BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 5 KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia

BAB 3 Seno Gumira Ajidarma dan Kritik Sosial

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL KALATIDHA KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA PUBLIKASI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan realitas sosial kemasyaraktan. Karya sastra memiliki objek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu gejala positif yang seharusnya dilakukan oleh para sastrawan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan sastra Indonesia pasca 1965 memiliki sejumlah ciri dan

BAB 5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI. memuat serangkaian peristiwa yang dijalin dan disajikan secara kompleks. Novel

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika

BAB I PENDAHULUAN. membuat karya sastra berangkat dari fenomena-fenomena sosial, politik, dan

BAB I PENGANTAR. Seperti yang dikatakan Faruk (2011: 6--10), dalam pidato pengukuhan guru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam

I. PENDAHULUAN. Nenden Lilis Aisiyah (cerpenis dan pengajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai gambaran dunia (dalam kata), hadir pertama-tama kepada

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan

Prakata. iii. Bandung, September Penulis

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang melingkupinya. Persoalan-persoalan ini bila disatukan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. salah satu wujud karya seni yang bermedium bahasa. Menurut Goldmann (1977:

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB V PENUTUP. dalam novel-novel yang ditulis oleh para pengarang yang berasal. dari Jawa. Deskripsi warna lokal Jawa dalam novel Indonesia terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra adalah gambaran kenyataan dari suatu peristiwa, nilai-nilai, dan norma-norma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. amanat, sudut pandang dan gaya bahasa yang saling berhubungan. Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sekitar yang dituangkan dalam bentuk seni. Peristiwa yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan karya sastra dari zaman dahulu hingga sekarang tentunya

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan keadaan sosial masyarakat baik secara langsung maupun tidak

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah N. Yuli Mutiara, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. 1. Kajian Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra pada hakikatnya memberikan banyak pengajaran, terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. diistilahkan dengan proses cerita, proses narasi, narasi atau cerita berplot. Prosa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karya sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

REPRESENTASI PERAMPASAN HAK HIDUP INDIVIDU YANG DIANGGAP TAPOL DALAM NOVEL MENCOBA TIDAK MENYERAH KARYA YUDHISTIRA ANM MASSARDI

UNIVERSITAS INDONESIA KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL KALATIDHA KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. penjelas kalimat pada peristiwa itu terjadi. Tidak hanya keterangan waktu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS NILAI SOSIOLOGI SASTRA DALAM NOVEL ORANG-ORANG PROYEK KARYA AHMAD TOHARI SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XII

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pujangga besar Yunani, Horatius dalam bukunya Ars Poetica (dalam A.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, seperti halnya puisi karya Nita Widiati Efsa yang berisi tentang

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kesantunan antara lain adalah deiksis sosial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berasal dari Tuhan, dan tidak dapat diganggu gugat oleh. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan salah satu nilai dasar

Buku «Memecah pembisuan» Tentang Peristiwa G30S tahun 1965

ASPEK KEKERASAN SEBAGAI REFLEKSI KONDISI SOSIAL POLITIK DALAM KARYA-KARYA FIKSI SENO GUMIRA AJIDARMA ( )

KEKERASAN POLITIK MASA ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA MENGAPA KAU CULIK ANAK KAMI? KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA: TINJAUAN STRUKTURALISME GENETIK SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur. Wayang tidak hanya secara artistik memiliki kualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. cuarahan hati pengarang. Cara pengarang menghadirkan tokoh merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan hasil sastra yang berupa puisi, prosa, maupun

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENGANTAR. Manusia adalah makhluk dengan daya kreativitas dan daya imajinasi yang

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya mencakup struktur, pesan yang disampaikan, sudut pandang, dan nilai.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi seseorang yang berasal dari pengalaman, pemikiran, perasaan yang

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. terhadap gejala atau objek yang dinamakan karya sastra. Pembicaraan karya sastra

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk

BAB I PENDAHULUAN. F. Latar Belakang Masalah. Perjalanan manusia dalam mengarungi kehidupan tidaklah lurus dan

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari tidak pernah lepas dari

Prakata. iii. Bandung, September Penulis

BAB I PENDAHULUAN. Novel Nijūshi No Hitomi ( 二二二二二 ) merupakan karya seorang penulis

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. usaha penulis untuk memberikan perincian-perincian dari objek yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan menulis merupakan salah satu kompetensi harus dikuasai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra menjadi lahan yang sangat luas untuk diteliti atau

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam hal ini, karya sastra tidak dapat dipahami secara selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dari lingkungan, kebudayaan, atau peradaban yang telah menghasilkannya (Grebstein dalam Damono, 2002: 6). Sebuah karya sastra sangat mungkin diilhami oleh peristiwa yang terjadi dalam lingkungan atau kebudayaan sastrawan. Ditambahkan oleh Damono (2002:9) bahwa sastra berurusan dengan manusia dalam masyarakat: usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakatnya itu. Sastra tidak lain merupakan usaha sastrawan yang hidup di tengah masyarakat untuk menyesuaikan diri atau mengubah masyarakatnya. Untuk mengubah masyarakat, diperlukan sebuah karya yang mempunyai nilai-nilai moral yang dapat dijadikan sebagai pelajaran. Karya ini juga dapat mengandung kritik yang ditujukan kepada masyarakat. Salah seorang sastrawan yang dalam karyanya ditemukan kritik sosial adalah Seno Gumira Ajidarma (selanjutnya akan disebut SGA). Ia mencoba mengungkapkan berbagai persoalan yang terdapat dalam masyarakat Indonesia. Ia banyak menulis cerpen dan beberapa buah novel. Selain itu, ia dikenal sebagai seorang wartawan, kritikus film, komikus, dan fotografer. Karyanya yang berupa kumpulan cerpen, di antaranya adalah Manusia Kamar (1988), Penembak Misterius (1993), Saksi Mata (1994), Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi (1995), Sebuah Pertanyaan untuk Cinta (1996), Negeri Kabut (1996), Atas Nama Malam (1999), dan Wisanggeni Sang Buronan (2000). Kemudian karyanya yang berupa novel adalah Negeri Senja (2003), Kitab Omong Kosong (2004), dan Kalatidha (2007). Berbagai persoalan kemanusiaan yang terjadi dalam masyarakat Indonesia seringkali menjadi titik perhatian SGA. Hal ini dapat dilihat pada karyanya, seperti cerpen Saksi Mata yang berada dalam kumpulan cerpennya, Saksi Mata. Saksi Mata berkisah tentang seorang saksi mata yang tidak mempunyai mata. 1

2 Keseluruhan cerpen dalam kumpulan cerpen ini secara tematik juga melukiskan penindasan Hak Asasi Manusia (HAM) di Timor Timur (Ashsyahiddin, 1995:51). Karyanya yang lain yang menunjukkan kepeduliannya terhadap kemanusiaan adalah sebuah naskah drama yang pernah dipentaskan dengan judul Mengapa Kau Culik Anak Kami pada tahun 2001. Naskah drama ini bercerita tentang keluarga aktivis korban penculikan pada tahun 1999 lalu. SGA adalah seorang sastrawan yang menganggap bahwa kebenaran harus disampaikan (Ashsyahiddin, 1995:49). Kebenaran dalam kesusastraan adalah sebuah perlawanan bagi historisisme, sejarah yang hanya diciptakan bagi pembenaran kekuasaaan (Ajidarma, 1997:7). Perlawanan yang ia berikan dalam dunia jurnalistik telah dibuktikan dengan pencekalan yang diterimanya akibat laporannya tentang Insiden Dili 1 pada majalah Jakarta Jakarta. Namun, ia tetap melawan dengan menghasilkan karya-karya sastra, seperti kumpulan cerpen Saksi Mata. SGA juga berpendapat bahwa jurnalisme terikat oleh seribu satu kendala, dari bisnis sampai politik, untuk menghadirkan dirinya, namun kendala sastra hanyalah kejujurannya sendiri (Ajidarma, 1997:1). Tidak hanya cerpen atau naskah drama yang dijadikan wadah bagi SGA untuk menunjukkan kepeduliannya. SGA juga pernah mendapatkan penghargaan Khatulistiwa Literary Award (KLA) tahun 2004 atas karyanya, Negeri Senja. Penulis Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara (1997) yang pernah menjadi wartawan ini memasukkan berbagai kritik dalam novelnya tersebut. Novel ini mengangkat latar belakang politik yang disajikan secara halus, namun tajam seperti pisau silet (Sambodja, 2007:64). Tema-tema kemanusiaan serta kritik juga terlihat pada novel SGA yang berjudul Kalatidha. 1 Insiden Dili merujuk pada terbunuhnya sejumlah orang di pemakaman Santa Cruz yang oleh Ricklefs (2005:636) antara lain dideskripsikan sebagai berikut. Pada tanggal 12 November 1991, iring-iringan jenazah di pemakaman Santa Cruz di ibukota Timor Timur, Dili, berubah menjadi demonstrasi pro-kemerdekaan. Di hadapan kamera televisi internasional dan para fotografer, ABRI tampak menembaki kerumunan massa. Militer kemudian mengakui ada 19 orang terbunuh, sebuah investigasi pemerintah memperkirakan ada sekitar 50, dan sumber-sumber lain mengatakan korban sejumlah 100 orang atau lebih. Satu laporan dari Portugal mengatakan bahwa terdapat 271 orang tewas, 382 orang luka-luka, dan 250 orang hilang. Pembantaian ini menempatkan kekuasaan Indonesia atas Timor Timur dalam agenda hak asasi manusia internasional.

3 Kalatidha bercerita tentang pencidukan orang-orang komunis setelah terjadi peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 2 pada tahun 1965. Latar waktu dalam novel ini adalah sekitar tahun 1965 2000-an. Tokoh utamanya adalah seorang perempuan yang tidak disebutkan namanya dan merupakan salah satu korban dari peristiwa pencidukan tersebut. Pada saat pencidukan terjadi, keluarganya dibunuh dengan cara dibakar hidup-hidup dalam rumahnya sendiri. Oleh karena itu, ia kemudian menjadi gila dan mengalami penderitaan yang seolah tak ada habisnya. Dalam novel ini, terdapat pula tokoh Aku yang turut menjadi saksi ketika pencidukan dilakukan terhadap keluarga tokoh perempuan tersebut. Namun, tidak hanya keluarga perempuan tersebut yang menjadi korban pencidukan. Diceritakan pula tokoh lain yang menjadi korban walaupun tidak tahu menahu tentang G30S. Kakak perempuan tokoh Aku juga ikut menghilang ketika pencidukan banyak terjadi. Tema tentang G30S dan pencidukan orang-orang komunis merupakan sebuah tema yang menarik. Saat ini, bermunculan berbagai versi pandangan tentang pelaku G30S tahun 1965, seperti keterlibatan militer, Soekarno, Soeharto, bahkan unsur asing (CIA dan lain-lain) (Adam, 2007:2). Gerakan 30 September 1965 sudah sering dibicarakan, bahkan frekuensinya makin meningkat setelah berakhirnya Orde Baru (Adam, 2007:119). Tidak heran karya-karya sastra yang mengambil tema G30S pun bermunculan setelah Orde Baru jatuh. Pada saat Orde Baru berkuasa, ada beberapa karya yang menyinggung hal ini, seperti Pada Titik Kulminasi (1980) karya Satyagraha Hoerip, Ronggeng Dukuh Paruk (1981) karya Ahmad Tohari, Anak Tanah Air (1985) karya Ajip Rosidi, Pengkhianatan G30S/PKI (1988) karya Arswendo Atmowiloto, Para Priayi (1992) serta Bawuk (1975) karya Umar Kayam, atau Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (1995) karya Pramoedya Ananta Toer. Karya-karya yang menyinggung G30S yang terbit setelah Orde Baru jatuh, seperti novel Merajut Harkat (1999) karya Putu Oka Sukanta, novel Tapol (2002) karya Ngarto Februana, novel Cantik itu Luka (2006) karya Eka Kurniawan, novel September (2006) karya Noorca M. Massardi, dan tentu saja Kalatidha karya SGA. 2 Gerakan 30 September (G30S) lazim dinamai G30S/PKI. Akan tetapi, penulis memilih untuk bersikap netral dengan menghilangkan PKI karena setelah Orde Baru jatuh, muncul berbagai versi tentang keterlibatan militer, Soekarno, Soeharto, bahkan unsur asing (Adam, 2007:2).

4 Di antara karya-karya tersebut, Kalatidha merupakan karya yang cara pengemasannya khas dan berbeda. SGA dalam karya tersebut menyisipkan cerita silat yang dapat menciptakan imajinasi pembaca. Selain itu, ia juga menyelipkan potongan-potongan koran yang isinya relevan dengan G30S di dalam Kalatidha. Kritik yang terselubung sampai yang terang-terangan juga dapat ditemukan dalam novel ini. Deskripsi peristiwa yang detil yang menimbulkan kesan kejam juga hadir dalam Kalatidha. Keseluruhan unsur tersebut terjalin sedemikian rupa sehingga Kalatidha tampil sebagai novel yang bukan saja memikat, melainkan juga sarat dengan kritik. Kenyataan itulah antara lain yang mendorong peneliti untuk memilih Kalatidha sebagai objek penelitian. Novel Kalatidha yang masih tergolong cukup baru juga menjadi alasan lain mengapa penulis mengambil karya ini sebagai objek penelitian. Ada beberapa karya ilmiah, seperti skripsi dan tesis yang membahas karya-karya SGA. Perlu dikemukakan bahwa Kalatidha pernah diteliti oleh Dian Susilastri. Dalam tesisnya, Susilastri membandingkan novel Kalatidha dengan narasi resmi Orde Baru tentang PKI. Dikatakannya bahwa Kalatidha telah menyampaikan berbagai persoalan ketidakadilan yang tidak dijumpai dalam narasi Orde Baru tersebut (Susilastri, 2008:94). Selain itu, Kalatidha mempunyai posisi sebagai metafora yang menggugat narasi pemerintah Orde Baru tentang G30S/PKI melalui wacana keadilan (Susilastri, 2008:95). Jika penelitian Susilastri dititikberatkan kepada unsur metafora dalam novel sebagai penggambaran ketidakadilan yang dilakukan Orde Baru dalam hal pencidukan, penelitian ini lebih menitikberatkan unsur kritik dalam Kalatidha. Saya menemukan bahwa kritik dalam Kalatidha tidak hanya tertuju pada Orde Baru, tetapi juga pihak lain, misalnya kritik terhadap perilaku masyarakat yang konsumtif atau kritik terhadap orang-orang dalam pemerintahan yang korup. Kalatidha karya SGA mengingatkan saya kepada serat Kalatidha karya Ranggawarsita (1802 1873). Serat Kalatidha diciptakan oleh Ranggawarsita pada tahun 1769 J atau pada saat ia berusia 41 tahun (Tanaya dalam Rochkyatmo, 2002:23). Kalatidha karya Ranggawarsita merupakan salah satu karya sastra Jawa. Karya ini berbentuk tembang dan merupakan puisi Jawa yang terdiri dari satu pupuh (bait) pendahuluan dan dua belas bait isi (Kamadjaja, 1964:1).

5 Ranggawarsita dikenal sebagai ahli bahasa dan kesusastraan Jawa. Oleh karena keadaan sosial yang memang menggelisahkan, Ranggawarsita kemudian menuliskan kritik-kritik tajam melalui karya-karyanya. Karya tersebut antara lain adalah Jakalodhang dan Serat Kalatidha yang disampaikan untuk pemerintah kolonial Belanda, pemerintahan penguasa setempat, masyarakat banyak, dan para pemeluk agama Islam yang kurang mendalami dan menaati ajaran agamanya (Timoer dalam Rochkyatmo, 2002:11). Secara harfiah, Kalatidha berasal dari kala yang berarti masa, zaman, waktu dan tidha yang berarti cacat, kurang (Kamadjaja, 1964:51). Oleh karena itu, Kalatidha sering disebut sebagai zaman edan yang berarti zaman cacat atau dapat dikatakan sebagai zaman gila. Secara umum, Serat Kalatidha menggambarkan keadaan zaman ketika Ranggawarsita menjadi sastrawan istana. Ranggawarsita menganggap zaman tersebut adalah zaman gila. Pada zaman tersebut, orang-orang dianggapnya telah meninggalkan dasar-dasar kesusilaan dan peradaban (Kamadjaja, 1964: 2). Selain itu, Kalatidha juga menyindir keadaan masyarakat pada suatu ketika dengan pengharapan supaya ada perbaikan pada yang akan datang (Yamin dalam Kamadjaja, 1964: 115). Melalui judulnya dapat dilihat bahwa SGA seperti terinspirasi oleh karya Ranggawarsita ini. Pada Serat Kalatidha, Ranggawarsita menggambarkan zaman edan yang mengkritik masyarakat. Oleh karena itu, karya SGA juga menampilkan kritik sosial. Walaupun ada paralelisme antara kedua karya ini, penelitian ini tidak akan membandingkan kedua karya tersebut. Penelitian ini hanya mempertimbangkan Kalatidha sebagai sebuah karya SGA yang di dalamnya terdapat unsur kritik sosial. 1.2 Masalah Sesuai dengan uraian dalam latar belakang, masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah berbagai kritik yang terkandung dalam Kalatidha karya SGA. Karena berbagai kritik yang terdapat dalam Kalatidha disampaikan secara khas, cara penyampaian kritik tersebut juga menjadi masalah dalam penelitian.

6 1.3 Tujuan Berhubungan dengan masalah, tujuan yang ingin dicapai penulis dalam tulisan ini adalah mengungkapkan berbagai kritik yang terdapat dalam Kalatidha. Berbagai kritik dan cara penyampaian kritik yang terdapat dalam Kalatidha akan disebutkan dan dikupas secara kritis dan mendalam. 1.4 Pendekatan Penelitian ini tidak berkutat pada penyebutan semata-mata berbagai kritik yang terdapat dalam Kalatidha. Lebih dari itu, penelitian ini juga mengkaji hubungan antara kritik dalam Kalatidha dengan realitas yang diacunya. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian sosiologis 3. Penelitian sosiologis atau sosiologi sastra pada dasarnya merupakan pendekatan sastra yang menekankan pentingnya hubungan antara karya sastra dan masyarakat. Prinsip ini didasarkan pada pandangan bahwa karya sastra tidak hadir begitu saja. Sebuah karya ditulis oleh seorang sastrawan yang sedikit banyak diilhami oleh realitas yang ada di sekitarnya. Apa yang terjadi dalam masyarakat bagaimanapun akan memengaruhi isi dari karya yang diciptakan sastrawan. Atas dasar itu, dapat dikatakan bahwa isi Kalatidha sedikit banyak terkait dengan realitas yang diamati atau didalami oleh SGA. Karena Kalatidha sarat dengan kritik, penelitian ini melihat hubungan antara kritik tersebut dengan realitas atau kenyataan yang diacu dalam Kalatidha. Pengkajian seperti ini dimungkinkan dengan pendekatan sosiologis. 1.5 Metode Penelitian Pada bagian ini, akan diungkapkan langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisis kritik sosial yang terdapat dalam Kalatidha. Sebelumnya, saya telah mengikuti perkembangan SGA dengan membaca beberapa karyanya. Sampai kemudian, diterbitkanlah novelnya yang terbaru, yaitu Kalatidha. Dengan munculnya Kalatidha, diputuskanlah untuk mengambil novel tersebut sebagai objek penelitian. Melalui pembacaan terhadap karya tersebut, ditemukan berbagai 3 Uraian tentang pendekatan sosiologis secara lebih rinci akan disampaikan dalam bab selanjutnya, yaitu bab landasan teori.

7 kritik dalam karya SGA ini. Saya menemukan bahwa karya tersebut sarat dengan unsur kritik. Oleh karena itulah, saya mengkaji kritik yang ada dalam Kalatidha. Pembacaan yang berulang-ulang pun dilakukan terhadap Kalatidha. Di samping pembacaan yang berulang-ulang, dirinci berbagai kritik dalam novel tersebut untuk kemudian diklasifikasikan ke dalam beberapa bagian. Melalui langkah ini, dihasilkan jumlah kritik yang ditemukan dalam karya. Selain memfokuskan diri kepada karya, saya kemudian mencari literatur yang dibutuhkan dalam analisis kritik. Karena pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan sosiologi sastra, dicari literatur tentang pendekatan tersebut. Dicari pula sumber-sumber lain yang relevan dengan penelitian. Sumbersumber lain yang dimaksud adalah tidak hanya karya sastra, tetapi juga buku sejarah yang diduga mempunyai hubungan dengan karya. Buku sejarah digunakan pada penelitian ini karena penulis akan melihat realitas yang diacu dalam novel. Latar waktu pada Kalatidha merujuk pada waktu tertentu. Oleh karena itu, bukubuku yang dicari, misalnya tentang G30S atau tentang Orde Baru. Kemudian, saya juga turut mencari dan melihat resensi mengenai pengarang Kalatidha, yaitu SGA. Dengan berbagai buku yang ditemukan, saya dapat menganalisis kritikkritik yang ditemukan dalam Kalatidha. 1.6 Sistematika Penelitian Tulisan ini dibagi ke dalam lima bab yang tiap-tiap bab dibagi lagi menjadi sub-subbab. Bab pendahuluan yang merupakan bab pertama terbagi menjadi tujuh subbab, yaitu latar belakang, masalah, tujuan, pendekatan, metode, dan sistematika penulisan. Pada latar belakang, diungkapkan alasan-alasan penulis mengambil Kalatidha sebagai objek penelitiannya. Bab pendahuluan juga berisi pertanyaan penelitian yang terjawab pada akhir penelitian dan hasil yang dicapai penulis pada akhir penelitiannya tersebut. Selain itu, diungkapkan sekilas tentang pendekatan sosiologi sastra yang digunakan dalam penelitian ini. Kemudian, apa saja langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam melakukan penelitian disinggung pula dalam bagian pendahuluan. Terakhir, diungkapkan bagaimana sistematika penelitian dalam penelitian ini.

8 Bab dua berisi uraian tentang landasan teori. Karena penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis, bab ini diisi dengan penjelasan tentang pendekatan sosiologis. Pendapat dan pandangan yang mendukung atau terkait dengan penelitian ini dikutip seperlunya. Bab ketiga menguraikan pembicaraan tentang SGA, karya-karyanya, dan kaitannya dengan kritik sosial. Biodata singkat SGA sebagai pengarang Kalatidha serta karya-karyanya yang berhubungan dengan kritik sosial pun disinggung pada bagian ini. Tulisan ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang sedikit banyak berkaitan dengan sastrawan penghasil karya sastra, dalam hal ini SGA sebagai pengarang Kalatidha. Oleh karena itu, penulis merasa perlu menyinggung SGA sebagai sastrawan yang menghasilkan Kalatidha. Selain itu, bagian ini dapat memberi informasi mengenai tulisan-tulisan SGA tentang kritik sosial serta kreativitas SGA sebagai pengarang yang diperlukan dalam menunjang analisis mengenai Kalatidha yang sarat dengan kritik sosial. Perlu dikemukakan bahwa bagian ini tidak akan menganalisis karya-karya SGA yang lain secara mendalam. Bab selanjutnya berisi analisis kritik sosial dalam Kalatidha. Bab ini merupakan inti dari tulisan ini. Pada bab ini, disebutkan kritik yang terdapat dalam Kalatidha serta analisisnya dan disebutkan pula cara-cara yang digunakan SGA untuk mengkritik dalam Kalatidha. Bab ini menguraikan kedelapan kritik yang ditujukan kepada pemerintahan Orde Baru dan kelima kritik yang ditujukan kepada manusia Indonesia. Kritik-kritik tersebut dianalisis dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra sehingga dikaitkan pula dengan realitass yang diacu dalam Kalatidha. Bab kesimpulan adalah bab terakhir yang akan menyimpulkan hasil penelitian yang didapatkan. Pada bab ini, terdapat pula saran-saran untuk penelitian selanjutnya. Demikianlah sistematika penulisan dalam skripsi ini.