GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

2015, No RITJ yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran N

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2017

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 82 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan

RANCANGAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG RENCANA UMUM PENGEMBANGAN TRANSPORTASI DARAT TAHUN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

2016, No Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN PENYEBERANGAN SINABANG KABUPATEN SIMEULUE

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR $0 TAHUN 2015 TENTANG TATANAN TRANSPORTASI IOKAL

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN REMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 81 TAHUN 2015

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 98 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DARI PURUK CAHU BANGKUANG BATANJUNG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 84 TAHUN 2004 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 83 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DAERAH

2015, No ruang wilayah Kabupaten Manggarai Barat sebagaimana yang direkomedasikan oleh Bupati Manggarai Barat melalui surat Nomor BU.005/74/IV

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 934 TAHUN 2017 TENTANG RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2017

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBATASAN ANGKUTAN BARANG PADA RUAS JALAN PROVINSI RUAS JALAN SAKETI-MALINGPING-SIMPANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 52 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI INSPEKTORAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PERATURAN MENTER. PERHUBUNGAN NOMOR: KM 11 TAHUN 2010 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 934 TAHUN 2017 TENTANG RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2017

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor : 11 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, yang. pembangunannya terus mengalami perkembangan yang diwujudkan dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Transkripsi:

SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan transportasi yang efektif, efisien, ramah lingkungan dan berbudaya, guna menghadapi berbagai tantangan, transportasi perlu ditata dan disempurnakan dengan dukungan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga terwujud pelayanan transportasi yang terpadu antar dan intra moda yang berkualitas dan berwawasan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan, tuntutan masyarakat serta perekonomian dengan dukungan kelaikan sarana dan prasarana; b. bahwa dengan memperhatikan perkiraan perubahan dan perkembangan pola aktivitas, pola pergerakan, serta tataguna lahan, maka perlu adanya pengaturan pola pengembangan transportasi wilayah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pola Pengembangan Transportasi Wilayah; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 3) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Jo. Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 827);

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5339); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1950 tentang Pemberlakukan Undang Undang nomor 2, 3, 10 dan 11 Tahun 1950 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 58); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA dan GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Gubernur adalah Gubernur Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. 4. Transportasi adalah suatu sistem yang terdiri dari prasarana/sarana dan sistem pelayanan yang memungkinkan adanya pergerakan keseluruh wilayah sehingga terakomodasi mobilitas penduduk, dimungkinkan adanya pergerakan barang, dan dimungkinkannya akses kesemua wilayah.

Pasal 2 Pengaturan Pola pengembangan transportasi wilayah berasaskan: a. kemanfaatan; b. keselamatan; c. keamanan; d. keadilan; e. keterpaduan; f. keberlanjutan; g. keterjangkauan; h. keterbukaan; i. kemitraan; dan j. ketaatan hukum; Pasal 3 Pengaturan pola pengembangan transportasi wilayah dimaksudkan sebagai pedoman dalam menyelenggarakan transportasi wilayah di Daerah. Pasal 4 Pengaturan pola pengembangan transportasi wilayah bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan transportasi yang terintegrasi, efektif dan efisien, menggerakkan dinamika pembangunan daerah, meningkatkan mobilitas Orang dan/atau barang serta menciptakan sistem logistik yang efektif, efisien yang menjadi bagian dari pencapaian Visi daerah. Pasal 5 Pola Pengembangan Transportasi Wilayah dilaksanakan dengan berpedoman pada: a. rencana tata ruang nasional; b. rencana pembangunan jangka panjang nasional; c. rencana pembangunan jangka menengah nasional; d. sistem transportasi nasional; e. rencana tata ruang wilayah; f. rencana pembangunan jangka panjang daerah; dan g. rencana pembangunan jangka menengah daerah.

BAB II PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH Pasal 6 Pengembangan transportasi wilayah di daerah diwujudkan dengan: a. mengoptimalkan penyediaan sistim jaringan dan layanan transportasi; b. mengelola kebutuhan perjalanan; dan c. menggunakan teknologi tinggi dalam pengembangan transportasi. Pasal 7 (1) Pengembangan transportasi wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 meliputi: a. transportasi darat; b. transportasi laut; c. transportasi udara; dan d. transportasi perkeretaapian (2) Pengembangan transportasi wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan: a. Sosial budaya; b. Laju pertumbuhan penduduk; c. Urbanisasi; d. Laju pertumbuhan ekonomi; e. kondisi geografi; dan f. Perencanaan tata guna lahan. (3) Pengembangan transportasi wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan: a. penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. ketersediaan sumber daya manusia; c. pemenuhan kebutuhan yang beragam; d. efisiensi pemanfaatan sumber daya energi fosil; e. pemanfaatan sumber daya energi yang terbarukan; f. kemampuan keuangan daerah; g. partisipasi masyarakat; dan h. Kearifan lokal. (4) Pengembangan transportasi wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terintegrasi antar dan intermoda. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan transportasi wilayah yang terintegrasi antar dan intermoda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Gubernur.

BAB III TRANSPORTASI DARAT Bagian Kesatu Umum Pasal 8 Pengembangan transportasi wilayah untuk transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a meliputi: a. transportasi berbasis jalan; dan b. angkutan sungai, danau dan penyeberangan. Bagian Kedua Transportasi Berbasis Jalan Pasal 9 Pengembangan transportasi berbasis jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a meliputi: a. transportasi angkutan orang; dan b. transportasi angkutan barang. Pasal 10 (1) Pengembangan transportasi angkutan orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 bertujuan untuk: a. mengurangi kesenjangan antar wilayah; dan b. memberikan kemudahan akses dan mobilitas bagi masyarakat. (2) Pengurangan kesenjangan antar wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara: a. mengembangkan sistem jaringan jalan; b. mengembangkan sarana dan prasarana; dan c. mengembangkan sistim layanan ke wilayah yang terisolir. (3) Pemberian kemudahan akses dan mobilitas bagi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara: a. menjadikan angkutan umum massal sebagai moda pilihan utama perjalanan; b. mengelola penggunaan jalan sesuai fungsinya; dan c. memenuhi kebutuhan alat angkut yang beragam; (4) Setiap Kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.

Pasal 11 (1) Pengembangan transportasi angkutan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b bertujuan untuk: a. melancarkan distribusi barang guna meningkatkan perekonomian daerah; dan b. mengurangi biaya transportasi barang. (2) Pengembangan transportasi angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara : a. mengintegrasikan angkutan barang moda jalan dengan moda angkutan kereta api, laut atau udara; dan b. mengatur pemilihan penggunaan moda, waktu operasional, sistem bongkar muat dan jaringan lintas termasuk didalamnya penentuan simpul angkutan barang. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan transportasi angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Gubernur. Bagian Ketiga Angkutan Sungai, Danau Dan Penyeberangan Pasal 12 (1) Pengembangan transportasi wilayah untuk angkutan sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b disesuaikan dengan potensi dan perkembangan sosial ekonomi daerah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan transportasi wilayah untuk angkutan sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Gubernur. BAB IV TRANSPORTASI LAUT Pasal 13 (1) Pengembangan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b dilaksanakan guna mendukung kebijakan Pemerintah. (2) Pengembangan transportasi laut sebagaimanan dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk: a. mensinergikan pelabuhan ikan dan pelabuhan umum serta mengarahkan penciptaan pelabuhan utama; b. mengharmoniskan pengembangan transportasi laut dengan pengembangan wilayah pantai selatan; c. mendukung pengamanan pantai-pantai serta meningkatkan keselamatannya melalui penjaga pantai yang memadai; dan d. mendukung upaya ekspor.

BAB V TRANSPORTASI UDARA Pasal 14 (1) Pengembangan transportasi wilayah untuk transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c berupa dukungan fasilitasi transportasi udara disesuaikan dengan potensi dan perkembangan sosial ekonomi serta kewenangan daerah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan transportasi wilayah untuk transportasi udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Gubernur. BAB VI TRANSPORTASI PERKERETAAPIAN Pasal 15 (1) Pengembangan transportasi wilayah berbasis perkeretaapian sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (1) huruf d dilakukan untuk memenuhi kebutuhan: a. transportasi perkotaan; b. transportasi regional; dan c. konektivitas antar simpul transportasi. (2) Pengembangan transportasi wilayah berbasis perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan sebagai kerangka utama jaringan transportasi dan pembentuk kota. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan transportasi wilayah berbasis perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Gubernur. BAB VII TRANSPORTASI TRADISIONAL Pasal 16 (1) Transportasi tradisional meliputi: a. becak; b. gerobak; dan/atau c. andong. (2) Transportasi tradisional sebagaimana dimaksud ayat (1) dilestarikan dalam rangka mendukung penyelenggaraan keistimewaan DIY. (3) Pengembangan transportasi tradisional dilakukan sebagai bagian dari wisata dan budaya pada zona-zona serta kawasan tertentu. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan transportasi tradisional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Daerah tersendiri.

BAB VIII PENYELENGGARAAN Pasal 17 (1) Penyelenggaraan pengembangan transportasi wilayah sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (1) dapat dilakukan oleh: a. pemerintah; b. pemerintah daerah; dan/atau c. pemerintah kabupaten/kota. (2) Dalam melaksanakan pengembangan transportasi wilayah sebagaimana dimaksud ayat (1), Pemerintah Daerah dapat bekerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, dan/atau pihak lain. (3) Kerjasama pengembangan transportasi wilayah dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan prinsip saling menguntungkan. (4) Ketentuan mengenai kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah lain dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Pola pengembangan transportasi wilayah di kabupaten dan kota di DIY harus menyesuaikan dengan Peraturan Daerah ini. Pasal 19 Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (5), Pasal 11 ayat (3), Pasal 12 ayat (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 15 ayat (3) sekaligus merupakan dokumen tataran trasportasi wilayah yang ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Daerah ini ditetapkan.

Pasal 20 Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan. Pasal 21 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. Ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 3 September 2015 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, ttd HAMENGKU BUWONO X Diundangkan di Yogyakarta pada tanggal 3 September 2015 SEKRETARIS DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, ttd ICHSANURI LEMBARAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2015 NOMOR 11 NOREG PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA: (11/2015) Salinan Sesuai Dengan Aslinya KEPALA BIRO HUKUM, DEWO ISNU BROTO I.S. Pembina Tingkat I (IV/b) NIP.19640714 199102 1 001

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH I. UMUM Pembangunan transportasi bukan lagi hanya sebagai faktor pendukung /penunjang pembangunan tetapi merupakan bagian dan yang mendasari Pembangunan Daerah. Pembangunan jalan saja dipastikan tidak akan cukup tanpa didukung dengan kebijakan penggunaan lahan, kebijakan sektor lain dan kebijakan pengembangan transportasi. Peran kendaraan umum menjadi alat transportasi utama, harus menjadi budaya masyarakat. Terwujudnya transportasi yang efektif, efisien, ramah lingkungan dan berbudaya, untuk menghadapi perkembangan kebutuhan masyarakat sejalan dengan kemajuan jaman, transportasi perlu ditata dan disempurnakan guna memenuhi kebutuhan pembangunan, tuntutan masyarakat serta perekonomian yang didukung kelaikan sarana dan prasarana. Dengan memperhatikan perkiraan perubahan dan perkembangan pola aktivitas, pola pergerakan, serta peruntukan lahan, maka perlu diatur pola pengembangan transportasi wilayah, yang memberikan arahan dan strategi kebijakan agar terbentuk sistem transportasi yang berkelanjutan. Tindak lanjut dari pengembangan pola transportasi wilayah yang diatur dalam Peraturan Daerah ini maka diharapkan Pemerintah Daerah dapat membentuk sistem transportasi yang berkelanjutan, yaitu transportasi tidak hanya mendukung pendidikan, budaya dan pariwisata tetapi menjadi bagian dari pendidikan, budaya dan pariwisata tersebut. Di samping itu sistem transportasi yang berkelanjutan juga harus bisa melestarikan dan memilih moda transportasi tradisional yang ramah lingkungan (becak/andong) guna meningkatkan citra transportasi Daerah, penggunaan transportasi massal modern untuk daerah perkotaan, dan menjadi sektor yang menjalin kemitraan global guna mendukung terwujudnya 3 pilar pembangunan DIY, pendidikan, budaya dan pariwisata. Guna memastikan penyelenggaraan transportasi wilayah seperti yang tercantum dalam regulasi ini dapat diwujudkan, maka dibutuhkan prasyarat atau imperatif yang harus terpenuhi, antara lain: 1. sektor transportasi harus menjadi konsen/agenda politik utama di daerah; 2. terwujudnya integrasi penyelengaraan yang solid antar pemangku kebijakan; 3. membutuhkan keputusan yang cermat (prudent policy) dengan indikator keberhasilan adalah yang dirasakan masyarakat;

4. keberadaan regulasi yang kompetitif; dan 5. pelibatan maysarakat sebagai wujud nyata legitimasi kebijakan pemerintah II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan kemanfaatan adalah bahwa pengembangan transoprtasi wilayah tidak hanya untuk mencapai tujuan transportasi saja, tetapi memiliki dimensi yang sangat luas bagi perkembangan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat untuk kesejahteraan hidupnya. Huruf b Yang dimaksud dengan keselamatan adalah bahwa keselamatan merupkan unsur utama dalam pengembangan infrastruktur maupun pemanfaatannya. Huruf c Yang dimaksud dengan keamanan adalah bahwa pola pengembangan transportasi harus memberikan rasa aman dan melindungi peran aktif masyarakat dalam partisipasinya. Huruf d Yang dimaksud dengan keadilan adalah pola pengembangan tarnsportasi harus memberikan rasa keadilan dan mendorong semua lapisan masyarakat untuk berperan aktif dalam implementasinya. Huruf e Yang dimaksud dengan keterpaduan adalah transportasi harus merupakan suatu kesatuan sistem dan perencanaan yang utuh, terpadu dan terintegrasi serta saling menunjang, baik intramoda maupun antarmoda. Huruf f Yang dimaksud dengan keberlanjutan adalah pola pengembangan transportasi secara berkesinambungan, berkembang dan meningkat dengan mengikuti kemajuan teknologi dan menjaga kelestarian lingkungan untuk untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Huruf g Yang dimaksud dengan keterjangkauan adalah pola pengembangan transportasi wilayah harus dilakukan secara berkesinambungan, berkembang dan meningkat dengan mengikuti kemajuan teknologi dan menjaga kelestarian lingkungan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat serta terjangkau dari sisi biaya perjalanan masyarakat.

Huruf h Yang dimaksud dengan keterbukaan adalah penyelenggaraan Pola pengembangan transportasi wilayah kepada masyarakat luas dalam memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur sehingga masyarakat mempunyai kesempatan berpatisipasi bagi pengembangannya. Huruf i Yang dimaksud dengan kemitraan adalah pengembangan transportasi bukan saja merupakan tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah tetapi juga masyakarat. Huruf j Yang dimaksud dengan ketaatan hukum adalah pola pengembangan transportasi wilayah harus mentaati ketentuan peraturan perundangan undangan yang berlaku. Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Huruf a Huruf b Huruf c Yang dimaksud dengan mengoptimalkan penyediaan sistem jaringan dan layanan transportasi adalah bertujuan untuk memperlancar perjalanan dengan memastikan infrastruktur dan layanan transportasi mampu melayani jumlah dan variasi perjalanan yang dibutuhkan. Yang dimaksud dengan mengelola kebutuhan perjalanan adalah bahwa kebutuhan perjalanan harus dikelola guna mendapatkan perjalanan yang efisien, baik dari sisi jumlah perjalanan maupun panjang perjalanan. Keberhasilan pengelolaan kebutuhan perjalanan mensyaratkan sinergitas dari sektor-sektor antara lain, pendidikan, perdagangan, perekonomian, pariwisata dan lain sebagainya, serta harus berdasarkan perencanaan kebutuhan fungsi lahan yang komprehensif. Yang dimaksud dengan menggunakan teknologi tinggi adalah dalam pengembangan transportasi menjadi syarat mutlak dalam perencanaan ke depan, yang berguna untuk melakukan akselerasi atau lompatan kedepan dalam rangka mengejar ketertinggalan, dengan penggunaan teknologi tinggi disertai dengan strategi guna memastikan proses transfer teknologi dalam rangka penguasaan teknologi tinggi.

Pasal 7 Ayat (1) Ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Yang dimaksud dengan sosial budaya adalah pengembangan transportasi harus memperhatikan semua aspek tatanilai yang berlaku dalam masyarakat yang menjadi ciri khas, adat istiadat dan kebiasaan dari masyarakat tersebut. Yang dimaksud dengan laju pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu di setiap tahunnya Yang dimaksud dengan urbanisasi adalah laju pertumbuhan penduduk dan urbanisasi di suatau wilayah, khususnya diwilayah perkotaan, merupakan faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kebutuhan, variasi dan jumlah perjalanan. Yang dimaksud dengan laju pertumbuhan ekonomi adalah tidak hanya akan menghasilkan kebutuhan, variasi dan jumlah perjalanan yang berbeda, tetapi juga akan menuntut perbaikan standar layanan yang harus diterima oleh masyarakat, oleh sebab itu perencananaan transportasi wilayah harus bersifat dinamis untuk selalu melakukan perbaikan. Yang dimaksud dengan kondisi geografi adalah yang berbeda tidak dipandang sebagai hambatan bagi penyelenggara transportasi wilayah tetapi merupakan kesempatan untuk lebih mendorong pemilihan dan penggunaan teknologi transportasi yang tinggi dan berkearifan lokal. Yang dimaksud dengan perencanaan tata guna lahan adalah harus mampu tidak hanya mengidientifikasi fungsi lahan tapi juga harus mampu menyediakan perencanaan dan pentahapan penggunaan lahan dalam jangka panjang (25 tahun) untuk semua kebutuhan, antara lain untuk fungsi transportasi, perumahan dan fasilitas umum.

Ayat (3) Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Huruf g Yang dimaksud dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah terkait erat dengan kesiapan penggunaan teknologi tinggi dan proses transfer teknologi dalam penyelenggaraan transportasi. Yang dimaksud dengan ketersediaan sumber daya manusia adalah sumber daya manusia yang unggul harus dipandang sebagai modal yang kompetitif dalam rangka terus mendorong perbaikan transportasi yang bersifat dinamis. Yang dimaksud dengan efisiensi pemanfaatan sumber daya energi fosil adalah dalam jangka pendek dan sedang penggunaan energi fosil untuk transportasi masih diperkenankan dengan syarat yang cukup ketat. Yang dimaksud dengan pemanfaatan sumber daya energi yang terbarukan adalah pengembangan transportasi harus diletakkan sebagai wujud nyata dari bentuk dukungan keberlanjutan lingkungan, oleh sebab itu penggunaan sumber daya energi yang terbarukan dan non polusi harus dijadikan sebagai tujuan. Yang dimaksud dengan kemampuan keuangan daerah adalah kemampuan keuangan daerah yang terbatas, harus menjadi pertimbangan yang bijaksana untuk memilih dan memprioritaskan program-program transportasi yang akan dilakukan. Yang dimaksud dengan partisipasi masyarakat adalah kekuatan yang besar dan nyata untuk mendukung dan melaksanakan pengembangan transportasi, untuk itu jadikan masyarakat sebagai subyek (bukan obyek) yang salah satunya berfungsi meligitimasi kebijakankebijakan transportasi yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Ayat (4) Huruf h Yang dimaksud dengan kearifan lokal adalah dalam pengembangan transportasi wilayah adalah salah satu bentuk menjunjung tinggi pesona khas daerah sehingga dapat menjadi pembeda yang istimewa dibandingkan dengan dengan daerah lain. Integrasi antar dan intermoda didasarkan pada usaha-usaha yang konkret untuk mereduksi waktu perjalanan maupun biaya perjalanan. Ayat (5) Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Ayat (1) Huruf a Huruf b Huruf c Memenuhi kebutuhan alat angkut yang beragam dimaksudkan agar transportasi harus dapat melayani semua masyarakat dengan segala keragamannya, mulai dari jenis perjalanan, tua-muda, jenis kelamin, pekerjaan, pengguna dengan keterbatasan, ibu hamil, anak-anak dan lain sebagainya. Huruf a

Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Ayat (2) Ayat (3) Huruf b Huruf a Huruf b Mengurangi biaya transportasi barang dimaksudkan agar dengan perencanaan dan pengembangan transportasi angkutan barang diharapkan mampu mengurangi biaya perjalanan dari asal ke tujuan. Yang dimaksud jaringan lintas adalah serangkaian simpul dan atau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan angkutan barang. Ayat (1) Huruf a Hurub b Huruf c Yang dimaksud dengan simpul transportasi adalah suatu tempat yang berfungsi untuk kegiatan menaikkan dan menurunkan penumpang, membongkar dan memuat barang, mengatur perjalanan serta tempat perpindahan intra moda dan antar moda. Ayat (2) Ayat (3) Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18

Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11