UJI KEKERASAN BAJA KONSTRUKSI ST-42 PADA PROSES HEAT TREATMENT

dokumen-dokumen yang mirip
HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

ANALISIS KEKERASAN PERLAKUAN PANAS BAJA PEGAS DENGAN PENDINGINAN SISTEM PANCARAN PADA TEKANAN 20, 40 DAN 60 PSi. Abstract

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

Analisa Struktur Mikro Dan Kekerasan Baja S45C ANALISA STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN BAJA S45C PADA PROSES QUENCH-TEMPER DENGAN MEDIA PENDINGIN AIR

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

METALURGI FISIK. Heat Treatment. 10/24/2010 Anrinal - ITP 1

PENGARUH PROSES HEAT TREATMENT PADA KEKERASAN MATERIAL SPECIAL K (K100)

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN KETANGGUHAN DENGAN PROSES HEAT TREATMENT PADA BAJA KARBON AISI 4140H

ANNEALLING. 2. Langkah Kerja Proses Annealing. 2.1 Proses Annealing. Proses annealing adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH WAKTU PENAHANAN PANAS (TIME HOLDING) PADA PROSES TEMPERING TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN BAJA KARBON MENENGAH

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

Pengaruh Variasi Temperatur Anneling Terhadap Kekerasan Sambungan Baja ST 37

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760

KARAKTERISASI BAJA CHASIS MOBlL SMK (SANG SURYA) SEBELUM DAN SESUDAH PROSES QUENCHING

PENGARUH TEMPERATUR CARBURIZING PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP SIFAT SIFAT MEKANIS BAJA S 21 C

PENGERASAN PERMUKAAN BAJA ST 40 DENGAN METODE CARBURIZING PLASMA LUCUTAN PIJAR

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

ANALISA PROSES SPRAY QUENCHING PADA PLAT BAJA KARBON SEDANG

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat

PENGARUH MANUAL FLAME HARDENING TERHADAP KEKERASAN HASIL TEMPA BAJA PEGAS

Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

FERIT, PERLIT, SEMENTIT, MARTENSIT, DAN BAINIT

ANALISA PENGARUH PERLAKUAN PANAS SEBELUM DAN SESUDAH PENEMPERAN TERHADAP NILAI KEKERASAN PADA BAJA PERKAKAS HSS

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C)

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

PRAKTIKUM METALURGI FISIK LAPORAN AKHIR

PENGARUH KEKUATAN PENGELASAN PADA BAJA KARBON AKIBAT QUENCHING

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

ANALISA PENGARUH MANIPULASI PROSES TEMPERING TERHADAP PENINGKATAN SIFAT MEKANIS POROS POMPA AIR AISI 1045

PERBEDAAN STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN, DAN KETANGGUHAN BAJA HQ 705 BILA DIQUENCH DAN DITEMPER PADA MEDIA ES, AIR DAN OLI

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA QUENCHING PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN MEDIA SOLAR

PENGARUH PROSES ANNEALING PADA HASIL PENGELASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA KARBON RENDAH

PENGARUH PERBANDINGAN GAS NITROGEN DAN LPG PADA PROSES NITROKARBURISING DALAM REAKTOR FLUIDIZED BED TERHADAP SIFAT MEKANIS BAJA KARBON RENDAH

PROSES THERMAL LOGAM

PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP STRUKTUR MIKRO LOGAM ST 60

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai.

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

Jurnal Teknik Mesin, Volume 6, Nomor 1, Tahun

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

STUDI KOMPARASI HEAT TREATMENT TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS MATERIAL RING PISTON BARU DAN BEKAS

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena

RANGKUMAN NORMALISING

ANALISIS PENGARUH WAKTU PERLAKUKAN PANAS TERHADAP NILAI KEKERASAN KARBURASI BAJA KARBON RENDAH

PENGARUH MEDIA PENDINGIN MINYAK PELUMAS SAE 40 PADA PROSES QUENCHING DAN TEMPERING TERHADAP KETANGGUHAN BAJA KARBON RENDAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketika itu banyak terjadi fenomena patah getas pada daerah lasan kapal kapal

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR HARDENING TERHADAP KEKERASAN BAJA S45C DENGAN MEDIA PENDINGIN AIR

PENINGKATAN KEKERASAN DENGAN METODA KARBURISASI PADA BAJA KARBON RENDAH (MEDAN) DENGAN MEDIA KOKAS

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN HEAT TREATMENT

PENGARUH VARIASI SUHU POST WELD HEAT TREATMENT ANNEALING

PENGARUH JENIS BAHAN DAN PROSES PENGERASAN TERHADAP KEKERASAN DAN KEAUSAN PISAU TEMPA MANUAL

PENGARUH PERBEDAAN WAKTU PENAHANAN SUHU STABIL TERHADAP KEKERASAN LOGAM

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya

Perlakuan panas (Heat Treatment)

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

STUDI PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA HASIL PENGELASAN BAJA ST 37 DITINJAU DARI KEKUATAN TARIK BAHAN

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Diajukan Sebagai Syarat Menempuh Tugas Akhir. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah. Surakarta. Disusun Oleh : WIDI SURYANA

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST

PENGARUH SUHU NORMALIZING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PENGELASAN BAJA PLAT KAPAL. Sutrisna*)

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan akan bahan logam dalam pembuatan alat alat dan sarana. Untuk memenuhi kebutuhan ini, diperlukan upaya pengembangan

PENGARUH ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAHAT HSS DENGAN UNSUR PADUAN UTAMA CROM

MODUL 9 PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

PENGARUH KARBURASI DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGIN TERHADAP MICRO STRUKTUR BAJA KARBON

LAPORAN TUGAS AKHIR PENELITIAN TENTANG SIFAT-SIFAT KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, KOMPOSISI KIMIA DAN STRUKTUR MIKRO DARI TALI SERAT BAJA BUATAN KOREA

ANALISA SIFAT MEKANIK PERMUKAAN BAJA ST 37 DENGAN PROSES PACK CARBURIZING, MENGGUNAKAN ARANG KELAPA SAWIT SEBAGAI MEDIA KARBON PADAT

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR ANNEALING TERHADAP KEKERASAN SAMBUNGAN BAJA ST 37

PENGARUH MEDIA KAPUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK POROS S45C

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Pengaruh Unsur-unsur Paduan Pada Proses Temper:

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH TEMPERING PADA BAJA St 37 YANG MENGALAMI KARBURASI DENGAN BAHAN PADAT TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E

Transkripsi:

INFO TEKNIK Volume 7 No. 1, Juli 26 (48 55) UJI KEKERASAN BAJA KONSTRUKSI ST-42 PADA PROSES HEAT TREATMENT Achmad Syarief 1) Abstract - In metalurgy term, especially the steel should have certain characters, for example anti wear resistancause of friction and has hard surface. Getting such components within their characters, it is need a heat treatment process in addition for getting hard surface and strength of the steel itself. Heat treatment process basically consists of some steps, at first, heating up to a certain temperature, then colding at certain speed. In this research has been done heat treatment process, it is a heating steel at the temperature 85 C and holding for 3 minutes at this temperature for some seconds, then colding by soaked it into the water in which 27 C temperature so there is no enough time for austenit to change become pearlit and ferrit or pearlid and cementit, but austenit changes into martensit directly. Maximum hardness will be reached after heat treatment process is interfered by more carbon, the higher carbon in it the higher hardness will be gotten. And the result is the hardness value after heat treatment process higher compare than before the heat treatment process has been done.. Keywords - Colding, Heat treatment PENDAHULUAN Latar Belakang Metalurgi adalah ilmu dan teknologi logam yang meliputi pengembangan dan penerapan pengetahuan mengenai komposisi, struktur dan pemprosesan logam sesuai dengan sifat dan pemakaiannya. Besi dan baja paling banyak dipakai sebagai bahan industri yang mempunyai nilai ekonomis dan sifat-sifatnya yang bervariasi, dari yang paling lunak dan mudah dibentuk sampai yang paling keras dan tajam. Sebagian besar baja karbon yang digunakan dalam bidang metalurgi banyak dijadikan baja kontruksi dan baja permesinan. Baja-baja ini dituntut mempunyai sifat-sifat, misalnya tahan aus akibat gesekan antar komponen (pada bantalan). Untuk mendapatkan komponen dengan sifat-sifat tertentu maka perlu dilakukan pemrosesan logam lebih lanjut untuk mendapatkan kekerasan dari baja tersebut dan memperbaiki sifat permukaannya. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti adalah apakah ada peningkatan kekerasan baja konstruksi st 42 setelah dilakukan proses Heat Treatment, sehingga mendapatkan atau memperbaiki sifat-sifat mekanis seperti kekerasan, ketangguhan, keuletan dan kekuatannya, serta dapat memberikan wawasan dan alternatif baru dalam penggunaan bahan logam yang banyak digunakan dalam dunia industri, khususnya logam baja. 1 ) Staf pengajar Teknik Mesin Fakultas Teknik Unlam Banjarmasin

Ahmad Syarief, Uji Kekerasan Baja Konstruksi 49 KAJIAN TEORITIS Klasifikasi Baja Karbon. Klasifikasi dari baja karbon menurut Sriati Djaprie (1986 : 9) dapat dilihat dalam Tabel 1. Jenis dan Kelas Baja lunak khusus Baja karbon Baja sangat lunak rendah Baja karbon keras Baja lunak Baja setengah lunak Baja setengah sedang Baja keras Baja karbon Baja sangat tinggi keras Tabel 1. Klasifikasi Baja Karbon Kadar karbon (%).8.8 -.12.12.2.2.3.3.4.4.5.5.8 Kekuatan luluh (kg/mm 3 ) 18 28 36 42 38 48 44 55 5 6 58 7 65 1 Baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon dengan sedikit Si, Mn, P, S dan Cu. Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar karbon, karena itu baja ini dikelompokan berdasarkan kadar karbonnya. Baja karbon rendah adalah baja dengan kadar karbonnya kurang,3 %, baja karbon sedang,3,45 % karbon dan baja karbon tinggi,45 1,7 %. Bila kadar karbon naik, kekuatan dan kekerasannya juga bertambah tinggi tetapi elastisitasnya menurun. Diagram Fase Fe Fe 3 C Diagram keseimbangan besi karbon suatu diagram keseimbangan antara besi dan karbon yang bersenyawa menjadi Fe 3 C. Pada diagram keseimbangan antara besi karbida terdapat fase-fase yang berbeda tergantung pada temperatur dan kadar karbon yang ada. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1. dimana dapat dilihat fase-fase ferrit (Fe - ), austenite (Fe - ), Kekuatan tarik (kg/mm 3 ) 12 36 36 42 38 48 44 55 5 6 58 7 65 1 Perpanjang an 4 3 4 3 36 24 32 22 3 17 26 14 2-11 Kekerasan Brinnel 95 1 8 12 1 13 112 145 14 17 16 2 18-235 Penggunaan Pelat tipis Batang, kawat Konstruksi umum Alat-alat mesin Perkakas Rel, pegas dan kawat piano besi delta (Fe - ), simentit, pearlite dan ledeburite. Menurut Van Vlack,(1992 : 38) secara garis besar diagram Fe - Fe 3 C ini terbagi atas daerah baja (kadar karbon 2,1 %) dan daerah besi tuang (kadar karbon 2,1 6,67 %). Pada daerah baja dikelompokan menjadi baja hipoeutektoid (<,8 % C) dan baja hipereutektoid (,8 2,1 %) demikian pula untuk daerah besi tuang. Pada proses pendinginan dengan kadar karbon 4,3 % pada temperatur 1148 C terjadi transformasi eutectik, yaitu berubahnya fase metal cair menjadi austenitdan simentit (ledeburit) yang berbentuk lamel-lamel. Sedangkan pada karbon,8% dan pada temperatur 727 C terjadi transformasi eutektoid yaitu berubahnya fase austenit menjadi lamel-lamel ferrit dan simentit yang disebut pearlit.

Suhu Ahmad Syarief, Uji Kekerasan Baja Konstruksi 5 C 16 14 12 Karbon, % 5 1 15 + Cair + 1148 + 727 28 26 24 + Fe 22 1 2 Karbon, % 3 4 5 Gambar 1. Diagram Keseimbangan Fe - Fe 3 C Pada proses pemanasan besi murni terjadi perubahan struktur dua kali sebelum mencair, yaitu perubahan dari pemusatan ruang (BBC) menjadi kubus pemusatan sisi (FCC) pada suhu 912 C terjadi transformasi yang sebaliknya menjadi BCC lagi dan bentuk ini akan tetap stabil sampai temperatur leburnya. Adapun fase-fase yang ada pada diagram keseimbangan Fe Fe 3 C adalah sebagai berikut: a. ferrite (Fe - ) Merupakan suatu fase dari besi murni yang pada temperatur ruang disebut besi alpha. Fase ini bersifat llunak dan ulet yang mana pada temperatur dan dalam keadaan murni kekuatan tariknya kurang dari 31 Mpa dan bersifat ferromagnetik dengan berat jenis 7,88 mg/mm 3. Ferrit mempunyai struktur BCC yang mempunyai bidang geser yang relatif sempit. Pada temperatur ruang kemampuan melarutkan karbonnya hanya,8%, sedangkan kemampuan maksimum untuk melarutkan karbon sekitar,25% yaitu pada temperatur 727 C. Kekerasan ferrit tidak lebih dari 9 HRB dan diatas temperatur 768 C bersifat ferromagnetik. b. Austenit ( Fe - ) Merupakan salah satu modifikasi fase dari besi dengan struktur FCC. Fase ini stabil pada suhu antara 912-1394 C dengan kemampuan melarutkan karbon maksimum 2,11%. Pada temperatur ruang struktur ini tidak stabil, tetapi pada kondisi tertentu masih didapatkan austenit sisa yang stabil pada temperatur ruang. c. Besi delta ( Fe - ) Pada kenaikan temperatur sampai diatas 1394 C austenit berubah lagi fasenya sehingga mempunyai struktur BCC. Fase ini dinamakan besi delta. Penelitian secara spesifik pada fase ini sulit dilakukan karena hanya stabil pada suhu tinggi. Dengan demikian data-data spesifik mengenai fase ini sangat terbatas. Kemampuan melarutkan karbon maksimum adalah,8% yaitu pada temperatur 1499 C. d. Sementit (Fe 3 C) Mempunyai komposisi kimia Fe 3 C dimana mengandung karbon 6,67%. Pada diagram kesimbangan fase ini merupakan senyawa yang keras dan rapuh. e. Pearlit Pearlit merupakan lamel-lamel yang terdiri dari fase ferrit dan simentit. Pada suhu eutektoid yaitu baja mengandung,8%c maka seluruhnya fase pearlit.

Ahmad Syarief, Uji Kekerasan Baja Konstruksi 51 f. Ledeburit Merupakan campuran eutektid dengan simentit yang mengandung 4,3%C. Fase ini terjadi dibawah temperatur 727 C. Adapun sifat besi ini rapuh dan keras. Heat Treatment (Perlakuan Panas) Proses perlakuan panas merupakan suatu proses tahapan penting pada pengerjaan logam yang bertujuan untuk mendapatkan atau memperbaiki sifat-sifat mekanis seperti kekerasan, ketangguhan, keuletan dan kekuatannya. Secara umum heat treatment dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian : 1. Annealing : Adalah pemanasan hingga temperatur 25-3 C diatas temperatur austenit dilanjutkan pendinginan lambat di dalam dapur, sehingga didapat pearlit kasar. Digunakan untuk mengurangi kekerasan, menghilangkan tegangan sisa, memperbaiki kekuatan dan menghaluskan ukuran butiran. Annealing terdiri dari beberapa type yang diterapkan untuk mencapai sifatsifat tertentu sebagai berikut : a. Full annealing : Terdiri dari austenisasi dari baja diikuti dengan pendinginan lambat didalam tungku. Temperatur yang dipilih untuk austenisasi tergantung dari kadar karbon dari baja yang bersangkutan. Full annealing untuk baja hipoeutektoid dilakukan pada temperatur austenisasi sekitar 5 C diatas garis temperatur austenit dan mendiamkannya pada temperatur tersebut untuk jangka waktu tertentu, kemudian diikuti dengan pendinginan yang lambat ditungku. Pada temperatur austenisasi dan austenit yang terbentuk relatif halus. b. Spheroidized Annealing : Dilakukan dengan cara memanaskan baja sedikit diatas temperatur austenisasi, didiam-kan pada temperatur tersebut untuk jangka waktu tertentu kemudian diikuti dengan pendinginan yang lambat. Tujuan dari spheroidzed annealing untuk memperbaiki sifat mampu mesin. 2. Normalising : Adalah pemanasan pada temperatur 5-6 C diatas temperatur austenite dilanjutkan pendinginan lambat di udara, sehingga akan dihasilkan pearlite halus. Digunakan untuk mendapatkan struktur butiran yang halus dan seragam, juga untuk meng-hilangkan tegangan dalam. 3. Hardening : Adalah pemanasan pada temperatur 3-5 C diatas temperatur austenit dilanjutkan pendinginan secara cepat dengan mencelupkan kedalam media pendingin, seperti : air, udara, oli, garam cair (fussed) atau Brant (air + 1% sodium klorida) 4. Tempering C : Adalah memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan untuk menghilangkan tegangan dalam dan mengurangi kekerasan. Temperatur pemanasannya dibawah temperatur kritis bawah (723 C) serta membiarkannya beberapa saat dan didinginkan kembali di udara luar, tujuannya untuk mengembalikan

KEKERASAN HRC Temperatur C Ahmad Syarief, Uji Kekerasan Baja Konstruksi 52 sebagian keuletan dan ke-tangguhannya meskipun dengan mengorbankan sebagian kekeras-an yang telah dicapai. Siklus perlakuan panas yang dilakukan adalah seperti gambar di bawah ini : Hardening 85 C Pra- Hardening Hold ing Hold ing Pendingina n (Quenchan Waktu (menit) Gambar 2. Siklus Perlakuan Panas Pengaruh Heat Treatment Meskipun kekuatan yang ada dapat dilipatgandakan dalam jangkauan kadar karbon pada kondisi stabil ini, perubahan drastis dalam sifat dapat dicapai melalui perlakuan panas yang menghambat atau mempercepat terjadinya keseimbangan tersebut. Dengan pendinginan mendadak, tidak ada waktu yang cukup bagi austenit untuk berubah menjadi pearlit, ferrit dan sementit, sebaliknya menyebabkan austenit berubah menjadi martensit. Kekerasan martensit adalah maksimal untuk kadar karbon tertentu. 7 6 martensit 5 4 3 2 Kekerasan Maksimum Ferrit + perlit 1,1,2,3,4,5,6,7,8,9 1, KOMPOSISI, %C Gambar 3 Hubungan Kekerasan Maksimum dan Kadar Karbon Dalam Baja Karbon

53 INFO TEKNIK, Volume 7 No. 1, Juli 26 Tingkat kekerasan struktur austenit setelah dicelupkan akan sebanding dengan regangan kisi, semakin rendah kadar karbon maka makin kecil regangan. Di industri, baja dengan kadar karbon yang terlalu rendah, sangat memberikan efek pengerasan yang sangat berarti, maka baja dipanaskan dengan proses hardening. Baja yang dihasilkan efek pengerasan yang memadai disebut baja konstruksi. Martensit adalah struktur yang keras, tetapi dalam usaha mengeraskan material pada baja karbon sering kali martensit ini menjadi suatu struktur yang diinginkan. METODOLOGI Prosedur Penelitian Pada penelitian ini dikerjakan dengan membuat 1 spesimen baja konstruksi st 42 yang berdiameter 2 mm dan panjang 1 mm 2 mm 1 mm Gambar 4. Spesimen uji kekerasan Perlakuan yang dilakukan terhadap masing-masing sampel sebagai berikut: Lima spesimen dimasukan dimasukkan kedalam dapur listrik untuk dilakukan pemanasan sampai 85 C diholding 3 menit dan didinginkan dengan mencelupkan kedalam air pada suhu kamar 27 C. Setelah selesai, semua spesimen (yang di heat treatment dan yang tidak di heat treatment) berjumlah 1 buah, kemudian dilakukan uji kekerasan Rockwell (HRC) skala C. Mula-mula permukaan yang akan diuji dibersihkan permukaannya dengan menggunakan kertas gososk supaya lebih halus dan rata permukaannya. Kemudian dilakukan penekanan dengan indentor kerucut intan Dengan sudut puncak 12 dan gaya tekan adalah 15 kg. Dan hasil kekerasan sudah dapat dibaca pada skala kekerasan Rockwell. Peralatan dan Bahan yang Digunakan a. Peralatan : 1. Dapur listrik (Electronic Furnace): - Merk : Heraeus D- 645 - Type : M 11 - Maks temp : 11 C - Tegangan : 22 V 5 16 Hz 2,9 kw

55 INFO TEKNIK, Volume 7 No. 1, Juli 26 2. Kompresor Udara : - Model : D11 2 - Press : 8 Kg/cm 2 - Power : 2 HP - Tank cap : 951 3. Mesin uji kekerasan : - Merk : Torsee, - Type : RH 3 N, - Beban : 15 Kg, - MFG. No : 8386, - Produksi : Tokyo, Japan. 4. Peralatan pendukung lainnya: Stopwatch dan Tang jepit. b. Bahan uji (spesimen) : Baja Konstruksi ST 42 Sedangkan untuk media pendingin digunakan air dengan suhu kamar 27 C ANALISA DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data dari pengujian nilai kekerasan sebelum dilakukan perlakuan panas dan sesudah perlakuan panas a. Data Kekerasan Sebelum Heat Treatment. Dilakukan pengujian kekerasan permukaan pada 5 spesimen dan masing-masing 5 titik dengan : - Pengujian kekerasan : HRC, - Beban : 15 kg - Penetrator : Diamond cone. Dari pengujian diatas didapatkan data nilai kekerasan sebagai berikut : No Nilai Kekerasan (HRC) Tabel 2. Data Kekerasan Sebelum Heat Treatment Rata-rata kekerasan (X) (Xi X ) (Xi X ) 2 A 41 41 4 41 42 41,2,4 B 39 4 39 41 41 4 -,8,64 C 42 43 41 41 42 41,8 1, 1, D 42 39 41 4 42 4,8,, E 41 39 39 42 41 4,4 -,4,16 = 24 =, = 1,84 * Harga rata-rata ( X ) = = 4,8 HRC * Standart Deviasi (SD)= = 1,84 5 1 =,678 X = 24 / 5 n Xi X n 1 * Standart Deviasi rata-rata ( SD ) = SD/n =,687 / 6 =,276 * Hasil Perhitungan= HRC (4,8 +,276) * Kesalahan Relatif= (,276 / 4,8) x 1 % =,676 % 2 b. Data Kekerasan Setelah Heat Treatment Dilakukan pengujian kekerasan permukaan pada 5 spesimen dan masing-masing 5 titik dengan : - Pengujian kekerasan : HRC - Beban : 15 kg - Penetrator:Diamond cone Dari pengujian diatas didapatkan data nilai kekerasan sebagai berikut :

53 INFO TEKNIK, Volume 7 No. 1, Juli 26 No Tabel 3. Data Kekerasan Sesudah Heat Treatment Nilai Kekerasan (HRC) Rata-rata kekerasan (X) (Xi ) (Xi X) 2 F 46 48 48 49 48 47,8,48,234 G 49 46 49 47 49 48,,68,4624 H 47 48 45 46 47 46,6 -,72,5184 I 46 49 48 48 45 47,2 -,12,144 J 45 49 49 46 46 47, -,32,124 X * Harga rata-rata ( X ) = = 236,6 / 5 = n 47,32 HRC * Standart Deviasi (SD) =,576 * Standart Deviasi rata-rata ( SD ) =,235 * Hasil Perhitungan = HRC (47,32 +,235) * Kesalahan Relatif = (,576 / 47,32) x 1% =,497 % Dari perhitungan di atas dapat dituliskan sebagai berikut : 1. Harga kekerasan ST- 42 sebelum Heat treatment adalah : HRC ( 4,8 +,276 ) 2. Harga kekerasan ST- 42 sesudah Heat treatment adalah : HRC ( 47,32 +,235 ) KESIMPULAN Dari hasil penelitian tentang uji kekerasan baja konstruksi st 42 pada proses heat treatment, maka dapat disimpulkan bahwa perhitungan angka kekerasan ST 42 sebelum dilakukan heat treatment didapatkan angka kekerasan 47,32 HRC. Dari angka ini kita dapatkan kenaikan harga kekerasan pada skala kekerasan Rockwell sebesar 15,9 %. Kenaikan ini tentunya bukan tanpa sebab karena pendinginan dilakukan dengan pencelupan media air pada temperatur ruangan yang akan memungkinkan terbentuknya struktur martensit yang mempunyai butir dalam bentuk FCC yang mempunyai sifat yang sangat keras. Tetapi ST-42 bukan = 236,6 =, = 1,328 merupakan baja hypereutektoid atau baja eutectoid, sehingga kenaikan angka kekerasan ini tidak semua struktur menjadi martensit, melainkan ada yang kembali menjadi ferrit, perlit atau juga ledeburit. Sehingga angka kekearasan tidak dapat mencapai angka diatas 6 HRC. DAFTAR PUSTAKA Rochim Suratman. (1994), Panduan Proses Perlakuan Panas, Lembaga Penelitian Institut Teknologi Bandung Lawrence H. Van Vlack, Sriati Dajprie. (1992), Ilmu dan Teknologi Bahan, Edisi Kelima, Erlangga Jakarta. Shinroku Saito, Tata Surdia. (1985), Pengetahuan Bahan Teknik, Cetakan Ketiga, PT Pradnya Paramita Jakarta. Djaindar Sidabutar. (1979), Petunjuk Praktek Pengukuran dan Pemeriksaan Bahan, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta. Sriati Djaprie. (199), Teknologi Mekanik Jilid II, Erlangga Jakarta. George E.Dieter, Sriati Djaprie. (1986), Metalurgi Mekanik Jilid I, Edisi Ketiga, Erlangga Jakarta. Beumer, Anwir B.S, (1994), Ilmu Bahan Logam, Bhratara Jakarta

47 55 INFO TEKNIK, Volume 7 No. 1, Juli 26