Adaptasi Beberapa Varietas Jagung Hibrida di Lahan Sawah Abstrak B. Tri Ratna Erawati dan Awaluddin Hipi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat Jl. Raya Peninjauan Narmada Po Box 1017 Mataram 83101 Salah satu cara peningkatan produktivitas jagung yaitu dengan mendapatkan varietas unggul jagung yang berdaya hasil tinggi dan adaptif dengan lingkungan setempat. Kehadiran varietas jagung unggul introduksi, baik bersari bebas ataupun hibrida telah berkontribusi secara nyata terhadap peningkatan produktivitas ataupun produksi jagung nasional. Namun demikian, distribusi dari varietas-varietas introduksi tersebut berjalan lambat. Untuk itu Departemen Pertanian telah membuat suatu program dimana pengembangan komoditas jagung termasuk dalam skala prioritas. Sementara itu Pemda NTB telah mencanangkan program 1 juta ton jagung hingga 2011. Tujuan pengkajian ini adalah untuk mendapatkan varietas jagung yang adaptif dan berpotensi hasil tinggi di lahan sawah di NTB. Pengkajian menggunakan pendekatan on farm adaptive reseach dengan melibatkan petani secara langsung mulai persiapan hingga evaluasi. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Desa Jembatan Kembar Kecamatan Lembar Lombok Barat pada musim kemarau setelah padi (April-Juli). Lokasi yang digunakan merupakan sentra pengembangan jagung. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok, dimana petani sebagai blok (ulangan). Terdapat 6 varietas jagung hibrida yang diadaptasikan di lahan sawah yaitu Bima-4, Bima-3 (produksi badan litbang), BISI-16, NK-33, dan varietas yang biasa ditanam petani yaitu NT-10 dan BISI-2. Setiap varietas akan ditanam pada setiap lahan petani (petani sebagai ulangan), sehingga setiap petani dapat mengevaluasi keunggulan masing-masing varietas. Data yang dikumpulkan berupa data agronomi, data preferensi petani dan pendukung lainnya. Analisis data agronomi menggunakan analisis keragaman (ANOVA) pada taraf 5% dengan menggunakan software Genstat versi.3.0. Dari hasil pengujian dilahan sawah di Lembar Lombok Barat, didapatkan bahwa dari 6 varietas yang diuji, varietas Bima- 4 dan Bima-3 memberikan hasil yang tinggi yaitu rata-rata 10,78 dan 9,82 t/ha pada saat panen bulan Agustus, 6,71 dan 7,05 t/ha pada saat panen bulan September. Demikian pula dengan produksi brangkasannya, dimana ke dua varietas ini menghasilkkan brangkasan yang lebih tinggi dibanding lainnya. Dari 6 varietas yang diuji di lahan sawah tersebut, varietas Bima-4 dan Bima-3 dipilih oleh petani untuk di kembangkan di lahan sawah. Dalam mendukung pengembangan varietas unggul yang terpilih, diperlukan penyiapan benih yang murah dan mudah dijangkau oleh petani. Percepatan adopsi teknologi dan varietas unggul menghendaki adanya kolaborasi antar institusi dalam hal pembinaan dan pelatihan serta pengawalan petani. Kata kunci : Adaptasi, Varietas Jagung, Lahan Sawah PENDAHULUAN Jagung (Zea mays L.) merupakan bahan makanan pokok kedua setelah padi, yang lebih banyak di konsumsi dalam bentuk produk olahan atau bahan setengah jadi, seperti bahan campuran pembuatan kue, bubur instan, campuran kopi dan produk minuman rendah kalori. Konsumsi per kapita jagung dalam negeri untuk pangan mencapai 15 kg. Di samping itu, jagung juga digunakan sebagai bahan makanan ternak (pakan) dan bahan baku industri. Peningkatan kebutuhan jagung di dalam negeri berkaitan erat dengan perkembangan industri pangan dan pakan. Penggunaan jagung sebagai bahan pakan yang sebagian besar untuk ternak ayam menunjukkan tendensi makin meningkat setiap tahun dengan laju kenaikan lebih dari 20% (Adisarwanto et al, 2002). 122
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan jagung nasional, peluang agribisnis jagung masih terbuka melalui peningkatan produksi dan produktivitas. Pada tahun 2003, produksi jagung nasional tidak cukup memenuhi kebutuhan, sehingga masih diperlukan import sebesar 1,354 juta ton dan pada tahun 2004 menurun menjadi 900 ribu ton (Dirjen Tanaman Pangan, 2005). Jumlah import diperkirakan akan meningkat hingga tahun 2010 yang nilainya akan mencapai 2,2 juta ton (Kasryno, 2002). Untuk pemenuhan kebutuhan dan rencana eksport komoditas jagung, Departemen Pertanian telah menetapkan 5 (komoditas) prioritas sebagai program utama dimana jagung termasuk didalamnya. Di Nusa Tenggara Barat, jagung merupakan salah satu komoditas tanaman pangan unggulan yang banyak diusahakan petani di lahan kering pada musim hujan dan dilahan sawah pada musim kemarau. Luas panen jagung di NTB pada tahun 2006 seluas 40.617 ha dengan produktivitas 2,56 t/ha (BPS NTB, 2007), masih rendah dibanding produktivitas nasional 3,1 t/ha. Hasil pengkajian Balai Penelitian Serealia yang memadukan varietas unggul bermutu baik dari jagung bersari bebas ataupun hibrida dengan introduksi teknologi inovatif, telah dapat mencapai produktivitas jagung sebesar 7 9 t/ha (Saenong dan Subandi, 2002), sementara hasil yang diperoleh petani dengan penerapan paket rekomendasi teknologi dapat mencapai hasil 5 6 t/ha (Wahid et al, 2002). Selanjutnya hasil kajian di lahan kering Sambelia Lombok Timur menunjukkan bahwa perbaikan teknologi budidaya dengan mengintroduksi varietas unggul bersari bebas Lamuru dapat mencapai hasil 7,87 t/ha, lebih tinggi dibanding teknologi petani 4,81 t/ha (Zubactirodin, 2004). Demikian pula hasil kajian di lahan kering Sambelia dengan menggunakan jagung bersari bebas Lamuru, potensi hasil yang dicapai 5,45 6,02 t/ha (Hipi, et al, 2006). Kesenjangan hasil yang relatif tinggi ini disebabkan oleh teknologi budidaya yang masih terbatas di tingkat petani. Petani umumnya belum meng-gunakan benih bermutu dari varietas unggul, sebagian besar masih menggunakan hibrida hasil regenerasi. Dalam upaya untuk memenuhi permintaan jagung, sangat dibutuhkan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas dan produksi serta layak untuk dikomersielkan. Guna merealisasikan hal tersebut, Pemda NTB telah mencanangkan Program 1 juta ton jagung hingga 2011. Salah satu cara peningkatan produktivitas jagung yaitu dengan mendapatkan varietas unggul jagung yang berdaya hasil tinggi dan adaptif dengan lingkungan setempat. Disadari bahwa kehadiran varietas introduksi baik dari jenis hibrida maupun bersari bebas telah berkontribusi secara nyata terhadap peningkatan produktivitas ataupun produksi. Peran varietas unggul sangat strategis, karena terkait dengan beberapa hal penting yakni : (a) peningkatan hasil persatuan luas tanam, (b) ketahanan terhadap hama dan penyakit tertentu, (c) daya adaptasi atau kesesuaian pada wilayah atau ekosistem spesifik, dan (d) merupakan komponen teknologi yang relatif paling mudah/cepat diadopsi oleh petani (Subandi, 2003). Namun demikian distribusi varietas unggul tersebut berjalan lambat. Pada tahun 2001 dapat mencapai 80 % yang terdiri dari 24 % hibrida dan 56 % jagung bersari bebas (Pingali, 2001). Sementara Nugraha dan Subandi (2002), melaporkan bahwa dari 19 propinsi yang disurvey, jumlah penggunaan 123
varietas unggul baru mencapai 75% yang terdiri dari 48% bersari bebas dan 27% hibrida. Dari 27% penggunaan hibrida sebagian menggunakan benih hibrida hasil regenerasi. Hingga saat ini telah banyak dihasilkan varietas jagung unggul baik bersari bebas maupun hibrida. Dari jenis bersari bebas seperti Arjuna, Bisma, Lamuru, Gumarang, dan Lagaligo maupun varietas hibrida (Bisi-2, C7, Semar-10,Bima-1, NK33, Jaya 1). Namun varietas yang dihasilkan tersebut masih belum diketahui adaptasinya di lahan sawah maupun di lahan kering di NTB. Varietas jagung yang dihasilkan dari perbaikan populasi yaitu varietas yang memperlihatkan hasil tinggi, penampilan tanaman baik, memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit utama, toleran terhadap cekaman lingkungan (kekeringan, kemasaman tanah, keracunan Al), perlu diuji lebih lanjut pada beberapa lokasi dan musim yakni di daerahdaerah pertanaman jagung untuk mengetahui tanggapannya pada berbagai lingkungan (Kasim, 2002). Kemampuan suatu varietas akan memberikan produksi lebih tinggi jika keadaan lingkungan tumbuhnya optimal. Menurut Kramer (1980) dalam Balitsereal (2006), walaupun interaksi varietas dengan lingkungan dapat menyebabkan tidak konsistennya hasil pada setiap lingkungan, namun pada suatu batasan tertentu tanaman memiliki kemampuan untuk meminimalkan pengaruh lingkungan yang tidak menguntungkan. Subandi (1988) berpendapat bahwa varietas-varietas yang dapat mengatasi keadaan yang tidak menguntungkan akan cenderung memiliki stabilitas yang baik, sehingga dalam program pemuliaan harus dapat diperhatikan karakterkarakter lain yang dapat mendukung stabilitas suatu kultivar. Soemartono (1995) menyatakan bahwa untuk memperbaiki atau mengembangkan varietas tanaman agar tahan terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan dapat dilakukan dengan introduksi tanaman budidaya baru atau mengembangkan varietas tahan. Untuk itu percobaan ini bertujuan mendapatkan varietas jagung yang adaptif dan berpotensi tinggi di lahan sawah di Nusa Tenggara Barat. Bahan dan Metode Penelitian dilakukan di lahan sawah di Desa Jembatan Kembar Kecamatan Lembar kabupaten Lombok Barat NTB pada musim kemarau setelah padi yang dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2009. Kajiannya menggunakan pendekatan on farm adaptive research yang dilakukan dilahan petani, dimana petani terlibat langsung dalam pengelolaan usahatani sejak persiapan hingga tahap evaluasi. Pelatihan dan pengawalan teknologi dilakukan oleh peneliti dan penyuluh dilapangan. Sedang pengamatan dilakukan oleh peneliti, penyuluh dan petani secara bersamasama. Dalam penelitian ini luas lahan yang digunakan seluas 3 ha dengan melibatkan 6 orang petani. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok, dimana petani sebagai blok/ulangan. Terdapat 6 varietas jagung hibrida yang diadaptasikan dilahan sawah yaitu Bima- 2, Bima-3, Bima-4, Bima-5 (produksi badan litbang), dan varietas yang biasa ditanam petani yaitu NT-10 dan BISI-16. Setiap varietas akan ditanam pada setiap lahan petani (petani sebagai ulangan), sehingga setiap petani dapat mengevaluasi keunggulan masingmasing varietas. 124
Teknologi budidaya yang digunakan adalah persiapan lahan dengan menggunakan cara Tanpa Olah Tanah (TOT), jarak tanam 75 x 20 cm (1 biji/lubang) atau 75 x 40 (2 biji/ lubang). Penyiangan dilakukan 2 kali yaitu pada umur 15 HST dan umur 30 35 HST sekaligus dibumbun (setelah pemupukan ke II). Pupuk yang diberikan berupa Urea dengan dosis 200 kg/ha, dan NPK Phonska (15:15:15) dengan dosis 250 kg/ha. Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu : pemupukan I, 50 kg Urea + NPK diberikan pada saat tanam, dengan cara ditugal 5 cm disamping lubang tanam, dan pemupukan II, 150 kg Urea sisanya diberikan pada saat tanam berumur 21 HST. Pemupukan dilakukan dengan cara ditugal pada jarak 10 cm disamping tanaman. Untuk pengendalian penyakit bulai dilakukan dengan seed treatment dengan fungisida metalaksil (saromil). Pengendalian hama penyakit disesuaikan dengan keadaan di lapangan (menggunakan konsep PHT). Pengairan dilakukan minimal 4 kali, dan panen dilakukan saat tanaman sudah menunjukkan masak fisiologis yang ditandai dengan kelobot jagung kering dan biji jagung bila ditekan dengan kuku tidak meninggalkan bekas. Pengamatannya meliputi data agronomis, ekonomi (input dan output usahatani) dan data pendukung. Data agronomis terdiri dari ; tinggi tanaman (cm), bobot brangkasan (kg), umur panen (hari), jumlah tanaman yang dipanen, jumlah tongkol yang dipanen; bobot tongkol dengan kelobot (kg); bobot tongkol kupasan (kg); Komponen hasil berupa : bobot 100 biji (gram); dan rendemen biji (%), Produktivitas pipilan kering (kadar air 15%). Untuk data pendukung yang dikumpulkan yaitu preferensi petani, data curah hujan 5 tahun terkahir, ph tanah, kandungan unsur hara tanah (N, P, K, C-organik) dan tekstur tanah. Data analisis tanah dikumpulkan dengan mengambil sampel tanah kemudian dianalisis di laboratorium sesuai parameter yang dibutuhkan. Data agronomis dianalisis dengan menggunakan analisis keragaman (Anova) pada taraf 5%, dengan menggunakan software Genstat. Kemudian diuji lanjut dengan menggunakan uji perbandingan ortogonal. Data preferensi petani dan data pendukung lainnya dianalisis secara deskriptif. Hasil dan Pembahasan Karakteristik lokasi pengkajian Lokasi ini merupakan wilayah pengembangan jagung di Lombok Barat, dan merupakan lokasi program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Barat. Kondisi curah hujan cukup hingga 4 bulan basah, namun pada MH. 2008/2009 hujan agak panjang hingga bulan Mei. Hal ini menyebabkan + 50 % pertanaman jagung mengalami kendala dalam pertumbuhannya karena terendam air hampir selama 1 minggu, terutama pada sawah yang drainasenya jelek. Jenis tanah di lokasi penelitian adalah Inseptisol dengan kandungan hara P dan K tergolong tinggi, sedangkan kandungan N tergolong sangat rendah. Penggunaan pupuk nitrogen di tingkat petani hingga mencapai 400 kg/ha, sementara penggunaan pupuk organik kompos belum memasyarakat. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan petani tentang teknik budidaya. 125
Komoditas jagung merupakan tanaman utama di wilayah ini dengan pola tanam setahun padi-jagung-jagung. Sebagian petani menanam cabe maupun sayuran diantara senggang waktu penanaman jagung, maupun masuk dalam pola tanam. Hampir semua bagian tanaman jagung bermanfaat baik untuk menghasilkan uang seperti kelobot, tongkol, brangkasan dan biji jagung. Varietas yang banyak di kenal dan ditanam petani adalah Bisi-2, Bisi-16, Pioner 21, dan NK-33, sementara varietas NT-10 baru diperkenalkan melalui program SLPTT. Keragaan agronomis Panen pada bulan Agustus Karakter agronomis berupa tinggi tanaman terlihat bahwa semua varietas jagung hibrida yang diuji tidak berbeda nyata dengan kisaran 217,8 237,4 cm, konsisten dengan tinggi letak tongkol yang tidak berbeda nyata antar varietas yang diuji dengan kisaran 107,8 123,4 cm (Tabel 1). Dari produksi brangkasan terlihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata antar varietas yang diuji, dimana varietas Bima-4 mampu berproduksi tinggi yaitu 9,91 t/ha brangkasan saat panen, sementara yang terendah adalah NT-10 (5,27 t/ha). Hal ini disebabkan varietas Bima-2, Bima-3, dan Bima-4 daun dan batangnya masih hijau hingga saat panen. Jika dilihat dari produktivitas pipilan kering, varietas Bima-4 memberikan produktivitas tertinggi (10,68 t/ ha) dan berbeda sangat nyata dengan varietas yang diuji lainnya (Tabel 1 dan Gambar 3). Dari Tabel 2, terlihat bahwa bobot 5 tongkol dan bobot biji 5 tongkol tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini berarti bahwa rendemen dari setiap varietas yang diuji tidak berbeda nyata. Sementara untuk bobot 100 biji menunjukkan perbedaan yang nyata, dan kadar air saat panen menunjukkan perbedaan yang sangat nyata antar varietas yang diuji. Tabel 1. Karakter agronomis dan produktivitas brangkasan dan pipilan kering beberapa varietas unggul jagung hibrida. Lembar. Lombok Barat. MK. 2009 (Panen Agustus 2009) Varietas Tinggi tanaman (cm) Tinggi letak tongkol (cm) Produksi brangkasan (t/ha) Produktivitas (t/ha) Bima 2 220.6 115.8 5.55 8.14 Bima 3 229.9 117.3 8.61 9.82 Bima 4 235.0 123.4 9.91 10.68 Bisi 16 217.8 107.8 5.99 9.51 NT 10 237.4 120.8 5.27 8.65 F prob. ns ns *** *** CV (%) 4.4 5.7 12,9 6.8 Ket : *** berbeda sangat nyata pada taraf p<0.001 ns = tidak berbeda nyata 126
Tabel 2. Komponen hasil beberapa varietas unggul jagung hibrida. Lembar. Lombok Barat. MK.2009. (Panen Agustus 2009) Varietas Bobot 5 tongkol (kg) Bobot biji 5 tongkol (kg) Bobot 100 biji (g) KA panen (%) Bima 2 1,350 1,032 43,03 25.75 Bima 3 1,418 1,032 38,69 29.25 Bima 4 1,488 1,082 43,51 28.25 Bisi 16 1,380 1,058 38,85 32.25 NT 10 1,308 1,005 38,94 26.75 F prob. ns ns * *** CV (%) 7.1 7.1 6.0 4,6 Ket : *** berbeda nyata pada taraf p < 0.05; *** berbeda sangat nyata pada taraf p < 0.01 Ns = tidak berbeda nyata 127
Panen bulan September Rata-rata tinggi tanaman tidak berbeda nyata antar varietas yang diuji, namun untuk tinggi letak tongkol terdapat perbedaan yang sangat nyata pada varietas Bisi-16 tinggi letak tongkolnya terendah yaitu 96,80 cm (Tabel 3). nyata antar varietas yang diuji (Tabel 4). Varietas Bima-3 mampu mencapai produktivitas tertinggi yaitu 7,05 t/ha, kemudian diikuti oleh Bima-4 dan Bima-1. Sementara varietas Bisi-16, Bima-2, dan NT-10 hanya mampu berproduksi rata-rata < 6 t/ha (Gambar 4). Tabel 3. Karakter agronomis dan produktivitas brangkasan dan pipilan kering beberapa varietas unggul jagung hibrida. Lembar. Lombok Barat. MK. 2009 (Panen September 2009) Varietas Tinggi tanaman (cm) Tinggi letak tongkol (cm) Jumlah tanaman panen (cm) Jumlah tongkol panen (Buah) Produktivitas (t/ha) Bima 1 215,8 114,80 167,8 170.0 6,41 Bima 2 220,4 115,45 129,8 130.8 5,40 Bima 3 210,3 110,65 151,2 152.8 7,05 Bima 4 208,7 106,60 149,0 151.5 6,71 Bisi 16 197,2 96,80 141,8 142.5 5,58 NT 10 208,2 105,80 159,2 159.8 5,98 F prob, ns *** * * ns CV (%) 5,0 4,2 10 10,5 15,6 Ket : *** berbeda sangat nyata pada taraf p<0,001; * berbeda nyata pada taraf p < 0,05 ns = tidak berbeda nyata Dari jumlah tanaman dan jumlah tongkol panen terlihat bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar varietas yang diuji (Tabel 3). Jumlah tanaman panen berhungan dengan kualitas benih yang ditanam dan kemampuan benih untuk tumbuh dan berproduksi dengan baik, sementara jumlah tongkol ditentukan oleh kemampuan varietas membentuk tongkol 1 atau lebih. Dari variabel produktivitas terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang Walaupun dalam lokasi yang sama, namun produktivitas jagung yang dipanen bulan September lebih rendah di banding yang dipanen bulan Agustus. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan air irigasi, dimana pada penanaman bulan Juni mengalami kekeringan/keterlambatan suplay air irigasi terutama pada fase pembungaan dan pengisian tongkol. 128
Tabel 4. Komponen hasil beberapa varietas unggul jagung hibrida. Lembar. Lombok Barat. MK.2009. (Panen September 2009) Varietas Bobot 5 tongkol (kg) Bobot biji 5 tongkol (kg) Rendemen Bobot 100 biji (g) Bima 1 1,386 1,025 0.7400 33,94 Bima 2 1,360 1,025 0.7550 33,47 Bima 3 1,290 0,968 0.7500 32,36 Bima 4 1,400 1,055 0.7525 33,71 Bisi 16 1,235 0,940 0.7600 32,88 NT 10 1,195 0,955 0.7975 31,63 F prob, * Ns ** ns CV (%) 6,5 7,3 0,1 6,6 Ket : *** berbeda nyata pada taraf p < 0,05; berbeda pada taraf p < 0.01 s = tidak berbeda nyata Keragaan ekonomis Dari keragaan ekonomis terlihat bahwa akibat perbaikan teknologi, mampu meningkatkan produksi 32 % dan peningkatan keuntungan 18%. Perbaikan teknologi menambah tenaga kerja terutama untuk aplikasi pemupukan, namun hanya sebesar 2 % (Tabel 5). Dari nilai R/C dapat dikatakan bahwa perbaikan teknologi termasuk penggunaan varietas baru, layak untuk diterapkan. Nilai R/ C pada petani yang menggunakan teknologi introduksi sebesar 3,03, sementara petani dengan teknologi existing sebesar 2,34. 129
Tabel 5. Analisis usahatani jagung di Lembar. Lombok Barat. MK. 2009 No. Uraian Kooperator n = 6 Non kooperator n = 6 Unit/ha (kg) Nilai/ha (Rp) Unit/ha (kg) Nilai/ha (Rp) I. Biaya saprodi Benih 20 800.000 21 1.102.500 Urea 200 260.000 368 478.400 NPK Phonska 250 500.000 142 284.000 Kompos 733 220.000 Insektisida 4 42.000 Herbisida 4 280.000 5 350.000 Total 2.290.000 2.214.900 II Tenaga kerja** 1.588.300 1.591.480 Total biaya 3.878.300 3.806.380 III Produksi 5.871 11.742.000 4.450 8.900.000 IV Keuntungan 7.863.700 5.093.620 V R/C 3,03 2,34 Keterangan : Tenaga kerja dalam keluarga tidak diperhitungkan Preferensi Petani terhadap Varietas Yang diuji Berdasarkan wawancara dan pengamatan langsung oleh petani di lahan sawah Desa Lembar Lombok Barat, dari 6 varietas yang diuji, 80 % petani memilih Bima-4 dan Bima-3 untuk dikembangkan selanjutnya. Beberapa alasan petani memilih dua varietas tersebut : Bima-4 : pertumbuhan vegetatif seragam, lebih tahan dengan kelebihan air, daun lebar dan tetap hijau hingga panen sehingga baik untuk pakan ternak, umur genjah serta tongkol besar dan seragam; Bima-3 : pertumbuhan vegetatif seragam, tahan kekurangan air, daun tetap hijau sehingga baik untuk pakan ternak, tahan rebah, umur genjah, dan produksi tetap tinggi walaupun pada musim kemarau. Kesimpulan 1. Hasil pengujian di lahan sawah di Lembar Lombok Barat, didapatkan bahwa dari 6 varietas yang diuji, varietas Bima-4 dan Bima-3 memberikan hasil yang tinggi yaitu rata-rata 10,78 dan 9,82 t/ha pada saat panen bulan Agustus, 6,71 dan 7,05 t/ ha pada saat panen bulan September. Demikian pula dengan produksi brangkasannya, dimana ke dua varietas ini menghasilkkan brangkasan yang lebih tinggi dibanding lainnya karena daun dan batangnya masih hijau pada saat panen. 2. Dari 6 varietas yang diuji di lahan sawah tersebut, varietas Bima-4 dan Bima-3 dipilih oleh petani untuk di kembangkan di lahan sawah di lokasi kajian. 130
Daftar Pustaka Adisarwanto T dan Widyastuti, Y E. 2002. Meningkatkan Produksi Jagung. Panebar Swadaya, Jakarta. Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros, 2006. Usulan Pelepasan Jagung Hibrida Silang Tunggal. Balisereal Maros - SulSel BPS. 2007. Nusa Tenggara Barat dalam Angka. Badan Pusat Statistik Propinsi NTB. Mataram. p-198. Direktorat Jendral Tanaman Pangan, 2005. Program Kebijakan dan Pengembangan Agribisnis Jagung. Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya jagung nasional. Makasar 29 30 September 2005. Hipi Awaludin, dan B. Tri Ratna Erawati. 2006. Kajian Teknologi Budidaya Jagung Di Lahan Kering Beriklim Kering Di Kabupaten Lombok Timur Makalah disampaikan pada seminar nasional Iptek Solusi Kemandirian Bangsa dalam Tahun Indonesia untuk Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta 2 3 Agustus 2006 Kasim, F,. 2002. Konsep Pemuliaan Partisipatif dan Uji Multi Lokasi Jagung. Makalah disampaikan pada Pembinaan PTT dan Pemuliaan Partisipatif Palawija. Malang 19 20 Desember 2002. Kasryno, F. 2002. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia selama Empat dekakde yang lalu dan Implikasinya bagi Indonesia. Makalah disampaikan pada Diskusi Nasional Agribisnis Jagung. Di Bogor, 24 Juni 2002. Badan Litbang Pertanian. Pingali, P.L and S. Pandey. 2001. Meeting World Maize Needs: Technological Opportunities and Priorities for the Public Sector. Dalam: Pingali, P.B. (Ed.) Meeting World Maize Needs: Technological Opportunities and Priorities for the Public Sector. Saenong S., dan Subandi. 2002. Konsep PTT pada Tanaman Jagung. Makalah disampaikan pada pembinaan Teknis dan Manajemen PTT Palawija di Balitkabi. Malang 21 22 Desember 2002. Subandi. 1988. Perbaikan Varietas. dalam Jagung. Penyunting Subandi, Mahyudin Syam dan Adi Wijono. Badan Pengkajian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Soemartono.1995. Cekaman lingkungan, tantangan pemuliaan tanaman masa depan. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman III, Jember. 1-12. Wahid. A. S., Zainuddin, dan Sania Saenong. 2002. Analisis Usahatani Pemupukan NPK Pelangi pada Tanaman Jagung di Kab. Gowa. Sulawesi Selatan pada MK. I. 2002. Studi Kasus Desa Pa - bundukang, Kab. Gowa. Sulsel. Kerja sama BPTP Sulsel dengan PT. Panen Mas Agromandiri dan PT. Pupuk Kaltim. Zubactirodin, Sania Saenong, Subandi dan Awaludin Hipi. 2004. Budidaya Jagung pada lahan kering beriklim kering melalui pendekatan pengelolaan sumberdaya dan tanaman terpadu (PTT) di Lombok Timur. Laporan Hasil Penelitian. Maros Sul-Sel. 131