BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Isna Rafianti, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

I. PENDAHULUAN. agar mampu memahami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, serta mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah , 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

Pada Self Confidence Siswa SMP Sumpena Rohaendi

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Siti Rohmah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari dan dapat memajukan daya pikir manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. masalah kualitas pendidikan atau hasil belajar siswa merupakan topik yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. matematika dikehidupan nyata. Selain itu, prestasi belajar

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for

2016 PENERAPAN MODEL CONNECTED MATHEMATICS PROJECT (CMP) DENGAN METODE HYPNOTEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia saat ini terus dikejutkan dengan berbagai penemuan yang berkaitan dengan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut membuat berbagai informasi di bagian dunia mana pun dengan mudah dapat diperoleh dalam waktu yang singkat. Dalam menghadapi kemajuan teknologi dan informasi tersebut publik Indonesia harus memiliki suatu keterampilan tinggi yang melibatkan kemampuan berpikir secara kritis, sistematis, logis, dan kreatif, serta mampu bekerjasama secara efektif sehingga dapat berkembang maju dalam masa globalisasi ini. Kemampuan berpikir secara kritis, sistematis, logis, dan kreatif, serta mampu bekerjasama secara efektif dapat dilihat pada pembelajaran matematika. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern serta berperan dalam berbagai disiplin dan pengembangan proses berpikir manusia. Melalui pembelajaran matematika siswa dilatih agar mampu memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup dalam kondisi yang berubah dan kompetitif serta dapat menghadapi berbagai tantangan kehidupan secara mandiri dengan penuh rasa percaya diri. Hal tersebut yang menjadi tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan menengah, karena pada jenjang ini siswa dipersiapkan agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang serta dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran matematika lebih rinci dijelaskan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Departemen Pendidikan Nasional, 2006) yaitu: 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan

2 gagasan dan pernyataan matematika, 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, 4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Tujuan pertama (1) dan kedua (2) menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman konsep dan penalaran matematis merupakan dua kemampuan dasar matematis yang harus dikuasai siswa SMP/MTs. Tujuan yang terakhir (5) menunjukkan bahwa sikap percaya diri harus dimiliki siswa karena penting dalam menyelesaikan suatu masalah. Kemampuan-kemampuan dalam tujuan pembelajaran tersebut menurut Sumarmo (2007) disebut dengan daya matematis atau keterampilan bermatematika. Keterampilan matematis berkaitan dengan karakterisitik matematika yang mengarahkan tujuan matematika pada dua arah pengembangan. Arah yang pertama adalah matematika dapat memberikan kemampuan penalaran yang logis, sistematis, kritis dan cermat, dapat menumbuhkan rasa percaya diri serta mengembangkan sikap obyektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam pengembangan kemampuan siswa dalam bermatematika. Arah yang kedua yaitu dapat mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep dan ide matematika yang kemudian diperlukan untuk memecahkan masalah matematis dan ilmu pengetahuan lainnya. Berdasarkan uraian tersebut, menunjukkan bahwa matematika merupakan bagian penting dalam ilmu pengetahuan yang didalamnya meliputi ilmu pasti yang memerlukan pemahaman dan penalaran. Selain itu, terdapat juga aspek psikologis yaitu percaya diri (self-confidence) dalam proses pembelajaran matematika. Dengan demikian, pemahaman, penalaran dan self-confidence dirasa penting dan harus dimiliki siswa dalam menghadapi persoalan di kehidupan nyata. Namun kenyataannya, tujuan yang diharapkan tersebut belum tercapai seutuhnya. Hal ini dikarenakan berbagai masalah yang sering menjadi

3 perbincangan yaitu rendahnya mutu pendidikan dan rendahnya prestasi belajar yang dicapai oleh siswa. Turmudi (2008) juga mengemukakan bahwa pembelajaran matematika selama ini hanya disampaikan secara informatif kepada siswa, artinya siswa memperoleh informasi hanya dari guru saja sehingga derajat kemelekatannya juga dapat dikatakan rendah. Kondisi pembelajaran ini membuat siswa kurang meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis serta rasa percaya diri. Sejalan dengan permasalahan tersebut, studi yang dilakukan oleh Priatna (Yuniarti, 2007) menemukan bahwa kualitas kemampuan penalaran (analogi dan generalisasi) di SMP Negeri Kota Bandung masih belum memuaskan karena skornya hanya 49% dan 50% dari skor ideal. Ia menyatakan bahwa kesalahan yang dilakukan siswa sekolah menengah dalam mengerjakan soal-soal matematika dikarenakan kurangnya kemampuan penalaran terhadap kaidah dasar matematika. Adapun laporan survei Programme for International Student Assesment (PISA), menemukan bahwa prestasi literasi matematis untuk siswa Indonesia masih rendah. Aspek literasi matematis yang diukur adalah mengidentifikasikan dan memahami serta menggunakan dasar-dasar matematika yang diperlukan seseorang dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Pada PISA tahun 2003, Indonesia berada di peringkat 38 dari 40 negara, dengan rerata skor 360 dan rerata skor internasional adalah 500. Pada tahun 2006 rerata skor siswa kita naik menjadi 391, yaitu peringkat 50 dari 57 negara dan rerata skor internasional adalah 500, sedangkan pada tahun 2009 Indonesia hanya menempati peringkat 61 dari 65 negara, dengan rerata skor 371, sementara rata-rata skor internasional adalah 496 (Suganda, 2012). Berikut adalah contoh soal uji coba PISA tahun 2003 yang menguji tiga komponen yaitu konten (ruang dan bentuk kuantitas), proses (mampu menerapkan konsep, fakta, prosedur dan penalaran dalam matematika), dan konteks (sosial), Untuk konser musik rock, sebuah lapangan yang berbentuk persegi panjang berukuran panjang 100 meter dan lebar 50 meter disiapkan untuk pengunjung. Tiket terjual habis bahkan banyak fans yang berdiri. Berapakah kira-kira banyaknya pengunjung konser tersebut? (Wardhani & Rumiati, 2011: 35)

4 Pada ujicoba soal tersebut, hanya sekitar 28% siswa menjawab benar, yaitu dengan jawaban 20.000. Untuk menyelesaikan soal ini sebenarnya tidak menggunakan perhitungan atau rumus matematika yang sulit. Karena utamanya yang diperlukan adalah daya imajinasi, kreativitas, dan kemampuan pemahaman konsep tentang luas persegi panjang. Laporan lainnya ditunjukkan oleh hasil survei The Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). Hasil survei TIMSS pada tahun 2003 menunjukkan prestasi matematika siswa Indonesia berada di peringkat 34 dari 45 negara dengan rerata skor 411. Pada tahun 2007 prestasi matematika siswa Indonesia berada di peringkat 36 dari 49 negara. Bahkan pada tahun ini lebih memprihatinkan lagi karena rerata skor siswa turun menjadi 397, jauh lebih rendah dibanding prestasi pada tahun 2003. Jika dibandingkan dengan rerata skor internasional yaitu 500 ternyata jauh lebih rendah lagi. Pada tahun 2011 Indonesia kemudian menduduki peringkat 38 dari 45 negara dengan mengumpulkan skor 386. Berikut adalah contoh soal TIMSS 2011, (1) Berapa jumlah derajat jarum panjang (jarum untuk menit) pada jam 6:20 a.m menuju 8:00 a.m pada hari yang sama? (2) Terdapat 10 kelereng di dalam tas: 5 berwarna merah, dan 5 berwarna biru. Sue mengambil sebuah kelereng dari tas secara acak. Kelereng yang ia ambil berwarna merah. Kemudian ia mengembalikan kelereng tersebut ke dalam tas. Berapa peluang kelereng berikutnya yang ia ambil secara acak berwarna merah? (Provasnik et al., 2012) Laporan hasil studi menyebutkan bahwa pada soal (1) ternyata hanya 19% saja dari siswa Indonesia yang menjawab dengan benar yaitu 600 o, dari rata-rata internasional 29% dengan materi geometri untuk kemampuan penerapan konsep. Selanjutnya untuk kemampuan penalaran dengan materi peluang pada soal (2), siswa Indonesia yang menjawab benar yaitu ½ hanya sebesar 35% di bawah persentase rata-rata internasional 45%. Hasil laporan PISA dan TIMSS tersebut menunjukan bahwa kemampuan pemahaman konsep dan penalaran matematis siswa kita masih rendah. Peringkat ini memang tidak dapat dijadikan alat ukur mutlak bagi keberhasilan

5 pembelajaran di Indonesia. Keberadaan posisi yang kurang memuaskan tersebut bisa saja dijadikan sebagai evaluasi untuk memotivasi guru dan semua pihak dalam dunia pendidikan sehingga siswa dapat lebih meningkatkan prestasi belajar dalam matematika. Rendahnya kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa ternyata menimbulkan dampak pada sikap yang harus dimiliki siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yaitu sikap percaya diri (self-confidence). Hal ini ditemukan dalam penelitian Arslan dan Altun (2007) di Turki, bahwa minimnya spesifikasi pengetahuan dan keterampilan peserta didik (seperti konsep, rumus algoritma, pemecahan masalah) mengakibatkan ketidakpercayaan diri pada siswa dalam menghadapi masalah matematis. Hal tersebut senada dengan Kloosterman (Middleton & Spanias, 1999) yang telah meneliti bahwa keberhasilan dan kegagalan yang dicapai siswa kelas tujuh dipengaruhi oleh motivasi, kepercayaan diri, dan keyakinan akan usaha yang mereka lakukan dalam pembelajaran matematika. Sama halnya dengan Arslan, Altun dan Kloosterman, penelitianpenelitian terdahulu dalam Hannula & Malmivuori 1997; Tartre & Fennema 1995 (Hannula et al., 2004) menemukan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara sikap kepercayaan diri (self-confidence) dan kemampuan matematis siswa. Hal ini juga didukung oleh studi pendahuluan yang dilakukan Rohayati (2011) dan Suhardita (2011) bahwa kurang dari 50% siswa masih kurang percaya diri dengan gejala seperti siswa merasa malu kalau disuruh ke depan kelas, perasaan tegang dan takut yang tiba-tiba datang pada saat tes, siswa tidak yakin akan kemampuannya sehingga berbuat mencontek padahal pada dasarnya siswa telah mempelajari materi yang diujikan, serta tidak bersemangat pada saat mengikuti pelajaran di kelas dan tidak suka mengerjakan PR. Pemilihan aspek psikologis yaitu self-confidence dalam penelitian ini karena menurut Suhardita (2010) siswa akan memperoleh rasa percaya diri dari pengalaman hidup dan berhubungan dengan kemampuan melakukan sesuatu dengan baik. Dengan kepercayaan diri yang baik seseorang akan dapat mengaktualisasikan berbagai potensi yang ada dalam dirinya.

6 Selain hasil penelitian tentang rendahnya kemampuan pemahaman konsep dan penalaran matematis, peneliti juga berhasil melakukan wawancara dengan beberapa guru di MTs Negeri 1 Serang mengenai hal tersebut. Hasil wawancara menunjukkan bahwa kedua kemampuan tersebut masih rendah yaitu dibawah 50%, akibatnya nilai matematikanya selalu kurang dari KKM. Siswa hanya terpaku kepada rumus dan contoh yang diberikan oleh guru, sehingga jika siswa diberikan soal yang berbeda dengan contoh atau soal yang memerlukan nalar yang lebih dalam, maka banyak siswa yang tidak bisa menyelesaikannya. Hal ini menyebabkan siswa merasa bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sulit dipahami sehingga kepercayaan diri siswa dalam proses pembelajaran matematika menjadi rendah. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka perlu pembelajaran yang tidak hanya sekedar pemberian informasi yang dilakukan oleh guru kepada siswanya, tidak hanya sekedar hafalan-hafalan yang mudah dilupakan oleh siswanya, karena proses pembelajaran tersebut masih belum optimal. Masih dibutuhkan suatu pembelajaran yang dapat meningkatkan daya serap siswa. Proses pembelajaran harus berfokus pada siswa yang aktif untuk dapat mengeksplorasikan ide-idenya dan memfasilitasi semua kebutuhan belajarnya. Pemilihan penulis tertuju pada siswa MTs dikarenakan oleh masih sedikitnya peneliti yang melakukan penelitian disana, dan didukung oleh pernyataan guru dimana kedua kemampuan matematis yang akan diteliti oleh penulis masih rendah. Mencermati hal tersebut, sudah seharusnya diadakan inovasi terhadap proses pembelajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran matematika. Yaitu suatu proses pembelajaran yang efektif dan menarik, yang dapat membuat siswa menemukan dan mengembangkan konsep yang dipelajari, menggunakan penalaran dan mengarahkan siswa untuk belajar dengan percaya diri, bukan proses pembelajaran biasa seperti ceramah yang dirasakan kurang mendorong minat belajar dan rasa nyaman siswa. Ruseffendi (2006) mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran matematika terdapat sepuluh faktor yang mempengaruhi keberhasilan anak belajar yaitu kecerdasan anak, kesiapan anak, bakat anak,

7 kemauan belajar, minat anak, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru, serta kondisi luar yaitu masyarakat. Kesepuluh faktor terebut sebaiknya diperhatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Salah satu faktor utama mencapai keberhasilan anak dalam belajar adalah kecerdasan anak, hal itu menjadikan dasar bagi guru untuk memperhatikan kecerdasan yang dimiliki siswa. Seorang psikolog dari Harvard University bernama Howard Gardner menemukan teori Multiple Intelligences berdasarkan penelitian yang telah ia lakukan, teori tersebut sudah banyak yang menerapkannya dalam lingkungan pendidikan di sekolah. Gardner memandang bahwa setiap individu begitu unik dalam mengekspresikan intelektual mereka dan setiap jenis intelektualitas merupakan hal yang diperlukan dalam fungsional bermasyarakat. Ia telah mengidentifikasi dan menegaskan delapan jenis inteligensi yaitu: Linguistik, logis-matematis, visual-spasial, musikal, kinestetik-jasmani, interpersonal, intrapersonal, naturalis. Ditambah satu kecerdasan terakhir yaitu kecerdasan eksistensial, namun karena penulis masih belum mengetahui alat ukur dan indikatornya sehingga penulis hanya mengambil delapan kecerdasan untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika. Sejalan dengan hal tersebut Armstrong (2002) dalam bukunya menjelaskan cara mempelajari suatu konsep, keterampilan, atau tugas yang dapat diatasi dengan menghubungkan hal yang sedang dipelajari terhadap kecerdasan yang berbeda-beda. Misalkan dalam mempelajari matematika, dengan pendekatan linguistik dapat mempelajari matematika dengan menyebutkan ciri-ciri dari bangun-bangun segiempat secara lisan, membuat rangkuman/kesimpulan kemudian menuangkannya ke dalam tulisan. Pendekatan logis-matematis dapat menghitung keliling dan luas daerah, mengaplikasikan rumus dalam menyelesaikan masalah. Pendekatan visual-spasial dapat menggunakan modelmodel dari bangun-bangun segiempat, menggambarkan contoh bangun segiempat. Pendekatan kinestetik-jasmani dapat melakukan aktivitas seperti memotong/melipat kertas membentuk suatu bangun segiempat. Pendekatan musikal dapat melakukan aktivitas membuat pantun atau jargon untuk memudahkan dalam mengingat rumus. Pendekatan interpersonal dapat

8 berkelompok dan bekerja sama dengan siswa yang lain. Pendekatan intrapersonal dapat merefleksikan apa yang sudah diperoleh. Pendekatan naturalis dapat menghubungkan bentuk-bentuk dari bangun segiempat dengan benda di sekitar/alam. Lebih lanjut, hasil riset Gardner menyatakan bahwa topik apapun yang memuat konsep dapat didekati paling sedikit dalam lima cara berbeda dengan memetakan kecerdasan majemuk (Gardner, 2003). Temur (2007) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa pengaruh pembelajaran yang berdasarkan teori Multiple Intelligences memiliki pengaruh positif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Menurutnya siswa tertarik ketika suatu kegiatan belajar itu bervariasi, mereka jadi lebih menyadari akan kemampuan yang dimilikinya. Ia juga mengatakan bahwa siswa yang awalnya tidak mengerti akan materi yang diajarkan dalam matematika tetapi setelah menggunakan pembelajaran dengan teori Multiple Intelligences menjadi lebih memahaminya. Pemaparan yang telah diuraikan mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan menerapkan model pembelajaran matematika berbasis Mutiple Intelligences untuk meningkatkan pemahaman konsep, penalaran matematis, dan self-confidence siswa MTs. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis akan meneliti hal tersebut melalui judul Penerapan Model Pembelajaran Matematika Berbasis Multiple Intelligences untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep, Penalaran Matematis dan Self-Confidence Siswa MTs. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah mutu peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa? 2. Apakah mutu peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran matematika berbasis Multiple

9 Intelligences lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa? 3. Bagaimana self-confidence siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui mutu peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis antara siswa yang mendapat model pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa. 2. Untuk mengetahui mutu peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang mendapat model pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa. 3. Untuk mengetahui self-confidence siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai kalangan, antara lain sebagai berikut: 1. Menjadi salah satu alternatif pembelajaran bagi guru dalam menggunakan model pembelajaran yang cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran seharihari. 2. Model pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences diharapkan dapat membuat siswa lebih percaya diri untuk dapat memahami konsep materi yang diajarkan. 3. Memberikan informasi tentang kemampuan pemahaman konsep matematis, penalaran matematis dan self-confidence siswa melalui pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences

10 E. Definisi Operasional Agar tidak menimbulkan salah tafsir atau pemahaman yang berbeda, beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, didefinisikan sebagai berikut: 1. Multiple Intelligences. Yang dimaksud Multiple Intelligences dalam penelitian ini adalah kecerdasan majemuk yang terdiri dari delapan kecerdasan, yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan kinestetik-jasmani, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis. 2. Pembelajaran Matematika Berbasis Multiple Intelligences. Yang dimaksud dengan pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika yang memfasilitasi siswa dengan kecerdasan dominan yang dimilikinya. Gambaran sepintas mengenai pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences yaitu diawali oleh guru dengan meminta siswa menyebutkan bangun datar yang ada pada alam sekitar (naturalis), kemudian guru mengorganisasi siswa ke dalam kelompok yang heterogen (interpersonal), meminta siswa menemukan ciri-ciri bangun datar (spasial), menulis dan mendefinisikan bangun datar (linguistik), menentukan rumus bangun datar dengan potongan-potongan bangun datar lain (kinestetik-jasmani), menghitung soal yang berkaitan dengan bangun datar (logis-matematis), membuat pantun sebagai jembatan keledai untuk memperkuat pemahaman siswa (musikal), selanjutnya siswa menyimpulkan mempresentasikan hasil pekerjaan kelompok (linguistik) kemudian menyimpulkan materi yang sudah dipelajari disertai tanya jawab dengan guru (intrapersonal). 3. Pembelajaran Biasa. Yang dimaksud dengan pembelajaran biasa dalam penelitian ini adalah pembelajaran konvensional atau pembelajaran tradisional. Ruseffendi (2006) menyatakan bahwa gambaran sepintas mengenai pembelajaran biasa yaitu diawali oleh guru memberikan informasi, kemudian menerangkan suatu konsep, siswa bertanya, guru memeriksa, apakah siswa sudah mengerti atau belum, memberikan contoh soal penerapan konsep, selanjutnya meminta siswa untuk mengerjakan di papan tulis. Siswa

11 bekerja secara individual atau bekerja sama dengan teman sebangku. Selanjutnya siswa mencatat materi yang diterangkan dan terakhir diberikan soal-soal pekerjaan rumah. 4. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis. Yang dimaksud dengan kemampuan pemahaman konsep matematis dalam penelitian ini adalah pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Indikator yang diambil peneliti yaitu a) Kemampuan mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut, b) Kemampuan memberikan contoh dan counter example dari konsep yang telah dipelajari, c) Kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi matematika, d) Kemampuan mengaitkan berbagai konsep (internal dan eksternal matematika). 5. Kemampuan Penalaran Matematis. Yang dimaksud dengan kemampuan penalaran matematis dalam penelitian ini adalah penalaran induktif dan dekduktif. Indikator yang peneliti ambil adalah a) Analogi, yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses, b) Generalisasi, yaitu penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati, c) Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu. 6. Self-Confidence. Yang dimaksud self-confidence dalam penelitian ini adalah sikap individu yang merasa memiliki keyakinan terhadap kemampuan dalam mengembangkan nilai yang positif baik untuk dirinya maupun untuk oranglain. Sikap percaya diri juga memiliki keyakinan menghadapi tugas atau tantangan dalam lingkungannya serta dapat mengambil keputusan sendiri. Indikator yang peneliti ambil adalah a) Menjaga citra diri yang baik, b) Berpikir dan bertindak positif, c) Berbaur diri dengan orang yang optimis, positif, dan aktif, d) Bertindak dan berbicara dengan yakin, e) Membantu oranglain sepenuh hati tanpa mengharapkan apapun, f) Aktif dan antusias.