HUBUNGAN ANTARA SIKAP DENGAN PERILAKU PENGOBATAN SENDIRI (SWAMEDIKASI) YANG RASIONAL OLEH PENGUNJUNG APOTEK X KOTA BANDAR LAMPUNG, TAHUN 2012

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan

BAB I. Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang. yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya

Gambaran Pengetahuan Klien tentang Swamedikasi di Apotek- Apotek Pekanbaru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK UMUR DAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG TANAMAN OBAT KELUARGA (TOGA)

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat

BAB I PENDAHULUAN. Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I LATAR BELAKANG. suatu usaha dalam pemilihan dan penggunaan obat obatan oleh individu UKDW

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi

DAFTAR PUSTAKA. Anastasia, 2012, Gambaran Pengetahuan Sendiri Mahasiswa Jurusan Farmasi dan

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI REMAJA PUTRI, DAN PERAN KELUARGA DENGAN PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DI SMA NEGERI 8 KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat yang setinggi tingginya (Depkes, 2009). Adanya kemajuan ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

6. Dalam Praktek Kerja Profesi di apotek pro-tha Farma sebaiknya diwajibkan calon apoteker melakukan Home Care yaitu kunjungan terkait pelayanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013 ISSN :

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP BIDAN DENGAN PELAKSANAAN ASUHAN PERSALINAN NORMAL (APN) DI RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2015.

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN POSYANDU LANSIA KENCANA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare Pada Balita di Kelurahan Jaya Mekar Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PELAKSANAAN METODE ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL(MAKP) DI INSTALASI RAWAT INAP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Hubungan Pengetahuan dan Sikap terhadap Perilaku Konsumsi Obat Tanpa Resep Dokter di Apotek Kecamatan Ilir Barat I Kota Palembang Tahun 2013

Hubungan Tingkat Pendidikan dan Status Ekonomi terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Penggunaan Antibiotik

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan case

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG STATUS GIZI BALITA DENGAN FREKUENSI TERJADINYA ISPA DI DESA KEBONDALEM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEHADIRAN IBU MENIMBANG ANAK BALITA DI POSYANDU WILAYAH KERJA PUSKESMAS ALALAK TENGAH DAN PUSKESMAS S

Nisa khoiriah INTISARI

ABSTRAK. : Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Pemberian, Imunisasi Dasar. Nuur Octascriptiriani Rosdianto

Karateristik Masyarakat Yang Melakukan Swamedikasi Di Beberapa Toko Obat Di Kota Makassar. Program Studi Diploma III Farmasi Yamasi.

Oleh : Suharno, S.Kep.,Ners ABSTRAK

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA LAKI-LAKI DI SMA X KABUPATEN KUDUS

PEMETAAN PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN KEFARMASIAN TERKAIT FREKUENSI KEHADIRAN APOTEKER DI APOTEK DI SURABAYA TIMUR. Rendy Ricky Kwando, 2014

OPINI APOTEKER DAN PASIEN TERHADAP PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KOTA MERAUKE DEASY ABRAHAM THOE, 2013

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI USIA 1 TAHUN DI PUSKESMAS DEPOK I SLEMAN YOGYAKARTA

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia

MOTIVASI DAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL TRIMESTER III

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERILAKU DROP OUT KB DI DESA CARINGIN KABUPATEN PANDEGLANG BANTEN

!"#!$%&"'$( Kata kunci : Pengobatan sendiri, Indonesia Sehat

Oleh : Yuyun Wahyu Indah Indriyani ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI MASYARAKAT DESA MARANNU KECAMATAN PITUMPANUA KABUPATEN WAJO YURIKA

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Pelayanan Gigi Di Puskesmas Way Laga Kota Bandar Lampung

Lampiran 1. Daftar Tilik Mutu Pelayanan Kefarmasian DAFTAR TILIK

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal

INTISARI PROFIL SWAMEDIKASI OBAT BATUK PILEK BEBAS PADA ANAK DI APOTEK AMANDIT FARMA BANJARMASIN

Oleh : Rahayu Setyowati

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS TAMALANREA KOTA MAKASSAR

PROFIL TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA KUSTA TENTANG PENYAKIT KUSTA DI PUSKESMAS KEMUNINGSARI KIDUL KABUPATEN JEMBER

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TENGAL ANGUS KABUPATEN TANGERANG

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIA MP ASI PADA BAYI USIA 6-12 BULAN PADA TAHUN 2012 JURNAL

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI BPS ERNAWATI BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

*Korespondensi Penulis, Telp: , ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA BIDAN DALAM PELAKSANAAN KEGIATAN DESA SIAGA DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2014

HUBUNGAN PELATIHAN PEMBERIAN MAKANAN PADA BAYI DAN ANAK (PMBA) DENGAN KETERAMPILAN KONSELING PADA BIDAN DI WILAYAH KAWEDANAN PEDAN TAHUN 2014

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PROGRAM PREVENTION OF MOTHER TO CHILD TRANSMISSION

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. masalah utama di negara berkembang dan negara maju. Menurut WHO dan

PEMETAAN PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN KEFARMASIAN TERKAIT FREKUENSI KEHADIRAN APOTEKER DI APOTEK DI SURABAYA BARAT. Erik Darmasaputra, 2014

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif non analitik

Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu Hamil tentang Pemanfaatan Kelas Ibu Hamil di Desa Nagrak Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PEMBERIAN ASI PADA IBU MENYUSUI DI DESA LOLONG KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. menerima pengakuan ini adalah Imhotep dari Mesir yang jauh lebih tua

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. promosi / iklan obat melalui media massa dan tingginya biaya pelayanan kesehatan,

PENGARUH EDUKASI TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP, DAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI ATAS INFORMASI OBAT

KARAKTERISTIK TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN ANTARA PENGGUNAAN OBAT GENERIK DAN OBAT PATEN DI APOTEK KETANDAN FARMA KLATEN

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Tindakan Merokok Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN KETAATAN BEROBAT DENGAN DERAJAT SISTOLE DAN DIASTOLE PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS SUKAMERINDU KOTA BENGKULU

Teguh Pribadi 1 ABSTRAK

Ike Ate Yuviska(¹), Devi Kurniasari( 1 ), Oktiana (2) ABSTRAK

Rina Indah Agustina ABSTRAK

Promotif, Vol.4 No.2, April 2015 Hal 86-94

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DAN KESIAPAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENDERITA STROKE DI DESA KEBAKKRAMAT KARANGANYAR

Oleh : R Noucie Septriliyana dan Wiwi Endah Sari Stikes A. Yani Cimahi

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

BAB 1 PENDAHULUAN. Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang

Promotif, Vol.1 No.1, Okt 2011 Hal 1-6 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN EFEKTIVITAS JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DI RSUD ANUNTALOKO PARIGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI EKSKLUSIF DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI DESA HARJOBINANGUN PURWOREJO GITA APRILIA ABSTRAK

SIKAP LANSIA DAN PELAYANAN PETUGAS KESEHATAN TERHADAP KUNJUNGAN DI POSYANDU WILAYAH PKM PATIHAN

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Balita di Kelurahan Baros Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu

TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN OBAT DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN MERTOYUDAN KABUPATEN MAGELANG

PERILAKU MASYARAKAT TENTANG PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA ORAL

Unnes Journal of Public Health

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seperti tumbuhan yang sudah dibudidayakan maupun tumbuhan liar. Obat herbal

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KADER POSYANDU DALAM PELAYANAN MINIMAL PENIMBANGAN BALITA

Transkripsi:

JURNAL KESEHATAN HOLISTIK Vol 8, No 2, April 2014 : 59-63 HUBUNGAN ANTARA SIKAP DENGAN PERILAKU PENGOBATAN SENDIRI (SWAMEDIKASI) YANG RASIONAL OLEH PENGUNJUNG APOTEK X KOTA BANDAR LAMPUNG, TAHUN 2012 Ade Maria Ulfa 1, Lolita Sari 2 ABSTRAK Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk mengatasi keluhan dan penyakit ringan tanpa intervensi dokter. Pengobatan sendiri dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan penggunaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan antara Sikap dengan perilaku pengobatan sendiri yang rasional oleh pengunjung Apotek X Kota Bandar Lampung, Tahun 2012. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatifdengan pendekatan cross sectional. Jumlah responden sebanyak 169 dipilih secara systematic random sampling.data diperoleh dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan Uji Chi square, dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil uji statistik menunjukkan adahubungan sikap (p value = 0,000) dengan perilaku pengobatan sendiri yang rasional. Saran, hendaknya pelayanan informasi obat di apotek diberikan langsung oleh apoteker (komunikasi interpersonal) dan tersedianya brosur dan leaflet obat bebas dengan bahasa yang sederhana dan informatif. Kata Kunci: Swamedikasi,Sikap PENDAHULUAN Sehat merupakan kondisi yang tidak hanya fisiktetapi juga psikis dan terhindar dari penyakit dan ketidakmampuan (WHO,1988).Di negara berkembang upaya pemeliharaan kesehatan terbanyak yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan kesehatannya ialah berobat sendiri (Dharmasari, 2003).Upaya masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri dikenal dengan istilah swamedikasi. Di Propinsi Lampung persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan dan melakukan pengobatan sendiri sebesar 72,97%. Cara pengobatan sendiri yang dilakukan menggunakan obat modern sebesar 91,31% (BPS Lampung, 2010). Penggunaan obat dalam pengobatan sendiri merupakan perilaku kesehatan. Menurut Green et al (2000), setiap perilaku kesehatan dapat dilihat sebagai fungsi dari pengaruh kolektif faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Faktor predisposisi (predisposing factors) merupakan faktor yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku, mencakup pengetahuan, sikap, dan keyakinan. Berkaitan dengan pengobatan sendiri, telah dikeluarkan berbagai peraturan perundangan.pengobatan sendiri hanya boleh menggunakan obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas (SK Menkes No.2380/1983). Semua obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas wajib mencantumkan keterangan pada setiap kemasannya tentang kandungan zat berkhasiat, kegunaan, aturan pakai, dan pemyataan lain yang diperlukan (SKMenkes No.917/1993). Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan (Sekarang Badan Pengawasan Obat dan Makanan) pada tahun 1996 menerbitkan buku Kompendia Obat Bebas sebagai pedoman masyarakat untuk melakukan pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan. Pengobatan sendiri yang sesuai aturan dalam buku tersebut mencakup 4 kriteria, (a) tepat golongan, yaitu menggunakan golongan obat bebas, (b) tepat obat, yaitu menggunakan kelas terapi obat yang sesuai dengan keluhannya, (c) tepat dosis, yaitu menggunakan takaran/dosis obat sekali dan sehari pakai sesuai dengan umur, dan (d) lama pengobatan yang terbatas, yaitu apabila sakit berlanjut segera menghubungi dokter atau tenaga kesehatan (Depkes, 1996). Pada pelaksanaannya swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication error). dalam hal ini informasi yang tepat dibutuhkan oleh masyarakat sehingga masyarakat dapat terhindar dari penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunasalahan obat (drug misuse). Masyarakat cenderung hanya tahu merk dagang tanpa tahu zat berkhasiatnya (Depkes, 2006). 1. Akafarma Putra Indonesia Bandar Lampung 2. FKM Universitas Malahayati Bandar Lampung

60 Ade Maria Ulfa, Lolita Sari Berdasarkan hasil penelitian Dharmasari (2003) menunjukkan bahwa tidak satupun masyarakat mencapai skor tertinggi dalam perilaku swamedikasi yang aman, tepat dan rasional dan sebanyak 49,5% dari masyarakat Kota Bandar Lampung mempunyai skor perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional dibawah rata-rata. Apotek menjadi tempat dominan bagi masyarakat dalam membeli obat untuk pengobatan sendiri mereka, yaitu sebanyak 65,1%. Selain apotek, toko obat dan warung juga menjadi tempat bagi warga dalam membeli obat,masing-masing sebesar 19,3% dan 14,7%. (Rakhmawatie, 2010). Ketersediaan pelayanan kesehatan obat obatan pada masyarakat di Kota Bandar Lampung adalah 32 apotek dan 12 toko obat berizin (Profil Kesehatan Lampung, 2011). Apotek X merupakan salah satu apotek yang terletak di Kota Bandar Lampung dengan kunjungan upaya swamedikasi dalam satu bulan mencapai 300 pengunjung dan rata rata perhari sekitar sepuluh orang pengunjung (Profil Apotek X, 2012). Berdasarkan fakta di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pengobatan sendiri (swamedikasi) Yang Rasional Oleh Pengunjung Apotek X" Kota Bandar Lampung, Tahun 2012. METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan jenis penelitian kuantitatif, yaitu jenis penelitian yang digunakan untuk menjelaskan variabel, menguji hubungan antara variabel dan menentukan interaksi sebab dan akibat antar variabel (Nasir, 2011) Metode Pengumpulan Data. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah kuesioner. Variabel Penelitian. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengetahuan, keyakinan pengobatan, sikap dan tingkat ekonomi, sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah perilaku pengobatan sendiri yang rasional. Sampel.Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pengunjung yang melakukan pengobatan sendiri di Apotek X Kota Bandar Lampung tahun 2012. kunjungan upaya pengobatan sendiri dalam satu bulan mencapai 300 pengunjung sehingga dengan menggunakan Tabel Krejcie dengan tingkat kesalahan 5% didapatkan besar sampel sebanyak 169 pengunjung (Machfoedz 2006). Pada penelitian ini digunakan teknik sampling secara acak sistematis (Systematic Random Sampling), yakni dengan membagi jumlah populasi dengan perkiraan jumlah sampel yang diinginkan, hasilnya adalah interval sampel (Riyanto, 2011) : Maka anggota populasi yang terkena sampel adalah setiap pengunjung yang mempunyai nomor kelipatan 2 (2, 4, 6, 8 dst) sampai mencapai jumlah 169 sampel.kriteria Inklusif dan Eksklusif.Kriteria Inklusif dalam penelitian ini adalah a) Pengunjung Apotek X yang bersedia untuk dijadikan sampel, b) Pengunjung yang datang langsung ke Apotek X untuk melakukan swamedikasi menggunakan obat bebas dan obat bebas terbatas, c) Pengunjung berumur diatas 15 tahun. Sedangkan kriteria eksklusif adalah a) Pengunjung yang datang ke Apotek X dengan membawa resep, b) Pengunjung yang membeli obat herbal dan obat tradisional Analisa Data. Padapenelitian ini digunakan dua tahap analisa yaitu : 1) Analisa univariat (untuk melihat distribusi frekuensi variabel dependen dan variabel independen), 2) Analisa bivariat dengan menggunakan uji chi-square (untuk melihat hubungan variabel dependen dan variabel independen). HASIL & PEMBAHASAN Karakteristik Responden Hasil analisis didapatkan bahwa usia responden termuda 17 tahun dan usia responden tertua 83 tahun, seperti terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia. Responden di Apotek "X Variabel N Minimum Maximum Mean SD 95% CI usia 169 17 83 25.21 8,411 23,94 26,49

Hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Yang61 Rasional Oleh Pengunjung Apotek X Kota Bandar Lampung, Tahun 2012 Tabel 2. Distribusi Frekuensi Demografi Responden di Apotek "X" Variabel Jumlah Persentase (%) Jenis Kelamin - Laki-laki 93 55.0 - Perempuan 76 45.0 Tingkat Pendidikan - PT 58 34.3 - SMA 94 55.6 -SMP 11 6.5 - SD 3 1.8 - Tidak Sekolah 3 1.8 Status Pekerjaan - Bekerja 113 6.9 - Tidak Bekerja 56 33.1 Mayoritas responden adalah laki-laki sebanyak 93 orang (55 %), berpendidikan SMU yaitu 94 orang (55,6%) dan bekerja yaitu sebanyak 113 orang (66,9 %), seperti terlihat pada tabel 2. Tabel 3. Distribusi Frekuensi variabel dependen dan independen responden Variabel Kategori Jumlah Persentase P (%) Value Sikap Positif 72 42.6 0,000 Negatif 97 57.4 Perilaku Rasional 87 51.5 Tidak rasional 82 48.5 Hasil analisis didapatkan bahwa terdapat perilaku responden rasional sebanyak 87 orang (51,5%) dengan sikap negatif sebanyak 97 orang (57,4%).seperti terlihat pada tabel 3. Tabel 4. Hubungan Pengetahuan, keyakinan pengobatan, sikap dan tingkat ekonomi dengan Perilaku Pengobatan Sendiri yang Rasional Perilaku Variabel p-value OR (95% CI) Sikap 0,000* 4,606 (2,377-8,925) * Signifikan jika p < 0,05 Hubungan Sikap dengan Perilaku Pengobatan Sendiri yang Rasional Berdasarkan hasil penelitiandiketahui bahwa dari 72 responden yang mempunyai sikap positif, ada sebanyak 52 (72,2%) responden yang berperilaku rasional. Dari 97 responden yang mempunyai sikap negatif, ada sebanyak 35 (36,1%) responden yang berperilaku rasional. Hasil uji statistik chi-square diperoleh p-value = 0,000 (p < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap terhadap pengobatan sendiri dengan perilaku pengobatan sendiri yang rasional, hal ini didukung dengan nilai OR (95%CI) = 4,606 (2,377-8,925) yang berarti bahwa responden dengan sikap yang positif memiliki perbandingan resiko 4,606 kali lebih besar untuk berperilaku rasional dalam pengobatan sendiri jika dibandingkan dengan responden yang memiliki sikap negatif. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku (Walgito, 2006). Sikap tentang pengobatan sendiri menggambarkan tanggapan responden tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengobatan sendiri yang diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap yang positif tentang pengobatan sendiri akan mempengaruhi niat untuk menjadi tindakan pengobatan yang rasional jika pengetahuannya baik. Penelitian ini sesuai dengan teori Walgito (2006), yang menyatakan sikap dipengaruhi oleh proses evaluatif yang dilakukan individu. Semakin positif sikapnya maka semakin baik pula perilakunya. Menurut Soejoeti (2005), timbulnya perubahan sikap dan perilaku seseorang salah satunya karena adanya tekanan positif dari kelompok atau individu. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Dharmasari (2003) yang menyatakan bahwa sikap berhubungan dengan pengobatan sendiri yang aman, tepat, dan rasional.kristina dkk (2008) juga menyatakan bahwa sikap berhubungan dengan perilaku pengobatan sendiri yang rasional. Hasil penelitian juga menunjukkan sebesar 36,1% responden mempunyai sikap negatif tetapi berperilaku rasional. Hal ini berkaitan dengan pernyataan: pengobatan sendiri hanya untuk sakit ringan, responden tidak bisa membedakan pengkategorian antara sakit ringan dan sakit berat. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden, obat hipertensi dan asam urat menurut responden dapat dibeli tanpa konsultasi ke dokter terlebih dahulu jika digunakan untuk pemeliharaan, Padahal walaupun untuk pemeliharaan, pasien harus tetap memeriksakan penyakitnya ke dokter secara rutinitas. Hasil penelitian juga menemukan bahwa terdapat responden yang bersikap positif, tetapi berperilaku tidak rasional sebesar 27,8%. Hal ini disebabkan masih ada responden yang tidak memahami penggunaan obat yang tepat, seperti penggunaan kombinasi obat influenza digunakan untuk mengobati batuk kering dan berdahak yang disebabkan pada kemasan obat yang tersedia mencantumkan demikian. Dharmasari (2003) juga menemukan sebesar 5,3% dari masyarakat Kota Bandar Lampung, menggunakan obat kombinasi influenza untuk mengobati batuk kering dan batuk berdahak.

62 Ade Maria Ulfa, Lolita Sari Pengetahuan yang salah kemungkinan juga disebabkan informasi dalam kemasan obat menggunakan istilah medis yang tidak dimengerti oleh responden. Informasi pada kemasan obat dan brosur obat (package insert) sebaiknya menggunakan bahasa yang dimengerti oleh masyarakat, sehingga dapat menjadi informasi yang mendukung pengobatan yang rasional (Depkes, 2008). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap yang positif terhadap pengobatan sendiri akan menimbulkan perilaku pengobatan sendiri yang rasional. Dalam penentuan sikap yang positif pengetahuan berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting dalam mengambil tindakan pengobatan yang tepat. SIMPULAN & SARAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap tentang pengobatan sendiri berhubungan dengan perilaku pengobatan sendiri yang rasional di Apotek X Kota Bandar Lampung. Saran bagi masyarakat untuk lebih bijak dalam melakukan swamedikasi terutama dalam penentuan obat yang akan dikonsumsi dan akan lebih baik jika masyakat melakukan pemeriksaan ke dokter dulu untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. DAFTAR PUSTAKA Anief, Moh, 2010, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik, Cetakan ke-10, Gadjah Mada University, Yogyakarta. Azwar, S, 2007, Sikap Manusia Teori Skala dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar, Jakarta. Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung dan Dinas Kesehatan Propinsi Lampung, 2010, Indikator Dini Kesehatan Masyarakat Propinsi Lampung Tahun 2010, Bandar Lampung Basri Hasan, 1996, Komunikasi Untuk Kesehatan dan Perubahan Perilaku, UGM Press, Yogyakarta Budiman, 2011, Penelitian Kesehatan, Bandung, Aditama. DepKes, 1983, Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas.Pasal 1 ayat 2 dan 5, Pasal 3. DepKes, 1992, Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Departemen Kesehatan, 1993, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 917/Menkes/Per/X/1993 tentang Wajib Daftar Obat jadi. DepKes, 1994, Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 386/Menkes/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas DepKes, 1995, Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 633/Ph/62/b tentang Penggolongan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. DepKes, 1996, Kompendia Obat Bebas.Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta. Depkes RI, 2000, Kebijakan Teknis Promosi Kesehatan Tahun 2000, Jakarta Depkes, 2002, Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Apotek. Depkes, 2006, Keputusan Menteri Kesehatan No. 189/SK/Menkes/III/2006 tentang Kebijakan Penggunaan Obat Rasional Depkes, 2006, Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas Terbatas, Dirjen Bina Kefarmasian dan Alkes, Jakarta. DepKes, 2008, Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat Bagi Tenaga Kesehatan, Dirjen Bina Penggunaan Obat Rasional, Jakarta. DepKes, 2009, Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Depkes RI, 2010, Survei Kesehatan Nasional Tahun 2010, Laporan Data Susenas 2010, Jakarta. Dharmasari, S, 2003, Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan Sendiri yang Aman, Tepat dan Rasional Pada Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun 2003, Tesis, FKM UI Depok. Dinas Kesehatan Propinsi Lampung, Profil Kesehatan Propinsi Lampung Tahun 2011, Bandar Lampung, 2011. Green, L. W., Kreuter, M.W., Deeds, S. G., & Patridge, K. B, 2000, Health Education Planning : A Diagnostic Approach, Second Edition, Mayfield Publishing Company. Hadi, S, 2003, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi offset. Hastono, 2007, Analisis Data Kesehatan, FKM UI, Depok. Kristina dkk, 2008, Perilaku Pengobatan Sendiri Yang Rasional Pada Masyarakat Kecamatan Depok dan Cangkringan Kabupaten Sleman, Artikel Kesehatan, Majalah Farmasi Indonesia. Leibowitz A, 1989, Substitution Between Prescribed and Over-the-counter Medications Dalam Medical Care. Machfoedz, I, 2006, Metodologi Penelitian, Yogyakarta, Fitramaya. Machfoedz, I, 2006, Pendidikan Kesehatan bagian dari Promosi Kesehatan, Yogyakarta, Fitramaya. Marimbi, H, 2009, Sosiologi dan Antropologi Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta

Hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Yang63 Rasional Oleh Pengunjung Apotek X Kota Bandar Lampung, Tahun 2012 MarkPlus Insight, 2011, Tren Swamedikasi dan Tantangan Industri Kesehatan dan Farmasi, Marketeers. Mubarak & Chayatin, 2009, Ilmu Kesehatan Masyarakat : Teori dan Aplikasi, Salemba Medika, Jakarta. Nasir, 2011, Metodologi Penelitian Kesehatan, Yogyakarta, Nuha Medika. Nita dkk, 2008, Kinerja Apotek dan Harapan Pasien terhadap Pemberian Informasi Obat pada Pelayanan Swamedikasi di beberapa Apotek di Surabaya. Majalah Farmasi Airlangga, vol.6 No.2, Oktober 2008 Notoatmodjo, S, 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta Notoatmodjo, S, 2007 Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. Notoatmodjo, S, 2010 Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. Nuralia, 2004, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Swamedikasi Ibu Rumah Tangga (Studi pada Kasus Selesma/Common Cold di Wilayah Kelurahan Semolowaru Surabaya), Skripsi, Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. PAHO, 2004, Drug Classification: Prescription and OTC Drugs. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Rakhmawatie, M.D.,dan Anggraini, M.T., 2010, Evaluasi Perilaku Pengobatan Sendiri Terhadap Pencapaian Program Indonesia Sehat 2010, Prosiding Seminar Nasional, UNIMUS, 2010. Riyanto, A, 2011, Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta. Smet, Bart, 1994, Psikologi Kesehatan, Jakarta, Gramedia Widiasarana Indonesia. Soejoeti, S,Z.,2005, Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial Budaya, Cermin Dunia Kedokteran, N0. 149 Tjay dan Rahardja, 1993, Swamedikasi, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Tjay dan Rahardja, 2007, Obat Obat Penting, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Walgito,B, 2006, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), Rineka Cipta, Yogyakarta. WHO, 1988, The Role of the Pharmacist in the Health Care System, New Delhi, 13 16 December 1988, India.