BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Kesehatan adalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Ayu Aprillia Paramitha Krisnayana Putri, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi dan sekaligus merupakan investasi untuk keberhasilan

BAB 1 PENDAHULUAN. Evaluasi pelaksanaan..., Arivanda Jaya, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI BADUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG TATA KELOLA PENGGUNAAN DANA PELAYANAN KESEHATAN PADA PUSKESMAS SE KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era Otonomi Daerah, Bangsa Indonesia tidak dapat melepaskan diri

BAB 1 PENDAHULUAN. serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA PENGGUNAAN DANA PELAYANAN KESEHATAN PADA PUSKESMAS SE-KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan hajat hidup orang banyak itu harus atau

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri masalah kemiskinan selalu menjadi penghambat kemajuan tiap - tiap

PEMERINTAH PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. harus menerapkan sistem jemput bola, dan bukan hanya menunggu bola. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan salah satu aspek dalam menunjang

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu contoh kebijakan publik yang paling mendasar.

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (selanjutnya disingkat lansia) merupakan segmen populasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan rehabilitasi dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat. Rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. tanpa mengabaikan mutu pelayanan perorangan (Depkes RI, 2009).

: Sekretaris Daerah Kota Medan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, maupun kemasyarakatan maupun tugas-tugas pembantuan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999

BAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Deklarasi Hak Asasi Manusia oleh PBB tahun 1948 mencantumkan,

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. wadah negara kesatuan RI yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang menganut prinsip negara

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Perbedaan Kinerja Jaminan Kesehatan Bali Mandara dari segi Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAKSANAAN PONED. Terbitan : 01 No. Revisi : 00. Tgl. Mulai Berlaku : 16/5/2015. Halaman :

BAB I PENDAHULUAN. ialah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. (GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

BAB I PENDAHULUAN. harus selalu menjaga kesehatan, yang merupakan modal utama agar dapat hidup produktif,

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

I. PENDAHULUAN. mencapai kesejahteraan. Akan tetapi, masih banyak masyarakat dunia khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN. negara bertanggung jawab mengatur masyarakat agar terpenuhi

BAB. I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapatkan pelayanan sesuai dengan hak-haknya

BAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur

RechtsVinding Online

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 14 TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Dunia (WHO 1948), menetapkan bahwa kesehatan adalah hak fundamental

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia pada undang-undang Nomor 36

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa (PBB) tahun 1948 tentang hak asasi manusia. Berdasarkan. kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Oleh : Misnaniarti FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SRIWIJAYA

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG JAMINAN KESEHATAN BAGI WARGA MISKIN KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan sebenarnya telah dirintis sejak lama. Hal ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional

BAB I PENDAHULUAN. intervensi pemerintah dalam pembayaran. Dokter, klinik, dan rumah sakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. huruf e undang-undang tersebut mengatur salah satu urusan wajib yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Peningkatan Pelayanan untuk Riau Sehat. Riau Sehat Pemprov Riau melalui dinas terkait terus memberikan pelayanan kesehatan terbaik pada masyarakat.

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR : 63 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA ASURANSI KESEHATAN TINGKAT PERTAMA KOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perkembangan teknologi dan otonomi daerah menuntut

1 BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Untuk itu pemerintah memiliki upaya upaya peningkatan kualitas

BAB 1 : PENDAHULUAN. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kesehatan dan dalam Pasal 28 H Ayat (3) Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi produktifitas. Oleh karena itu, seluruh penduduk atau masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

SISTEM JAMINAN KESEHATAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. UU otonomi daerah tersebut kemudian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

DALAM SISTEM. Yulita Hendrartini

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia sampai dengan saat ini telah memasuki tahun

LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BALI MANDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 90 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

BAB 1 PENDAHULUAN. baik dalam bentuk jasa maupun fasilitas. Bahkan untuk mengukur tingkat kemajuan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan derajat hidup masyarakat, sehingga semua negara berupaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang No. 39 tahun 2009, Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kesehatan adalah hal esensial yang dibutuhkan oleh manusia, dan menjadi hak warga. Menurut pengertian dari WHO, kesehatan sendiri kesehatan mencakup aspek jasmani dan kejiwaan disamping spiritual, kepribadian, dan keuangan. (Adisasmito, 2007). Melihat pengertian kesehatan di atas, maka pembangunan kesehatan yang baik amat sangat penting untuk dilaksanakan, karena pembangunan kesehatan merupakan bagian terpadu dari pembangunan sumber daya manusia dalam mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri sehat sejahtera lahir dan batin. (Supratman dan Prasetyo, 2010) Pembangunan kesehatan di Indonesia sendiri hari ini masih belum optimal, dapat dilihat dari alokasi dana APBN untuk kesehatan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Pasal 171 ayat 1 menyatakan bahwa Besar anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5% (lima persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara di luar gaji, namun dalam kenyataannya pada tahun 2011 APBN kesehatan hanya sebesar Rp 29,4 Triliun dimana nilai tersebut hanya sebesar 2,4 % dari total APBN. Sedangkan untuk tahun 2012 anggaran kesehatan menjadi Rp 29,9 triliun dengan persentase sebesar 2,1 % dari APBN. (Kompas,2011) 1

2 Rendahnya anggaran kesehatan pemerintah dan semakin kompleksnya tantangan kesehatan di Indonesia mengakibatkan pembangunan kesehatan tidak terfokus. Selain sarana dan prasarana kesehatan yang tidak optimal, pelayanan kesehatan yang bermutu juga tidak mampu diakses oleh seluruh masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Thabrany (2008) bahwa sistem kesehatan Indonesia sangat tidak memihak kepada rakyat. Hal ini tercermin dari sistem pembayaran jasa per pelayanan (fee for service) yang diterapkan Indonesia, meskipun pelayanan tersebut disediakan di Rumah Sakit (RS) publik. Artinya, rakyat Indonesia menghadapi ketidakpastian (uncertainty) dalam memperolah pelayanan kesehatan. Dimana yang memiliki uanglah yang bisa memperoleh pelayanan kesehatan, karena lebih dari 70% biaya kesehatan harus ditanggung sendiri oleh tiap keluarga atau out of pocket. Berbagai program telah dilaksanakan Pemerintah untuk mempermudah akses pelayanan kesehatan khususnya untuk masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Program tersebut berupa Jaminan Kesehatan, dimana masyarakat yang menggunakan jaminan kesehatan tersebut dapat berobat secara cuma-cuma di Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) milik pemerintah. Jaminan kesehatan tersebut berupa Askeskin, Askes dan Jamkesmas. Namun sejauh ini jaminan kesehatan yang berlaku tersebut belum mampu mencakup seluruh penduduk Indonesia, baik karena belum maksimalnya sosialisasi di lapangan, juga dikarenakan anggaran kesehatan pemerintah yang rendah. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI tahun 2011, hingga desember 2010 adapun pencapaian Jaminan Kesehatan di Indonesia sebagai berikut :

3 Gambar 1. Distribusi Penduduk Indonesia yang memiliki Jaminan Kesehatan tahun 2010 (Sumber: http://kebijakankesehatanindonesia.net/sites/default/files/makasar/presentation1.pdf) Berdasarkan data Laporan Kementerian Kesehatan RI tahun 2011 di atas, diketahui bahwa sebesar 59,07% penduduk Indonesia yang terlindungi oleh asuransi kesehatan dan masih terdapat 40,93% warga yang sama sekali belum memiliki asuransi kesehatan. Adanya otonomi daerah merupakan salah satu alternatif dalam memecahkan masalah cakupan pelayanan kesehatan ini. Dalam era desentralisasi sesuai UU No 32/2004 tentang pemerintahan daerah menempati otonomi daerah secara utuh pada daerah Kabupaten/Kota, sehingga mempunyai wewenang dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat, didasarkan pada azas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Salah satunya dengan membuat kebijakan kesehatan berupa penyelenggaraan Jaminan kesehatan daerah (Jamkesda). Dimana Pemerintah daerah memiliki peran yang sangat besar dalam peraturan pelaksanaan Jamkesda, baik dari

4 segi pembiayaan, pentahapan program, kepesertaan, pemerataan dan keadilan. (Gotama dan Pardede, 2012) Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang peduli terhadap pembangunan kesehatan, terbukti dengan telah terlaksananya jaminan kesehatan daerah di Bali sejak tahun 2010. Jaminan kesehatan tersebut adalah Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM). Jaminan kesehatan ini merupakan salah satu terobosan pemerintah provinsi Bali guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat Bali dengan memberikan kemudahan dalam mengakses kesehatan yang merupakan hak krusial bagi setiap manusia. Jaminan Kesehatan Bali Mandara juga merupakan jaminan kesehatan untuk seluruh masryarakat Bali yang belum memilliki jaminan kesehatan seperti Askes, Jamsostek, Asabri, Askeskin/Jamkesmas atau jaminan kesehatan lainnya. Tujuan diselenggarakannya JKBM ini adalah untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan untuk seluruh penduduk Bali. Sedangkan tujuan khususnya yaitu meningkatkan cakupan masyarakat bali yang mendapatkan pelayanan kesehatan, meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat Bali dan pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. (Jamsos, 2010) Dalam pelaksanaan JKBM sejak tahun 2010, terdapat permasalahan dan tantangan yang dialami. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti di JKBM Centre, adapun permasalahan yang umum dirasakan dalam pelaksanaan JKBM : 1. Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui akan adanya JKBM tersebut, hal ini diakibatkan karena masih kurangnya sosialisasi dari pemerintah mengenai JKBM khususnya untuk wilayah pedesaan. 2. Pelaporan yang tidak sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Laporan PPK ke Kabupaten/Kota seharusnya paling lambat setiap tanggal 5, sedangkan laporan

5 dari Kabupaten/Kota menuju Provinsi paling lambat tanggal 10 tiap bulan. Namun pada kenyataanya masih terdapat Kabupaten/Kota yang belum tepat dalam pelaporan Program JKBM setiap bulannya. Hal ini diakibatkan karena masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui mengenai peryaratan JKBM terkendala KTP, terdapat beberapa wilayah pedesaan yang belum semua warganya memiliki KTP, baik karena tidak mengetahui ataupun karena susahnya persyaratan memiliki KTP. Sehingga masih ada beberapa PPK yang menerima pasien tanpa membawa KTP, akibatnya proses pengklaiman dananya menjadi terhambat. 3. Masih banyak masyarakat belum paham akan sistem rujukan dalam JKBM. Dimana masyarakat yang ingin berobat di Rumah Sakit jejaring JKBM tidak menyertakan surat rujukan dari Puskesmas. Kebanyakan masyarakat langsung berobat ke RS jejaring JKBM walaupun penyakit yang diderita masih mampu ditangani di Puskesmas, sehingga banyak pasien pergi ke Puskesmas hanya untuk meminta surat rujukan agar sesuai dengan persyaratan tanggungan Program JKBM. Akhirnya muncul indikasi bahwa pihak Puskesmas tidak melayani pasien JKBM dengan optimal. 4. Keterbatasan kualifikasi SDM di PPK jejaring JKBM dalam tata kelola keuangan JKBM, sehingga proses pengklaiman dana sering terhambat. Selain itu permasalahan pengklaiman dana juga diakibatkan karena adanya klaim lintas batas, dimana jika terdapat pasien yang berasal dari Kabupaten Denpasar yang berobat ke PPK jejaring di Kabupaten Badung, maka pengklaiman harus tetap dilakukan di Kabupaten Denpasar, karena merupakan tanggungan dari Kabupaten Denpasar. Hal ini sering memberatkan petugas kesehatan, terutama jika wilayah kabupaten yang dituju jauh.

6 Banyaknya permasalahan yang dialami pada program JKBM tersebut tidak terlepas dari fungsi manajemen program tersebut, baik dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controling). Program merupakan salah satu bentuk kebijakan. Seperti kita ketahui bersama, keberhasilan suatu kebijakan bukan saja ditentukan oleh bagaimana suatu kebijakan dilaksanakan tetapi juga ditentukan bagaimana suatu kebijakan dirumuskan atau diproses dalam sebuah program, perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen yang sangat berperan dalam keberhasilan program tersebut. Berhasil atau tidaknya suatu program dapat dilihat dari berhasil tidaknya perencanaan program tersebut dirancang. Ketika lebih dari 50% perencanaan telah disusun dengan baik, maka kemungkinan berhasilnya program tersebut dapat lebih tinggi. (Notoamodjo, 2007). Begitu pula pada program JKBM ini, permasalahan yang kerap muncul pada saat pelaksanaan JKBM tersebut dapat dikarenakan perencanaan program yang mungkin belum matang pada awalnya, seperti perencanaan program sosialisasi dan penyusunan tim pelaksana yang belum optimal. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti dan menganalisis perencanaan awal JKBM di Provinsi Bali. Selain dikarenakan penelitian mengenai perencanaan JKBM ini sebelumnya belum pernah diadakan, penelitian ini juga diharapkan mampu dijadikan sebagai acuan dalam merencanakan suatu program kesehatan lainnya untuk masyarakat. Dalam penelitian ini yang akan menjadi narasumber adalah pihak-pihak yang terkait dalam perencanaan program JKBM, yaitu dari Pemerintah Provinsi Bali, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Dinas Kesehatan Provinsi Bali.

7 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat kita ketahui bahwa Provinsi Bali merupakan salah satu dari provinsi di Indonesia yang menggunakan kebijakan kesehatan yang bersifat desentralisasi yaitu JKBM. Setelah berlangsung selama 2 tahun, program JKBM ini dirasa masih belum maksimal karena masih terjadi permasalahan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis terhadap perencanaan JKBM tahun 2010, sehingga dapat diketahui dimana letak permasalahannya. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Apakah dasar yang melatarbelakangi perencanaan kebijakan JKBM? 2. Siapakah yang terlibat dalam dalam proses perencanaan JKBM? 3. Siapakah kepesertaan dari program JKBM? 4. Bagaimana sistem pembiayaan JKBM? 5. Apakah dasar anggaran dan alokasi dana JKBM? 6. Apakah hambatan yang dirasakan selama perencanaan JKBM? 1.4 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis perencanaan dari program JKBM pada pelaksanaan tahun 2010. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui dasar yang melatarabelakangi perencanaan JKBM. 2. Untuk mengetahui siapa yang bertanggungjawab dalam proses perencanaan JKBM. 3. Untuk mengetahui kepesertaan dari pelaksanaan JKBM.

8 4. Untuk mengetahui bagaimana sistem pembiayaan JKBM. 5. Untuk mengetahui dasar anggaran dan alokasi dana JKBM. 6. Untuk mengetahui hambatan yang dirasakan selama perencanaan JKBM. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis a. Bagi Mahasiswa Penelitian ini berguna untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman pada fungsi manajemen perencanaan di program JKBM. Selain itu juga merupakan syarat bagi mahasiswa dalam memperoleh gelar Sarjana Masyarakat Kesehatan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 1.5.2 Manfaat Praktis a. Bagi Pelaksana Program JKBM Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penanggung jawab program JKBM, yaitu dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengevaluasi program JKBM untuk tahun berikutnya. b. Bagi Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, dimana penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian yang serupa dikemudian hari dan bisa dijadikan dokumentasi bagi Program Studi.

9 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah mengenai manajeman pembiayaan kesehatan dalam JKBM. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui salah satu fungsi manajeman dalam program JKBM yang merupakan program jaminan kesehatan daerah Provinsi Bali yaitu perencanaan. Selain itu, penelitian ini juga membahas dan hambatan yang terjadi selama pelaksanaan kegiatan JKBM serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut.