BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan P MIPA, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

*Keperluan Korespondensi, telp: ,

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum istilah sains memiliki arti kumpulan pengetahuan yang tersusun

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION

1. PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu ilmu kimia yang diperoleh siswa

* Keperluan korespondensi, tel/fax : ,

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia PMIPA, FKIP, UNS Surakarta, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

*Korespondensi, tel : ,

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan siswa

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

*Keperluan korespondensi, HP: ,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Kimia PMIPA FKIP Universitas Sebelas Maret, Surakarta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Keperluan korespondensi, HP : ,

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai peran yang penting bagi

I. PENDAHULUAN. mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Undang-Undang Nomor 20 Tahun. Berdasarkan hal itu pemerintah terus berupaya mewujudkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. saja tetapi bagaimana caranya membuat suasana belajar yang menarik, menyenangkan, dan siswa dengan mudah memahami materi pelajaran

I. PENDAHULUAN. dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Hasil wawancara dengan guru bidang studi kimia kelas XI SMA YP Unila Bandar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berdasarkan fungsi pendidikan nasional peran guru menjadi kunci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap individu dan

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia FKIP UNS, Surakarta, Indonesia. Dosen Prodi Pendidikan Kimia FKIP UNS, Surakarta, Indonesia

*Keperluan Korespondensi, telp: ,

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu IPA yang mempelajari tentang gejalagejala

UPAYA PENINGKATAN KEAKTIFAN BERDISKUSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DENGAN PENERAPAN METODE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DISERTAI MODUL

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. pasal 25 ayat 1 menyatakan beban kerja guru mencakup kegiatan pokok

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa: kecerdasan peserta didik semata, tetapi juga untuk mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran matematika secara tuntas di setiap jenjang pendidikan.

*Keperluan korespondensi, HP: ,

BAB I PENDAHULUAN. pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat

Keperluan korespondensi, HP : ,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Keywords: Creative Problem Solving, process skill, Natural Science

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara peserta didik

I. PENDAHULUAN. SMA Gajah Mada Bandar Lampung yang berjumlah 35 orang siswa yang terdiri

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains, yang sangat erat kaitannya

*Keperluan Korespondensi, telp: ,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

I. PENDAHULUAN. ditumbuhkan dalam diri siswa SMA sesuai dengan taraf perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nike Yuliana Anggraini, 2014

BAB I PENDAHULUAN. dipelajari siswa sehingga pembelajaran matematika mempunyai. dituntut mempunyai konsentrasi, ketelitian, dan keterampilan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk sumber daya

*Keperluan korespondensi, telp: ,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai salah satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan

I. PENDAHULUAN. hasil belajar siswa disekolah. Kurikulum yang digunakan saat ini adalah

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS Surakarta, Indonesia 2 Dosen Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS Surakarta, Indonesia

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. XII, No. 1, Tahun 2014 Shinta Agustina Siregar & Sukanti 1-13

I. PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu ilmu kimia yang diperoleh siswa

BAB I PENDAHULUAN. kualitas dan mutu pendidikannya masih rendah. Hal ini sejalan dengan pendapat

*Keperluan korespondensi, telp: ,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat diperlukan bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengembangkan potensi siswa secara optimal. senantiasa mengharapkan agar siswa-siswanya dapat belajar serta mencapai hasil

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS II PADA TEMA LIMA PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING DI SDN 03 KOTO BALINGKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Salah satu mata pelajaran yang dipelajari di Sekolah Dasar (SD) adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi Awal

Mahasiswa Program Sarjana Pendidikan Kimia FKIP,UNS, Surakarta, Indonesia 2. Dosen Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia

*Keperluan Korespondensi, telp: ,

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang wajib diikuti oleh

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

57126, Indonesia. *Keperluan Korespondensi, telp: , ABSTRAK

BAB I. Pendahuluan. Perkembangan arus globalisasi yang semakin cepat menuntut bangsa

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

KOLABORASI MEDIA GAMBAR DAN MODEL PEMBELAJARAN BOTLE DANCE PADA MATERI PENINGGALAN SEJARAH

Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta. *Keperluan Korespondensi: ,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Biologi adalah salah satu ilmu sains yang mempelajari fakta-fakta,

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hal yang paling pokok dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kini, dan pendidikan berkualitas akan muncul ketika pendidikan di sekolah juga

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip sains yang hanya terdapat dalam buku pelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keberhasilan proses pembelajaran di sekolah, merupakan faktor yang

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh guru matematika, kesulitan siswa dalam menalar dan

BAB I PENDAHULUAN. penemuan. Trianto (2011:136) mengatakan bahwa Ilmu Pengetahuan. Alam merupakan suatu kumpulan teori yang sistematis.

(Penelitian PTK Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Nogosari) SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. adalah nilai yang melebihi dari KKM. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia 2. Dosen Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia

I. PENDAHULUAN. artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang. segenap aspek organisme atau pribadi. Kegiatan pembelajaran seperti

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

*Keperluan korespondensi, telp : , ABSTRAK

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu kimia dibangun melalui pengembangan keterampilan-keterampilan proses sains, yaitu melakukan pengamatan (observasi), menafsirkan pengamatan (interpretasi), mengelompokkan (klasifikasi), meramalkan (prediksi), berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan, menerapkan konsep, dan mengajukan pertanyaan. Ilmu kimia merupakan mata pelajaran wajib di SMA, terutama bagi siswa yang mengambil jurusan ilmu alam. Ilmu kimia dipelajari di SMA dengan tujuan agar siswa memahami konsepkonsep kimia serta penerapannya untuk memecahkan masalah dalam kehidupan seharihari. Selain itu, belajar ilmu kimia tidak hanya untuk mengetahui zat-zat kimia yang ada di sekitar kita ataupun sekedar menemukan zat-zat kimia yang bermanfaat bagi kesejahteraan manusia saja, akan tetapi ilmu kimia dapat pula memenuhi keingintahuan seseorang untuk memahami berbagai peristiwa alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memperlajari ilumu kimia siswa dapat memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen (Depdiknas, 2003). Sistem pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan Budaya Nasional Republik Indonesia (Kemendikbud). Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum merupakan komponen yang dijadikan acuan setiap satuan pendidikan, baik oleh pengelola dan juga penyelenggara. Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 35 dan 36 yang menekankan perlunya peningkatan standar nasional pendidikan sebagai acuan kurikulum secara berencana dan berkala untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, maka terus dilakukan penyempurnaan kurikulum secara berkelanjutan agar sistem pendidikan nasional selalu relevan dan kompetitif (Mulyasa, 2009). Di tahun 2012 ini Indonesia menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendididkan (KTSP) yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil 1

digilib.uns.ac.id 2 belajar siswa di sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu untuk mengembangkannya. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang- Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1) dan 2) sebagai berikut: 1) Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional. 2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. (Mulyasa, 2009: 20) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah suatu strategi pengembangan kurikulum untuk membentuk sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan. Satuan pendidikan dan sekolah diberikan keleluasaan untuk mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar, dan mengalokasikannya sesuai dengan kebutuhan setempat. Dengan adanya sistem otonomi tersebut, maka sekolah memiliki potensi untuk meningkatkan kinerja guru dan staf sekolah serta memberikan pemahaman pada masyarakat tentang pendidikan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut guru untuk kreatif dalam memilih dan mengembangkan materi pembelajaran yang disampaikan pada peserta didik, karena Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan indikator pembelajarannya sendiri. Materi yang dipilih haruslah disesuaikan dengan kebutuhan serta tingkat kemampuan masing-masing sekolah, maka guru sebagai pendidik harus bisa memilih strategi pembelajaran yang tepat bagi peserta didiknya. Mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) maka paradigma lama yaitu pembelajaran berpusat pada guru atau Teacher Centered Learning (TCL) sudah tidak diterapkan lagi dan diganti dengan pembelajaran berpusat pada siswa atau Student Centered Learning (SCL). Pembelajaran Teacher Centered Learning (TCL) membuat siswa cenderung pasif karena guru lebih dominan berperan dalam proses

digilib.uns.ac.id 3 pembelajaran. Akibat yang ditimbulkan dari kebiasaan tersebut siswa menjadi kurang aktif dalam memecahkan masalah, kurang berpartisipasi, kerja sama dalam kelompok tidak optimal, kegiatan belajar-mengajar tidak efisien, dan hasil belajar cenderung rendah. Oleh sebab itu dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pembelajaran Teacher Centered Learning (TCL) dianjurkan untuk tidak diterapkan lagi. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menganjurkan untuk menerapkan pembelajaran Student Centered Learning (SCL) dengan harapan agar siswa lebih aktif dan lebih dominan berperan dalam proses pembelajaran, aktif dalam memecahkan masalah, terjalin kerja sama dalam kelompok, dan mendapatkan hasil belajar yang lebih baik dari penerapan pembelajaran Teacher Centered Learning (TCL). Pada umumnya, hanya sekolah-sekolah yang sudah terakreditasi saja yang menerapkan pembelajaran Student Centered Learning (SCL). Dengan demikian, peneliti memilih sekolah yang telah terakreditasi untuk dijadikan sampel penelitian, hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah sekolah yang sudah terakreditasi tersebut dapat menerapkan pembelajaran Student Centered Learning (SCL) seperti yang dianjurkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sekolah yang dipilih peneliti adalah SMA Negeri Colomadu, karena SMA Negeri Colomadu adalah sekolah yang telah terakreditasi A di kabupaten Karanganyar yang terletak di kompleks perumahan Fajar Indah Surakarta. SMA Negeri Colomadu didukung dengan tenaga manajemen dan pengajar sarjana-sarjana strata 1 (S1) dan strata 2 (S2). Peneliti ingin mengetahui di sekolah tersebut telah diterapkan pembelajaran Student Centered Learning (SCL) dan permasalahan apa saja yang dihadapi guru kimia dalam penerapan pembelajaran Student Centered Learning (SCL), maka peneliti melakukan serangkaian wawancara dengan guru kimia SMA Negeri Colomadu. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kimia SMA Negeri Colomadu, diketahui pembelajaran Kimia di SMA Negeri Colomadu masih didominansi dengan pembelajaran Teacher Centered Learning (TCL). Guru di SMA Negeri Colomadu khususnya guru kimia, belum sepenuhnya menerapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa atau Student Centered Learning (SCL). Guru masih lebih aktif dibandingkan siswa, siswa hanya mendengarkan guru menjelaskan dan mencatat materi yang

digilib.uns.ac.id 4 diberikan oleh guru dan kurang berperan aktif dalam pembelajaran. Hanya sebagian kecil siswa yang ikut aktif dalam pembelajaran, yaitu sesekali bertanya materi yang belum dipahami atau menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Hasil belajar siswa di SMA Negeri Colomadu khususnya untuk materi pokok termokimia. Dari hasil observasi di lapangan didapat data nilai rata-rata ulangan harian untuk materi pokok termokimia siswa kelas XI. IA SMA Negeri Colomadu tahun ajaran 2011/2012, diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Nilai Rata-rata Ulangan Harian Materi Pokok Termokimia Siswa Kelas XI. IA SMA Negeri Colomadu. Tahun Ajaran Kelas Semester Rata-rata nilai ulangan harian KKM 2011/2012 2011/2012 2011/2012 XI. IA 1 XI. IA 2 XI. IA 3 Ganjil Ganjil Ganjil 60,28 62,05 59,95 Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa untuk mata pelajaran kimia khususnya materi pokok termokimia rata-rata nilai ulangan hariannya belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah. Oleh sebab itu perlu diadakan penelitian atau penerapan model pembelajaran alternatif untuk materi pokok termokimia dengan harapan nantinya model pembelajaran alternatif yang akan diterapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa untuk materi pokok termokimia. Berdasarkan hasil observasi di kelas XI.IA dapat diidentifikasi permasalahanpermasalahan yang terjadi di SMA Negeri Colomadu. Permasalahan-permasalahan yang terjadi di SMA Negeri Colomadu adalah sebagai berikut: 1. Pembelajaran berpusat pada guru masih dominan digunakan dalam kegiatan belajarmengajar di kelas sehingga menimbulkan kejenuhan pada siswa. 2. Rendahnya minat siswa dalam mengikuti pelajaran kimia yang dapat dilihat dari sikap siswa yang masih banyak mengobrol dengan temannya, melamun, asyik bermain sendiri, dan tidak terlibat aktif dalam proses pembelajaran. 3. Masih banyak siswa yang hasil belajarnya belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). 4. Siswa mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah yang diberikan guru, karena tidak terbiasa untuk memecahkan masalah. 70 70 70

digilib.uns.ac.id 5 Berdasarkan permasalah-permasalahan tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu penyebab rendahnya hasil belajar kimia siswa SMA Negeri Colomadu adalah pembelajaran masih berpusat pada guru dan siswa rendahnya minat belajar siswa dalam proses pembelajaran. Dibutuhkan peran guru untuk memberikan motivasi. Kurangnya motivasi siswa dalam mempelajari kimia menyebabkan rendahnya minat belajar siswa terhadap pelajaran kimia. Guru kimia harus bisa memilih metode dan madel pembelajaran yang menarik dan menyenangkan untuk mendorong minat belajar siswa dalam mempelajari kimia. Dengan meningkatnya minat belajara siswa diharapkan dapat meningkatkan hasil belajarnya. Permasalahan-permasalahan yang timbul di atas merupakan masalah desain dan strategi pembelajaran kelas yang dapat dipecahkan dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR). Menurut Departemen Pendidkan Nasional, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan bentuk penelitian yang sangat tepat untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara luas. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bertujuan untuk menyelesaikan masalah melalui sebuah tindakan nyata, bukan hanya sekedar mengamati dan mendeskripsikan fenomena yang terjadi (Arikunto, 2011). Dalam PTK, peneliti dan guru dapat melihat sendiri praktik pembelajaran dan dapat melakukan penelitian terhadap siswa dilihat dari segi aspek interaksinya dalam proses pembelajaran. Dalam PTK, peneliti dan guru secara refleksi dapat menganalisis dan mensintesis terhadap apa yang dilakukan di kelas. Dalam hal ini berarti dengan melakukan PTK, pendidik dapat memperbaiki praktik pembelajaran sehingga menjadi lebih efektif (Suwandi, 2008: 12). Upaya untuk meningkatkan minat dan hasil belajar siswa SMA Negeri Colomadu salah satunya ditempuh dengan menerapkan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) pada materi pokok termokimia. Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Colin Wood (2006), diketahui model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dengan diskusi kelompok telah berhasil membantu siswa untuk memecahkan permasalahan yang mereka hadapi dalam

digilib.uns.ac.id 6 mempelajari ilmu kimia dan meningkatkan kontribusi masing-masing siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Supardi dan Putri (2008), penerapan model Creative Problem Solving (CPS) dapat menimbulkan minat, kreativitas, dan motivasi siswa dalam proses pembelajaran, sehingga diperoleh manfaat yang maksimal baik dari proses maupun hasil belajar. Model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) menuntut siswa untuk dapat memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru secara mandiri dan dengan kreativitasnya sendiri. Hal tersebut membuat siswa lebih mudah memahami materi yang diberikan, karena pemecahan masalah yang dilakukan secara mandiri dan dengan kreativitasnya sendiri akan meningkatkan pamahaman siswa terhadap materi tersebut. Peningkatan pemahaman siswa terhadap suatu materi pembelajaran akan meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan hal tersebut diprediksi penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA Negeri Colomadu pada materi pokok termokimia. ini adalah: B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang ada, maka dirumuskan permasalah penelitian 1. Apakah model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dapat meningkatkan minat belajar siswa SMA Negeri Colomadu pada materi pokok termokima? 2. Apakah model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA Negeri Colomadu pada materi pokok termokimia? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menerapkan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dalam meningkatkan minat belajar siswa SMA Negeri Colomadu pada materi pokok termokima. 2. Menerapkan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dalam meningkatkan hasil belajar siswa SMA Negeri Colomadu pada materi pokok termokimia.

digilib.uns.ac.id 7 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut: a. Memberikan informasi penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) pada materi pokok termokimia. b. Sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan minat dan hasil belajar Kimia dengan penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS). 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut: a. Manfaat bagi Inovasi Pembelajaran Meningkatkan kualitas atau memperbaiki proses pembelajaran serta dapat meningkatkan model pembelajaran yang sebelumnya telah dilakukan oleh guru khususnya pada materi pokok termokimia. b. Manfaat bagi Pengembangan Kurikulum di Tingkat Sekolah/Kelas Hasil dari penelitian tindakan kelas ini dapat dijadikan salah satu masukan penting dalam pengembangan kurikulum di tingkat sekolah dan kelas. Dengan melakukan penelitian tindakan kelas ini, guru akan memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap teori dan pemikiran yang melandasi reformasi kurikulum. c. Manfaat Bagi Pengembangan Profesi Guru Penelitian tindakan kelas ini dapat meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran.