BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peraturan dan standar persyaratan struktur bangunan pada hakekatnya ditujukan untuk kesejahteraan umat manusia, untuk mencegah korban manusia. Oleh karena itu, peraturan struktur bangunan harus menetapkan syarat minimum yang berhubungan dengan segi keamanan. Dengan demikian perlu disadari bahwa suatu peraturan bangunanan bukanlah hanya diperlakukan sebagai petunjuk praktis yang disarankan untuk dilaksanakan, bukan hanya merupakan buku pegangan pelaksanaan, bukan pula dimaksudkan untuk menggantikan pengetahuan, pertimbangan teknik, serta pengalaman-pengalaman di masa lalu. Suatu peraturan bangunan tidak membebaskan tanggung jawab pihak perencana untuk menghasilkan struktur bangunan yang ekonomis dan yang lebih penting adalah aman. Di Indonesia, peraturan atau pedoman standar yang mengatur perencanaan dan palaksanaan bangunan beton bertulang telah beberapa kali mengalami perubahan dan pembaharuan, sejak Peraturan Beton Indonesia 1955 (PBI 1955) kemudian PBI 1971, Standar Tata Cara Penghitungan Struktur Beton SK SNI T-15-1991-03dan yang terakhir adalah Standart Tata Cara Perhitungan Beton Bertulang Gedung SK SNI 03-2002. Pembaharuan tersebut tiada lain ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan dalam upaya mengimbangi pesatnya laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya yang berhubungan dengan beton dan beton bertulang. PBI 1955 merupakan terjemahan dari GBVI (Gewapend Beton Voorschriften in Indonesia) 1935, ialah suatu peraturan produk pemerintah penjajahan Belanda di Indonesia. PBI 1955 memberikan ketentuan tata cara perencanaan menggunakan metode elastik atau
perhitungan lentur dengan cara n, dengan menggunakan nilai banding modulus elastisitas baja dan beton, n, yang bernilai tetap untuk segala keadaan bahan dan pembebanan. Batasan mutu bahan di dalam peraturan baik untuk beton maupun tulangan baja masih rendah disamping peraturan tata cara pelaksanaan yang sederhana sesuai dengan taraf teknologi yang dikuasai pada waktu itu. PBI 1971 NI-2 diterbitkan dengan memberikan beberapa pembaharuan terhadap PBI 1955, diantaranya yang terpenting adalah : 1. Di dalam perhitungan menggunakan metode elastik atau disebut juga sebagai perhitungan lentur dengan cara n atau metoda tegangan kerja, menggunakan nilai n yang variabel tergantung pada mutu beton dan waktu (kecepatan) pembebanan, serta keharusan untuk memasang tulangan rangkap bagi balok-balok yang ikut menentukan kekuatan struktur. 2. Diperkenalkannya perhitungan metode kekuatan (ultimit) yang meskipun belum merupakan keharusan untuk memakai, ditengahkan sebagai alternatife. 3. Diperkenalkannya dasar-dasar perhitungan bangunan tahan gempa. Standar Tata Cara Penghitungan Struktur Beton nomor: SK SNI-T-15-1991-03 memberikan ketentuan-ketentuan baru, antara lain yang terpenting untuk diperhatikan adalah : 1. Perhitungan perencanaan lebih diutamakan serta diarahkan untuk menggunakan metode kekuatan (ultimit). 2. Konsep hitungan keamanan dan beban yang lebih realistik dihubungkan dengan tingkat daktilitas struktur. 3. Tata cara hitungan geser dan puntir pada keadaan ultimit (batas).
4. Menggunakan satuan SI dan notasi disesuaikan dengan yang dipakai di kalangan internasional. 5. Ketentuan-ketentuan detail penulangan yang lebih rinci untuk beberapa komponen struktur. 6. Mengetengahkan beberapa ketentuan yang belum tersedia pada peraturannya sebelumnya, misalnya mengenai struktur bangunan tahan gempa, beton prategangan, pracetak, komposit, cangkang, plat lipat, dan lain-lain. Standar Tata Cara Penghitungan Struktur Beton nomor: SK SNI 03-2002 memberikan ketentuan-ketentuan, antara lain yang terpenting untuk diperhatikan adalah : 1. Diperkenalkannya perhitungan perencanaan menggunakan analisis komputer dengan persyaratan tertentu, tanpa meninggalkan analisis struktur dengan menggunakan mekanika teknik yang baku. 2. Konsep analisis harus dilakuakan dengan model-model matematis yang mensimulasikan keadaan struktur yang sesungguhnya dilihat dari segi bahan dan kekakuan unsur-unsurnya. 3. Tata cara hitungan geser dan puntir dibedakan atas komponen struktur non prategang dan prategang. Di Indonesia terletak di daerah rawan gempa, untuk mengurangi resiko akibat bencana gempa tersebut perlu direncanakan struktur bangunan tahan gempa. Berdasarkan SNI 1726 tahun 2002. Kota Parapat telah diklasifikasikan kedalam daerah yang memiliki resiko gempa kuat (zona yang berwarna merah) yang memiliki percepatan gempa 0.30 gravitasi (0.30 g).
Jika bangunan tahan gempa tidak direncanakan dengan baik dapat mengakibatkan kerugian jiwa dan materi yang sangat besar. Perencanaan tahan gempa umumnya didasarkan pada analisa elastic yang diberi factor beban untuk simulasi kondisi ultimit (batas). Sampai dengan saat sekarang, penguasa pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan sifat dan perilaku struktur beton terus menerus mengalami perkembangan sehingga standar dan peraturan yang mengatur tata cara perencanaan dan pelaksanaannya juga menyesuaikan untuk selalu diperbarui. Standar Tata Cara Penghitungan Struktur Beton nomor: SK SNI 03-2002 disusun dengan sepenuhnya berdasarkan pertimbangan tersebut. Sehingga Panitia Penyusun memandang perlu untuk menggunakan acuan peraturanperaturan dan standar dari berbagai negara, terutama ASTM, guna menyesuaikan dengan penguasaan teknologi mutakhir tetapi tetap tanpa meniggalkan pertimbangan kondisi teknologi di dalam negeri.
Semua Peraturan dan Pedoman Standar tersebut diatas diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia dan diberlakukan sebagai peraturan standar resmi. Dengan sendirinya apabila suatu dokumen mencantumkannya sebagai peraturan resmi yang harus diikuti, maka sesuai dengan prosedur yang berlaku peraturan tersebut berkekuatan hukum dalam pengendalian perencanaan dan pelaksanaan bangunan beton bertulang lengkap dengan segala yang diberlakukan. 1.2Tujuan Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini adalah: 1. Mengetahui kebutuhan tulangan balok dan kolom khusus pada gedung pertemuan yang dibutuhkan dengan perencanaan berdasarkan SK SNI 03-2002. 2. Mengetahui apakah Proyek Pembangunan Gedung Sopo Tornauli telah sesuai dengan peraturan SK SNI 03-2002. 1.3 Permasalahan Semakin banyaknya masalah yang terjadi pada perencanaan dan pembangunan suatu gedung dengan material beton bertulang diantaranya adalah: Dimensi bangunan yang tidak sesuai dengan beban yang dipikul oleh bangunan; Pondasi yang tidak sesuai dengan jenis tanah dan bangunan; Bangunan yang direncanakan tidak memperhitungkan pengaruh gempa; Tidak sesuainya desain dan analisis struktur pada daerah yang rawan gempa. 1.4Batasan Masalah Dalam tugas akhir ini memiliki batasan masalah, yaitu:
1. Struktur portal yang dianalisa adalah bangunan struktur beton bertulang dengan dua lantai. 2. Komponen struktur yang di tinjau adalah balok dan kolom. 3. Bangunan yang dianalisa difungsikan untuk gedung pertemuan. 4. Peraturan yang dipakai adalah SK SNI 03-2002. 5. Analisa beban gempa yang digunakan adalah analisa beban statik ekivalen. 1.5Metode Penulisan Analisa kekuatan bangunan struktur beton bertulang dilakukan denganmenggunakan program Computer and Structure, Inc. yaitu progam Structure Analysis Program( SAP ). Adapun perencanaan struktur yang ditinjau adalah sebagai berikut : 1. Perencanaan struktur balok berdasarkan SK SNI 03-2002. 2. Perencanaan struktur kolom berdasarkan SK SNI 03-2002. Proyek Pembangunan Gedung Sopo Tornauli Parapat berada di Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Data-data perencanaan Gedung Sopo Tornauli Parapat adalah sebagai berikut : Bangunan gedung terletak pada wilayah gempa (WG 6) berdasarkan peta wilayah gempa SNI 03 1726 2002. Bangunan digunakan sebagai gedung pertemuan. Jenis struktur Sistim Rangka Pemikul Momen Menengah Beton Bertulang. Mutu beton adalah f c = 250 kg/cm². Mutu baja adalah fy = 2400 kg/cm². Berat isi beton adalah = 2400 kg/m3. Dimensi kolom K1 adalah = 80 x 80 cm.
Dimensi kolom K2 adalah = 40 x 60 cm. Dimensi kolom K3 adalah = 40 x 40 cm Dimensi balok B1 adalah = 20 x 40 cm. Dimensi balok B2 adalah = 20 x 20 cm. Dimensi balok B6 adalah = 40 x 65 cm Dimensi balok S1 adalah = 20 x 20 cm. Tebal dinding = 15 cm. Beban hidup atap = 100 kg/m². Atap terbuat dari tegola. Dinding tebuat dari pasangan bata.