BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, Kebijakan otonomi daerah yang tertuang dalam Undang-undang

dokumen-dokumen yang mirip
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM 2014

PELAKSANAAN KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM PENENTUAN MUTASI PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL

BAB I PENDAHULUAN. pelaku aktif dari setiap aktivitas organisasi. Mereka mempunyai pikiran, perasaan, keinginan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Guna mencapai tujuan pembangunan nasional maka dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah dinyatakan tujuan nasional

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah, Rozali Hukum Kepegawaian. Jakarta: CV Rajawali. Albrow, Martin Birokrasi. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian memiliki pengertian setiap

BAB I PENDAHULUAN. permasalahannya berupa pola pikir pemerintah dalam struktur pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyelengarakan tugas pemerintahan dan pembangunan. 2

BAB I PENDAHULUAN. akselerasi pembangununan sistem kinerja yang handal. Demikian halnya. perubahan paradigma masyarakat terhadap pemerintah, menuntur

BUPATI BARITO KUALA KEPUTUSAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR / 8 /KUM/2013 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, yang diisi oleh Pegawai Negeri Sipil yang dalam tulisan ini

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB II PROFIL INSTANSI / LEMBAGA A. PROFIL BADAN KEPEGAWAIAN, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas

BAB I PENDAHULUAN. agar pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka untuk mencapai tujuan nasional diperlukan pegawai negeri

PEMERINTAH KOTA DUMAI

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini diuraikan dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 5 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Wilayah Indonesia dibagi ke dalam daerah-daerah, baik yang bersifat otonom maupun

BAB I PENDAHULUAN. teknologi, dibidang pemerintah telah terjadi perubahan yang mendasar. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut sebagai UUD 1945), Negara Indonesia. kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan.

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah salah satunya berasal dari Dana Alokasi

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG

TaH, Jum RancangaN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan pegawai negeri yang merupakan unsur aparatur negara yang. ketaatan kepada pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

profesional, bersih dan berwibawa.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN KUTAI

BAB III METODE PENELITIAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 021 TAHUN 2016 TENTANG MUTASI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999.

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

BAB III METODE PENELITIAN

B a b I I G a m b a r a n P e l a y a n a n S K P D Tugas Pokok, Fungsi dan Struktur Organisasi SKPD

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. baik propinsi, kabupaten maupun kota menggerakkan roda pemerintahan dan

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI INSPEKTORAT KABUPATEN SITUBONDO

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH

PROFIL PEGAWAI NEGERI SIPIL. TAHUN 2017 (Keadaan, 31 Desember 2016)

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang menganut sistem

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 21 Tahun 2001 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN JABATAN STAF AHLI BUPATI BULUNGAN BUPATI BULUNGAN,

PEMERINTAH KOTA DUMAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

- 5 - Pasal II Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan umum sebagai wujud dari tugas umum pemerintahan untuk. mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Birokrasi merupakan instrumen

PEMERINTAH KOTA SAMARINDA

NOMOR 54 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 97 TAHUN 2000 TENTANG FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 18 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5494);

APA ITU DAERAH OTONOM?

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT BADAN PERENCANAAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA

KAJIAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2010 TERKAIT DENGAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROPINSI Oleh : Ovie Tri Widayati*)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA TAHUN 2005 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR : 04 TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengelola suatu instansi/lembaga/perusahaan peran pegawai yang

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 109 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah suatu negara hukum yang

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30.R Tahun 2008

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2000 TENTANG PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR : 4 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dan penyelesaian yang komprehensif. Hipotesis seperti itu secara kualitatif

PERATURAN MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENERJEMAH

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Asas

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : RAILA SOLANTIKA BP

KEPUTUSAN KEPALA BAPPEDA KABUPATEN BLORA NOMOR /2033 TAHUN 2011

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal

IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KATINGAN

I. PENDAHULUAN. terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang

BPKP. Auditor. Jabatan fungsional. Perpindahan Jabatan. Perlakukan Khusus. Pengangkatan.

BAB I PENDAHULUAN. Pegawai Negeri merupakan sebuah aparatur pemerintahan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa,

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN. 4.1 Sejarah Singkat Kedudukan Tugas Pokok Dan Fungsi Badan. Badan Kepegawaian Daerah (BKD) merupakan unsur

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN PESAWARAN

MANAJEMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Dampak reformasi yang terjadi di Indonesia, ditinjau dari segi politik dan ketatanegaraan, adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak sentralistik di pemerintah pusat ke arah sistem pemerintahan yang desentralistik di pemerintah daerah. Pemerinntahan semacam ini memberikan keleluasaan kepada daerah dalam wujud otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta, prakarsa dan aspirasi masyarakat sendiri atas dasar pemerataan dan keadilan, serta sesuai dengan kondisi, potensi dan keragaman daerah. Kebijakan otonomi daerah yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan strategi baru yang membawa harapan dalam memasuki era reformasi, globalisasi serta perdagangan bebas. Hal-hal pokok yang menjiwai lahirnya undang-undang ini adalah demokratisasi, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat serta terpeliharanya nilai-nilai keanekaragaman daerah. Hal tersebut muncul oleh karena kebijakan ini dipandang sebagai jalan baru untuk menciptakan tatanan yang lebih baik dalam sebuah skema good governance dengan segala prinsip dasarnya. Dengan lahirnya Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 32

2 Tahun 2004, yang berisi tentang kewenangan Pemerintah Daerah dalam menjalankan pemerintahannya termasuk kewenangan mengenai Pemerintah Daerah mengenai manajemen kepegawaian, yang terdapat dalam Bab V Pasal 129 sampai 135. Adapun deskripsi dari isi pasal tersebut adalah manajemen pegawai negeri sipil yang meliputi penetapan formasi, pengadaan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji dan tunjangan kesejahteraan, hak dan kewajiban hukum. 1 Menurut Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, menyatakan bahwa pegawai negeri sipil adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. Perpindahan atau mutasi merupakan bagian dari pembinaan, guna memberikan pengalaman kerja, tanggung jawab dan kemampuan yang lebih besar pada pegawai. 2 Tujuan utama dari adanya mutasi PNS adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dari kinerja PNS yang bersangkutan. Selain untuk pembinaan PNS, mutasi dapat dimungkinkan terjadi karena adanya penyerderhanaan atau pengembangan suatu instansi. Pelaksanaan mutasi PNS di daerah menjadi tugas dari Badan Kepegawaian Daerah. Hal ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, khususnya dalam Pasal 34A Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1 Tjandra, W. Riawan, 2008, Hukum Administrasi Negara, Universitas Atma JayaYogyakarta, Yogyakarta, hlm. 148 2 Burhannudin A. Tayibnapis, 1995, Administrasi Kepegawaian: suatu tinjauan analitik, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 1992.

3 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Pemberian kewenangan di daerah ini bertujuan untuk meningkatkan kelancaran pelaksanaan manajeme PNS di daerah. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 itu sendiri kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 yang mulai berlaku sejak 15 Januari 2014. Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dibentuk setelah adanya otonomi daerah pada tahun 1999. BKD merupakan perangkat daerah otonom yang dibentuk oleh Kepala Daerah untuk kelancaran pelaksanaan administrasi kepegawaian di daerah, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kewenangan BKD mengatur kepegawaian mulai dari rekrutmen sampai dengan pensiun berada di kabupaten/kota. 3 Kewenangan tersebut bersumber pada delegasi atas penyerahan urusan kepegawaian kepada daerah, sehingga daerah berhak mengatur dan mengurus rumah tangga bidang kepegawaian di daerahnya. 4 Kabupaten Boyolali memiliki luas wilayah lebih kurang 101.510.0965 ha dan terbagi dalam 19 kecamatan dengan pusat pemerintahan berada di Kecamatan Boyolali. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 34A Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, dalam tatanan pemerintahan Kabupaten Boyolali dibentuk BKD yang berwenang 3 Thoha, Miftah, 2008, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi Prenada Media, Jakarta, hlm. 18. 4 Satoto, Sukamto, 2004, Pengaturan Eksistensi & Fungsi Badan Kepegawaian Negara, HK Offset, Yogyakarta, hlm. 74.

4 mengatur administrasi kepegawaian di daerah. Salah satu peran BKD Boyolali adalah mengatur pelaksanaan mutasi PNS di wilayah Kabupaten Boyolali. Pelaksanaan Mutasi PNS melibatkan PNS yang bersangkutan, BKD dan Kepala Daerah. Sebagai Pelaksana Mutasi PNS, BKD dituntut untuk profesional dalam pelaksanaan tugasnya. Dalam perkembangannya tidak sedikit kritik yang muncul terhadap pelaksanaan kewenangan Kepala Daerah dan pelaksanaan tugas BKD terutama dalam hal keadilan dan keterbukaan dalam pengambilan keputusan terhadap mutasi PNS. Mutasi di Boyolali seringkali menjadi sorotan media masa, hal ini karena seringnya Pemerintah Kabupaten Boyolali melakukan mutasi PNS di lingkungannya. Beragam pandangan masyarakat mengenai kebijakan pemerintah daerah terkait mutasi, diantaranya kentalnya pengaruh politik terhadap kebijakan mutasi. Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu diketahui bagaimanakah proses pelaksanaan penentuan mutasi PNS yang dilakukan oleh BKD. Dengan latar belakang tersebut diatas, penulis mencoba mengangkat persoalan mengenai : PELAKSANAAN KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM PENENTUAN MUTASI PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BOYOLALI.

5 J. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini : Bagaimanakah pelaksanaan kewenangan Kepala Daerah dalam penentuan mutasi Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural di lingkungan Pemerintah Kabupaten Boyolali?. K. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ditetapkan adalah untuk mengetahui pelaksanaan kewenangan Kepala Daerah dalam melakukan mutasi Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural di lingkungan Pemerintah Kabupeten Boyolali selama 3 tahun terakhir. L. Manfaat Penelitian Dalam suatu penelitian diharapkan dapat memberikan kegunaan serta manfaat terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan konsep penelitian tersebut. Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, serta ilmu hukum khususnya dalam bidang Hukum Administrasi Negara. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu tambahan referensi, masukan data ataupun literatur bagi penulisan hukum selanjutnya yang berguna bagi para pihak-pihak yang berkepentingan.

6 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan masukan kepada pengamat serta pemerhati yang tertarik terhadap masalah-masalah. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Kabupaten Boyolali dalam penentuan mutasi. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini. M. Keaslian Penelitian Berkaitan dengan usulan penelitian ini, maka dengan ini penulis membuat pernyataan bahwa permasalahan hukum mengenai PELAKSANAAN KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM PENENTUAN MUTASI PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BOYOLALI, belum pernah diteliti oleh Peneliti lain (bukan duplikasi). Jika usulan penelitian ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik atau sanksi hukum yang berlaku. Pernah ada penelitian sebelumnya mengenai judul penelitian yang diangkat oleh penulis tetapi dalam hal ini penulis akan memaparkan beberapa perbedaan sebagai berikut :

7 Pengarang Judul : Steffi Ayu Detania : Efektivitas Penempatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural Pada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Barito Utara Provinsi Kalimantan Tengah Rumusan Masalah : 1. Bagaimana efektivitas penempatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural pada Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Barito Utara Provinsi Kalimantan Tengah? 2. Faktor-faktor apakah yang digunakan oleh pejabat yang berwenang ketika menempatkan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural? Hasil Penelitian : 1. Penempatan pegawai negeri sipil dalam jabatan struktural pada Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Barito Utara Provinsi Kalimantan Tengah belum sepenuhnya dilakukan secara efektif. Pada satu sisi pelaksanaan pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan struktural pada Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Trasnmigrasi Kabupaten Barito Putra,

8 Provinsi Kalimantan Tengah telah dilaksanakan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Namun dalam kenyataan yang ada ditemukan penempatan pegawai negeri sipil dalam jabatan struktural tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan maupun keahlia. Dengan demikian sulit diharapkan penempatan seorang pegawai negeri sipil dalam jabatan struktural pada Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Trasnmigrasi Kabupaten Barito Putra, Provinsi Kalimantan Tengah akan membawa daya guna yang maksimal. 2. Faktor-faktor yang digunakan oleh pejabat yang berwenang ketika menempatkan seorang pegawai negeri sipil dalam jabatan struktural adalah sebagai berikut: a. Pangkat b. Tingkat Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) c. Daftar Penilaian Pekerjaan (DP3)

9 Disamping persyaratan yang disebutkan diatas, atasan juga memperhatikan faktor-faktor seperti: a. Senioritas b. Aspek usia c. Pendidikan dan pelatihan (Diklat) d. Pengalaman Dalam prakteknya penempatan pegawai negeri sipil dalam jabatan struktural di lingkungan Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Barito Utara Provinsi Kalimantan Tengah tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor yang disebutkan di atas melainkan juga dilihat dari tingkat kepercayaan dan loyalitas dari atasan kepada pegawai negeri sipil yang bersangkutan. Dari hasil penelitian diatas memiliki perbedaan dengan penelitian hukum yang akan diteliti oleh Penulis yaitu : 1. Hasil penelitian dari Steffi Ayu Detania lebih menekankan pada efektifitas dan faktor-faktor dalam penempatan pegawai negeri sipil dalam jabatan struktural pada Pada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Barito Utara Provinsi Kalimantan

10 Tengah sedangkan Penulis menekankan pada pelaksanaan kewenangan Kepala Daerah dalam penentuan mutasi pegawai negeri sipil dalam jabatan struktural di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Boyolali. N. Batasan Konsep 1. Pelaksanaan Pelaksanaan adalah proses, cara, perbuatan melaksanakan rancangan, keputusan dan sebagainya. 5 2. Kewenangan Kewenangan menurut Pasal 1 angka (3) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom adalah hak dan kekuasaan Pemerintah untuk menentukan atau mengambil kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. 3. Kepala Daerah Pemerintah daerah menurut Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4. Mutasi Mutasi adalah pemindahan pegawai dari satu jabatan ke jabatan lain. 6 5 Wahmuji, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Indonesia, Jakarta, hlm 627. 6 Ibid, hlm. 990.

11 5. Pegawai Negeri Sipil Pegawai Negeri Sipil menurut Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. 6. Jabatan Struktural Jabatan struktural menurut Pasal 1 angka (10) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara. 7. Pemerintah Kabupaten Boyolali Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, yang terletak antara 110 o 22-110 o 50 Bujur Timur dan 7 o 7-7 o 36 Lintang Selatan, dengan ketinggian antara 75-1500 meter diatas permukaan laut. Luas wilayahnya yaitu 1.015,07 Km2. 7 O. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris adalah penelitian yang titik fokusnya pada perilaku masyarakat hukum yang hasilnya berupa fakta sosial. Penelitian hukum empiris dalam penalarannya menggunaan penalaran induksi yaitu metode 7 http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/displayprofil.php?ia=3309, Profil Kabupaten Boyolali, Diakses tanggal 28 Oktober 2013.

12 penalaran yang ditarik dari peraturan hukum yang khusus kedalam kesimpulan hukum yang lebih umum. Penelitian hukum empiris menggunakan data primer yang digunakan sebagai data utama dan data sekunder yang berupa bahan hukum digunakan sebagai pendukung. 8. 2. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian hukum empiris adalah data primer sebagai data utama dan data sekunder sebagai data pendukung. a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden dan ataupun narasumber tentang permasalahan hukum yang diteliti. Data primer dalam penelitian ini meliputi jawaban dari responden dan narasumber atas pertanyaan yang diajukan peneliti yang berkaitan dengan permasalahan hukum yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil responden 100 PNS yang menduduki jabatan strukutral di 10 SKPD serta 3 Narasumber yaitu Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Boyolali, Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Boyolali dan Kepala Bidang Pembinaan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah kabupaten Boyolali. 8 Bambang Wahiyo, Penelitian Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm. 23.

13 b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara b. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah d. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil e. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural f. Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2003, tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil

14 Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: a. Buku-buku 1) Ali, Zainuddin, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. 2) Bambang Sunggono, 1996,Metodelogi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta. 3) D. Riant Nugroho., 2002, Otonomi Daerah, Desentralisasi Tanpa Revolusi Kajian dan Kritik Atas Kebijakan Desentralisasi di Indonesia, PT. Alex Media Komputindo, Jakarta. 4) Gie, Liang., 1989, Pertumbuhan Pemerintah Daerah Di Negara Republik Indonesia, Jidil III, Gunung Agung, Jakarta. 5) Hasibuan, Malayu S.P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi. Bumi Aksara, Jakarta. 6) Miftah Thoha. (2007). Kepemimpinan dalam Manajemen. Edisi 12, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 7) Moh. Mahfud MD, Hukum Kepegawaian Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1987. 8) Muchsen, Pengangkatan dalam Pangkat PNS, Liberty, Yogyakarta. 9) Simamora, Henry. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN, Jakarta.

15 10) Tjandra, W. Riawan. 2008. Hukum Administrasi Negara, Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta. 11) Yulianto Achmad., 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yohgyakarta b. Website 1) http://patawari.wordpress.com/2009/05/15/pengelolaan-mutasipns-antar-daerah-dalam-era-otonomi-daerah/, Pengelolaan Mutasi PNS antar Daerah dalam Era Otonomi Daerah tanggal 2 Oktober 2013 2) Kabisat, Pasya, Kemal, Pelaksanaan Promosi PNS pada Jabatan Struktural Organisasi Pemerintah di Aceh, http://kabisat1988.blogspot.com/2013/04/pelaksanaan-promosipns-pada-jabatan.html tanggal 2 Oktober 2013. 3) http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/displayprofil.php?ia=3309, Profil Kabupaten Boyolali tanggal 28 Oktober 2013. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini berupa Wahmuji, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2000, PT. Gramedia Pustaka Indonesia, Jakarta 3. Metode Pengumpulan Data a. Penelitian Lapangan (field research) Penelitian lapangan adalah penelitian untuk memperoleh data primer yang dilakukan dengan cara wawancara secara terbuka

16 menggunakan pedoman yang telah disediakan sebelumnya mengenai permasalahan yang diteliti ditujukan kepada narasumber untuk memperoleh keterangan lebih lanjut, sehingga dapat diperoleh jawaban yang kengkapdan mendalam berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Pengumpulan data dengan penelitian lapangan ini terdiri dari:: 1) Kuesioner Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data dengan cara menyebarkan atau membagikan daftar pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya oleh peniliti kepada responden, narasumber atau informan. Angket atau kuesioner bertujuan untuk mendapatkan informasi yang relean dengan tujuan penelitian memperoleh sedetail dan seakurat mungkin. 9 2) Wawancara Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. Hasil wawancara ini akan ditentukan oleh kualitas dari berbagai faktor yang saling mempengaruhi dan berkaitan satu sama lainnya. Faktor-faktor tersebut adalah pewawancara, responden atau narasumber atau informasi, daftar pertanyaan dan situasi wawancara, 10 b. Penelitian kepustakaan (library resarch) 9 Yulianto Achmad, MH., 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yohgyakarta, hlm 13. 10 Yulianto Achmad, MH., 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yohgyakarta, hlm 14.

17 Penelitian kepustakaan adalah penelitian untuk memperoleh data sekunder, dilakukan melalui studi dokumen yang berupa peraturan perundang-undangan, buku literatur, makalah, hasil penelitian, artikel dan karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan permasalaan dalam penelitian. 4. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah. 5. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan obyek pengamatan peneliti. Dalam hal ini yang menjadi obyek penelitian yaitu seluruh pegawai negeri sipil yang menduduki jabatan struktural dalam Pemerintahan Daerah di Kabupaten Boyolali. Sampel adalah sebagian dari populasi. Dalam penelitian ini akan diambil dengan cara Proportionate Stratiflied Random Sampling yaitu pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata secara proporsional, dilakukan sampling ini bila anggota heterogen (tidak sejenis). 11. 6. Responden dan Narasummber Responden adalah individu yang akan memberikan respon terhadap pertanyaan yang akan diajukan oleh peneliti. Responden ini merupakan orang atau individu yang terkait secara langsung dengan data 11 Bambang Sunggono, 1996,Metodelogi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 118

18 yang dibutuhkan 12. Responden dalam penelitian ini adalah 100 Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural yang dipilih secara acak menggunakan cara Proportionate Stratiflied Random Sampling di 10 SKPD yaitu BKD, Sekretariat DPRD, Dinas Peternakan dan Perikanan, Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga, Dinas Pekerjaan Umum dan Energi Sumber Daya Mineral, Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan, dan Kecamatan Boyolali. Narasumber adalah seseorang yang memberikan pendapat atau obyek yang kita teliti. 13 Narasumber yaitu Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Boyolali, Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Boyolali dan Kepala Bidang Pembinaan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah kabupaten Boyolali. 7. Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif. Metode analisis kualitatif adalah metode analisis dengan menggunakan ukuran kualitatif, artinya data yang diperoleh peneliti dari responden ataupun narasumber kemudian dibandingkan dengan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder untuk kemudian ditarik kesimpulan mengenai permasalahan hukum yang 12 Yulianto Achmad,., 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yohgyakarta, hlm 34. 13 Ibid, Hal. 37.

19 diteliti. Metode yang digunakan untuk menarik kesimpulan dalam penelitian hukum ini adalah metode berpikir induktif merupakan metode berpikir yang mendasarkan pada hal-hal yang bersifat khusus, untuk kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum. 14 P. Sistematika Skripsi BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Keaslian Penelitian F. Batasan Konsep G. Metode Penelitian H. Sistematika Skripsi BAB II: PEMBAHASAN E. Tinjauan tentang Kewenangan Kepala Daerah dalam Otonomi Daerah 3. Otonomi Daerah 4. Kewenangan Kepala Daerah yang Terkait dengan Kepegawaian Daerah F. Tinjauan tentang Mutasi Pegawai Negeeri Sipil dalam Jabatan Struktural 14 Ibid. Hlm. 113.

20 4. Pengertian Pegawai Negeri Sipil 5. Manajemen Pegawai Negeri Sipil 6. Mutasi Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural G. Kewenangan Kepala Daerah Dalam Penentuan Mutasi PNS dalam Jabatan Struktural di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Boyolali 1. Sejarah Kabupaten Boyolali 2. Pemerintah Kabupaten Boyolali 3. Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Boyolali 4. Kepegawaian dan Pengangkatan dalam Jabatan Struktural H. Pelaksanaan Kewenangan Kepala Daerah Dalam Penentuan Mutasi Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural 8. Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural pada Era Otonomi Daerah 9. Peran Baperjakat 10. Pembinaan dan Pengembangan Karier 11. Sistem Penyelenggaran Kepegawaian 12. Ekses Tidak Adanya Rotasi 13. Strategi Keberhasilan Kebijakan Rotasi 14. Pelaksanaan Mutasi Pegawai Negeri Sipil BAB III: PENUTUP C. Kesimpulan D. Saran

21