BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV KETENTUAN DIBOLEHKANNYA ABORSI AKIBAT PERKOSAAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni

PENGANTAR. xi P a g e

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa dengan seperangkat hak yang menjamin derajatnya sebagai

BAB XX KETENTUAN PIDANA

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI

Aborsi pada Kehamilan akibat perkosaan: Ketentuan perundangundangan dan Fikih Islam

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak diinginkan, meliputi abortus provocatus medicinalis dan abortus

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 1 Kesehatan sebagai salah

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi Menurut PP. Nomor 61 Tahun Menurut ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai

BAB III ABORSI PERSPEKTIF FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA DAN UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh

No.1087, 2014 BNPB. Badan Penanggulangan Bencana. Daerah. Pembentukan. Pedoman KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV. A. Analisis tentang Ketentuan Aborsi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

RINGKASAN UNDANG-UNDANG TENTANG KESEHATAN (UU NO.36 TAHUN 2009)

Bagaimana tanggapan Anda dengan UU Kesehatan yang disahkan DPR 14 September lalu?

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM KESEHATAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

INDONESIA. UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST SECTIO CAESARIA AKIBAT PRE EKLAMPSI BERAT DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UU N0 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

BAB III LEGALISASI ABORSI KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN. A. Latar Belakang Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja di Indonesia mulai dari usia sekolah hingga perguruan tinggi.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Rumah Sakit Umum Kelas C Di Kabupaten Wonosobo

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PAYUNG HUKUM PELAKSAAN ABORTUS PROVOKATUS PADA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

BAB V PENUTUP. dikeluarkannya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 11 TAHUN 2013 T E N T A N G

PENGGUGURAN KANDUNGAN AKIBAT PEMERKOSAAN DALAM KUHP 1 Oleh : Freedom Bramky Johnatan Tarore 2

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2 Pemahaman kesehatan reproduksi tersebut termasuk pula adanya hak-hak setiap orang untuk memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, efektif

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

TINDAKAN ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER DENGAN ALASAN MEDIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN Oleh : Clifford Andika Onibala 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah menentukan cita-cita dan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 112 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. bumi. Manusia memiliki perbedaan baik secara biologis maupun rohani. Secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROGRAM KERJA MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495]

BAB I PENDAHULUAN. berhak atas perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan dan memberikan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

2012, No Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. 2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanju

BAB II KETENTUAN TENTANG TINDAK PIDANA PENGGUGURAN KANDUNGAN. A. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

USULAN TENTANG PELAYANAN KESEHATAN LANJUT USIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan permasalahan kesejahteraan sosial di Kota cenderung meningkat,

Transkripsi:

52 BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN A. Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 tercantum jelas citacita bangsa indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh terarah dan dan terpadu, termasuk diantaranya pembangunan kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip

53 nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional. 1 Selain itu, perkembangan teknologi kesehatan yang berjalan seiring dengan munculnya fenomena globalisasi telah menyebabkan banyaknya perubahan yang sifat dan eksistensinya sangat berbeda jauh dari teks yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Pesatnya kemajuan teknologi kesehatan dan teknologi informasi dalam era global ini ternyata belum terakomodatif secara baik-baik oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Perencanaan dan pembiayaan dan pembangunan kesehatan yang tidak sejiwa dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, yaitu menitikberatkan pada pengobatan (kuratif), menyebabkan pola pikir yang berkembang di masyarakat adalah bagaimana cara mengobati bila terkena penyakit. Hal itu tentu akan membutuhkan dana yang lebih besar bila dibandingkan dengan upaya pencegahan. Konsekuensinya, masyarakat akan selalu memandang persoalan pembiayaan kesehatan sebagai sesuatu yang bersifat konsumtif atau pemborosan. Selain itu, sudut pandang para pengambil kebijakan juga masih belum menganggap kesehatan sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga di dalam menjalankan pembangunan sehingga alokasi dana kesehatan hingga kini masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara lain. 1 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, 78

54 Untuk itu, sudah saatnya kita melihat persoalan kesehatan sebagai suatu faktor utama dan investasi berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah paradigma baru yang biasa dikenal dengan paradigma sehat, yakni paradigma kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Dalam rangka implementasi paradigma sehat tersebut, dibutuhkan sebuah Undang-Undang yang berwawasan sehat, bukan Undang-Undang yang berwawasan sakit. 2 Oleh karena itu, perlu dibentuk kebijakan umum kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh semua pihak dan sekaligus dapat menjawab tantangan era globalisasi dan dengan semakin kompleksnya permasalahan kesehatan dalam suatu Undang-Undang Kesehatan yang baru untuk menggantikan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. 3 B. Ketentuan Aborsi dalam Pasal 75-76 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Aborsi dalam pasal 75-76 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu: Pasal 75 1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi 2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan: a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau 2 Ibid, 79 3 Ibid, 80

55 b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. 3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 76 Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan: a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan d. Dengan izin suami, kecuali perkosaan, dan e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang oleh Menteri. 4 Adapun yang dimaksud dengan konselor dalam pasal 75 ayat 3 adalah setiap orang yang telah memiliki sertifikat sebagai konselor melalui pendidikan dan pelatihan. Yang dapat menjadi konselor adalah dokter, psikolog, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan setiap orang yang mempunyai minat dan memiliki ketrampilan untuk itu. 5 Di dalam pasal 75-76 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan menjelaskan hukum awal aborsi adalah dilarang, akan tetapi pada ayat selanjutnya memberikan kesempatan bagi perempuan yang memiliki indikasi medis membahayakan ibu dan atau janin, bahkan berkembang pula perlindungan hukum bagi korban pemerkosaan yang tidak menginginkan kehamilannya. 4 Pasal 75-76 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, 29-30 5 Penjelasan pasal 75 ayat 3 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, 85

56 Indikasi medis tidak hanya diperuntukkan bagi kedaruratan ibu hamil atau saat melahirkan, akan tetapi juga berlaku bagi kondisi bayi, baik itu pada saat menjadi janin ataupun pada saat melahirkan. Walaupun beberapa ahli telah banyak berdebat tentang kemungkinan perluasan indikasi medik, namun sampai saat ini di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Jadi tidak dibenarkan melakukan melakukan atas indikasi : 1) Ekonomi 2) Ethis : akibat perkosaan, akibat hubungan diluar nikah 3) Sosial : kuatir adanya penyakit turunan, janin cacat. 6 C. Perbedaan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan Undang-Undang Kesehatan sebelumnya. tentang Kesehatan: Berikut adalah Isi pasal 15 Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 Pasal 15 1) Dalam hal kedaruratan sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. 2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan: a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut. b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan timbangan tim ahli. c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya. d. Pada sarana kesehatan tertentu. 6 Hoediyanto, Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, (Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 2010), 293

57 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 7 Setelah mengetahui isi pasal Undang-Undang Kesehatan sebelumnya, kita bisa mengetahui perbedaannya yaitu di dalam pasal 75-76 Undang-undang Nomer 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan merupakan jawaban dari ketidakmampuan pasal 15 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 untuk menjelaskan tindakan medis tertentu dalam melakukan aborsi. 7 Pasal 15 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan