1 Universitas Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

I. PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan UUD 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintah yang. dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. RI secara resmi telah menetapkan dimulainya pelaksanaan otonomi daerah sesuai

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah sangat berdampak pada berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB IV METODA PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program. Pembangunan Nasional , bahwa program penataan pengelolaan

EVALUASI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin modern,

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur. Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat dengan daerah, dimana pemerintah harus dapat mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang mempunyai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

EVALUASI SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai negara Kesatuan menganut asas

BAB VIII EKONOMI DAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama bagi sebuah negara

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hasil dari pembayaran pajak kemudian digunakan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

KAJIAN KAPASITAS KABUPATEN SEMARANG DALAM MELAKUKAN PINJAMAN (STUDI KASUS : PEMDA DAN PDAM KABUPATEN SEMARANG) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan berdasarkan prinsip dari otonomi daerah. Dalam Undang Undang No. 32

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah dan dikelola oleh pemerintah. Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

Keuangan Kabupaten Karanganyar

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar pemerintahan

BAB IV PEMBAHASAN. Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : dapat dipaksakan untuk keperluan APBD.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 yang disempurnakan menjadi UU No. 12 Tahun 2008 tentang pemerintahan daerah serta UU Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merubah paradigma pemerintahan daerah dan pembangunan daerah yang lebih mendorong peningkatan peran daerah dalam perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan pembangunan. Perubahan paradigma ini membawa konsekuensi bahwa daerah harus mampu mengelola penyelenggaraan pemerintahan daerah secara mandiri. Untuk mendukung kemandirian daerah, sesuai dengan UU Nomor 33 tahun 2004, daerah diberikan wewenang untuk menggali potensi daerah yang akan dipergunakan untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah. Daerah diberikan wewenang untuk memungut pajak dan retribusi (tax assignment) dan memperoleh bagi hasil penerimaan (revenue sharing) serta bantuan keuangan (grant) dikenal sebagai Dana Perimbangan. Kota Depok yang lahir sebagai kota otonom pada tahun 1999 juga berusaha melaksanakan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Untuk pelaksanaan otonomi dan mendanai penyelenggaraan pemerintahan, APBD Kota Depok mengandalkan pendapatan transfer dari pemerintah pusat berupa bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak, DAU, dan DAK serta pendapatan transfer dari pemerintah provinsi Jawa Barat berupa bagi hasil pajak provinsi dan bantuan keuangan dari provinsi. Tingginya ketergantungan pemerintah Kota Depok terhadap pendapatan transfer karena penerimaan asli daerah Kota Depok masih kurang memadai untuk membiayai APBD Kota Depok, seperti terlihat pada tabel berikut: 1

2 Tabel 1.1 Anggaran Pendapatan Kota Depok Tahun 2006-2009 (dalam juta rupiah) No Jenis 2006 2007 2008 2009 Penerimaan Anggaran % Anggaran % Anggaran % Anggaran % 1 Penerimaan 68.631,17 11,59 75.457,36 10,07 97.139,99 11,51 88.871,59 13 Asli Daerah 2 Pendapatan 520.303,33 87,90 621.838,44 82,98 695.471,98 82,42 481.227,33 68 Transfer 5 Lain-lain 3.000,00 0,51 52.050,46 6,95 51.162,89 6,07 136.340,27 19 pendapatan yang sah Jumlah 591.934,50 100 749.346,27 100 843.774,86 100 706.439,19 100 Sumber: DPPK Kota Depok Oleh karena itu Kota Depok dituntut untuk mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat dan provinsi dengan mewujudkan kemandirian dengan mengembangkan berbagai potensi daerah dalam sumber penerimaan asli daerah untuk membiayai pembangunan daerah. Pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah utama bagi Kota Depok, dengan realisasi penerimaan selalu diatas target / anggaran yang ditetapkan, terlihat pada tabel berikut Tabel 1.2 PAD Kota Depok Tahun 2006-2009 (dalam milyar rupiah) Jenis PAD Pajak Daerah Retribusi Daerah Bagian Laba Usaha Daerah 2006 2007 2008 2009 Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi 36,17 38.39 40,25 43,40 43,54 48,46 50,75 69,64 23,86 19,26 22,60 26,05 26,27 2,98 29,35 35,01 1,66 1,66 2,73 2,63 3,76 2,66 4,52 3,42

3 (Sambungan) Lain-lain 6,94 7,91 9,88 15,27 23,58 28,49 12,27 19,01 PAD yang sah Jumlah 68,63 67,22 75,46 86,35 97,14 150,88 96,89 127,08 Sumber: DPPK Kota Depok Jenis Pajak Daerah Pajak Hotel Terdapat beberapa jenis pajak daerah yang berkontribusi terhadap penerimaan asli daerah Kota Depok yaitu pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan dan pajak parkir. Tetapi hanya pajak reklame yang tidak stabil dalam pencapaian target, sedangkan jenis pajak lainnya selalu mencapai target bahkan melebihi target yang ditetapkan, seperti yang terlihat pada tabel berikut: Tabel 1.3 Anggaran dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Tahun 2006-2009 (dalam rupiah) 2006 2007 2008 2009 Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1.156,25 1.238,63 1.398,68 1.433,57 1.408,05 1.658,48 1.890,60 2.715,73 Pajak Restoran Pajak Hiburan 11.885,60 12.864,06 14.194,08 15.129,34 15.342,64 17.746,76 18.242,65 1.192,64 1.328,05 1.570,50 1.887,30 1.889,09 2.464,07 2.400,00 26.144,13 3.742,86 Pajak 2.180,11 2.561,93 3.008,99 2.802,23 3.754,90 4.316,08 4.970,18 5.486,80 Reklame Pajak 18.734,34 19.338,38 18.840,00 19.819,73 19.782,00 20.701,22 21.645,45 29.382,75 Penerang an Jalan Pajak 1.022,15 1.054,14 1.242,09 1.323,59 1.361,64 1.569,83 1.599,68 1.601,13 Parkir Jumlah 36.171,09 38.385,17 40.254,33 42.395,76 43.538,34 48.456,45 50.748,56 69.073,40 Sumber: DPPK Kota Depok

4 Seiring dengan pembangunan daerah, PDRB Kota Depok turut meningkat. Pada tahun 2004 PDRB Kota Depok menurut harga konstan tahun 2000 sebesar Rp4.440.876.830.000,00 dan pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp5.770.827.640.000,00 sedangkan PDRB Kota Depok menurut harga berlaku untuk tahun 2004 sebesar Rp6.377.711.260.000,00 dan pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp12.542.499.040.000,00 Tingkat pendapatan masyarakat juga meningkat, ditandai dengan meningkatnya PDRB per kapita, pada tahun 2004 PDRB Kota Depok menurut harga konstan tahun 2000 sebesar Rp3.385.720,44, dan pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp3.850.653,21, sedangkan PDRB Kota Depok menurut harga berlaku untuk tahun 2004 sebesar Rp4.862.361,24 dan pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp8.369.131,29.Meningkatnya pendapatan masyarakat mengubah pola konsumsi masyarakat menjadi meningkat, sehingga produksi barang dan jasa pun akan meningkat untuk memenuhi kenaikan konsumsi. Terlihat dengan adanya peningkatan jumlah perdagangan besar dan eceran di Kota Depok. Perdagangan besar dan eceran Kota Depok pada tahun 2004 menurut harga konstan tahun 2000 sebesar Rp1.051.953.000.000,00, dan pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp1.464.933.000.000,00, perdagangan besar dan eceran Kota Depok pada tahun 2004 menurut harga berlaku sebesar Rp1.577.444.000.000,00, dan pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp3.705.404.000.000,00. Dengan bervariasinya jenis produk bagi konsumen dan tingginya tingkat persaingan di antara produsen dikarenakan banyaknya pesaing, maka produsen akan berusaha untuk mempromosikan produk salah satunya dengan reklame untuk menginformasikan nilai tambah produknya. Dengan demikian potensi pajak reklame di Kota Depok cukup besar. Berkaitan dengan pajak reklame, Yoharman Syamsu dalam Tesis Program Pascasarjana MPKP FEUI berjudul Pelacakan Potensi Kapasitas dan Upaya Pengumpulan Pajak Reklame (studi kasus: Pemerintah Daerah Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah) menyimpulkan bahwa kapasitas pemungutan pajak reklame Pemerintah Daerah Kota Semarang pada tahun anggaran 1997/1998 adalah sebesar Rp900.132.560,00 sementara pada tahun anggaran tersebut realisasi penerimaan pajak reklame mencapai Rp1.746.386.000,00. Hal ini

5 menunjukkan bahwa tingkat upaya pemungutan pajak reklame Kota Semarang secara relatif sudah berada di atas 100%, terbukti sudah mencapai 194,01%. Namun jika dibandingkan dengan besarnya potensi yang dimiliki, maka realisasi penerimaan pajak reklame masih dibawah 10%. Dengan perekonomian Kota Depok yang terus berkembang dan potensi pajak reklame yang cukup besar, diharapkan Pemerintah Kota Depok akan dapat mencapai target penerimaan dan merealisasikan penerimaan dengan angka yang besar dari pajak reklame sebagai salah satu sumber penerimaan daerah yang cukup potensial. Harapan tersebut akan terwujud apabila pelaksanaan pengumpulan pajak reklame dapat berjalan secara efektif dan efisien. Untuk itu berbagai kendala yang menyangkut persyaratan, mekanisme, prosedur, sarana pemungutan bahkan birokrasi institusi perlu dihilangkan dan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Namun pencapaian penerimaan pajak reklame terhadap target atau anggaran pajak reklame tidak stabil dan sempat mengalami penurunan di tahun 2007, terlihat pada tabel berikut: Tabel 1.4 Anggaran dan Realisasi Pajak Reklame Kota Depok Tahun 2006 2009 (dalam rupiah) Tahun Anggaran Realisasi % pencapaian anggaran 2006 2.180.110.212 2.561.925.436 118 2007 3.008.990.000 2.802.234.350 93 2008 3.754.903.559 4.316.077.876 115 2009 4.970.180.000 5.486.803.627 110,39 Sumber: DPPK Kota Depok Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat trend peningkatan penerimaan pajak reklame sehingga penerimaan pajak reklame dapat lebih ditingkatkan. Selain itu terdapat kemungkinan penetapan target atau anggaran dilakukan tanpa proses perencanaan yang tepat dan adanya kemungkinan

6 rendahnya upaya pemungutan pajak reklame oleh instansi terkait, dalam hal ini DPPK. Meskipun potensi pajak reklame di Kota Depok cukup besar namun tidak stabilnya pencapaian penerimaan pajak reklame terhadap target menjadi alasan kenapa pajak reklame terpilih menjadi obyek penelitian. Untuk itu perlu penelitian lebih lanjut, untuk mengetahui bagaimana upaya pengumpulan pajak yang dilakukan Pemerintah Kota Depok dan kapasitas pajak reklame, berapa perkembangan penerimaan, upaya pengumpulan, kapasitas pajak, dan efisiensi pajak reklame. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut: Menjelaskan upaya pengumpulan yang dilakukan Pemerintah Kota Depok. Menghitung perkembangan penerimaan pajak reklame, kapasitas, efisiensi dan upaya pengumpulan penerimaan pajak reklame di Kota Depok. 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah adanya rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan upaya pengumpulan pajak reklame di Kota Depok. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah periode 2008 2009. Pungutan pajak reklame di Pemerintah Kota Depok menjadi objek penelitian. Jenis pajak reklame yang diambil hanya reklame jenis papan, billboard dan megatron saja. Alasan pilihan terhadap objek penelitian karena: Meskipun Kota Depok mempunyai potensi besar ke depan dalam penerimaan pajak reklame tetapi pencapaian target tidak stabil. Reklame jenis papan, billboard dan megatron dikelompokkan menjadi satu jenis kelompok pajak reklame yang terpisah dengan reklame kain, reklame berjalan serta reklame udara. Dan kontribusi reklame jenis papan, billboard dan megatron terhadap total pajak reklame Kota Depok jauh lebih besar

7 melebihi kontribusi jenis reklame lain yaitu reklame kain, reklame berjalan serta reklame udara. 1.5 Metodologi Penelitian Metodologi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Adapun pengumpulan data sebagai bahan analisis dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan (Library Research) Studi kepustakaan ini dilakukan dengan cara mengkaji peraturan daerah Kota Depok yang berkaitan dengan pajak reklame, buku-buku, karangan ilmiah, serta dokumen-dokumen yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian. b. Penelitian lapangan (Field Research), pengamatan lapangan yang dilakukan adalah: 1. Pengumpulan data primer, yang dilakukan dengan cara observasi dan wawancara langsung dengan para pejabat dan karyawan yang menyangkut permasalahan penelitian ini. 2. Pengumpulan data sekunder, yang dilakukan dengan pengumpulan data dari instansi terkait dengan permasalahan penelitian yaitu Dinas Pendapatan Daerah, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) dan Dinas Tata Ruang dan Permukiman, serta data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Untuk dapat memahami permasalahan dan menganalisis permasalahan yang ada dalam penelitian, maka digunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk menganalisa bagaimana upaya pengumpulan pajak reklame yang telah dilakukan Pemerintah Kota Depok dan kapasitas pajak reklame serta bagaimana meningkatkan upaya pengumpulan pajak. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk menghitung perkembangan penerimaan pajak reklame, kapasitas pajak dan upaya pengumpulan pajak reklame. Hubungan antara permasalahan penelitian dan pendekatan yang digunakan, seperti terlihat pada bagan berikut:

8 Bagaimana upaya pengumpulan pajak reklame yang telah dilakukan Pemerintah Kota Depok? (Dibahas dengan menggunakan pendekatan kualitatif) Berapa perkembangan penerimaan pajak reklame, kapasitas pajak, efisiensi dan upaya pengumpulan pajak reklame di Kota Depok? (Dihitung dengan menggunakan pendekatan kuantitatif) Bagaimana meningkatkan upaya pengumpulan pajak reklame Kota Depok? (Dibahas dengan menggunakan pendekatan kualitatif) Kapasitas pajak adalah jumlah potensi pajak yang sanggup dikumpulkan oleh aparat pajak. Perhitungan untuk kapasitas dan upaya pengumpulan pajak reklame dilakukan dengan cara Sistem Pajak yang Representatif yaitu dengan cara membuat perbandingan antara Kota Depok dengan beberapa pemerintah daerah lain. Kapasitas ini dihitung dengan mempergunakan tarif rata-rata efektif. Cara Sistem Pajak yang Representatif merupakan pendekatan yang dipergunakan oleh Chelliah dan kawan-kawan untuk pemerintah-pemerintah daerah di India pada tahun 1973-1976. Sebagai perbandingan, perhitungan dilakukan dengan membandingkan Kota dan Kabupaten yang mempunyai kondisi sosial ekonomi yang mendekati/representatif dengan Kota Depok yaitu Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Perbandingan ini dilakukan melalui perhitungan realisasi penerimaan pajak reklame. Dalam perhitungan kapasitas ini dihitung terlebih dahulu berapa tarif efektif rata-ratanya. Tarif efektif rata-rata dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Deflanora, 2004):

9 AERhz = TRhz / Bhz Dimana: AERhz : Tarif efektif rata-rata pajak reklame (h) seluruh daerah yang dihitung (z) TRhz : Realisasi penerimaan pajak reklame (h) seluruh daerah yang dihitung (z) Bhz : Basis pajak, dimana basis pajak reklame (h) adalah jumlah sewa reklame Formulasi perhitungan kapasitas untuk perbandingan dengan pemerintah daerah lain ialah: KPhj = AERhz x Bhj Dimana: KPhj : Kapasitas pajak reklame (h) di daerah j AERhz : Tarif efektif rata-rata pajak reklame (h) di seluruh daerah yang dihitung (z) Bhj : Basis pajak reklame (h), yaitu jumlah sewa reklame di daerah j Dengan membandingkan realisasi penerimaan pajak dengan kapasitas pajak akan diketahui seberapa besar upaya pengumpulan pajak yang sudah dilakukan oleh aparat pemungut pajak. Sehingga upaya pengumpulan pajak dapat dihitung melalui formulasi sebagai berikut (Syamsu, 2000): Uphj = RPhj / KPhj x 100 % Dimana: Uphj : Upaya pengumpulan penerimaan pajak reklame (h) daerah j RPhj : Realisasi penerimaan pajak reklame (h) daerah j KPhj : Kapasitas pajak reklame (h) daerah j 1.6 Sistematika Penelitian Penulisan tesis akan dibuat dengan sistematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan menjelaskan tentang latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian serta sistematika penulisan.

10 Bab II Bab III Bab IV Bab V Landasan Teori Pajak Reklame membahas mengenai sistem perpajakan, fungsi pajak, penggolongan dan jenis pajak, penerimaan daerah dan pajak daerah, dasar hukum pajak daerah, peraturan daerah tentang reklame di Kota Depok, definisi potensi dan kapasitas pajak serta pendekatan untuk mengukur upaya pemungutan, kapasitas dan potensi pajak. Gambaran Profil Pajak Reklame Kota Depok memuat uraian kondisi pajak daerah Kota Depok, struktur organisasi instansi pengelola pajak daerah, pengelolaan dan mekanisme pemungutan pajak reklame, perkembangan penerimaan pajak reklame dan PAD Kota Depok. Analisa Upaya Pengumpulan, Kapasitas dan Potensi Pajak Reklame di Kota Depok memuat analisa atas upaya pengumpulan yang telah dilakukan Pemerintah Kota Depok dan kapasitas pajak reklame, perkembangan penerimaan pajak reklame, efisiensi, kapasitas dan upaya pemgumpulan pajak. Kesimpulan dan Saran dalam bab terakhir disajikan kesimpulan dan saran-saran sehubungan dengan permasalahan penelitian.