinginan yang sangat cepat pada fasa austenit ke suhu antara 250-550 o C dan ditahan pada suhu tersebut (isothermal). Bainit adalah strukur mikro dari reaksi eutektoid (γ α+fe 3 C) non lamellar. Bainit merupakan struktur mikro campuran fasa ferit dan sementit (Fe 3 C). Kekerasan bainit kurang lebih berkisar antara 300-400 HVN. e. Martensit Martensit merupakan fasa diantara ferit dan sementit bercampur, tetapi bukan lamellar, melainkan jarum-jarum sementit. Fasa ini terbentuk austenit meta stabil didinginkan dengan laju pendinginan cepat tertentu. Terjadinya hanya prepitasi Fe 3 C unsur paduan lainnya tetapi larut transformasi isothermal pada 260 o C untuk membentuk dispersi karbida yang halus dan matriks ferit. f. Sementit (karbida besi) Sementit merupakan paduan besi melebihi batas daya larut membentuk fasa kedua. Karbida besi mempunyai komposisi kimia Fe 3 C. Dibandingkan dengan ferit, sementit sangat keras. Karbida besi dalam ferit akan meningkatkan

16 kekerasan baja. Akan tetapi karbida besi murni tidak liat, karbida ini tidak dapat menyesuaikan diri dengan adanya konsentrasi tegangan, oleh karena itu kurang kuat. 2.8 Perlakuan Panas (Heat Treatment) Perlakuan panas didefinisikan sebagai kombinasi operasional pemanasan dan pendinginan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat dengan waktu tertentu, yang dimaksud memperoleh sifat-sifat tertentu. Pengerasan permukaan disebut juga case hardening (Lilipaly, 2011). Proses perlakuan panas yang (heat treatment) yang dapat membentuk (merubah) sifat dari baja yang mudah patah menjadi lebih kuat dan ulet atau juga dapat merubah sifat baja dari yang lunak menjadi sangat keras dan sebagainya. Pembentukan sifat-sifat inilah yang sangat diperlukan untuk memperoleh material bahan industri yang betul-betul sesuai dengan kebutuhan dan fungsinya (Purboputro, 2009). Perlakuan panas (heat treatment) dapat digunakan untuk mengatur ukuran butir dan meningkatkan sifat mekanik material. Yang tidak berubah pada proses perlakuan panas ini ialah komposisi bahan. Conteh proses perlakuan panas adalah full anealling, normalizing, dan tempering (Darmawan, 2007). Melalui perlakuan panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, besar butiran dapat diperbesar atau diperkecil, ketangguhan dapat ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permuakaan yang keras disekelilingi inti yang ulet (Dalil, 1999).

17 Perlakuan panas hampir dilakukan pada material yang akan dilakukan pengerjaan lanjut, dengan kata lain perlakuan panas menyiapkan material setengah jadi untuk dilakukan pengerjaan selanjutnya. Pada perlakuan panas akan terjadi distorsi atau perubahan dimensi yang seharusnya tidak boleh terjadi terutama untuk komponenkomponen permesinan yang mempunyai presisi atau toleransi yang tinggi seperti dies dan roda gigi. Namun, karena tidak dapat dihindari harus diupayakan agar distorsi yang terjadi sekecil mungkin. Distorsi dalam proses perlakuan panas baja dapat timbul antara lain karena adanya perubahan volume yang tidak seragam pada saat proses pencelupan benda kerja, dapat juga disebabkan karena adanya gradien temperatur pada benda kerja yang menyimpan tegangan sisa (Hadi, 2010). 2.9 Hardening Memanaskan suatu bahan hingga diatas suhu transformasi (723 o C) kemudian didinginkan secara cepat, melalui media pendingin seperti air, oli atau media pendingin lainnya. Tujuannya adalah untuk mengeraskan bahan. Pengertian pengerasan ialah perlakuan panas terhadap baja dengan sasaran meningkatkan kekerasan alami baja. Faktor penting yang dapat mempengaruhi proses hardening terhadap kekerasan baja yaitu oksidasi oksigen udara. Selain berpengaruh terhadap besi, oksigen udara berpengaruh terhadap karbon yang terikat sebagai sementit atau yang larut dalam austenit. Oleh karena itu, pada benda kerja dapat berbentuk lapisan oksidasi selama proses hardening. Pencegahan kontak dengan udara selama pemanasan atau hardening dapat dilakukan dengan jalan menambah temperatur yang tinggi karena bahan yang terdapat dalam baja akan bertambah

18 kuat terhadap oksigen. Jadi semakin tinggi temperatur, semakin mudah untuk melindungi besi terhadap oksidasi (Schonmetz, 1985). Pada perlakuan panas ini, panas merambat dari luar ke dalam dengan kecepatan tertentu. Bila pemanasan terlalu cepat, bagian luar akan jauh lebih panas dari bagian dalam sehingga dapat diperoleh struktur yang merata. Melalui perlakuan panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, besar butir diperbesar atau diperkecil, ketangguhan ditingkatkan atau permukaan yang keras disekeliling inti yang ulet (Haryadi, 2006). 2.10 Quenching Quenching adalah sebuah upaya pendinginan secara cepat setelah baja mengalami sebuah perlakuan pemanasan. Pada perlakuan quenching terjadi percepatan pendinginan dari temperatur akhir perlakuan dan mengalami perubahan dari austenite menjadi ferrite dan martensite untuk menghasilkan kekuatan dan kekerasan yang tinggi. Banyak material dan cara yang dapat digunakan dalam proses quenching pada baja. Media quenching meliputi: air, air asin, oli, air-polymer dan beberapa kasus dengan inert gas (Mulyadi, 2010). Quenching dilakukan dengan memanaskan baja sampai suhu austenit (struktur γ) dan dipertahankan dalam jangka waktu tertentu pada suhu austenit tersebut, lalu didinginkan cepat dalam media pendingin. Pada umumnya, baja yang telah mengalami proses quenching memiliki kekerasan yang tinggi tetapi agak rapuh. Sifat rapuh tersebut dapat dikurangi dengan melakukan proses tempering pada baja yang telah mengalami proses quenching (Malau dkk, 2008).

19 2.11 Tempering Proses tempering adalah pemanasan kembali hasil proses hardening pada temperatur dibawah temperatur kritis (A 1 / 723 o C), kemudian menahan beberapa saat, selanjutnya didinginkan dengan lambat yang biasanya dilakukan dengan udara. Akibat proses hardening pada baja, maka timbulnya tegangan dalam (internal stresses), dan rapuh (britles), sehingga baja tersebut belum cocok untuk segera digunakan. Oleh karena itu, baja tersebut perlu dilakukan proses lanjut yaitu temper. Dengan proses temper, kegetasan dan kekerasan dapat diturunkan sampai memenuhi syarat penggunaan, kekuatan tarik turun sedangkan keuletan dan ketangguhan meningkat (Fariadhie, 2012). Tujuan dari tempering adalah untuk mendapatkan baja yang lebih tangguh (tough) dan juga liat (ductile) tanpa banyak mengurangi kekuatan (strength) (Darmawan dkk, 2007). Menurut Mulyanti (1996) meneliti pengaruh perlakuan panas pada paduan baja mangan austenit dimana kekerasan akan turun dan harga impak akan naik jika dilakukan proses temper, disebutkan juga bahwa dengan naiknya temperatur austenisasi, maka kekerasan akan turun dan harga impak akan naik. Meskipun proses ini menghasilkan baja yang lunak, proses ini berbeda dengan proses anil karena disini sifat-sifat dapat dikendalikan dengan cermat. Temper dimungkinkan oleh karena sifat struktur martensit yang tidak stabil (Djaprie, 1990). Struktur logam yang tidak stabil, tidak berguna untuk tujuan penggunaan, karena dapat mengakibatkan pecah. Dengan penemperan, tegangan dan kegetasan diperlunak dan kekerasan sesuai dengan penggunaan (Haryadi, 2006).

20 Temper pada suhu rendah antara 150 o C 230 o C tidak akan menghasilkan penurunan yang berarti, karena pemanasan akan menghilangkan tegangan dalam terlebih dahulu. Penemperan pada suhu hingga 200 o C ini disebut penuaan buatan. Baja yang memperoleh perlakuan seperti ini memiliki ukuran yang tetap untuk waktu lama pada suhu ruangan. Penemperan antara suhu 200 o C - 380 o C untuk memperlunak kekerasan yang berlebihan dan meningkatkan keuletan, sedangkan perubahan ukuran yang terjadi pada pengejutan diperkecil. Penemperan pada suhu antara 550 o C - 650 o C untuk meningkatkan kekerasan dengan menguraikan karbid. Penemperannya hanya pada baja perkakas paduan tinggi. Penemperan baja bukan paduan berlangsung pada suhu penemperan yang berpedoman pada karbon dan kekerasan yang dikehendaki (Schonmetz, 1985). Proses temper pada pemanasan sampai suhu temperatur tertentu (temperatur kritis) dan didinginkan dengan lambat. Pemanasan dilakukan sampai temperatur yang diperlukan, biasanya antara 200 o C 600 o C tergantung pada keperluan. Menurut Susri Mizhar dan Suherman (2011), setelah proses temper pada temperatur 600 o C nilai rata-rata kekerasan as bar menurun selama peningkatan waktu penahanan pada kondisi temper. 2.12 Ketangguhan Baja Ketangguhan adalah kemampuan bahan untuk berdeformasi secara plastis dan menyerap energi sebelum dan sesudah putus (Asiri dkk, 2010). Menurut Anang Setiawan dan Yusa Asra Yuli Wardana (2006), semakin rendah suhu pengujian maka nilai ketangguhan dari sambungan las semakin rendah, dan semakin tinggi suhu pengujian maka semakin besar nilai ketangguhan sambungan las.

21 Ketangguhan ini adalah suatu ukuran energi yang diperlukan untuk mematahkan bahan. Energi yang merupakan hasil kali gaya dan jarak dinyatakan dalam joule. Suatu bahan ulet dengan kekuatan yang sama dengan bahan rapuh (tidak ulet) akan memerlukan energi perpatahan yang lebih besar dan mempunyai sifat tangguh yang lebih baik. Cara standar Charpy atau Izod merupakan dua cara untuk menentukan ketangguhan. Perbedaan terletak pada bentuk benda uji dan cara pemberian energi. Karena ketangguhan tergantung pada geometri konsentrasi energi (Van Vlack, 1992). 2.13 Optical Emission Spectrometry (OES) Atomic (atau Optical) Emission Spectrometry (AES, OES) adalah teknik penting untuk analisis multi elemen dari berbagai macam bahan. OES melibatkan pengukuran radiasi elektromagnetik yang dipancarkan dari atom. Baik data kualitatif dan kuantitatif dapat diperoleh dari jenis analisis ini. Mesin OES, seperti Gambar 4 dikalibrasi terlebih dahulu dan masuk ke mode analisa Fe-base. Setelah dikalibrasi, sampel yang telah dipersiapkan diletakkan di tempat yang telah disediakan untuk selanjutnya ditembak sebanyak 3x. Selanjutnya data tercatat secara otomatis di dalam komputer untuk dianalisa (Yunior, 2011). Gambar 4. Mesin Optical Emission Spectrometry (OES).