BAB I PENDAHULUAN MUSEUM PALEONTOLOGI PATIAYAM

dokumen-dokumen yang mirip
MUSEUM PALEONTOLOGI PATIAYAM DI KUDUS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1.1

Gambar 1. 1 : Keindahan Panorama Bawah Laut Pulau Biawak

LP3A TA PERIODE 127/49 TERMINAL BUS TIPE A DI KABUPATEN DEMAK BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Jumlah Pendaftar SMK se-kota Semarang Tahun No Tahun Ajaran Pendaftar Diterima

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN CITY HOTEL DI MEDAN

PERPUSTAKAAN HIBRIDA DI KOTA BOGOR TA 127

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN [TYPE HERE] [TYPE HERE]

KOMPLEK GALERI SENI LUKIS di DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SOLO FINE ART SPACE BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sumber:

BAB I PENDAHULUAN TUGAS AKHIR 135. LP3A - Beachwalk Mall di Tanjung Pandan, Belitung

APARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN BUMI PERKEMAHAN PENGGARON KABUPATEN SEMARANG

BAB I LATAR BELAKANG 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan Terminal Penumpang Bandar Udara Internasional Ahmad Yani Semarang Hans Dian Sintong

Tugas Akhir Periode 135 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN NAMA RS JENIS KELAS ALAMAT JUMLAH TEMPAT TIDUR. Belum ditetapkan TOTAL 596. Sumber:

BAB I PENDAHULUAN PENGEMBANGAN FISIK BANGUNAN TPI JUWANA 1.1. LATAR BELAKANG

KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATRA BARAT BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SEASIDE HOTEL DI JEPARA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bontang terletak 150 km di utara Samarinda. Dengan wilayah yang relatif kecil dibandingkan kabupaten

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Waterpark di Kawasan Rawa Pening Kab. Semarang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan transportasi meningkat dengan pesat sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada, saat ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kereta api merupakan salah satu alat transportasi darat antar kota yang diminati oleh seluruh lapisan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Institut Seni Indonesia di Semarang

KANTOR DINAS KESEHATAN KABUPATEN KUDUS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. diakes pada tanggal 24 April 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penekanan Desain Arsitektur Ekologis

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

CLUB HOUSE Di kawasan perumahan kompleks VI PKT Bontang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Tujuan dan Sasaran

BAB I PENDAHULUAN. Sasaran yang hendak dicapai dengan adanya Wedding Hall ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN 1 PAUD DAN SD ALAM DI SEMARANG TUGAS AKHIR 115 ALIZA MELINDA (L2B ) 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gigih Juangdita

RELOKASI SEKOLAH DASAR ISLAM PANGERAN DIPONEGORO SEMARANG

RUMAH SUSUN MILIK DI JAKARTA DENGAN PENENKANAN DESAIN MODERN-GREEN Sevi Maulani, 2014 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Redesain Kantor Bupati Kabupaten Sukoharjo BAB I PENDAHULUAN

PELABUHAN PERIKANAN PANTAI REMBANG

PERPUSTAKAAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TA 115

BAB I PENDAHULUAN. Hotel Bisnis Bintang 4 di Kota Jambi. Rahma Mastovani_ L2B008122

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan pertumbuhan perekonomian akan turut meningkatkan peranan sektor transportasi dalam menunjang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 JUDUL Menganti Resort Hotel

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

L2B Ahmad Farid R Museum Armada TNI AngkatanLaut Surabaya 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( LP3A ) SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN FARMING DI PATI. Diajukan Oleh : Risdiana Fatimah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2

BAB I PENDAHULUAN GEDUNG SENI PERTUNJUKAN DI SEMARANG LP3A TUGAS AKHIR 138

BAB I PENDAHULUAN. LP3A Teater Universitas Diponegoro, Semarang. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang Tahun 2013

TSUNAMI MEMORIAL PARK BANDA ACEH - NAD BAB I PENDAHULUAN

Curug Sewu Hotel and Resort Kabupaten Kendal BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KOMPLEK GEDUNG KESENIAN SOETEDJA PURWOKERTO

MUSEUM ASTRONOMI DI SEMARANG Dengan Penekanan Desain RICHARD MEIER

BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TOKO BUKU DENGAN RUANG PAMER DI KOTA CIREBON

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sejarah panjang peradaban dan kebudayaan manusia. Jejak jejak manusia purba dan peradabannya yang ditemukan dari lapisan pleistosen terdapat di berbagai tempat di Pulau Jawa. Daerah Patiayam di wilayah Kudus merupakan salah satu situs terlengkap, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya manusia purba (Homo erectus), fauna vertebrata dan fauna invertabrata. Terdapat pula alat-alat batu manusia dari hasil budaya manusia purba.penemuan fosil manusia purba banyak dilakukan oleh para ahli. Karena di lokasi ini ditemukan fosil manusia purba, maka situs Patiayam tercatat sebagai salah satu situs hominid (manusia purba) di Indonesia (Bappeda, 2007 : 1) Penelitian manusia purba, kehidupannya, serta lingkungannya sangat penting bagi ilmu pengetahuan ditinjau dari sudut Paleontologi. Situs purba Patiayam memiliki persamaan dengan situs purba Sangiran, Trinil, Mojokerto, dan Nganjuk. Keunggulan komparatif situs Patiayam adalah fosilnya yang utuh dikarenakan peimbunan adalah abu vulkanik halus dan pembentukan fosil berlangsung baik. Di sekitarannya tidak terdapat sungai besar sehingga fosil ini tidak pindah lokasi karena erosi. Keadaan ini berbeda dengan situs purbakala lainnya dimana fosil ditemukan pada endapan sungai. (Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/situs_purbakala_patiayam, diakses tanggal 25 Oktober 2014). Daerah Patiayam adalah desa biasa yang tidak memiliki keistimewaan tanpa temuan fosil manusia purba dan fosil fosil lain. Dengan ditemukannya fosil manusia purba dan fosil fosil lain, daerah Patiayam tidak hanya akan terkenal di Jawa tengah namun juga akan dikenal di Indonesia. Situs Patiayam merupakan salah satu situs manusia purba yang berlangsung kala Pleistosen yaitu antara 10.000 sampai 1.000.000 tahun yang lalu. Indikasi adanya kehidupan manusia beserta fauna pada masa itu setelah diperoleh fosil fosil sisa bagian tubuhnya. Situs ini telah mendapat perhatian ilmuwan pada jaman penjajahan, sejak keberhasilan Eugene Dubois menemukan fosil Pithecantropus erectus di Trinil, Ngawi, Jawa Timur serta merta para ahli megadakan eksplorasi ke daerah daerah termasuk Patiayam. Pada tahun 1857,tersebut nama F.W. Junghuhn, de Winter,dan pelukis naturalis Raden Saleh pernah ke Patiayam untuk menggali mencari fosil. Usaha mereka kurang berhasil karena lahan situs masih tertutup oleh hutan sehingga sulit menemukan fosil. Diperoleh beberapa fosil fauna hasil penggalian, karena heran kemudian masyarakat setempat mengenal fosil dengan sebutan balung buto (dalam bahasa Jawa diartikan sebagai tulang raksasa). Penelitian oleh bangsa sendiri di Patiayam dapat ditemukan jejak purba yang penting. Penemuan hominid situs Patiayam adalah sebuah pre molar dan tiga buah fragmen atap tengkorak Homo Erectus yang ditemukan oleh Sartono dan Y Zaiim pada tahun 1979. Fosil tersebut ditemukan pada seri Stratigrafi yang terdiri atas endapan laut di bagian bawah, dan endapan continental yang merupakan hasil aktivitas Gunung Muria,di bagian atas. Di atas salah satu bukitnya, Gunung Slumprit, terdapat endapan vulkano sedimenter berupa konkresi bresi vulkanik yang diikuti oleh pengendapan puluhan meter pasir dan lempung tufaan, yang berkaitan dengan pusat erupsi Patiayam dan Gunung Muria. Kini Patiayam telah menunjukkan hasil peninggalan kala Pleistosen yang lengkap sebagaimana situs lainnya seperti Sangiran, Ngandong, Trinil, dan lainnya. 1

Tiga data penting kehidupan kala Pleistosen di Patiayam antara lain sisa homnid (Homo erectus), sisa lingkungan purba (fosil fosil vertebrata dan avertebrata), dan data budaya (alat batu/litik). (Sumber : Museum Patiayam, Kudus) Mengingat potensi Patiayam dalam bidang ilmu pengetahuan dan melihat keadaan museum yang telah ada, maka untuk mewujudkan Hakikat Museum yang sesungguhnya diperlukan fungsi dan peranan museum Patiayam ini, agar dapat menjalankan fungsi museum dengan sebaik-baiknya. Balai Arkeologi Yogyakarta dan Forum Pelestari Situs Patiayam menilai fasilitas penyimpanan fosil di Situs Patiayam, Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, kurang memadai. Mereka berharap fosil itu disimpan di museum yang sebenarnya.(sumber : http://regional.kompas.com/read/2012/02/14/1115242/patiayam.membutuhkan.museum, diakses tanggal : 10 Januari 2015). Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta Siswanto menambahkan, nilai edukasi Situs Patiayam sangat tinggi dan tidak kalah dengan Situs Sangiran, Sragen. Di situs itu banyak ditemukan fosil-fosil hewan purba, baik yang hidup di darat maupun laut, serta manusia purba. Lokasinya juga sangat strategis, berdekatan dengan jalan pantai utara Kudus-Pati, sehingga berpeluang menarik minat pengunjung. "Selain itu, museum dapat mendukung pengembangan edukasi tentang zaman purba lintas generasi," kata Siswanto. Pendirian museum di Patiayam ini ternyata sejalan dengan perhatian Pemerintah terhadap potensi Patiayam yang sejak 22 September 2005 situs Patiayam ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan surat keputusan Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Provinsi Jawa Tengah nomor 988/102.SP/BP3/P.IX/2005, dimana letak zona inti situs Patiayam adalah tanah milik Perhutani petak 21C (Bappeda 2007 : 1-3). Dengan adanya penetapan tersebut, maka hal itu merupakan suatu titik awal bagi pengembangan dan peningkatan museum Patiayam. Rencana pendirian museum yang menampilkan berbagai koleksi dari situs Patiayam yang terletak di Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kudus optimis tetap direalisasikan. Hanya saja menunggu proses mekanisme yang sedang berjalan sebab saat ini masih menunggu proses pengajuan ijin dari pusat selesai.(sumber:http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news_muria/2014/03/24/19573 5/Pendirian-Museum-Purbakala-Patiayam-Optimistis-Direalisasikan, diakses tanggal : 25 Oktober 2014). Museum Patiayam merupakan museum lapangan dengan persyaratan koleksi koleksi yang diutamakan di lapangan setempat. Sesuai dengan kenyataan hasil fosil temuan dan penelitian ditemukan beberapa kelompok fosil manusia purba, fauna vertebrata dan invetebrata di situs Patiayam, maka lokasi museum yang sesuai adalah di daerah Cagar Budaya Patiayam yang koleksi koleksinya kebanyakan dari lapangan setempat.dari museum lapangan Daerah Patiayam, diharapkan dapat berkembang menjadi museum yang lebih representative dengan laboratorium dan fasilitas penunjang lainnya, mengingat masih diperlukannya sebuah museum khusus yang menangani dan mengamankan fosil-fosil dari peninggalan kehidupan jaman prasejarah. 1.2 Tujuan dan Sasaran 1.2.1. Tujuan a. Mengumpulkan, merawat, meneliti, mencatat, dan memamerkan benda benda yang bernilai tinggi. b. Melindungi keselamatan objek objek bersejarah yang bernilai sebagai peninggalan dan warisan leluhur. 2

c. Meningkatkan perhatian masyarakat terhadap potensi Patiayam, Kudus d. Menunjang penyelamatan dan pelestarian fosil-fosil yang belum ditemukan atau masih terpendam. e. Sebagai penunjang pariwisata Indonesia pada umumnya dan Jawa Tengah pada khususnya. 1.2.2. Sasaran Sinopsis ini akan menjadi landasan dalam tersusunnya usulan pokok dasar dalam perencanaan dan perancangan Museum Patiayam di Kudus berdasarkan aspek-aspek panduan perencanaan dan perancangan sebagai acuan dalam penyusunan Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur 1.3 Manfaat 1.3.1. Secara Subjektif a. Sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mengikuti Tugas Akhir di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. b. Sebagai dasar dalam penyusunan Laporan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (LP3A) sebagai salah satu bagian dalam proses Tugas Akhir. 1.3.2. Secara Objektif a. Sebagai sumbangan ilmu dan pengetahuan arsitektur terkait dengan bangunan museum khususnya bangunan Museum Purbakala. b. Dapat digunakan sebagai tambahan referensi pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa/i yang akan mengajukan proposal Tugas Akhir. 1.4 Ruang Lingkup Pembahasan ditekanan pada aspek-aspek perencanaan dan perancangan arsitektur untuk Museum Patiayam di Kudus dan pembahasan dalam bidang non arsitektur dimaksudkan untuk mempertajam dan melengkapi pembahasan utama. 1.4.1. Ruang Lingkup Subtansial Ruang lingkup perencanaan dan perancangan Museum Patiayam adalah bangunan masa tunggal dimana bangunan ini memiliki fungsi utama sebagai tempat mengumpulkan, merawat, meneliti, mencatat, dan memamerkan benda benda yang bernilai tinggi yang ditujukan bagi peneliti ataupun masyarakat umum dengan menggunakan pendekatan terhadap aspek-aspek perencanaan dan perancangan Arsitektur yaitu aspek kontekstual, aspek fungsional, aspek arsitektural, aspek struktur dan kinerja. 1.4.2. Ruang Lingkup Spasial Museum Patiayam berlokasi di Dukuh Patiayam, Desa Terban, Kecamatan Jekulo, dimana secara administratif berada di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. 1.5 Metode Pembahasan Metode pembahasan yang digunakan dalam penyusunan sinopsis Museum Patiayam ini adalah metode deskriptif,dokumentatif dan komparatif dimana penyusunan dilakukan dengan mengumpulkan data, menjelaskan dan menjabarkan terhadap informasi terkait perencanaan dan 3

perancangan Museum Patiayam di Kudus serta dokumentasi di lapangan dan sumber-sumber terkait yang dapat di pertanggung jawabkan. Langkah-langkah yang diambil dalam pengumpulan data adalah : 1.5.1. Metode Deskriptif Metode deksriptif menitikberatkan pada penjabaran serta pemaparan terkait dengan perencanaan Museum Patiayam. Dilakukan dengan studi pustaka, studi referensi sebagai sumber informasi terhadap perencanaan Museum Patiayam dan dari berbagai sumber tertulis lainnya yang relevan dan dapat dipertanggung jawabkan serta wawancara mendalam untuk memperoleh pemahaman serta menemukan permasalahan dari berbagai narasumber. 1.5.2. Metode Dokumentatif Mendokumentasikan berbagai kegiatan yang terkait dengan proses perencanaan Museum Patiayam seperti survey lapangan. 1.5.3. Metode Komparatif Sebagai salah satu bentuk pengumpulan data primer memerlukan penggunaan metode komparatif atau membandingkan. Studi banding lokasi serta hal-hal lainnya yang terkait dengan permasalahan perencanaan Museum Patiayam tersebut. 1.6 Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan yang pada Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (LP3A) akan diurutkan sebagai berikut : Bab I PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang, tujuan dan sasaran, manfaat, lingkup pembahasan, metode pembahasan dan sistematika pembahasan. Bab II TINJAUAN PUSTAKA Membahas tinjauan pustaka dan kajian mengenai Museum Patiayam, penekanan desain, dan hal-hal yang terkait dengan perencanaan Museum Patiayam di Kudus. Bab III TINJAUAN LOKASI Berisi tinjauan umum lokasi di Kota Kudus berupa keadaan geografis, topografi dan klimatologis, gambaran umum, potensi, peranan, fungsi maupun hambatan, serta hal hal yang terkait dengan rencana tapak Museum Patiayam. Bab IV PENDEKATAN PROGRAM PERENCANAAN dan PERANCANGAN MUSEUM PALEONTOLOGI PATIAYAM Berisi pendekatan pendekatan Aspek Fungsional, Aspek Kontekstual, Aspek Kinerja, Aspek Teknis, dan Pendekatan Aspek Visual Arsitektural Bab V PROGRAM PERENCANAAN dan PERANCANGAN MUSEUM PALEONTOLOGI PATIAYAM Berisi program dasar perencanaan, yaitu program ruang dari Museum Paleontologi Patiayam dan Tapak yang terpilih serta Program dasar perancangan yang mejabarkan Aspek Kinerja, Aspek Teknis, dan Aspek Visual Arsitektural 4

MUSEUM PATIAYAM 1.7 Alur Pikir LATAR BELAKANG AKTUALITAS Rencana Dinas pariwisata dan Kebudayaan Kudus untuk mendirikan museum purbakala Patiayam (suaramerdeka.com) Berbagai temuan fosil berhasil ditemukan sejak tahun 1979 sampai dengan sekarang. Para peneliti yang selalu mengakses Patiayam sebagai tempat penelitian (Museum Patiayam, 2014). Wisatawan pengunjung museum yang selalu meningkat setiap tahunnya (Museum Patiayam, 2014). URGENSI Kapasitas ruang untuk saat ini masih belum mencukupi untuk menampung kegiatan dan fosil fosil temuan dari situs Patiayam. ORIGINALITAS Perencanaan dan Perancangan sebuah Museum di Situs Patiayam yang akan dapat mengakomodasi kepentingan pengumpulan, perawatan, penelitian, pencatatan, dan memamerkan fosil - fosil yang bernilai tinggi. TUJUAN Memperoleh satu usulan judul Tugas Akhir yang Jelas dan layak, dengan suatu penekanan desain yang spesifik sesuai dengan originalitas/ karakter judul dan citra yang dikehendaki atas judul yang diajukan. Tujuan yang lain untuk mengungkapkan dan merumuskan masalah-masalah yang berkaitan dengan perencanaan dan perancangan Museum Patiayam di Kudus. SASARAN Tersusunnya usulan langkah-langkah pokok proses (dasar) perencanaan dan perancangan Museum Patiayam di Kudus berdasarkan atas aspek-aspek panduan perancangan (design guide lines aspect). TINJAUAN TINJAUAN UMUM/ STUDI LAPANGAN Tinjauan Kab. Kudus Tinjauan Museum Patiayam di Kudus TINJAUAN PUSTAKA Berupa landasan teori, standart perancangan, kebijaksanaan perencanaan dan perancangan. (browsing internet dan studi literatur) PERENCANAAN Museum Patiayam di Kudus Pelaku dan aktivitas, hubungan ruang, persyaratan ruang, struktur bangunan, utilitas bangunan, filosofi atau penekanan desain, data tapak. DATA ANALISA Pendekatan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur yang mengacu pada aspek - aspek kontekstual, fungsional, arsitektural, teknis, dan kinerja. STUDI BANDING Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Krikilan, Klaster Ngebung, Klaster Dayu, Klaster Bukuran, dan Klaster Manyarejo PERANCANGAN Pengguna Aktivitas Kebutuhan ruang Fasilitas Sarana dan prasarana Kapasitas Program ruang F E E D B A C K HASIL Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (LP3A) Museum Patiayam di Kudus 5

MUSEUM PATIAYAM 6