BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori dan Literatur II.1.1 Pengertian auditor dan kriteria seorang auditor Auditor independen atau akuntan publik adalah akuntan yang memiliki izin dari mentri keuangan atau pejabat yang berwenang lainnya untuk menjalankan praktik akuntan publik (Munir Misbahul, 2009). Menurut Boynton, Johnson, Kell (2002) auditor independen adalah praktisi perorangan ataupun anggota kantor akuntan publik yang memberikan jasa auditing profesional kepada klien. menurut undang-undang akuntan publik bab 1, pasal 1 auditor indenpenden atau akuntan publik adalah akuntan dan akuntan publik asing yang telah memperoleh izin untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Boynton, Johnson, Kell (2002) kriteria seseorang dikatakan sebagai seorang auditor independen harus memiliki sertifikasi atau lisensi. Pada umumya lisensi diberikan kepada mereka yang telah lulus dalam ujian persamaan CPA (Certificate Public Accountant) serta memiliki pengalaman praktik dalam bidang auditing. Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008, akuntan publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dari menteri untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam peraturan menteri keuangan ini. pengertian akan akuntan publik harus telah lulus dari jurusan akuntansi fakultas ekonomi atau mempunyai ijazah disamakan, telah mendapatkan gelar akuntan dari 9
Panitia Ahli Pertimbangan Persamaan Ijazah Akuntan, dan mendapat ijin praktik dari Mentri Keuangan (Standar Profesional Akuntan Publik, 2010). Berdasarkan pengertian akuntan publik dari standar profesional akuntan publik dan menurut peraturan menteri keuangan syarat untuk berpraktik sebagai akuntan publik seseorang harus memenuhi persyaratan pendidikan dan pengalaman kerja selama 5 tahun, harus telah lulus dari jurusan akuntansi dan mendapatkan gelar akuntan yang diperoleh dari panitia ahli pertimbangan persamaan ijazah akuntan melalui PPAK karena level S1 akuntansi baru memberikan seseorang kapabilitas untuk menjadi seorang auditor dan kompetensi akan didapatkan pada level program pendidikan profesi. Untuk mendapatkan gelar akuntan seseorang harus menempuh pendidikan minimal 144 sks dimana terdapat pelajaran akan pengantar akuntansi, akuntansi keuangan, akuntansi keuangan lanjutan dan terdapat pelajaran akan kode etik akan seorang auditor independen serta adanya pelajaran mengenai cara mengaudit suatu entitas dan jasa yang di berikan oleh seorang auditor. Sedangkan di dalam pasal 6 ayat 1 butir a tidak dikatakan bahwa harus menempuh pendidikan S1/D4 akuntansi melainkan pendidikan S1/D4 atau yang setara. Auditor independen dalam melakukan tugasnya mengaudit perusahaan klien memiliki posisi yang strategis sebagai pihak ketiga dalam lingkungan perusahaan klien yakni ketika akuntan publik mengemban tugas dan tanggung jawab dari manajemen untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan yang dikelolahnya. II.1.2 Isi undang-undang akuntan publik pasal 6 ayat (1) butir a Bunyi atau isi dari undang-undang akuntan publik pasal 6 ayat 1 butir a adalah untuk mendapatkan izin menjadi akuntan publik sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 10
ayat (1) seseorang harus memiliki syarat yaitu memiliki sertifikat tanda lulus ujian profesi akuntan publik yang sah. II.1.3 Isi undang-undang akuntan publik pasal 7 ayat (1) Bunyi atau isi dari undang-undang akuntan publik pasal 7 ayat 1 adalah akuntan publik asing dapat mengajukan permohonan izin akuntan publik kepada menteri apabila telah ada perjanjian saling pengakuan antara pemerintah Indonesia dan pemerintah negara dari akuntan publik asing tersebut. II.1.4 Isi undang-undang akuntan publik pasal 13 ayat (4) Bunyi atau isi dari undang-undang akuntan publik pasal 13 ayat 4 adalah dalam hal terdapat rekan yang berkewarganegaraan asing pada KAP (kantor akuntan publik), jumlah rekan yang berkewarganegaraan asing pada KAP paling banyak 1/5 (satu per lima) dari seluruh rekan pada KAP. II.1.5 Isi undang-undang akuntan publik pasal 17 ayat (2) Bunyi atau isi dari undang-undang akuntan publik pasal 17 ayat 2 adalah komposisi tenaga kerja profesional asing yang dipekerjakan pada KAP paling banyak 1/10 (satu per sepuluh) dari seluruh tenaga kerja profesional untuk masing-masing tingkat jabatan pada KAP yang bersangkutan. II.1.6 Isi undang-undang akuntan publik pasal 55 Bunyi atau isi dari undang-undang akuntan publik pasal 55 adalah akuntan publik yang: a. Melakukan manipulasi, membantu melakukan manipulasi, dan/atau memalsukan data yang berkaitan dengan jasa yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (1) huruf j; 11
b. Dengan sengaja melakukan manipulasi, memalsukan, dan/atau menghilangkan data atau catatan pada kertas kerja atau tidak membuat kertas kerja yang berkaitan dengan jasa yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) sehingga tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya dalam rangka pemeriksaan oleh pihak yang berwenang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). II.1.7 Isi undang-undang akuntan publik pasal 56 Bunyi atau isi undang-undang akuntan publik pasal 56 adalah pihak terasosiasi melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). II.1.8 Isi undang-undang akuntan publik pasal 57 Bunyi atau isi undang-undang akuntan publik pasal 57 adalah : 1. Setiap orang yang memberikan pernyataan tidak benar atau memberikan dokumen palsu atau yang dipalsukan untuk mendapatkan atau memperpanjang izin akuntan publik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1), pasal 7 ayat (2), atau pasal 8 ayat (2), dan/atau untuk mendapatkan izin usaha KAP atau izin pendirian cabang KAP sebagaimana dimaksud dalam pasla 18 ayat (2) atau pasal 20 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 12
2. Setiap orang yang bukan akuntan publik, tetapi menjalankan profesi akuntan publik dan bertindak seolah-olah sebagai akuntan publik sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 3. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilakukan oleh korporasi, pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 4. Dalam hal korporasi tidak dapat membayar denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pihak yang bertanggung jawab dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun. II.1.9 Isi undang-undang no 34 tahun 1954 Isi dari undang-undang no 34 tahun 1954 terdiri dari 7 pasal dimana mengatur akan pemakaian gelar akuntan dimana terdapat 6 pasal yang di bahas secara keseluruhan dan terdapat 2 buah pasal yang dihapuskan yaitu pasal 4 dan 5 dikarenakan sudah di perbaharui di undang-undang akuntan publik serta peraturan yang terdapat pada pasal tersebut sudah tidak relevan lagi. Isi dari ke 6 pasal tersebut adalah: 1. Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan gaji resmi mengenai berbagai jabatan pada Jawatan Akuntan Negeri dan Jawatan Akuntan Pajak, hak memakai gelar "akuntan" ("accountant") dengan penjelasan atau tambahan maupun tidak, hanya diberikan kepada mereka yang 13
mempunyai ijazah akuntan sesuai dengan ketentuan dan berdasarkan undang-undang ini. 2. dengan ijazah tersebut dalam pasal 1 dimaksud : a. ijazah yang diberikan oleh suatu universitas negeri atau badan perguruan tinggi lain yang dibentuk menurut undang-undang atau diakui pemerintah, sebagai tanda bahwa pendidikan untuk akuntan pada badan perguruan tinggi tersebut telah selesai dengan hasil baik. b. Ijazah yang diterima sesudah lulus dalam suatu ujian lain yang menurut pendapat panitia ahli termaksud dalam pasal 3, guna menjalankan pekerjaan akuntan dapat disamakan dengan ijazah tersebut pada huruf a pasal ini. 3. Didalam pasal 3 terdapat 4 butir yang di bahas yaitu : 1. Menteri pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan mengangkat panitia ahli, yang bertugas mempertimbangkan apakah sesutu ijazah bagi menjalankan pekerjaan akuntan dapat disamakan dengan ijazah tersebut pada pasal 2 huruf a. 2. Menteri pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan bersama menteri keuangan mengatur susunan dan cara kerja panitia itu. 3. menteri keuangan berhak memberi tugas lain kepada panitia tersebut dalam ayat 1 untuk menjamin 14
kesempurnaan akuntansi keuangan untuk mengatur lebih lanjut urusan akuntansi. 4. tiap-tiap akuntan berijazah mendapatkan nama untuk dimuat dalam suatu register negara yang diadakan oleh kementrian keuangan. 4. Menjalankan pekerjaan akuntan dengan memakai nama "kantor akuntan" ("accountantskantoor"), "biro akuntan" (Accountantsbureau") atau nama lain yang memuat perkataan "akuntan" ("accountant") atau "akuntansi" ("accountancy") hanya diijinkan jika pimpinan kantor atau biro tersebut dipegang oleh seorang atau beberapa orang akuntan. 5. didalam pasal 5 mengatur 2 butir yaitu : 1. barang siapa yang melanggar ketentuan yang tercantum didalam pasal 4 dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya dua bulan atau denda setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah. 2. perbuatan termaksud dalam ayat 1 adalah pelanggaran. 6. Menteri Keuangan berhak menetapkan peraturan lebih lanjut untuk melaksanakan undang undang ini. II.2 Metodologi Penelitian Seperti yang telah dipaparkan bahwa penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana dalam pengujian hipotesisnya penulis menggunakan metode riset deskriptif. Data yang diperlukan dalam penelitian merupakan data primer dan pengumpulannya dilakukan dengan kuesioner. 15
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi Universitas Bina Nusantara angkatan tahun 2007 dan 2008. Dimana kuesioner akan disebarkan secara manual (langsung). Teknik analisi data yang akan digunakan oleh penulis adalah dengan menggunakan distribusi frekuensi dan paired sample t-test. II.3 Penelitian terdahulu Penelitian mengenai undang-undang akuntan publik yang telah dilakukan oleh Taylor dan Glezen (1982) (dalam Subroto, 2002) ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar seorang auditor atau akuntan publik dapat melakukan aktivitas audit dan pelaporan hasil audit dengan baik, yaitu pendidikan universitas dibidang akuntansi, pengalaman dalam jangka waktu tertentu dalam pekerjaan audit dan ujian sertifikasi untuk memperoleh ijin praktek. Berbagai kesenjangan yang terjadi dalam peran dan tanggung jawab profesi akuntan publik akan dapat diminimalkan bahkan dieliminir apabila sumber daya yang dipersiapkan sebagai akuntan publik mendapat pendidikan dan pelatihan yang akan mendukung pemahamannya tentang peran dan tanggung jawab akuntan public. Menurut McDowell (2002) mengemukakan perbaikan citra profesi akuntan akuntan publik dapat dilakukan dengan mempertahankan independensi melalui pembatasan fungsi dan pekerjaan akuntan publik yang akan mempengaruhi independensi mereka dan memberikan sanksi kepada akuntan publik apabila terjadi kegagalan bisnis dan skandal keuangan yang melibatkan mereka. Menurut Kavina dan Pedras (1986) (dalam DeZoort, et. Al.,1997) menyatakan bahwa informasi dan pengaruh dari para dosen merupakan faktor yang paling penting dalam perkembangan mahasiswa. Mahasiswa menganggap bahwa dosen adalah sumber 16
pertama pengetahuan mereka. Oleh karena itu, akuntan pendidik yaitu dosen di perguruan tinggi, dituntut untuk memiliki kualifikasi dan metode mengajar yang dapat menyampaikan semua informasi tentang pengauditan dan profesi akuntan publik yang secara langsung akan mempengaruhi sikap dan persepsi mahasiswa. II.4 Pengembangan Hipotesis Sugiyono (2009) menjelaskan bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Mengingat baru disahkan undangundang akuntan publik yang mengatur auditor independen maka akan sangat memungkinkan terjadi perubahan terhadap minat mahasiswa untuk memilih profesi menjadi akuntan publik. Sebelum adanya undang-undang akuntan publik, akuntan dan akuntan publik di atur di dalam undang-undang no 34 tahun 1954 dimana terdiri dari 7 pasal, dan di atur juga di dalam peraturan menteri keuangan (PMK) nomor :17/PMK.01/2008 yang membahas tentang penggunaan gelar akuntan, kualifikasi untuk menjadi akuntan, dan kode etik maupun hak serta kewajiban dari auditor independen. Namun seiring berkembangnya profesi auditor independen dan belum adanya suatu aturan tertentu yang mengatur profesi auditor independen secara khusus, maka dari itu disusun dan disahkan undang-undang akuntan publik. Adapun isi dai undang-undang tersebut yang belum pernah di atur pada peraturan sebelumnya dan peraturan tersebut menguntungkan bagi profesi auditor serta dapat meningkatkan minat auditor independen, selain itu ada juga undang-undang yang sudah ada pada peraturan sebelumnya namun setelah di atur pada undang-undang akuntan 17
publik menimbulkan perdebatan dikarenakan isi dari undang-undnag tersebut dapat mengaburkan dari peran akuntan tersebut. Pasal-pasal yang dianggap menguntungkan adalah pasal 7 ayat 1, pasal 13 ayat 4, dan pasal 17 ayat 2. Tujuan dari adanya pasal 7 ayat 1 adalah untuk membatasi jumlah akuntan publik asing yang akan bekerja di indonesia pada saat perdagangan bebas di buka pada tahun 2012 serta memberikan peluang kepada akuntan publik Indonesia untuk memiliki kesempatan bekerja di negara luar, hal tersebut diatur di dalam pasal 7 ayat 1 di mana harus memiliki perjanjian dengan negara bersangkutan. Didalam pasal 13 ayat 4 mengatur akan rekanan warga negara asing dimana pada peraturan sebelumnya belum ada mengatur tentang akuntan publik asing maupun rekanan asing sehingga tidak ada batasan serta syarat dalam membatasi akuntan publik asing. Dengan adanya pasal tersebut diharapkan minat seseorang untuk menjadi auditor independen meningkat seiring dengan meningkatnya peluang dan adanya pembatasan akan jumlah rekanan warga negara asing. Sedangkan pada pasal 17 ayat 2 juga memiliki peranan yang hampir sama dengan pasal 13 ayat 4 dimana bunyi dari pasal 17 ayat 2 mengatur akan pembatasan jumlah dari akuntan publik warga negara asing yang bekerja di satu kantor akuntan publik dan meningkatnya jumlah akuntan publik dalam negeri dimana jumlah akuntan publik di indonesia yang sangat minim yaitu berdasarkan data yang di dapat sampai dengan 9 desember 2010 jumlah akuntan publik di Indonesia adalah 905 orang dan sebagian besar dari mereka berusia di atas 50 tahun. Diharapkan dengan adanya ke dua pasal tersebut dapat membatasi jumlah akuntan publik asing seiring dengan akan dibukanya perdagangan bebas yang akan 18
berdampak kepada masuknya tenaga kerja asing termasuk juga profesi akuntan publik sehingga peraturan tersebut dapat meningkatkan peluang kerja masyarakat indonesia untuk menjadi akuntan publik yang dapat berdampak meningkatnya minat mahasiswa akuntansi meningkat untuk memilih profesi sebagai akuntan independen. Selain ke dua pasal yang sudah di bahas dan belum ada di peraturan sebelumnya, terdapat juga beberapa pasal yang sudah di atur sebelumnya di dalam peraturan yang ada seperti pada pasal 6 ayat 1 butir a yaitu persyaratan untuk menjadi seorang akuntan publik sudah didalam peraturan menteri keuangan nomor 17/PMK.01/2008 harus menempuh pendidikan S1 akuntansi dan telah mendapatkan gelar akuntan dimana untuk pemakaian gelar akuntan sudah di atur di dalam undang-undang no 34 tahun 1954 sehingga di dalam undang-undang akuntan publik melahirkan perdebatan mengenai persyaratan untuk mendapatkan gelar akuntan publik dan persyaratan menggunakan gelar akuntan yang nantinya merupakan syarat untuk mengambil gelar akuntan publik. Isi dari pasal 6 ayat 1 butir a undang-undang akuntan publik dapat berdampak pada minat mahasiswa akuntansi dalam memilih profesi akuntan publik dikarenakan adanya persepsi bahwa hanya cukup menempuh pendidikan S1/D4 seseorang dapat mengikuti tes untuk mendapatkan gelar akuntan publik yang nantinya dapat mengaburkan profesi akuntan publik sehingga dapat menurunkan minat seorang mahasiswa dan tidak harus mendapatkan gelar profesi akuntan (nomor register Negara untuk akuntan). Maksud dari isi pasal tersebut adalah dikarenakan minimnya jumlah akuntan yang memiliki gelar sebagai akuntan publik yang telah terregristrasi maka dengan adanya pasal tersebut yang mengatur gelar akuntan publik di harapkan meningkat jumlah gelar akuntan publik dimana sampai dengan 9 desember 2010 jumlah 19
akuntan publik di Indonesia adalah 905 orang. namun persepsi masyarakat akan pasal tersebut dapat mempertanyakan kredibilitas profesi akuntan publik dan manfaat dari gelar akuntan tersebut. Di dalam Undang-Undang Akuntan Publik terdapat juga pasal-pasal yang mengatur sanksi akan pelanggaran yang dilakukan oleh akuntan publik seperti pada pasal 55, 56, dan 57. Tujuan dari adanya ke 3 pasal tersebut adalah memberikan efek jera kepada akuntan publik yang melakukan kecurangan dan melakukan jasa sebagai akuntan publik namun bukan akuntan publik, serta tidak munculnya kasus-kasus besar yang pernah terjadi sehingga berdampak pada perekonomian negara dan profesi akuntan publik tentunya. Sebelum adanya undang-undang akuntan publik mengenai sanksi yang diberikan di atur di dalam undang-undang no 34 tahun 1954 pasal 4 dan 5 di mana bunyi pasal tersebut sudah di hapus di dalam undang-undang akuntan publik pasal 60 butir a, serta di atur juga di dalam PMK nomor 17/PMK.01/2008 tetapi di dalam PMK tersebut pengaturan sanksi hanya sebatas peringatan, pembekuan izin, atau pencabutan izin. Dari uraian di atas maka hipotesis dari penelitian ini untuk memberikan jawaban sementara atas permasalahan yang ada atas penelitian ini adalah : H 01 : tidak terdapat perbedaan minat mahasiswa akuntansi untuk memilih profesi akuntan publik setelah di tetapkannya undang-undang akuntan publik pasal 6 ayat 1 butir a, pasal 7 ayat 1,pasal 13 ayat 4, pasal 17 ayat 2, pasal 55, 56, dan 57. H a1 : terdapat perbedaan minat mahasiswa akuntansi untuk memilih profesi akuntan publik setelah di tetapkannya undang-undang akuntan publik pasal 6 ayat 1 butir a, pasal 7 ayat 1,pasal 13 ayat 4, pasal 17 ayat 2, pasal 55, 56, dan 57. 20
H 02 : tidak terdapat perbedaan minat mahasiswa akuntansi untuk memilih profesi akuntan publik setelah di tetapkannya undang-undang akuntan publik pasal 6 ayat 1 butir a. H a2 : terdapat perbedaan minat mahasiswa akuntansi untuk memilih profesi akuntan publik setelah di tetapkannya undang-undang akuntan publik pasal 6 ayat 1 butir a. H 03 : tidak terdapat perbedaan minat mahasiswa akuntansi untuk memilih profesi akuntan publik setelah di tetapkannya undang-undang akuntan publik pasal 7 ayat 1. H a3 : terdapat perbedaan minat mahasiswa akuntansi untuk memilih profesi akuntan publik setelah di tetapkannya undang-undang akuntan publik pasal 7 ayat 1. H 04 : tidak terdapat perbedaan minat mahasiswa akuntansi untuk memilih profesi akuntan publik setelah di tetapkannya undang-undang akuntan publik pasal 13 ayat 4. H a4 : terdapat perbedaan minat mahasiswa akuntansi untuk memilih profesi akuntan publik setelah di tetapkannya undang-undang akuntan publik pasal 13 ayat 4. H 05 : tidak terdapat perbedaan minat mahasiswa akuntansi untuk memilih profesi akuntan publik setelah di tetapkannya undang-undang akuntan publik pasal 17 ayat 2. H a5 : terdapat perbedaan minat mahasiswa akuntansi untuk memilih profesi akuntan publik setelah di tetapkannya undang-undang akuntan publik pasal 17 ayat 2. 21
H 06 : tidak terdapat perbedaan minat mahasiswa akuntansi untuk memilih profesi akuntan publik setelah di tetapkannya undang-undang akuntan publik pasal 55, 56, dan 57. H a6 : terdapat perbedaan minat mahasiswa akuntansi untuk memilih profesi akuntan publik setelah di tetapkannya undang-undang akuntan publik pasal 55, 56, dan 57. 22