BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal. daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah.

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 6 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

PENDAHULUAN. Laporan Keuangan Kabupaten Sidoarjo. Page 1. D a t a K e u a n g a n K a b u p a t e n S i d o a r j o T a h u n s.

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2014

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT

Mekanisme Penyusunan APBN dan APBD

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

WALIKOTA KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PADA TAHUN

1 UNIVERSITAS INDONESIA

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2011

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

GUBERNUR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI BANGLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR : 7 TAHUN 2010

BUPATI BIMA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 54 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 4 TAHUN 2015

- 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 46 / PMK.02 / 2006 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2007

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.2. MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2011

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 10 TAHUN 2014

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME PENGELOLAAN ANGGARAN KAS DI PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT NOMOR : 6 TAHUN 2008 BUPATI SUMBA BARAT,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2006 NOMOR 1 SERI A NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH

Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya. 4. Prinsip APBD 5. Struktur APBD

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2010

PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan dikeluarkannya undang-undang (UU) No.32 Tahun 2004

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2008

BERITA DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 19 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 19 TAHUN 2008 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA ACEH TAHUN ANGGARAN 2014

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN ANGGARAN 2009

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA ACEH TAHUN ANGGARAN 2013

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI BENGKULU TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2009

BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 (kemudian menjadi UU No.32 Tahun

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2018

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2014

BUPATI PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Pr

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTRAH KABUPATEN PANDEGLANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum di UU No.22 Tahun 1999 yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai pengaturan hubungan pusat dan daerah, khususnya dalam bidang administrasi pemerintah maupun dalam hubungan keuangan antara Pemerintah pusat dan daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah. Pelaksanaan kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah dimulai secara efektif pada tanggal 1 Januari 2001, merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi yang sesungguhnya. Oleh karena itu Pemerintah Daerah diharapkan agar dapat menggali dan memperdayakan potensi daaerah yang dapat dijadikan sumber penerimaan bagi daerah. Otonomi daerah mempunyai konsekuensi bahwa peran pemerintah pusat akan semakin kecil sehingga Pemerintah Daerah dituntut untuk memiliki kemandirian dalam membiayai sebagian besar anggaran pembangunannya dengan melakukan optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerahnya. 1

Dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, kinerja pemerintah sangat penting untuk dilihat dan diukur. Keberhasilan suatu pemerintahan di era otonomi daerah dapat dilihat dari berbagai ukuran kinerja yang telah dicapainya. Pengelolaan anggaran berdasarkan kinerja ini memberikan gambaran yang lebih khas terkait dengan kemampuan suatu daerah untuk selalu menggali potensi daerah guna meningkatkan anggaran pendapatan, yang akan berdampak pada kemampuan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan pembangunan daerah. Dalam anggaran berbasis kinerja secara struktur meliputi anggaran pendapatan, anggaran belanja dan pembiayaan. Penekanan pada belanja daerah menjadi titik perhatian terutama sisi belanja membutuhkan kinerja yang lebih baik, transparan dan tepat sasaran. Laporan kinerja Pemerintah Daerah meliputi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) kepada Pemerintah Pusat, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah kepada DPRD, dan Informasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) kepada Masyarakat. Laporan keuangan yang terdiri atas neraca, laporan realisasi anggaran, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan merupakan bagian dari LKPJ Kepala Daerah yang menjadi objek analisis laporan keuangan. Laporan keuangan perlu dianalisis untuk bisa memberikan gambaran kinerja keuangan. Analisis laporan keuangan merupakan kegiatan untuk menginterprestasikan angka angka dalam laporan keuangan dalam 2

rangka menilai kinerja keuangan yang hasil analisis tersebut akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi, sosial atau politik. Untuk melaksanakan pengelolaan keuangan daerah diperlukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Daerah. APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan peraturan daerah. Proses penyusunan anggaran umumnya disesuaikan dengan peraturan lembaga yang lebih tinggi yang didasarkan pada Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Daerah, sehingga lahirlah tiga paket perundang-undangan, yaitu Undangundang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-undang nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang telah membuat perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pengaturan keuangan, khususnya Perencanaan dan Pemerintahan Daerah dan Pemerintahan Pusat. Kemudian, keluar peraturan baru yaitu Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri nomor 13 tahun 2006 (saat ini telah diubah dengan Permendagri nomor 27 tahun 2013) tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014, yang akan menggantikan Permendagri nomor 37 tahun 2012. 3

APBD yang disusun setiap daerah mempunyai fungsi sebagai berikut : (a) Fungsi Otorisasi, APBD berfungsi sebagai dasar bagi Pemerintah Daerah dalam menjalankan pendapatan dan belanja untuk masa satu tahun, (b) Fungsi Perencanaan, APBD merupakan pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun perencanaan peyelenggaraan Pemerintah Daerah pada tahun bersangkutan, (c) Fungsi Pengawasan, APBD merupakan pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, (d) Fungsi Alokasi, anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian, (e) Fungsi Distribusi, anggaran daerah harus mengandung arti/memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan, (f) Fungsi Stabilisasi, anggaran daerah harus mengandung arti/harus menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian. Proses penyusunan APBD secara keseluruhan berada di tangan Sekretaris Daerah yang bertanggung jawab mengkoordinasikan seluruh kegiatan penyusunan APBD dan memberikan laporan pertanggungjawaban keuangan. Laporan pertanggungjawaban keuangan yang dimaksud dinyatakan dalam bentuk Laporan Keuangan yang setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Gubernur/ Bupati/ Walikota/ Kepala SKPD, harus secara jelas menyatakan bahwa Laporan Keuangannya telah disusun berdasarkan Sistem Pengendalian 4

Internal yang memadai, dan informasi yang termuat pada Laporan Keuangannya, telah disajikan dengan Standar Akuntansi Pemerintah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, laporan keuangan berperan untuk memberikan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan transaksi selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan Pemerintah Daerah juga berfungsi sebagai dasar pengambilan keputusan, sehingga laporan tersebut harus dibuat secara sederhana agar mudah dipahami oleh pembaca laporan. Laporan keuangan dalam hal ini menggambarkan tentang pencapaian kinerja program atau kegiatan, kemajuan realisasi pencapaian target pendapatan, realisasi penyerapan belanja serta realisasi pembiayaan. Semenjak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah oleh pemerintahan pusat, Provinsi Nusa Tenggara Timur memikul suatu tugas untuk memberikan suatu inovasi didalam sistem pemerintahan ke arah yang lebih baik untuk menjadi lebih mandiri didalam mengelola dan meningkatkan kinerja keuangan pemerintahannya yang akan dipertanggung jawabkan kepada pemerintahan pusat bahkan masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur itu sendiri. Oleh karena itu untuk menganalisis kinerja keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur melalui Biro Keuangan Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada tabel berikut: 5

Tabel 1.1 Ringkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi NTT Tahun Anggaran 2012-2014 Tahun Anggaran 2012 Tahun Anggaran 2013 Tahun Anggaran 2014 No Uraian Anggaran Anggaran Anggaran Setelah Realisasi % Setelah Realisasi % Setelah Realisasi % Perubahan Perubahan Perubahan 1 PENDAPATAN 2.256.453.232.000 2.241.542.051.286 99,34 2.373.917.028.200 2.387.439.508.423 100.57 2.748.366.237.168 2.787.513.320.677 101.42 1.1 Pendapatan Asli 435.081.956.000 459.657.187.316 105,65 476.687.746.171 523.201.203.067 109.76 734.805.391.648 763.300.806.702 103.88 Daerah 1.2.1 Dana Perimbangan 1.106.832.876.000 1.098.619.868.970 99,26 1.172.962.967.029 1.165.848.622.793 99.39 1.279.158.719.520 1.282.745.347.275 100.28 1.3 Lain-lain Pendapatan - - - 6.978.695.000 5.443.487.563 70.00 18.359.826.000 7.545.886.700 41.10 Daerah yang Sah 5 BELANJA 2.353.815.212.701 2.164.355.591.806 91,95 2.558.600.227.797 2.375.665.880.320 92.85 2.899.283.875.928 2.688.932.744.282 92.74 DAERAH 5.1 Belanja Operasi 1.917.650.378.312 1.782.672.303.623 92,96 2.125.703.511.550 2.004.452.660.324 94,30 2.101.433.630.863 1.995.462.882.960 94,96 5.2 Belanja Modal 268.769.527.579 244.750.464.780 91,06 265.637.894.900 225.180.376.272 84,77 475.695.783.957 407.600.788.970 85,69 Belanja tidak terduga 25.978.396.401 292.350.000 1.13 18.130.000.000 4.375.367.806 24,13 23.583.345.000 18.769.507.737 79,59 Transfer 141.416.910.409 136.640.473.403 96.62 149.128.821.347 141.657.475.918 94,99 298.571.116.108 267.099.624.615 89.46 Surplus/Defisit (97.361.980.701) 77.186.459.480 (79,28) (184.683.199.597) 11.773.628.103 (6,38) (150.917.638.760) 98.580.576.395 (65,32) 6 PEMBIAYAAN 6.1 Penerimaan 188.185.980.701 188.710.799.167 100,28 244.553.199.597 245.983.000.857 100.58 236.731.163.760 235.104.723.833 99.31 Pembiayaan 6.2 Pengeluaran 90.824.000.000 86.582.140.000 95,33 59.870.000.000 29.992.814.000 50.10 85.813.525.000 85.562.085.000 99.71 Pembiayaan Pembiayaan Neto 97.361.980.701 102.128.659.167 104,90 184.683.199.597 215.990.186.857 116.95 150.917.638.760 149.542.638.833 99.09 Sisa Lebih - 179.315.118.647-227.763.814.960-248.123.215.228 Pembiayaan Anggaran (SiLPA) Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi Nusa Tenggara 6

Berdasarkan data pada tabel di atas terlihat bahwa pendapatan daerah provinsi Nusa Tenggara Timur meningkat, dimana tahun 2012 realisasi pendapatannya sebesar Rp. 2.241.542.051 kemudian meningkat pada tahun 2013 sebesar Rp. 2.387.439.508.423 dan pada tahun 2014 realisasi pendapatannya sebesar Rp. 2.787.513.320.677 dengan peningkatan persentase diantara 0,85% sampai 1,25% dimana pada tahun 2012 sampai 2013 ada peningkatan sebesar 1,25% dan pada tahun 2013 sampai tahun 2014 menurun ke 0,85%. Pada bagian belanja daerah, total realisasi belanja daerah provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2012 adalah sebesar Rp. 2.164.355.591.806 kemudian tahun 2013 meningkat menjadi Rp. 2.375.665.880.320 dan pada tahun 2014 sebesar Rp. 2.688.932.744.282. Hal ini menunjukkan adanya surplus pada setiap tahun, dimana total anggaran daerah dari tahun 2012 sampai 2014 selalu lebih kecil dari realisasi pendapatan daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Namun pada kenyataannya sumber penerimaan/ pendapatan terbesar dari Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah dana perimbangan dari Pemerintah pusat dimana pada tahun 2012 dana perimbangannya sebesar Rp. 1.098.619.868.970, pada tahun 2013 sebesar Rp. 1.165.848.622.793 dan pada tahun 2014 sebesar Rp. 1.282.745.347.275. sedangkan, Pendapatan Asli Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur masih jauh dari total dana perimbangan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat, di mana pada tahun 2012 PAD Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar Rp. 459.657.187.316, tahun 7

2013 sebesar Rp. 523.201.203.067 dan pada tahun 2014 adalah sebesar Rp. 763.300.806.702. Kondisi ini menggambarkan bahwa Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur masih sangat bergantung pada dana perimbangan dari Pemerintah Pusat sebagai sumber pendapatan dalam membiayai pengeluaran daerah dan belum mengoptimalkan potensi Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber utama penerimaan pendapatan daerah Provinsi Nusa Tengara Timur. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "Analisis Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun Anggaran 2012-2014". 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Kinerja Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun Anggaran 2012-2014?. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun Anggaran 2012-2014. 8

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Penelitian ini yaitu: 1. Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan dapat memberikan referensi dalam bidang ilmu keuangan khususnya mengenai pengukuran kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 2. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dalam bidang keuangan daerah serta meningkatkan kemampuan analisis tentang kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 3. Bagi Pemerintah Daerah dalam hal ini Biro Keuangan Setda Provinsi NTT diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran didalam menentukan kebijakan pengelolaan dan peningkatan kinerja dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.