BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN 1.1 Profil Keluarga Dampingan Salah satu yang menjadi fakus dari Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran dan Pemberdayaan Masyarakat Periode XIII adalah Program Pendampingan Keluarga. Program ini menugaskan mahasiswa untuk mendampingi keluarga miskin ataupun pra-sejahtera. Keluarga keluarga yang tergolong dalam kelompok Rumah Tangga Miskin (RTM) dan Pra Sejahtera di Banjar Loloan Desa Medewi berjumlah 4 Kepala Keluarga, sejalan dengan pelaksanaan program pemberdayaan keluarga maka LPPM Universitas Udayana merancang program pendampingan keluarga yang merupakan rangkaian dari Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran dan Pemberdayaan Masyarakat. Program Pendampingan Keluarga ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mempelajari permasalahan yang dihadapi oleh keluarga pra-sejahtera dan kemudian memberikan solusi berkaitan dengan permasalahan yang dihadapinya. Konsentrasi KKN PPM Universitas Udayana di Desa Medewi Pekutatan telah menetapkan 16 KK yang keadaannya paling memenuhi syarat untuk program pendampingan keluarga. Dengan jumlah mahasiswa peserta KKN yang mencapai orang maka setiap keluarga pra sejahtera yang terpilih akan didampingi oleh satu orang mahasiswa yang berasal dari jurusan yang berbeda sehingga mampu mengobservasi masalah dari sudut pandang yang berbeda. Keluarga yang didampingi penulis dalam kesempatan ini adalah keluarga pra-sejahtera dengan kepala keluarga bernama I Nengah Subadra. Beliau bertempat tinggal tepat di Banjar Loloan. Ini mempermudah akses mahasiswa pendamping untuk melakukan pendampingan dan pelaksanaan program pendampingan keluarga. Bapak I Nengah Subadra lahir di Loloan pada tanggal 09 Oktober 1957, saat ini beliau berumur 59 tahun. Kediaman beliau masih sangat sederhana dengan dua bangunan utama yakni dapur dan kamar tidur. Kendati demikian, keadaan dari masing masing bangunan ini masih cukup memprihatinkan misalnya saja bangunan dapur yang masih menggunakan anyaman bambu dan tanpa lantai. 1
Beliau tinggal bersama istrinya yakni Ibu Ketut Sukerti. Kedua anaknya saat ini tidak lagi tinggal bersama keluarga, anak sulungnya Putu Edi tinggal di rumah yang berada di timur banjar Loloan dengan Anak Bungsu Komang Adi, hanya sesekali datang ke rumah Bapak Nengah Subadra, anak keduanya telah menikah dan telah ikut suaminya tingga di tempat yang terpisah, Pekutatan. Sampai saat ini Kadek Ayu Citra Yunita, anak keduanya hanya pulang disaat ada upacara adat Kuningan. Ini membuat Bapak I Nengah Subadra saat ini hanya tinggal bersama istrinya saja. Keluarga ini termasuk dalam golongan keluarga Pra-Sejahtera yang ada di Banjar Loloan, ini dilihat dari tingkat penghasilannya dan taraf kehidupannya yang masih kurang. Berikut adalah data lengkap anggota keluarga Bapak I Nengah Subadra; No Nama Status Umur Pendidikan Pekerjaan 1 I Nengah Subadra Menikah 59 SD Serabutan 2 Ni Ketut Sukerti Menikah 48 SD Serabutan 3 I Putu Edi Blm 29 SMP Serabutan Kurniawan menikah 4 Ni Kadek Ayu menikah 23 SMP Serabutan Citra Y 5 I Komang Adi Blm 16 SMA Pelajar Ariawan Menikah Keluarga pra-sejahtera ini hidup seadanya dengan pekerjaan Bapak Sebadra sebagai pekerja serabutan dan istrinya yang bekerja sebagai petani. Walau tidak memiliki ladang, Ibu Sudiani kerap menjadi petani yang dibayar harian untuk mengurusi ladang yang berada di wilayah Banjar Loloan. Sebagai keluarga pra-sejahtera keluarga ini mengalami beberapa permasalahan terutamanya dalam hal perekonomian keluarga. Meski demikian Bapak Subadra mampu menyekolahkan satu anaknya hingga jenjang Sekolah Menengah Atas. Karakteristik pra-sejahtera keluarga ini juga dapat dilihat jelas dari kondisi rumah yang sudah kurang baik. Bapak Subadra sendiri tidak memiliki ladang maupun dan hanya memelihara ternak warga dengan prinsip bagi hasil, untuk alat transportasi beliau memiliki sepeda motor yang pajaknya sudah mati karena Bapak Subadra berpikir motor yang digunakan hanya di dalam desa saja. 2
1.2 Ekonomi Keluarga Dampingan 1.2.1 Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga Bapak I Nengah Subadra bersumber dari kepala keluarga dan istri. Bapak Subadra yang berprofesi sebagai Serabutan penghasilannya tidak menentu bergantung dari banyaknya pekerjaan yang diambil dan di minta oleh warga yaitu berkisar dari Rp 20.000,00 hingga Rp 70.000,00, sedangkan untuk Ibu Sudiani setiap harinya mampu memperoleh penghasilan sejumlah Rp 35.000,00 dari hasil bekerja sebagai buruh tani. Selain dari pendapatan di atas keluarga ini tidak memiliki sumber pendapatan alternatif atau tambahan pendapatan. Pendapatan ini kemudian dikelola masing masing tanpa ada transparansi dana ataupun pembagian penghasilan. Bapak I Nengah Subadra menyampaikan bahwa pendapatannya pribadi rata rata berada pada kisaran Rp 35.000,00 setiap harinya, sehingga dalam satu bulan beliau mampu memperoleh Rp 1.050.000,00; ini dimanfaatkan untuk kebutuhan pribadi dan sebagiannya disisihkan untuk menyekolahkan anak anak. Pendapatan istrinya yang juga tidak tentu seringkali dimanfaatkan untuk keperluan dapur dan pembelian kebutuhan pribadi lainnya. 1.2.2 Pengeluaran Keluarga 1.2.2.1 Kebutuhan Sehari Hari Pengeluaran Bapak Subadra untuk kebutuhan sehari hari tidaklah menentu. Masalah pengeluaran tidak pernah dirundingkan bersama. Bapak Subadra biasanya memberikan sebagian upahnya kepada istrinya dan menggunakan sisanya untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, begitu pula dengan istrinya yang menggunakan penghasilan pribadi untuk keperluan rumah dan pribadinya tanpa menawarkan kepada suaminya. Setiap harinya diperkirakan keluarga ini menghabiskan dana sejumlah Rp 20.000,00 untuk biaya makan dan dana tambahan sebesar Rp 100.000,00 3
tiap bulan untuk keperluan lain sehingga total dalam satu bulan diperlukan biaya sejumlah Rp 600.000,00 untuk kebutuhan sehari hari. Tidak ada alokasi dana khusus untuk membeli kebutuhan MCK maupun kebutuhan kecil lainnya, hanya setiap harinya dialokasikan dana sebesar Rp 20.000,00 untuk membeli bahan masakan dan sembako lainnya. Suami dan istri membeli kebutuhannya sendiri, dengan uang diperolehnya masing masing. Begitupula dengan memberikan biaya hidup pada kedua orang anaknya, tidak ada sistem yang jelas dalam mengorganisir keuangannya. Biaya sehari hari lainnya yakni pengeluaran untuk biaya air dan biaya listrik, biasanya dibayarkan bersama dengan keluarga lain karena listrik yang di pakai di sambung dari rumah lain yakni sebesar Rp 50.000,00 hingga Rp 100.000,00 untuk jangka waktu 2 bulan. Beliau mengakui bahwa pembayaran listrik mengalami penambahan semenjak adanya penaikkan daya listrik di kediamannya. 1.2.2.2 Pendidikan Keluaraga Bapak Subadra tidak memiliki alokasi khusus untuk pendidikan. Kendati demikian, beliau telah mampu menyekolahkan seorang putranya hingga jenjang Sekolah Menengah Atas. Belakangan muncul niat dari putra bungsunya untuk melanjutkan pendidikan ke Universitas, ini membuat Bapak Subadra menyisihkan uang yang diperoleh dari serabutan 1.2.2.3 Kesehatan Sebagai salah satu keluarga yang terdaftar dalam kelompok Pra- Sejahtera, namun keluarga Bapak I Nengah Subadra, tidak terdaftar dalam layanan ASKES. Bapak Subadra maupun istrinya tidak pernah mengalokasikan pendapatannya untuk dana kesehatan. Kesadaran akan menjaga kesehatan juga masih sangat rendah. Mereka hanya berobat ke puskesmas di kala sakit saja. 4
1.2.2.4 Sosial dan Kehidupan Bermasyarakat Dari segi sosial Bapak Subadra mengakui bahwa cukup banyak dana harus diluangkan untuk kehidupan sosialnya. Selayaknya orang Bali pada umumnya, memang diperlukan alokasi dana untuk upacara adat maupun acara adat lainnya. Keluarga ini memang tidak mengalokasikan dana khusus untuk bersosialisasi (menyama braya) namun tetap saja hampir tiap bulannya dibutuhkan untuk bidang ini. Beliau bahkan mengakui bahwa dalam kesempatan tertentu seperti rahinan dan piodalan maka pengeluaran untuk banten akan bertambah dan bahkan dalam satu kesempatan piodalan pengeluaran sempat membengkak hingga Rp 6.000.000,00. Dana untuk kehidupan sosial ini nampaknya memang menghabiskan cukup banyak jumlah dana pendapatan Bapak Subadra dan istrinya. Adapun pengeluaran tetap dalam hal sosial bermasyarakat yakni pengeluaran untuk iuran Banjar sebesar Rp 20.000,00. 5