Konsep Defamiliarisasi pada Desain Museum Tambang Pasir Sungai Brantas

dokumen-dokumen yang mirip
Pola Fraktal sebagai Pemberi Bentuk Arsitektur Apartemen yang Menenangkan

Meng- abadi -kan Arsitektur dalam Rancangan Gedung Konser Musik Klasik Surabaya

Perancangan Perpustakaan Umum dengan Pendekatan Arsitektur Hybrid

Bentuk Analogi Seni Pertunjukan dalam Arsitektur

Fasilitas Ecomuseum Suku Dayak Kenyah Desa Pampang di Samarinda

Penerapan Metafora Paramadiwa pada Perancangan Pusat Kesenian Jawa Timur Paramadiwa Surabaya

Keselarasan antara Baru dan Lama Eks-Bioskop Indra Surabaya

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) ( X Print) G-179

Penerapan Tema Cablak pada Rancangan Rumah Budaya Betawi

BAB 6 HASIL PERANCANGAN. konsep Hibridisasi arsitektur candi zaman Isana sampai Rajasa, adalah candi jawa

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) ( X Print) G-92

Ruang Rehumanisasi: Proses Pembauran Manusia Melalui Perjalanan Ruang

BAB VI HASIL RANCANGAN. Perancangan Pusat Seni Tradisi Sunda di Ciamis Jawa Barat menggunakan

MUSEUM TRANSPORTASI DARAT DI BATU

Penerapan Konsep Tumpang Tindih Pada Rancangan Pasar Ikan Mayangan

SENTRA MEBEL SEBAGAI DESTINASI WISATA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR REGIONALISME DI JUWIRING, KLATEN

Konsep Panopticon dan Persepsi Ruang pada Rumah Bina Nusa Barong

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. lingkungan maupun keadaan lingkungan saat ini menjadi penting untuk

BAB VI HASIL RANCANGAN. wadah untuk menyimpan serta mendokumentasikan alat-alat permainan, musik,

Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Kasus: Pasar Sederhana, Bandung

BAB III METODE PERANCANGAN. seseorang pernah melakukan hal yang berkaitan dengan rancang-merancang, tentu

II. EKSPLORASI DAN PROSES RANCANG

Konsep Perancangan Kampung Baru Nelayan Kenjeran Surabaya Berbasis Potensi Wilayah

Struktur Arsitektur dalam Objek Rancang Pusat Komunitas Berperilaku Hijau Surabaya

BAB V KONSEP PERANCANGAN

KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Pendekatan Kontekstual pada Rancangan Pusat Kajian Pekembangan Islam di Komplek Makam Siti Fatimah binti Maimun, Leran, Manyar, Gresik

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

Penerapan Healing Architecture dalam Desain Rumah Sakit

Penerapan Konsep Defensible Space Pada Hunian Vertikal

BAB 3 METODE PERANCANGAN. Metode perancangan yang digunakan dalam perancangan Convention and

DAFTAR ISI BAB I... 0 PENDAHULUAN PENGERTIAN JUDUL LATAR BELAKANG Kawasan Betawi Condet Program Pemerintah

BAB VI HASIL RANCANGAN. dengan ruang-ruang produksi kerajinan rakyat khas Malang yang fungsi

Pusat Penjualan Mobil Hybrid Toyota di Surabaya

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. a. Aksesibilitas d. View g. Vegetasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KONSEP 5.1 Konsep Makro Gambar 5.1 : Sumber :

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB III METODE PERANCANGAN. Ide perancangan muncul setelah melihat potensi kebudayaan di Madura

DAFTAR ISI. i ii iii iv v. vii. xii xiii xiv vii

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

Struktur Arsitektur dalam Objek Rancang Pusat Komunitas Berperilaku Hijau Surabaya

BAB VI KONSEP PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

Fasilitas Wisata Kuliner di Surabaya

Perancangan Pusat Komunitas Tunanetra Indonesia dengan Pendekatan Indera

Konsep Tata Masa. Parkir. Green area. Green area

Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Existensi proyek

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No

UTARINA KUSMARWATI BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR DIAGRAM...

BAB VI PENERAPAN KONSEP PADA RANCANGAN. memproduksi, memamerkan dan mengadakan kegiatan atau pelayanan yang

BAB 3 METODA PERANCANGAN. Lingkup metoda penyusunan rencana Pembangunan Pusat Sains dan Teknologi di

BAGIAN 4 DISKRIPSI HASIL RANCANGAN

BAB III METODE PERANCANGAN Ruang Lingkup Penelitian Untuk Rancangan. Penelitian tentang upaya Perancangan Kembali Pasar Karangploso

APLIKASI REGIONALISME DALAM DESAIN ARSITEKTUR

Metafora Akselerasi dalam Objek Rancang Sirkuit Balap Drag Nasional

BAB IV: KONSEP PERANCANGAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

MUSEUM DIRGANTARA AR 40Z0 - TUGAS AKHIR PERANCANGAN ARSITEKTUR SEMESTER I 2007/2008. Oleh : Arvin Kustiawan

BAB III DATA DAN ANALISA

Wahana Rekreasi Edukatif Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia Di Surabaya

TAMAN BERMAIN ANAK DI BALIKPAPAN

BAB III METODE PERANCANGAN. proses merancang, disertai dengan teori-teori dan data-data yang terkait dengan

by NURI DZIHN P_ Sinkronisasi mentor: Ir. I G N Antaryama, PhD

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Hasil Perancangan Galeri Seni Dwi Matra di Batu merupakan aplikasi dari

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

RESORT DENGAN FASAILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB V KONSEP PERANCANGAN. 5.1 Konsep dasar perancanagan. 5.2 Konsep perancangan

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP. 4.1 Ide Awal

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1

Pengaruh Penataan Bangunan dan Lingkungan Terhadap Resiko Bencana Kebakaran Di Kelurahan Nyamplungan Kota Surabaya

Fungsional Versus Estetika: Inkubasi dalam Rancangan TPA

BAB V : KONSEP. 5.1 Konsep Dasar Perancangan

Meningkatkan Eksistensi Kampung melalui Arsitektur sebagai Tantangan Modernisasi Kota Surabaya

KAWASAN WISATA BETAWI DI CONDET DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR REGIONALISME

3.6. Analisa Program Kegiatan Sifat Kegiatan Konsep Rancangan Konsep Perancangan Tapak Konsep Tata Ruang 75

BAB V KONSEP PERANCANGAN UMUM

Desain Apartemen Dengan Pendekatan Edible Landscape

BAB VI DESAIN PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Letak Kabupaten Bangkalan berada pada ujung Pulau Madura bagian Barat

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN HABITAT SOSIAL

2.3.2 Data View Data Klien dan Pengguna Berdasarkan Aktifitas Kajian Restoran Sejarah dan Pengertian

3.2 Analisis Studi Kasus Analisis Transformasi Budaya Satu Tungku Tiga Batu ke dalam Tata Ruang dan Tata Massa Bangunan Analisis Tapak.

BAB VI HASIL RANCANGAN. tema Sustainable Architecture yang menerapkan tiga prinsip yaitu Environmental,

GALERI SENI UKIR BATU PUTIH. BAB I.

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG... 1

DESAIN WISATA EDUKASI BERWAWASAN LINGKUNGAN DI SURABAYA

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar yang digunakan dalam Perancangan Sekolah Seni

BAB III. Ide Rancangan. pengganti material kayu yang semakin susah diperoleh dan semakin mahal harga

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

Transkripsi:

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-206 Konsep Defamiliarisasi pada Desain Museum Tambang Pasir Sungai Brantas Septi Triana dan I Gusti Ngurah Antaryama Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: antaryama@arch.its.ac.id Abstrak Aktivitas penambangan pasir tradisional di Sungai Brantas telah menjadi bagian dari budaya yang dikenal oleh masyarakat sekitar. Meski sempat tergeser oleh adanya modernisasi peralatan penambangan pasir, teknik tradisional ini kembali digalakkan sebagai respon permasalahan hilangnya karakteristik kawasan tersebut akibat kegiatan penambangan pasir modern. Arsitektur merupakan cara untuk membentuk identitas pada suatu kawasan, salah satunya dengan menerapkan pendekatan Regionalisme Kritis yang mengacu pada masa depan perkembangan suatu kawasan. Hal-hal terkait dengan budaya tambang pasir yang telah ada dihidupkan kembali secara aktif dan dijadikan bagian dari kebudayaan universal dalam bentuk yang baru dan berbeda. Artikel ini bertujuan untuk menginterpretasi ulang nilai-nilai dalam proses penambangan pasir tradisional di Sungai Brantas. Metoda desain Precedent digunakan untuk memperoleh abstraksi dari nilai-nilai tersebut kemudian menerapkannya ke dalam obyek arsitektur. Perwujudkan konsep Defamiliarisasi telah mampu dihadirkan dalam tatanan massa dan pola sirkulasi dalam ruang pada obyek desain Museum Tambang Pasir. Kata Kunci defamiliarisasi, identitas, museum, regionalisme kritis, tambang pasir. G I. PENDAHULUAN AGASAN mengenai Defamiliarisasi dicetuskan untuk pertama kali oleh seorang teorist asal Rusia yang bernama Victor Shklovsky, pada karyanya Art as Device yang dipublikasikan pada tahun 1917. Shklovsky menyebut Defamiliarisasi sebagai ostranenie, yaitu sebuah teknik yang dapat memberikan pengamat beberapa persepsi yang lebih dengan cara tidak langsung dibandingkan dengan yang ada pada keseharian. Defamiliarisasi membuat sesuatu yang dianggap familiar menjadi aneh atau tidak familiar lagi. Hal ini juga dapat menuntun pada proses pengumpulan preseden secara lebih kritis [1]. Defamiliarisasi kemudian berkembang untuk diterapkan ke berbagai bidang. Dalam bidang arsitektur, terdapat teori Regionalisme Kritis. Pada teori ini, teknik defamiliarisasi adalah aspek utama yang membedakannya dengan gagasan regionalisme yang lainnya [2]. Menurut Levaifre dan Tzonis, tujuan utama dari regionalisme kritis adalah untuk memikirkan kembali arsitektur melalui sebuah konsep regional. Regionalisme kritis berbeda dengan regionalism pada umumnya, karena tidak mengacu pada kelompok regional tertentu maupun menentang yang lain [3]. Teknik defamiliarisasi merupakan salah satu metoda dalam usaha pengkinian arsitektur. Teknik ini tidak hanya mengajak seseorang untuk melihat ke masa lalu, namun lebih berorientasi ke masa depan. Defamiliarisasi sebagai teknik artistik yang mendorong seseorang untuk melihat hal-hal yang biasa dengan cara yang berbeda dan tidak familiar. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan persepsi tentang sesuatu yang biasa atau familiar tersebut. Dengan adanya permasalahan hilangnya karakteristik kawasan di sekitar Sungai Brantas, maka diperlukan usaha untuk membangun kembali karakter yang baru, namun harus tetap memperhatikan kebutuhan masyarakat akan bahan tambang pasir. Oleh karena itu kegiatan tambang pasir di Sungai Brantas kembali menggunakan metoda tradisional (gambar 1). Penggunaan konsep defamiliarisasi untuk merespon permasalahan tersebut berdasarkan pertimbangan mengenai kemajuan kawasan tersebut di masa mendatang. Tantangan berupa nilai universalitas pada modernisme dapat direspon dengan memperhatikan kearifan lokal. Kenneth Frampton menyebutkan bahwa regionalisme kritis adalah tentang bagaimana menjawab tantangan modern dengan kembali ke alam, serta bagaimana menghidupkan kembali sebuah kebudayaan yang telah ada sebelumnya dan menjadi bagian dari kebudayaan universal [4]. Berdasarkan permasalahan yang ada, dapat dirumuskan permasalahan desain utama adalah bagaimana mendesain sebuah fasilitas yang mampu menghidupkan kembali budaya penambangan pasir tradisional dan menjadi identitas baru bagi kawasan Sungai Brantas. Respon arsitektural yang diusulkan adalah fasilitas berupa museum yang mewakili kehidupan para penambang dan proses kegiatan penambangan pasir tradisional di area tersebut (gambar 2). Obyek museum ini juga berperan sebagai pemicu terjadinya interaksi antar-masyarakat penambang, sarana edukasi, dan penggerak pariwisata kawasan tersebut. II. METODA PERANCANGAN Metoda desain yang digunakan dalam perancangan museum tambang pasir ini adalah metoda desain Precedent: Transforming into a specific model (Kari Jormakka, Basic Design Methods). Metoda desain ini merupakan usaha untuk

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-207 menggali abstraksi dari preseden yang kemudian diterjemahkan ke dalam desain [5]. Preseden yang digunakan berupa potensi-potensi lokal. Dalam hal tradisi penambangan pasir tradisional di kawasan Sungai Brantas, preseden tersebut meliputi proses kegiatannya, artefak, dan mitologi-mitologi yang ada. Preseden tersebut kemudian dikombinasikan dengan pandangan tentang masa depan dari tradisi penambangan pasir tradisional untuk memperoleh interpretasi ulang dari nilai-nilai yang ada sesuai dengan kualitas arsitektur yang diinginkan. Reinterpretating Tradition merupakan usaha untuk menginterpretasikan kembali nilai-nilai budaya dalam idiom kontemporer [6]. Elemen-elemen tersebut tidak dihilangkan begitu saja, namun ditransformasikan melalui penyegaran kembali. Sebuah tradisi akan diteruskan kembali dengan cara mengambil makna dari budaya yang ada sebelumnya. Hal tersebut kemudian dikombinasikan dengan hal-hal lain, untuk selanjutnya ditransformasikan menjadi wujud yang baru. Apabila dikaitkan dengan konsep defamiliarisasi, maka usaha reinterpretasi tradisi ini akan memiliki hasil yang berbeda dari hal yang sebelumnya ada. Preseden utama dalam perancangan museum ini adalah tahapan proses penambangan pasir tradisional (gambar 6) [7]. Dari preseden tersebut diperoleh abstraksi berupa nilai-nilai budaya yang kemudian dikombinasikan dengan hal lain, seperti peralatan penambangan, sejarah kawasan, dan manifestasi-manifestasi lainnya. Tahap selanjutnya adalah mentransformasikan hasilhasil abstraksi tersebut ke dalam rancangan museum. Berikut adalah nilai-nilai dalam proses tambang pasir tradisional beserta hasil abstraksinya: Urutan proses penambangan pasir melalui lingkungan yang berbeda mulai dari permukaan sungai saat penambang menaiki perahu, di kedalaman sungai saat penambang menyelam untuk mengambil pasir di dasar sungai, dan di pinggiran sungai saat penambang memindahkan pasir yang telah diperoleh ke pinggir sungai. Hal ini menunjukkan adanya pembagian zona-zona yang harus dilalui saat melakukan kegiatan penambangan pasir. Terdapat beberapa titik tambang pasir di suatu kawasan, akan tetapi proses penambangan pasir hanya bisa dilakukan di satu titik sebelum akhirnya berpindah ke titik lain. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat banyak jalur untuk menambang pasir, namun masng-masing harus melalui urutan. Penambang pasir yang menyelam ke dalam sungai akan beberapa kali kembali ke permukaan untuk mengumpulkan sementara pasir yang diperoleh di perahu. Hal ini menunjukkan adanya proses yang berulang-ulang yang harus dilakukan oleh penambang saat berada di tengah sungai. Kondisi yang harus dilalui penambang saat berulang kali menyelam dan kembali ke permukaan juga menunjukkan adanya perbedaan suasana di setiap fase tersebut. III. HASIL RANCANGAN Konsep defamiliarisasi dengan metoda desain preseden ini diaplikasikan ke dalam aspek-aspek formal perancangan obyek Museum Tambang Pasir. A. Konsep Tatanan Massa dan Ruang Luar 1) Zoning Tapak Proses detail defamiliarisasi: Kegiatan penambangan pasir tradisional yang dilakukan di sungai diawali dengan para penambang yang harus menuju ke tengah sungai menaiki perahu, kemudian menyelam ke dalam sungai, dan kembali ke tepi sungai untuk mengumpulkan pasir yang telah diperoleh. Dari hal ini diperoleh abstraksi berupa zona-zona yang harus dilalui oleh penambang pasir tradisional dalam melakukan aktivitasnya, antara lain: 1. Zona Permukaan Sungai 2. Zona Kedalaman Sungai 3. Zona Pinggiran Sungai (gambar 7) Zona-zona tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam obyek rancang museum ke dalam konsep tapak dan konsep bangunan. Masing-masing zona mewakili fungsi atau kegiatan tertentu di dalam museum dengan tetap mempertahankan urutan prosesnya. Sehingga sirkulasi dalam rancangan museum ini didesain secara kontinu. Sesuai dengan hasil abstraksi preseden, pembagian zoning pada lahan ada 3, yaitu: a. Zona Permukaan Sungai, terdiri dari fasilitas berupa ruang Diorama, Teater, dan Pustaka. Selain itu juga termasuk area kedatangan seperti lobby. Zona ini diletakkan di bagian depan sebagai titik awal yang mampu menarik minat pengunjung. b. Zona Kedalaman Sungai, terdiri dari fasilitas berupa ruang Pameran tetap dan Pameran spesial. Terletak di area pusat bangunan sebagai kegiatan utama dalam obyek desain. c. Zona Pinggiran Sungai, terdiri dari fasilitas berupa ruang Workshop dan area pengumpulan pasir. Terletak di area yang dekat dengan kegiatan penambangan pasir (gambar 8). 2) Ruang Luar Selain itu, salah satu daya tarik dari obyek rancang museum ini adalah adanya kegiatan penambangan pasir di sekitar lokasi tapak. Oleh karena itu, obyek museum ini menyediakan fasilitas kegiatan yang berhubungan langsung dengan lokasi tambang pasir tersebut. Terdapat area pengumpulan pasir di sudut yang dekat dengan sungai, yang memungkinkan pengunjung untuk dapat melihat secara langsung kegiatan penambangan pasir (gambar 9). Selain itu juga terdapat area outdoor deck yang hanya menyediakan akses visual ke area tersebut (gambar 10). Potensi lain dari tapak adalah berlokasi di area sekitar aliran Sungai Brantas. Hal ini dimanfaatkan dalam menentukan arah hadap bangunan ke arah sungai untuk

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-208 Gambar 1. Kegiatan penambangan pasir tradisional di Sungai Brantas Gambar 5. Proses pemindahan pasir ke pinggiran sungai dengan peralatan sederhana Gambar 2. Desain Museum Tambang Pasir Sungai Brantas Gambar 6. Tahapan proses penambangan pasir sebagai preseden Gambar 3. Entrance Museum Tambang Pasir Sungai Brantas Gambar 4. Lokasi site Museum Tambang Pasir Sungai Brantas Gambar 7. Konsep pembagian zoning tapak

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-209 Gambar 8. Siteplan rancangan Museum Tambang Pasir Sungai Brantas Gambar 12. Konsep akses in-out pada rancangan Gambar 9. Area pengumpulan pasir pada rancangan Gambar 13. Akses masuk melalui zona permukaan sungai Gambar 10. Area outdoor deck pada rancangan Gambar 14. Akses masuk melalui zona kedalaman sungai Gambar 11. Akses utama menuju lokasi tapak Gambar 15. Akses masuk melalui zona pinggiran sungai

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-210 Gambar 16. Sirkulasi bolak-balik pada rancangan Gambar 17. Konsep perbedaan level dan suasana memperoleh view yang alami. Sedangkan salah satu permasalahan tapak adalah merupakan daerah yang rawan terjadi banjir, sehingga ketinggian lahan harus dinaikkan beberapa level mengikuti kemiringan lahan. 3) Akses Tapak Akses utama menuju tapak adalah melalui jalan Gajah Mada, atau melalui Jembatan Mojoroto terlebih dahulu jika datang dari daerah seberang sungai. Area masuk utama menuju bangunan terletak pada sisi depan yaitu dari Jalan Gajah Mada (gambar 11). B. Konsep Bangunan 1) Akses In-Out Bangunan Proses detail defamiliarisasi: Saat penambang pasir menuju ke tengah sungai, diperlukan sebuah perantara berupa perahu. Dalam suatu kawasan terdapat beberapa titik tambang pasir, namun kegiatan penambangan hanya dapat dilakukan di satu tempat sebelum akhirnya berpindah ke titik yang lain. Dari hal ini diperoleh abstraksi bahwa terdapat lebih dari satu jalur untuk menuju ke titik tambang. Wujud transformasi ke dalam desain museum adalah terdapat 3 buah akses masuk yang masing-masing mewakili zona-zona yang ada. Hal ini bertujuan agar pengunjung bisa memperoleh kesan dan pengalaman yang berbeda-beda (gambar 12). Terdapat 3 buah akses untuk keluar masuk bangunan museum ini yang masing-masing memiliki kekhasan yang dapat menuntun pengunjung untuk mengakses jalur tersebut. Pada zona permukaan, akses masuk adalah pada area kedatangan atau lobby (gambar 13). Area ini memiliki daya tarik berupa fasad yang dirancang dengan folded structure. Selain sebagai elemen struktur bentuk lipatan ini juga sekaligus sebagai selubung bangunan. Kesan yang ditimbulkan dalam area ini adalah adanya perbedaan suasana di setiap lipatan-lipatan yang terbentuk. Pada zona kedalaman, akses masuk melalui fasilitas toko souvenir yang pada lantai di atasnya terdapat ruang pameran tetap (gambar 14). Akses masuk ini dibedakan dari material yang digunakan dan ukurannya. Pada zona pinggiran, akses masuk melalui area cafetaria yang berhubungan dengan area outdoor deck dibagian atasnya (gambar 15). Setiap akses masuk ini memiliki sikuen yang berbeda-beda sehingga pengunjung tidak akan merasakan kebosanan berada di dalam obyek museum ini. 2) Sirkulasi Detail proses defamiliarisasi: Pada tahap menyelam ke dalam sungai, penambang akan berkali-kali muncul ke permukaan sungai untuk mengumpulkan sementara pasir yang diperoleh ke dalam perahu hingga penuh. Dari hal ini diperoleh abstrak bahwa penambang melakukan proses yang berulang-ulang. Hal ini ditransformasikan ke dalam desain museum dengan adanya sirkulasi dalam bangunan yang dirancang bolak-balik, namun melalui hal-hal yang berbeda. Selain itu pada satu titik, mereka dapat melihat ke berbagai area yang akan menimbulkan persepsi yang berbeda apabila mereka melihatnya dari titik yang lain (gambar 16). 3) Perbedaan Ketinggian Detail proses defamiliarisasi: Dalam setiap proses berulang-ulang yang dilakukan oleh penambang, terdapat perbedaan suasana di setiap fase yang dilakukan antara di kedalaman sungai dan di permukaan sungai. Penerapan dalam desain museum ini adalah adanya

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-211 ruang-ruang yang bersifat tertutup, terbuka, dan semi-terbuka dengan konfigurasi yang bergantian untuk memberikan perbedaan suasana. Selain itu ketinggian masing-masing ruang di setiap lantai juga dibuat berbeda untuk memunculkan persepsi yang lebih bagi pengunjung saat berada di suatu ruang (gambar 17). 4) Fasad Bangunan Konsep fasad yang ditampilkan menyesuaikan dengan kondisi iklim mikro tapak sebagai salah satu wujud apresiasi lokalitas. Bentuk lipatan pada atap menciptakan banyak jurai yang berguna pada saat musim penghujan. Penambahan material kaca pada beberapa titik berfungsi untuk memasukkan cahaya matahari ke dalam banguanan sehingga kebutuhan energi listrik untuk pencahayaan menjadi berkurang. Kesan yang ingin dihadirkan adalah perpaduan antara ekspresi tradisional dan modern. Kombinasi penggunaan material tradisional seperti kayu dan batu-batu kali dengan material modern seperti beton dan baja akan membuat pengunjung memperoleh kesan lokal dan tradisional namun tetap merasakan kehadiran unsur modern. [5] Jormakka, Kari (2008). Basics Design Methods. Berlin: Birkhauser Architecture. [6] Beng, Tan Hock dan Lim, William (1998). Contemporary Vernacular: Evoking Traditions in Asian Architecture. Select Book. Singapura. [7] Iriani, Diniyya (2013). Analisis Manfaat dan Dampak Negatif Penambangan Pasir Ilegal di Sungai Brantas Kelurahan Semampir Kota Kediri. Undergraduate Theses of Institut Pertanian Bogor. IV. KESIMPULAN Nilai-nilai yang diinterpretasikan kembali dalam budaya tambang pasir ini memuat ciri-ciri khas yang mewakili kehidupan dari masyarakat penambang pasir tradisional. Dengan menerapkan teknik defamiliarisasi, budaya penambangan pasir di Sungai Brantas telah berhasil dihadirkan kembali pada obyek desain Museum Tambang Pasir. Aspek-aspek desain yang memperlihatkan hal tersebut adalah tatanan massa yang berdasarkan pembagian zonazona penambangan pasir, serta pola sirkulasi bolak-balik dalam ruangan yang menunjukkan adanya perbedaan ketinggian dan suasana. Segala program aktivitas yang dilakukan dalam museum ini memiliki orientasi maupun kaitan latar belakang dengan Sungai Brantas. Sehingga dengan adanya obyek rancang museum ini, terbentuklah citra baru bagi kawasan tersebut. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Pedidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas dukungan finansial yang telah diberikan melalui Beasiswa Bidik Misi tahun 2012-2016. DAFTAR PUSTAKA [1] Zarzar, Karina Moraes. 2011. The Role of Identity in Critical Regionalism. (Diakses pada tanggal 23 Oktober 2015. http://karinazarzar.blogspot.co.id/2011/03/role of identity-16.html ) [2] Jencks, Charles dan Karl Kropf (1997). Theories and Manifestos of Contemporary Architecture. London: Academy Editions. [3] Tzonis, Alexander dan Liane Lefaivre (2003). Critical Regionalism, Architecture and Identity in a Globalized World. Prestel. New York. [4] Frampton, Kenneth (1983). Towards a Critical Regionalism, Six Points for an Architecture of Resistance dalam esai Postmodern Culture, The Anti- Aesthetic (1983) diedit oleh Hal Foster. Seattle: Bay Press.