PERAN FORUM LINTAS PELAKU KLASTER PARIWISATA CEPOGO SELO SAWANGAN DALAM PENGEMBANGAN KLASTER PARIWISATA SELO-SAWANGAN TUGAS AKHIR

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI PERAN FORUM KLASTER PARIWISATA CEPOGO SELO SAWANGAN (FCSS) DALAM PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI LOGAM TUMANG BOYOLALI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Modal Sosial Terhadap Pertalian Usaha Klaster Pariwisata Borobudur

IDENTIFIKASI PROSES PERENCANAAN PENGEMBANGAN KLASTER BATIK MASARAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

STUDI PROSPEK PENGEMBANGAN OBJEK WISATA VULKANOLOGI KETEP DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENUNJANG INDUSTRI PARIWISATA DI KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR

KEMITRAAN USAHA DALAM KLASTER INDUSTRI KERAJINAN ANYAMAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA TUGAS AKHIR

DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR. Oleh : SURYO PRATOMO L2D

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR KAWASAN WISATA SELO, BOYOLALI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM FORUM FOR ECONOMIC DEVELOPMENT AND EMPLOYMENT PROMOTION

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengembangan pariwisata menduduki posisi yang sangat penting setelah

PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR. Oleh : GRETIANO WASIAN L2D

PERAN STAKEHOLDER DALAM UPAYA PENCIPTAAN EFISIENSI KOLEKTIF PADA KLASTER JAMBU AIR MERAH DELIMA DI KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

PASAR FESTIVAL INDUSTRI KERAJINAN DAN KULINER JAWA TENGAH

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

BAB I PENDAHULUAN. umumnya yang disesuaikan dengan tingkat pendapatan masing-masing individu.

PEMANFAATAN KAWASAN UMBUL TLATAR KECAMATAN BOYOLALI KABUPATEN BOYOLALI BERDASARKAN PENDAPAT MASYARAKAT TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. dicapai biasanya bersifat kualitatif, bukan laba yang diukur dalam rupiah. Baldric

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

ALTERNATIF POLA HUBUNGAN KOTA TEGAL DALAM KONTEKS KAWASAN BREGAS TUGAS AKHIR

KARAKTERISTIK JARINGAN USAHA PADA KLASTER INDUSTRI KERAJINAN TEMBAGA DESA TUMANG KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI TUGAS AKHIR

BAB VI PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 bahwa

IDENTIFIKASI CITRA PARIWISATA KABUPATEN KEBUMEN TUGAS AKHIR TKP 477

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata merupakan industri yang banyak dikembangkan di negaranegara

BAB I PENDAHUALUAN. dengan gerakan pembangunan nasioanal. Pembangunan nasional merupakan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI CINDERAMATA DAN MAKANAN OLEH-OLEH DI KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR TKP Oleh: RINAWATI NUZULA L2D

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB VI PENUTUP. kualitas maupun kuantitas komponen wisata. Secara garis besar kegiatan

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Dalam tesis ini, penulis memandang bahwa masuknya pariwisata ke Atauro tidak bisa dilepaskan dengan hadirnya para penggerak yang disebut sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan daerah merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

STUDI PEMANFAATAN PARKIR UMUM DAN PARKIR KHUSUS TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DARI SEKTOR PERPARKIRAN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POLA KERUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR LOKASI SENTRA INDUSTRI KECIL DI KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR. Oleh: MUHAMMAD FAJAR NUGROHO L2D

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

KONSEP EKO EFISIENSI DALAM PEMANFAATAN KELUARAN BUKAN PRODUK DI KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU BULAKAN SUKOHARJO TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi perhatian besar dari para ahli dan

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan untuk mengoreksi berbagai kebijakan pemerintah, salah satunya. menjelaskan bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan urusan

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA RAWA JOMBOR, KLATEN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. ini telah menjadi pendorong pada integrasi kota-kota besar di Indonesia, dan juga di

BAB I PENDAHULUAN. menjangkau kalangan bawah. Masyarakat di sekitar obyek-obyek wisata

PENGEMBANGAN OBYEK WISATA FENOMENA ALAM BLEDUG KUWU DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR

BAB VI PENUTUP. 6.1 Kesimpulan

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

PELAYANAN SARANA PENDIDIKAN DI KAWASAN PERBATASAN SEMARANG-DEMAK TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI WISATAWAN TERHADAP JENIS MODA ANGKUTAN WISATA DI KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN EKOWISATA ALAM DAN BUDAYA DI KABUPATEN MERANGIN - PROPINSI JAMBI TUGAS AKHIR

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. masa depan yang baik di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa. kegiatan pariwisata memberikan keuntungan dan manfaat bagi suatu

OPTIMALISASI PELAYANAN PARIWISATA PROPINSI DI YOGYAKARTA SAAT WEEKEND-WEEKDAYS BERDASARKAN SEGMENTASI WISATAWAN NUSANTARA

BAB I PENDAHULUAN. akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. PAD (Pendapatan Asli Daerah)

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

EVALUASI PENERAPAN PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya air yaitu Air Tanah, saat ini telah menjadi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata bergerak dari tiga aktor utama, yaitu masyarakat (komunitas

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

Gigih Juangdita

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. penunjang dari terwujudnya pembangunan nasional. Sejak tanggal 1 Januari 2001

STUDI IDENTIFIKASI ATRAKSI WISATA RAWAPENING YANG DIMINATI PASAR WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SUSILOWATI RETNANINGSIH NIM L2D398188

DAMPAK KERUSUHAN MALUKU TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI STAKEHOLDER PENDUKUNG KEGIATAN PARIWISATA PANTAI NAMALATU KOTA AMBON TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat (civil society) secara harmonis. Peran sentral berada di tangan

WISATA AGRO BUNGA SEBAGAI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA SUKUH PERMAI DI NGARGOYOSO KARANGANYAR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 DESKRIPSI JUDUL Pengembangan Wisata Api Abadi Mrapen sebagai Pusat Energi Alam

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014

Transkripsi:

PERAN FORUM LINTAS PELAKU KLASTER PARIWISATA CEPOGO SELO SAWANGAN DALAM PENGEMBANGAN KLASTER PARIWISATA SELO-SAWANGAN TUGAS AKHIR Oleh : DANA ERVANO L2D 005 354 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 i

ABSTRAKSI Forum Lintas Pelaku Klaster Pariwisata Cepogo Selo Sawangan (FCSS) merupakan bentuk nyata upaya kerjasama antar daerah Kab. Boyolali dan Kabupaten dalam pengembangan kawasan wisata Lembah Merapi-Merbabu. FCSS telah mampu menggabungkan kekuatan-kekuatan, baik individu-individu maupun lembaga-lembaga yang berasal dari unsur para pelaku ekonomi (usaha) dan pemerintah, menjadi sebuah forum kumpulan para pelaku yang saling berdialog secara aktif, dan juga merupakan suatu kerangka yang digunakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan bersama, dalam rangka meningkatkan pembangunan ekonomi daerah di sektor pariwisata. Jalinan kerjasama yang dijalin oleh FCSS tidak hanya fokus pada unit-unit usaha tingkat lokal saja tetapi dikembangkan lebih luas melewati batas-batas administratif daerah lain yang didasarkan pada prinsip-prinsip kebersamaan. Sebagai sebuah forum lintas pelaku, FCSS berupaya untuk memahami masalah lokal dan mencarikan jalan keluar dengan berdasarkan pada kearifan lokal pula. Oleh karena itu pendekatan patisipatif yang mengakomodir semua masukan dan pendapat, kemudian masukan-masukan tersebut dirumuskan menjadi sebuah kebijakan atau program kerja pengembangan klaster. Dengan melibatkan semua pelaku masyarakat yang menjadi ciri utama dalam pendekatan forum lintas pelaku FCSS, sejalan dengan itu adalah makin menguatnya tanggung jawab individu dan penguatan sosial kemasyarakatan. Melalui aktivitas dialog yang dilakukan bersama yang melibatkan banyaknya pelaku di daerah, FCSS diharapkan mampu memberi solusi-solusi terhadap permasahan pembangunan ekonomi daerah terutama dalam menjalin upaya-upaya kerjasama antar daerah dalam lingkup Klaster pariwisata Selo-Sawangan. Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dan komparatif kualitatif. Metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fenomena pengembangan pariwisata di wilayah studi secara sistematis, faktual dan akurat. Sedangkan, metode komparatif digunakan untuk mengkomparasikan peran FCSS dalam pengembangan Klaster Pariwisata Selo-Sawangan dengan implementasinya melalui persepsi para stakeholder terkait dalam lingkup Klaster Pariwisata Selo-Sawangan. FCSS sebagai forum lintas pelaku klaster di masing-masing tingkatan memiliki peranan yang cukup nyata dalam upaya perwujudan langkah-langkah kerjasama antar daerah terutama Kab. Boyolali dan Kab. Magelang. Dengan adanya kerjasama, masing-masing pihak akan memelihara keberlanjutan penanganan bidang-bidang yang dikerjasamakan. Selain itu kerjasama ini dapat memperkecil atau mencegah konflik dan menghilangkan ego daerah yang dapat muncul terutama pada kawasan perbatasan daerah. Diharapkan melalui peran FCSS sebagai lembaga kerjasama antar daerah upaya percepatan pertumbuhan ekonomi daerah dalam lingkup Klaster pariwisata Selo-Sawangan dapat terwujud. Kata Kunci: forum lintas pelaku, kerjasama antar daerah, klaster pariwisata.

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak diberlakukannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta peningkatan daya saing daerah. Dalam hal ini, pemerintah daerah dituntut untuk dapat mengembangkan wilayahnya masing-masing. Pengembangan wilayah merupakan suatu proses yang memaksimalkan potensi terbatas pada suatu wilayah yang pada akhirnya menimbulkan potensi baru di wilayah tersebut dan ini akan mengembangkan aktivitas-aktivitas baru di wilayah lainnya. Konsep pengembangan wilayah dengan memaksimalkan potensi lokal ini disebut pengembangan ekonomi lokal (Tommy Firman, 2000 dalam Agrianza, 2006). Tujuan utama dari pengembangan ekonomi lokal ini adalah menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan wilayah. Salah satu potensi lokal yang dapat dengan cepat memicu pengembangan wilayah adalah sektor pariwisata. Penyelenggaraan kepariwisataan merupakan perangkat yang sangat penting di dalam pembangunan daerah dalam otonomi daerah sekarang ini. Artinya bahwa sektor pariwisata mempunyai peran yang sangat penting dan stategis bagi pengembangan suatu daerah terlebih lagi dengan era otonomi daerah, dimana setiap daerah dituntut untuk dapat menggali sumber-sumber pendapatan daerah yang dapat memberikan kontribusi bagi pendapatan asli suatu daerah (PAD). Pengembangan sektor pariwisata merupakan bagian kegiatan ekonomi yang multi dimensional yang tidak hanya mempunyai tujuan akhir berupa output ekonomi atau nilai finansial yang diperoleh tetapi juga menyangkut persoalan sosial, agama, budaya dan keamanan yang bahkan menjadi ruh pariwisata untuk dieksploitasi menjadi daya tarik wisata yang mempunyai daya jual tinggi. Pariwisata berkembang menjadi industri pariwisata yang melibatkan kepentingan berbagai pihak (Sphillane, 1994) yang bahkan antar daerah atau antar negara. Sehingga dalam pengembangan potensi pariwisata akan terjadi saling ketergantungan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Kerjasama antar daerah adalah suatu bentuk pengaturan kerjasama yang dilakukan antar pemerintahan daerah dalam bidang-bidang yang disepakati untuk mencapai nilai efisiensi dan kualitas pelayanan yang lebih baik (Rosen, 1993). Secara teoritis, istilah kerjasama telah lama dikenal dan dikonsepsikan sebagai suatu sumber efisiensi dan kualitas pelayanan. Kerjasama juga dapat didefinisikan sebagai upaya perjanjian dengan pihak-pihak lain. Dengan kata lain, kerjasama 1

2 merupakan kegiatan untuk menghilangkan ego daerah. Dalam rangka pengembangan potensi pariwisata, pemerintah daerah dapat mengembangkan kerjasama dengan pemerintah daerah lainnya atau bekerjasama dengan pihak ketiga yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan yang dapat diwujudkan dalam bentuk badan kerjasama yang diatur dengan keputusan bersama. Untuk mendukung hal tersebut di atas, maka dibentuklah Klaster Usaha Pariwisata. Klaster usaha merupakan konsentrasi geografi oleh perusahaan-perusahaan yang saling terkait dan juga berhubungan dengan institusi penunjangnya dalam fungsional tertentu yang memiliki banyak kesamaan dan bersifat saling melengkapi (Porter, 1998 dalam Andersson et al, 2004). Klaster usaha dalam pengembangannya tidak hanya fokus pada intinya saja, tetapi juga pengembangan industri terkait, industri pendukung dan jasa-jasa lainnya. Kata kunci dalam aktivitas klaster adalah adanya efisiensi kolektif dan kerja sama kegiatan (Schmitz, 2002 dalam Supratikno, 2002). Salah satu bentuk pengembangan klaster usaha pariwisata di Propinsi Jawa Tengah adalah Klaster Pariwisata Selo-Sawangan. Kawasan Klaster Pariwisata Selo-Sawangan yaitu Kec. Selo dan Kec. Sawangan, yang merupakan kawasan wisata lembah pegunungan Merapi-Merbabu di perbatasan administrasi daerah Kab. Boyolali dan Kab. Magelang yang memiliki berbagai kesamaan dan keunikan potensi objek dan daya tarik wisata (ODTW). Klaster Pariwisata Selo-Sawangan ini dibentuk karena letak geografis yang berdekatan, selain itu juga potensi wisata yang mempunyai kemiripan yakni wisata pemandangan alam lembah pegunungan Merapi-Merbabu. Klaster ini dibentuk pada tahun 2002. Pendekatan strategi klaster usaha dalam pengembangan pariwisata akan memberikan keuntungan dalam hal pemasaran obyek-obyek wisata dan akan menciptakan efisiensi dalam penyediaan fasilitas atau pelayanan publik pendukung aktivitas pariwisata seperti ketersediaan pelayanan transportasi yang memadai, restoran, pusat souvenir atau oleh-oleh, jasa wisata, dan lain-lain yang dapat dengan mudah diakses oleh wisatawan. Dalam mendukung aktivitas Klaster Pariwisata Selo-Sawangan terdapat forum lintas pelaku klaster. Forum lintas pelaku klaster dibentuk pada setiap tingkatan (JICA, 2004) yaitu forum lintas pelaku klaster pada tingkat propinsi / FPESD (Forum Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya Jawa Tengah), forum pada tingkat kabupaten / FEDEP (Forum For Economic Development and Employment Promotion) dan forum pada tingkat wilayah produki klaster / FRK (Forum Rembug Klaster). Masing-masing tingkatan memiliki peran aktif dalam menjalin kerjasama antar stakeholder dalam lingkup wilayah klaster. Forum lintas pelaku klaster pada Klaster Pariwisata Selo-Sawangan lebih dikenal dengan sebutan FCSS yaitu Forum Klaster Pariwisata Cepogo Selo dan Sawangan.

3 Aktivitas diskusi forum dalam FCSS tersebut, memungkinkan bertemunya para stakeholder terkait dari unsur pemerintah masing-masing daerah dalam lingkup wilayah klaster untuk menjalin kerjasama, khususnya dalam hal pengembangan Klaster Pariwisata Selo-Sawangan. Kerjasama antar daerah ini diperlukan, mengingat tidak setiap daerah tersebut memiliki sumber daya yang memadai dan mencukupi, baik sumberdaya alam, sumberdaya finansial (modal), maupun sumberdaya manusia. Dalam hal ini peran pemerintah daerah melalui, aktivitas diskusi dalam FCSS berperan mewujudkan upaya kerjasama antar daeah tersebut. Upaya kerjasama yang dapat dilakukan terutama dalam kesepakatan program penyediaan fasilitas publik pendukung aktivitas pariwisata dalam wilayah klaster. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi Peran Forum Lintas Pelaku Klaster Pariwisata Cepogo Selo Sawangan (FCSS) sebagai lembaga kerjasama antar daerah Kab. Boyolali dan Kab. Magelang dalam mendukung kerjasama pengembangan Klaster Pariwisata Selo-Sawangan. 1.2 Perumusan Masalah Klaster Pariwisata Selo-Sawangan terbentuk dari gagasan pemerintah Indonesia mencanangkan tahun ekowisata 2002 pada bulan Oktober di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Latar belakang terbentuknya Klaster Pariwisata Selo-Sawangan ini merupakan respon dari pemerintah propinsi Jawa Tengah, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Magelang untuk memperkuat jalur pariwisata SOSEBO (Solo-Selo-Botobudur). Selain itu juga karena respon pemerintah daerah, untuk lebih memfasilitasi / memaksimalkan aktivitas masyarakat di kawasan Klaster Pariwisata Selo-Sawangan tersebut. Aktivitas pengelolaan dalam Klaster Pariwisata Selo-Sawangan mencakup dua kabupaten, yakni Kab. Boyolali dan Kab. Magelang yang secara geografis merupakan kawasan perbatasan daerah. Aktivitas dalam klaster tersebut memungkinkan terjadinya kerjasama antar daerah kedua kabupaten. Menyikapi kebijakan mengenai otonomi daerah, pengelolaan sektor pariwisata secara sendiri-sendiri oleh daerah karena alasan kewenangan dan kepentingan daerah merupakan penyekatan terhadap pengembangan objek dan daya tarik wisata (ODTW) yang justru akan mendegradasi serta memarginalkan pengembangan sektor pariwisata. Untuk itu diperlukan suatu jalinan kemitraan / kerjasama antar daerah dalam hal penyediaan fasilitas publik pendukung aktivitas pariwisata pada Klaster Pariwisata Selo-Sawangan. Dalam mendukung hal tersebut diatas maka dibentuklah sebuah forum lintas pelaku klaster sebagai lembaga kerjasama antar daerah yang di dalamnya terdapat aktivitas diskusi yang memungkinkan bertemunya para stakeholder terkait dari unsur pemerintah masing-masing daerah dalam lingkup wilayah klaster untuk menjalin kerjasama, khususnya dalam hal pengembangan klaster. Berdasarkan penjelasan di atas maka pertanyaan penelitian yang diambil adalah bagaimana