WALIKOTA SURAKARTA PERATURANDAERAHKOTASURAKARTA NOMOR 8 TAHUN2012 TENTANG PENANAMANMODAL DENGAN RAHMATTUHANYANGMAHAESA WALIKOTASURAKARTA,

dokumen-dokumen yang mirip
WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA,

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

WALIKOTA BUKITTINGGI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN

BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR,

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANJAR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

7. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republi

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

BUPATI ENDE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENDE NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN,

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BATANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL

URAIAN RUPMD BAB I PENDAHULUAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN TENTANG

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

Transkripsi:

WALIKOTA SURAKARTA PERATURANDAERAHKOTASURAKARTA NOMOR 8 TAHUN2012 TENTANG PENANAMANMODAL DENGAN RAHMATTUHANYANGMAHAESA WALIKOTASURAKARTA, Menimbang Mengingat a. bahwa penanaman modal merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan daerah dan penciptaan lapangan kerja guna meningkatkan kesejahteraan rakyat; b. bahwa dengan telah diundangkannya Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Kota Surakarta mempunyai kewenangan di bidang penanaman modal; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penanaman Modal; 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 45); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun...

- 2 - Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1986 tentang Jangka Waktu Izin Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3335); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4812) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5261); 12. Peraturan...

- 3-12. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4854); 14. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria Dan Persyaratan Bidang Usaha Tertutup Dan Bidang Usaha Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal; 15. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di Bidang Penanaman Modal; 16. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal; 17. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2012 tentang Rencana Umum Penanaman Modal; 18. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 7 Tahun 2010 tentang Penanaman Modal Di Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 Nomor 7); 19. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Urusan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2008 Nomor 4); 20. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2008 Nomor 6) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 14 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2011 Nomor 14); 21. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2012 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kota Surakarta Nomor 1); Dengan...

-4 - Dengan Persetujuan Bersama DEWANPERWAKILANRAKYATDAERAHKOTASURAKARTA dan WALIKOTASURAKARTA MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURANDAERAHTENTANGPENANAMANMODAL BAB I KETENTUANUMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Daerah adalah Kota Surakarta. 3. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 4. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 5. Walikota adalah Walikota Surakarta. 6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surakarta. 7. Badan adalah Badan Penanaman Modal Dan Perizinan Terpadu Daerah yang mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu. 8. Modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis. 9. Modal Dalam Negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum. 10. Modal Asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dani atau badan hukum Indonesia yang...

- 5 - yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. 11. Penanam Modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing. 12. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Daerah. 13. Penanam Modal Dalam Negeri yang selanjutanya disebut PMDN adalah perseorangan warga Negara Indonesia, badan usaha Indonesia, Negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah Daerah. 14. Penanam Modal Asing yang selanjutnya disebut PMAadalah perseorangan warga Negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah Daerah. 15. Izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Daerah atau peraturan perundang-undangan lainnya yang merupakan bukti legalitas menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. 16. Izin Usaha Penanaman Modal adalah izin usaha untuk melakukan kegiatan usaha. 17. Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk melakukan penanaman modal yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 18. Non Perizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal dan informasi mengenai penanaman modal, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 19. Laporan Kegiatan Penanaman Modal adalah laporan berkala yang berkaitan dengan perkembangan perusahaan penanaman modal. 20. Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat PTSP adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat. 21. Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik yang selanjutnya disingkat SPIPISE adalah sistem pelayanan perizinan dan nonperizinan yang terintegrasi antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah. BAB II...

-6- BABII ASAS, TUJUAN, DANSASARAN Bagian Kesatu Asas Pasal 2 Penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas: a. Kepastian hukum; b. Keterbukaan; c. Akuntabilitas; d. Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal penanam modal; e. Kebersamaan; f. Efisiensi berkeadilan; g. Berkelanjutan; h. Berwawasan lingkungan; i. Kemandirian; dan j. Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi daerah. Bagian Kedua Tujuan Pasal 3 Penyelenggaraan penanaman modal bertujuan: a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi Daerah; b. Menciptakan lapangan kerja di Daerah; c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha Daerah; e. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi Daerah; f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan; g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun luar negeri; h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bagian Ketiga Sasaran Pasal 4 Sasaran penanaman modal: a. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Daerah; b. Meningkatnya lapangan kerja di Daerah; c. Meningkatnya pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; d. Meningkatnya kemampuan daya saing dunia usaha Daerah; e. Meningkatnya kapasitas dan kemampuan teknologi Daerah; f. Berkembangnya ekonomi kerakyatan; g. Terwujudnya...

-7- g. Terwujudnya pengolahan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam maupun luar negeri;dan h. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat. BAB III KEBIJAKANDASARPENANAMANMODAL Bagian Kesatu Kebijakan Pasal 5 (1) Kebijakan dasar penanaman modal meliputi: a. Promosi penanaman modal; b. Kemudahan pelayanan; c. Perlakuan yang sama bagi PMDN dan PMA dengan memperhatikan kepentingan masyarakat; d.pengembangan dan perlindungan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi;dan e. Ketenagakerjaan. (2) Kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk Rencana Umum Penanaman Modal. (3) Rencana Umum Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Walikota. Bagian Kedua Promosi Pasa16 (1) Promosi penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dilakukan di dalam negeri dan luar negeri (2) Promosi penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan dan/atau bekerjasama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, dan/atau Lembaga non pemerintah yang bergerak dibidang promosi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai promosi penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. Bagian Ketiga Kemudahan Pelayanan Pasal 7 Pemerintah Daerah memberikan kemudahan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) hurufb dibidang: a. Informasi bidang usaha b. Izin prinsip penanaman modal c. Izin usaha d. Non perizinan...

- 8 - d. Non perizinan e. Izin perluasan Bagian Keempat Perlakuan yang sama bagi PMDN dan PMA Pasal 8 Pemerintah Daerah memberikan perlakuan yang sama terhadap PMDN dan PMA. Bagian Kelima Pengembangan dan perlindungan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi. Pasal 9 Kebijakan dasar pengembangan dan perlindungan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d dilakukan melalui: a. Penetapan syarat tentang bidang usaha penanaman modal dibidang Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi; b. Penetapan bidang Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi yang di persyaratkan dengan pola kemitraan;dan c. Penetapan bidang usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi yang dipersyaratkan dengan kepemilikan modal; Bagian Keenam Ketenagakerjaan Pasal 10 Kebijakan dasar dibidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e dilakukan melalui: a. Menggunakan tenaga kerja daerah sesuai dengan kemampuan dibidang usaha yang dibutuhkan; b. Meningkatkan kompetensi tenaga kerja daerah melalui pelatihan kerja;dan c. Melakukan alih teknologi melalui pelatihan apabila disamping tenaga kerja daerah terdapat tenaga kerja asing. BABIV BIDANGUSAHADANLOKASIPENANAMANMODAL Bagian Kesatu Bidang Usaha Pasal 11 (1) Bidang usaha bagi penanaman modal meliputi: a. Sektor pendidikan; b. Sektor kesehatan; c. Sektor pertanian; d. Sektor perdagangan dan jasa; e. Sektor industri, industri kecil dan kerajinan; f. Sektor...

-9 - f. Sektor kebudayaan dan pariwisata; g. Sektor perhubungan; h. Sektor komunikasi dan informatika; I. Sektor keuangan;dan j. Sektor pekerjaan umum. (2) Penanaman Modal dibidang usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk kepemilikan modal atau saham. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian bidang usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan besarnya kepemilikan modal dalam negeri. dan modal asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Walikota. Bagian Kedua Lokasi Pasal 12 Pemerintah Daerah menetapkan lokasi penanaman modal berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah di kawasan budidaya dan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah. BABV JANGKAWAKTUPENANAMANMODAL Pasal 13 Jangka waktu penanaman modal ditetapkan paling lama 30 tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi secara komersial, dan dapat diperpanjang. BABVI PERIZINANDANPELAYANANPERIZINAN Bagian Kesatu Perizinan Pasal 14 (1) Setiap penanam modal yang menanamkan modalnya di Daerah wajib memiliki Izin penanaman modal dari Walikota (2) Izin Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari : a. Izin prinsip penanaman modal; b. Izin usaha. (3)Segala bentuk perubahan 1zm sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendapatkan izin perubahan dari Walikota. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan persyaratan untuk mendapatkan izin dan/atau izin perubahan serta format izin prinsip...

- 10 - prinsip penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Walikota. Bagian Kedua Pelayanan Perizinan Pasal 15 (1) Perizinan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2) huruf a diterbitkan berdasarkan permohonan. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan secara manual atau elektronik kepada Badan. BABVII HAK, KEWAJIBANDANTANGGUNGJAWAB Bagian Kesatu Hak Pasal 16 Setiap penanam modal berhak mendapatkan: a. Kepastian hukum dan perlindungan; b. Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya; c. Pelayanan, kemudahan dan fasilitas penanaman modal. Bagian Kedua Kewajiban Pasal 17 Setiap penanam modal berkewajiban: a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b. Melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan; c. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; d. Mengutamakan tenaga kerja Daerah; e. Meningkatkan kompetensi tenaga kerja Daerah melalui pelatihan kerja; f. Menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja Daerah bila menggunakan tenaga kerja asing; g. Membuat dan menyampaikan Laporan Kegiatan Penanaman Modal; h. Mendukung pemberdayaan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi;dan I. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Tanggung Jawab Pasal 18 Setiap penanam modal bertanggung jawab: a. Menjamin...

- 11 - a. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktek monopoli, dan hal lain yang merugikan daerah; c. Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; d. Menjaga kelestarian lingkungan hidup; e. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak; f. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. FASILITAS BAB VlII DAN KEMUDAHAN Pasal 19 (1) Pemerintah Daerah dapat memberikan fasilitas kepada Penanam Modal berupa pengurangan, keringanan atau pembebasan pajak daerah dani atau retribusi daerah. (2) Pemerintah Daerah dapat memberikan kemudahan kepada Penanam Modal berupa: a. Penyediaan data dan informasi peluang penanaman modal; b. Penyediaan sarana dan prasarana; c. Penyediaan lahan atau lokasi; d. Pemberian bantuan teknis; e. Percepatan pemberian perizinan. (3) Penanam modal yang dapat memperoleh fasilitas dan kemudahan adalah yang memiliki kantor pusat dani atau kantor cabang di Daerah dan sekurang-kurangnya memenuhi salah satu dari kriteria sebagai berikut: a. Memberikan konstribusi bagi peningkatan pendapatan masyarakat; b. Menyerap banyak tenaga kerja lokal; c. Menggunakan sebagian besar sumber daya lokal; d. Memberikan konstribusi bagi peningkatan pelayanan publik; e. Memberikan konstribusi dalam peningkatan produk domestik regional bruto; f. Menjaga dan mempertahankan lingkungan yang berkelanjutan; g. Menjadi skala prioritas tinggi daerah; h. Membangun infrastruktur untuk kepentingan publik; I. Melakukan alih teknologi; J. Merupakan industri pionir; k. Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi; 1. Melakukan kemitraan atau kerjasama dengan usaha mikro, kecil, atau koperasi; m. Menggunakan barang modal, mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian fasilitas dan kemudahan kepada penanam modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB IX...

- 12 - BABIX PENGENDALIANPENANAMANMODAL Pasal 20 (1) Pengendalian pelaksanaan penanaman modal dilakukan oleh Badan melalui pemantauan, pembinaan, dan pengawasan sesuai hak, kewajiban dan tanggung jawab penanam modal. (2)Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui data perkembangan realisasi penanaman modal, informasi masalah dan hambatan yang dihadapi oleh penanam modal. (3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara membimbing dan memfasilitasi penyelesaian masalah dan/atau hambatan yang dihadapi oleh penanam modal. (4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mengawasi: a. Pelaksanaan kegiatan penanaman modal sesual dengan penzlnan. b. Penggunaan fasilitas. c. Penyimpangan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemantauan, pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota BABX PELAPORAN Pasa121 (1) Badan berkewajiban menyampaikan laporan data perkembangan dan informasi mengenai penyelenggaraan PTSP kepada Walikota. (2) Penanam Modal yang telah mendapat Izin Prinsip Penanaman Modal dan Izin Usaha wajib menyampaikan Laporan Kegiatan Penanaman Modal secara berkala kepada Badan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikota. BABXI PERAN SERTAMASYARAKAT Pasal 22 (1) Masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan penanaman modal dengan cara: a. Penyampaian saran dan pengaduan; b. Penyampaian informasi potensi Daerah. (2) Untuk...

- 13 - (2) Untuk menunjang terselenggaranya peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan menyelenggarakan kegiatan dan memfasilitasi peran serta masyarakat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peran serta masyarakat dan penyelenggaraan kegiatan oleh Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Walikota. BABXII SANKSIADMINISTRASI Pasal 23 (1) Setiap penanam modal yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18 dikenakan sanksi berupa: a. Peringatan tertulis; b. Pembatasan kegiatan usaha; c. Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau d.pencabutan izin usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. BABXIII KETENTUANPERALIHAN Pasal 24 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua persetujuan dan izin usaha penanaman modal yang telah ada, tetap berlaku dengan kewajiban menyesuaikan dengan Peraturan Daerah ini. BABXIV KETENTUANPENUTUP Pasal 25 Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan. Pasal 26...

- 14 - Pasal 26 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Kota Surakarta. Disahkan di Surakarta pada tanggal 30 1'l9"'tv~,;lO';l WALIKOTASURAKARTA, Diundangkan di Surakarta Pada nggal 4 ~Nr ;20\,;1 BUDI SUHARTO LEMBARANDAERAH KOTA SURAKARTATAHUN 2012 NOMOR S

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL J. Umum Penanaman modal atau investasi merupakan motor penggerak roda pembangunan. Penanaman modal secara langsung di sektor riil memiliki peran yang dominan dalam pembangunan perekonomian daerah. Selain kegiatan ini memberikan efek pengganda (multiplier effect) pada pertumbuhan pendapatan daerah, penanaman modal dapat mendorong peningkatan daya beli masyarakat di lokalitas dimana investasi tersebut ditanam. Penanaman modal yang memiliki "multiplier effect" dan keterkaitan dengan sektor lain yaitu dapat menghasilkan peningkatan lapangan kerja dan perkembangan industri baik hilir atau industri pasokan, meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemajuan teknologi, mendukung pembangunan ekonomi kerakyatan serta dalam rangka mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera Tanpa dukungan investasi yang memadai, pembangunan di daerah tidak akan berjalan dengan baik. Bagi daerah, investasi atau penanaman modal dibutuhkan terutama untuk mendongkrak kinerja ekonomi, sehingga perlu diciptakan iklim investasi yang dapat menjadi daya tarik para investor untuk menanamkan modalnya. Menyangkut faktor administratif kebijakan yang terkait dengan proses perizinan di bidang investasi dan regulasi, penataan pada aspek administratif dari investasi di daerah perlu segera dibenahi, karena kinerja pelayanan investasi di daerah akan mempengaruhi kinerja investasi nasional secara keseluruhan. Tujuan penyelenggaraan penanaman modal di daerah dapat tercapai apabila faktor-faktor yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui reformasi regulasi peraturan perundangundangan di bidang penanaman modal dan reformasi birokrasi pusat maupun daerah. Mendorong birokrasi yang efisien dan efektif, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing, serta penciptaan iklim berusaha yang kondusif. Dengan perbaikan diberbagai...

-2 - diberbagai faktor penunjang tersebut diharapkan tingkat realisasi penanaman modal akan membaik secara signifikan. Pemerintah Daerah bersama-sama dengan pemangku kepentingan, baik swasta maupun pemerintah harus lebih fokus dalam pengembangan peluang potensi daerah, maupun dalam koordinasi promosi dan pelayanan penanaman modal, terutama dalam melaksanakan urusan penanaman modal (urusan wajib) berdasarkan asas otonomi daerah dan pembantuan atau dekonsentrasi. Oleh karena peningkatan birokrasi dan administrasi di bidang penanaman modal dapat diukur dari kecepatan dan ketepatan dalam pemberian pelayanan di bidang penanaman modal terutama pelayanan di bidang perizinan. Berkaitan dengan dibidang pelayanan penanaman modal, agar Kota Surakarta menjadi daerah tujuan penanaman modal baik asing maupun dalam negeri perlu ditingkatkan daya saing daerah dan iklim usaha yang lebih kondusif melalui penerapan pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP)dan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi secara Elektronik (SPIPISE). Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan peningkatan daya saing daerah serta memberikan keseimbangan dan keadilan dalam pelayanan berusaha diharapkan dapat meningkatkan realisasi penanaman modal. Oleh karenanya Pemerintah Daerah mengambil kebijakan untuk mengatur Penanaman Modal di Kota Surakarta dalam suatu Peraturan Daerah. Peraturan Daerah ini diharapkan akan menjadi payung hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam mewujudkan penyelenggaraan penanaman modal di daerah. II.Pasal Demi Pasal Pasal 1 Pasal 2 Hurufa Yang dimaksud dengan "asas kepastian hukum" adalah asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal. Hurufb...

- 3 - Hurufb Hurufc Hurufd Hurufe Huruff Hurufg Yang dimaksud dengan "asas keterbukaan" adalah asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal. Yang dimaksud dengan "asas akuntabilitas" adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan "asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal penanam modal" adalah asas perlakuan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam negeri dalam Daerah maupun yang berasal dari luar Daerah dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya. Yang dimaksud dengan "asas kebersamaan" adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Yang dimaksud dengan "asas efisiensi berkeadilan" adalah asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing. Yang dimaksud dengan "asas berkelanjutan" adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang. Hurufh...

-4 - Hurufh Huruf i Hurufj Yang dimaksud dengan "asas berwawasan lingkungan" adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. Yang dimaksud dengan "asas kemandirian" adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi. Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi daerah" adalah asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi antar wilayah di Daerah dalam kesatuan ekonomi nasional. Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Hurufb Hurufc Yang dimaksud dengan perlakuan yang sama bagi PMDN dan PMA adalah perlakuan dalam hal pelayanan bagi PMDNdan PMA. Yang dimaksud dengan memperhatikan kepentingan masyarakat adalah setiap PMDN dan PMA yang melakukan penanaman modal untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab penanam modal. Hurufd Hurufe Ayat (2)...

- 5 - Ayat (2) Rencana Umum Penanaman Modal meliputi: a. Pendahuluan; b. Asas dan Tujuan; c. Visi dan Misi; d. Arah Kebijakan Penanaman Modal, yang terdiri dari: 1) Perbaikan Iklim Penanaman Modal; 2) Persebaran Penanaman Modal; 3) Fokus Pengembangan Pangan, Infrastruktur, dan Energi; 4) Penanaman Modal yang Berwawasan Lingkungan (Green Investment); 5) Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK); 6) Pemberian Fasilitas, Kemudahan, dan/atau Insentif Penanaman Modal; dan 7) Promosi Penanaman Modal. e. Peta Panduan (Roadmap) Implementasi Rencana Umum Penanaman Modal, yang terdiri dari: 1) Fase Pengembangan Penanaman Modal yang Relatif Mudah dan Cepat Menghasilkan; 2) Fase Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Energi; 3) Fase Pengembangan Industri Skala Besar; dan 4) Fase Pengembangan Ekonomi Berbasis Pengetahuan. f. Pelaksanaan Ayat (3) Yang dimaksud dengan Rencana Umum Penanaman Modal adalah dokumen perencanaan penanaman modal jangka panjang berlaku sampai dengan tahun 2025 dengan mengacu pada Rencana Umum Penanaman Modal Nasional, Rencana Umum Penanaman Modal Provinsi dan prioritas pengembangan potensi daerah. Pasal 6 Pasal 7 Hurufa Hurufb Huruf c...

-6 - Hurufc Yang dimaksud dengan izin usaha adalah izin yang wajib dimiliki perusahaan untuk melaksanakan kegiatan produksi/ operasi komersial baik produksi barang maupun jasa sebagai pelaksanaan atas izin prinsip penanaman modal, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Hurufd Yang dimaksud dengan non perizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal dan informasi mengenai penanaman modal, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hurufe Yang dimaksud dengan izin perluasan adalah izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial atas penambahan kapasitas produksi melebihi kapasitas produksi yang telah diizinkan, sebagai pelaksanaan atas Izin Prinsip Perluasan/Persetujuan Perluasan, kecuali ditentukan oleh peraturan perundang-undangan sektoral. Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Ayat (1) Hurufa Hurufb Hurufc Hurufd Hurufe Yang dimaksud dengan sektor industri adalah sektor industri kreatif yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan...

-7 - penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut Huruff Hurufg Hurufh Huruf i Hurufj Ayat (2) Ayat (3) Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Ayat (1) Yang wajib mendapatkan izin prinsip penanaman modal dari walikota adalah penanaman modal 500 juta keatas sampai 10 milyar rupiah. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan izin prinsip penanaman modal adalah izin untuk memulai kegiatan penanaman modal di bidang usaha yang dapat memperoleh fasilitas fiscal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal Hurufb Ayat (3) Ayat (4) Pasal 15...

- 8 - Pasal 15 Ayat (1) Ayat (2) Izin prinsip yang dilakukan melalui SPIPISE merupakan dokumen elektronik yang mempunyai kekuatan hukum yang sah Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Ayat (1) Ayat (2) Yang dimaksud secara berkala adalah laporan secara bulanan, triwulanan, semester dan tahunan. Ayat (3) Pasal 22 Ayat (1) Yang dimaksud dengan peran serta masyarakat bertujuan untuk mewujudkan penanaman modal yang berkelanjutan, mencegah pelanggaran atas peraturan perundang-undangan, mencegah dampak negatif sebagai akibat penanaman modal dan menumbuhkan kebersamaan antara masyarakat dengan penanaman modal. Ayat (2) Ayat (3) Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25...

- 9 - Pasal 25 Pasal 26 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2012 NOMOR S