GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 111 TAHUN 1998 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN BARAT NOMOR: 18 TAHUN 2002 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT PERKEBUNAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN DENGAN

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN SELATAN NOMOR : 6 TAHUN 1993 SERI : C NOMOR SERI :1

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERTANIAN DAN MENTERI KOPERASI DAN PEMBINAAN PENGUSAHA KECIL

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PROGRAM PENGEMBANGAN TEBU RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 23 TAHUN 2007

KEPMEN NO. 96 TH 1998

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

G U B E R N U R L A M P U N G

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BAB IV UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. KUTAI BALIAN NAULI DALAM MELAKUKAN PERLUASAN LAHAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 940/Kpts/OT.210/10/97 TENTANG PEDOMAN KEMITRAAN USAHA PERTANIAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

BUPATI LAMPUNG BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KEMITRAAN USAHA PERKEBUNAN DI KABUPATEN KATINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI TRANSMIGRASI DAN PEMUKIMAN PERAMBAH HUTAN R.I. KEPUTUSAN MENTERI TRANSMIGRASI DAN PEMUKIMAN PERAMBAH HUTAN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR BANK INDONESIA,

- 1 - B U P A TI B O L A A N G M O N G O N D O W U T A R A KEPUTUSAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 96 TAHUN 2012

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 71/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

2 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 103 TAHUN 1998 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 24 TAHUN : 2007 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 29 TAHUN 2007 TENTANG

(Surat Persetujan Penerbitan Benih Kelapa Sawit)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 66/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG PELAKSANAAN SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG

DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/20/PBI/ 2003 TENTANG PENGALIHAN PENGELOLAAN KREDIT LIKUIDITAS BANK INDONESIA DALAM RANGKA KREDIT PROGRAM

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 940/Kpts/OT.210/10/1997 TENTANG PEDOMAN KEMITRAAN USAHA PERTANIAN MENTERI PERTANIAN,

BUPATI PAKPAK BHARAT

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 357/Kpts/HK.350/5/2002 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN MENTERI PERTANIAN,

DEWAN PENGURUS WILAYAH PERHIMPUNAN PENYULUH PERTANIAN INDONESIA PROVINSI LAMPUNG

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor perkebunan sebagai bag ian dari. pengolahan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi nyata.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 23/Menhut-II/2007

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT KOTA BANDUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1 of 11 7/26/17, 12:19 AM

2 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377); 3. Undang-Un

PERATURAN BUPATI BERAU

B U P A T I B E R A U KEPUTUSAN BUPATI BERAU NOMOR : 40 TAHUN 2001 TENTANG JAMINAN KESUNGGUHAN DALAM RANGKAPEMBUKAAN LAHAN PERKEBUNAN BUPATI BERAU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI LAMPUNG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.23/Menhut-II/2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI, DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 19/Per/M.KUKM/XI/2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (PD. BPR) BANK PASAR KABUPATEN TEGAL

KEMITRAAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN di PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

G U B E R N U R L A M P U N G

2017, No Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 3. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008 tentang Badan Meteorologi

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN BLITAR

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

TENTANG KREDIT PENGEMBANGAN ENERGI NABATI DAN REVITALISASI PERKEBUNAN MENTERI KEUANGAN

No. 5/30/BKr Jakarta, 18 November 2003 S U R A T E D A R A N. kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/Permentan/PD.200/6/2014 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA BUDIDAYA HORTIKULTURA

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

SURAT IZIN KEPALA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN SUKABUMI. Nomor : 503.1/757- DPMPTSP/2017 TENTANG IZIN LOKASI

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

G U B E R N U R L A M P U N G

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG

PERJANJIAN KERJASAMA

PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR TAHUN TENTANG (spasi) PENGELOLAAN RUMAH NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG

1 of 6 21/12/ :38

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 27 TAHUN 2009 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERIZINAN BURSA KERJA LUAR NEGERI DI KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lingkup hunbungan kemitraan meliputi :

Transkripsi:

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 111 TAHUN 1998 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN DENGAN POLA PERUSAHAAN INTI RAKYAT PERKEBUNAN (PIR-BUN) DI PROPINSI DAERAH TINGKAT I LAMPUNG GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG Menimbang : a. Bahwa untuk lebih meningkatkan pengembangan perkebunan, meningkatkan produksi dan pendapatan negara maupun petani dipandang perlu menetapkan ketentuan tentang pelaksanaan pengembangan perkebunan dengan pola perusahaan inti rakyat; b. Bahwa mengingat dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan pengembangan perkebunan dengan pola Perusahaan Inti Rakyat perkebunan tersebut, masih terdapat kekurangan dan kelemahan yang perlu disempurnakan; Untuk itu dipandang perlu dikeluarkan petunjuk pelaksanaan pengembangan perkebunan dengan Pola PIR- BUN dan menetapkannya dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria; 2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan Propinsi Lampung; 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah;

4. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; 5. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Sistem Perkebunan Inti Rakyat; 6. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil; 7. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1975 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Pusat di Bidang Perkebunan Besar Kepada Daerah Tingkat I; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan 11. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan; 12. Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 667/Kpts/KB/510/10/1985 tentang Pembinaan Proyek Pengembangan Perkebunan; 13. Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 668/Kpts/KB/510/10/1985 tentang Petunjuk Umum Pelaksanaan Proyek Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan; 14. Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi Nomor : 571 / Kpts / KB.510 / 1988 tentang Pembinaan dan Pengembangan Koperasi Unit Desa (KUD) di Wilayah Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN) dan Unit Pelaksanaan Proyek (UPP); 15. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 342/Kpts/OT.210/5/1988 tentang Pembinaan Usaha Perkebunan Besar; 16. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 786/Kpts/KB.120/10/1996 tentang Perizinan Usaha Perkebunan;

17. Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung Nomor : G / 548 / B.IV / HK / 1994 tentang Pembentukan Tim Pembina Tingkat I, Tingkat II dan Tim Pelaksanaan Kecamatan Pola Perkebunan Inti Rakyat/Kemitraan dalam Propinsi Daerah Tingkat I Lampung; Memperhatikan : 1. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 1984 tentang Peningkatan Produksi Perkebunan; 2. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1991 tentang Pembinaan dan Pengamanan Pengembangan Perkebunan dengan Pola PIR; 3. Instruksi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung No. 001 Tahun 1993 tentang Gerakan Massal Upaya Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan. M E M U T U S K A N Menetapkan : PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN DENGAN POLA PERUSAHAAN INTI RAKYAT PERKEBUNAN (PIR-BUN) DI PROPINSI DAERAH TINGKAT I LAMPUNG BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Propinsi Tingkat I Lampung. 2. Gubernur Kepala Daerah adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung.

3. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah adalah Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II di Propinsi Lampung. 4. Dinas Perkebunan adalah Dinas Perkebunan Propinsi Daerah Tingkat I Lampung. 5. Koperasi Unit Desa yang selanjutnya disebut KUD adalah Badan Hukum usaha yang beranggotakan para petani serta berada di lingkungan Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan Setempat. 6. Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan selanjutnya disebut PIR-BUN ialah pola pengembangan sub sektor perkebunan untuk mewujudkan perpaduan usaha dengan sasaran perbaikan keadaan sosial ekonomi petani peserta dan didukung oleh berbagai kegiatan produksi, pengelolaan dan pemasaran dengan menggunakan Perusahaan Perkebunan Besar sebagai Inti dalam suatu sistem kerjasama yang saling menguntungkan. 7. Kegiatan PIR-BUN ialah kegiatan pengembangan perkebunan dengan pola Perusahaan Inti Rakyat dengan kegiatan utamanya terdiri dari pengembangan perkebunan inti di Wilayah Plasma yang dilaksanakan oleh Perusahaan Inti dalam jangka waktu tertentu. 8. Perusahaan Inti ialah Perusahaan Perkebunan Besar baik milik Negara maupun Swasta yang berbentuk Badan Hukum Indonesia dan menurut penilaian Pemerintah mempunyai kemampuan yang cukup dari segi dana, tenaga dan manajemen untuk melaksanakan fungsi pelaksanaan kegiatan PIR-BUN. 9. Kebun Plasma ialah areal Wilayah Plasma yang dibangun Perusahaan Inti dengan tanaman perkebunan. 10. Tanaman Perkebunan ialah kelapa sawit, karet, tebu, coklat, teh, kelapa hibrida dan tanaman keras lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian. 11. Produksi ialah hasil petani peserta plasma yang diperoleh dari kebun plasma 12. Calon petani peserta ialah petani setempat atau transmigran yang telah disetujui untuk diikutsertakan dalam kegiatan PIR-BUN sebagai calon penerima kebun Plasma. 13. Petani peserta ialah petani setempat atau transmigran yang telah dibina, dipilih dan dianggap mampu menjadi penerima kebun Plasma berdasarkan penetapan dari Pejabat yang berwenang.

14. Pembangunan Plasma ialah serangkaian kegiatan yang meliputi pembangunan kebun plasma serta jaringan jalan dan fasilitas sosial/umum yang dilaksanakan baik oleh Perusahaan Inti maupun Pemerintah Daerah Tingkat I Lampung, sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 15. Hutang ialah bagian biaya pembangunan Plasma yang ditetapkan untuk dialihkan menjadi beban hutang petani peserta berdasarkan aturan Perundang-undangan yang berlaku. 16. Konversi ialah pengalihan beban biaya hutang pembangunan Plasma dari Pemerintah / Perusahaan Inti menjadi beban petani peserta yang telah memenuhi syarat berdasarkan atas penyerahan pemilik kebun plasma kepada petani peserta. 17. Bank Pemerintah yang selanjutnya disebut Bank Penyalur ialah Bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dalam Pengembangan kegiatan PIR-BUN. 18. SPH ialah Surat Pengakuan Hutang yang disiapkan oleh Bank dan ditandatangani oleh petani peserta sebagai pihak berhutang dalam rangka penyelesaian konversi. 19. Tim Pembina Pembangunan Perkebunan Daerah Tingkat I dan Tim Pembina Proyek Perkebunan Daerah Tingkat II yang selanjutnya disebut TP3D I dan TP3D II) adalah forum koordinasi dan konsultasi antar Dinas / Instansi terkait dalam pembinaan pengamatan pengembangan proyek-proyek perkebunan Daerah. 20. Dinas / Instansi terkait adalah Instansi yang mempunyai hubungan langsung terhadap pelaksanaan pembinaan dan pengamatan penyelenggaraan perkebunan dengan pola PIR. 21. Lahan Inti adalah wilayah yang dikelola Perusahaan Inti Perkebunan sebagai lahan Pengembangan perkebunan. 22. Pembinaan adalah setiap usaha yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna dalam penyelenggaraan pengembangan perkebunan dengan pola PIR untuk memperoleh hasil yang lebih baik. 23. Pengamanan adalah suatu proses penertiban dalam penyelenggaraan pengembangan perkebunan dengan pola PIR. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2 (1) Petunjuk pelaksanaan ini dimaksud sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pengembangan perkebunan dengan pola PIR-BUN di Propinsi Daerah Tingklat I Lampung. (2) Petunjuk pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat 1 diatas, bertujuan: a. Untuk memberikan Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Perkebunan dengan Pola PIR-BUN, sehingga dapat berjalan dengan tertib, lancar dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan; b. Untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran Petani peserta Plasma maupun Perusahaan Inti dalam melaksanakan Hak dan Kewajibannya sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku atau Perjanjian Kerjasama yang telah disepakati oleh kedua belah pihak; c. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan didalam pelaksanaan pengembangan perkebunan dengan Pola PIR-BUN. BAB III PERUSAHAAN INTI RAKYAT Pasal 3 (1) Perusahaan Perkebunan Negara dan Swasta yang ditunjuk sebagai Perusahaan Inti dalam Pengembangan PIR-BUN harus berbentuk Badan Hukum Indonesia dan menurut penilaian mempunyai kemampuan yang cukup dari segi dana, tenaga dan manajemen untuk melaksanakan fungsi sebagai Perusahaan Inti. (2) Setiap pengalihan penguasaan Lahan Inti kepada pihak lain harus diketahui oleh Tim Pembina Proyek Perkebunan Daerah Tingkat I Lampung. Pasal 4 Dalam rangka Pengembangan PIR-BUN Perusahaan Inti mempunyai Kewajiban:

a. Membangun Perkebunan Inti lengkap dengan fasilitas Pengolahan yang dapat menampung hasil Perkebunan Inti dan Kebun Plasma; b. Melaksanakan pembangunan Kebun Plasma sesuai dengan standar fisik yang ditetapkan Direktur Jenderal Perkebunan; c. Membina secara teknis para calon petani peserta plasma agar memiliki kemampuan untuk memenuhi syarat sebagai petani peserta; d. Membina secara teknis para petani peserta plasma agar mampu mengusahakan kebunnya dengan baik; e. Membeli, mengolah dan memasarkan hasil kebun plasma; f. Membantu proses pelaksanaan pengembalian kredit petani peserta plasma. BAB IV PETANI PESERTA Pasal 5 (1) Calon Petani Peserta PIR-BUN terdiri dari penduduk setempat, petani yang tanahnya terkena Proyek PIR-BUN, penduduk yang berdomisisli di Desa/Kelurahan setempat dan petani peladang berpindah dari kawasan Hutan Lindung yang ditetapkan menjadi penduduk yang berdomisili di Desa/Kelurahan terdekat dengan lokasi PIR-BUN. (2) Bagi penduduk dan atau petani yang tanahnya berada dalam areal proyek PIR-BUN tidak diwajibkan menjadi Plasma. (3) Penetapan Calon Petani Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas ditetapkan oleh Kepala Daerah Tingkat II berdasarkan pertimbangan atas usulan Camat Kepala Wilayah Kecamatan dan Kepala Desa Setempat. Pasal 6 (1) Untuk dapat menjadi calon petani peserta PIR-BUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, calon petani peserta wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Telah lulus seleksi sebagai calon petani peserta yang dilaksanakan oleh TP3D-II dan Tim Pelaksana Kecamatan Pola Perkebunan Inti Rakyat/Kemitraan; b. Mata pencaharian pokok adalah petani, minimal memahami tentang bertani; c. Bersedia menempati rumah yang telah disediakan oleh Perusahaan Inti; d. Berkelakuan baik, tidak terlibat G 30 S/PKI dan atau organisasi terlarang lainnya, patuh, rajin dan bersungguh-sungguh untuk menjadi peserta Proyek PIR-BUN. e. Sehat rohani dan jasmani, umur minimal 25 tahun atau sudah menikah dan maksimal berumur 45 tahun atau lebih apabila dapat menyediakan minimal 1 (satu) orang tenaga efektif; f. Bersedia mentaati isi Perjanjian dan Peraturan kegiatan PIR-BUN yang telah disepakati; g. Tidak ikut pada kegiatan pengembangan perkebunan dengan pola PIR-BUN lainnya; h. Bersedia menandatangani perjanjian bebas dari tunggakan hutang lain dan Perbankan pada waktu konversi diadakan, kecuali dengan pertimbangan lain oleh Pejabat yang berwenang menentukan penetapan sebagai peserta PIR-BUN. (2) Bagi calon petani peserta sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 yang ingin menjadi Petani peserta dan telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, sepanjang belum ada ikatan kerjasama dengan Perusahaan Inti dimungkinkan untuk mengundurkan diri sebagai calon petani peserta. (3) Calon petani peserta yang telah ditetapkan menjadi petani peserta dapat mengundurkan diri sebagai petani peserta dengan kewajiban mengembalikan seluruh biaya yang telah dikeluarkan Perusahaan Inti untuk membangun kebun plasma yang telah dialihkan oleh Perusahaan Inti kepada petani peserta yang bersangkutan. BAB V HAK DAN KEWAJIBAN PETANI PESERTA PIR-BUN Pasal 7 (1) Petani peserta PIR-BUN mempunyai hak: a. Memperoleh kebun plasma dengan tanaman perkebunan yang luasnya sesuai dengan perimbangan yang ditetapkan dalam perjanjian yang disepakati; b. Memperoleh Sertifikat Hak Milik atas tanah dari lahan sebagaimana dimaksud pada huruf a diatas;

c. Memperoleh bimbingan penyuluhan dan pelatihan; d. Memperoleh jaminan pemasaran hasil dari kebun plasmanya; e. Memanfaatkan jaringan jalan dan fasilitas sosial/umum lainnya; f. Mengetahui pagu hutang, jumlah angsuran hutang dan sisa hutang yang bersangkutan serta berhak menerima bukti atas pembayaran angsuran hutangnya dari Bank Penyalur PIR-BUN; (2) Petani peserta PIR-BUN mempunyai kewajiban sebagai berikut: a. Menandatangani Surat Perjanjian Kerjasama dengan Perusahaan Inti sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan dan diketahui oleh Pejabat yang berwenang; b. Mengusahakan usaha tani lainnya pada lahan yang telah diberikan diluar kebun plasma pada wilayah PIR-BUN yang bersangkutan; c. Manandatangani Surat Pengakuan Hutang dengan Bank Penyalur yang bersangkutan; d. Mematuhi dan memenuhi kewajiban-kewajiban pembayaran kembali hutang kepada Bank Penyalur sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; e. Menjual seluruh hasil kebun plasmanya kepada Perusahaan Inti melalui Koperasi Unit Desa; f. Memenuhi ketentuan-ketentuan tentang kultur teknis tanaman yang diberikan Perusahaan Inti maupun Pembina Teknis; g. Menjadi anggota Koperasi Unit Desa di wilayah PIR-BUN guna membantu Perusahaan Inti dan Petani Peserta dalam pembinaan pengamanan pengembangan perkebunan. BAB VI KOPERASI UNIT DESA (KUD) Pasal 8 (1) Untuk membantu Perusahaan Inti dan Petani Peserta PIR-BUN dalam pembinaan dan pengamanan pengembangan perkebunan dengan Pola PIR-BUN harus dibentuk Koperasi Unit Desa. (2) Pembentukan, Pembinaan dan Pengembangan Koperasi Unit Desa sebagaimana dimaksud ayat (1) diatas berpedoman pada Petunjuk Pelaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil. (3) Koperasi Unit Desa di wilayah PIR-BUN bertugas melakukan usaha perkreditan, distribusi dan jasa, membantu pengolahan dan pemasaran hasil kebun sesuai dengan

petunjuk pelaksanaan pembinaan dan pengembangan yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian, Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II setempat. BAB VII L A H A N Pasal 9 (1) Persiapan lahan dengan Pola PIR-Bun harus diselaraskan dan disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : a. Berpedoman pada Tata Ruang dan Analisis Dampak Lingkungan; b. Mengikuti petunjuk teknis operasional yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian. (2) Pencadangan dan perolehan Hak Tanah atas lahan pengembangan dilakukan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (3) Dalam hal ini lahan yang dicadangkan meliputi kawasa hutan, maka pelepasan lahan tersebut dari kawasan hutan dilakukan menurut Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Kehutanan Nomor : Kb.550/246/Kpts/4/1984 082/Kpts-II/1984 (4) Lahan Perkebunan Inti diberikan kepada Perusahaan Inti dengan Hak Guna Usaha (HGU) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (5) Lahan Kebun Plasma diberikan kepada Petani Peserta dengan Hak Milik. BAB VIII P E M B I AY A A N Pasal 10 (1) Biaya untuk pembangunan perkebunan Inti termasuk fasilitas pengolahannya menjadi beban Perusahaan Inti. (2) Pembiayaan untuk pembangunan Kebun Plasma dilakukan oleh Perusahaan Inti dengan ketentuan bahwa beban biaya tersebut akan diambil alih oleh Bank Penyalur, untuk

selanjutnya dibebankan kepada Petani Peserta pada saat Kebun Plasma yang bersangkutan diserahkan. (3) Kredit yang diberikan oleh Bank Penyalur kepada pihak KUD atas nama Petani Peserta yang menggunakan Skim KPPA untuk pembangunan kebun kelapa sawit, yang sebagian dananya dikelola oleh Pihak Inti untuk melaksanakan pekerjaan: pembukaan lahan, pembibitan, pembangunan dan pemeliharaan kebun serta sarana dan prasarana kebun, pekerjaan lain yang akan dilaksanakan oleh Pihak KUD akan diserahkan pengerjaannya kepada Pihak KUD dibawah bimbingan Pihak Inti, dengan biaya sesuai anggaran yang tersedia untuk itu. (4) Besarnya pembiayaan yang akan dibebankan kepada petani peserta ditetapkan oleh Menteri Keuangan. (5) Setiap tahapan pencairan dana kredit koperasi primer bagi anggotanya (KKPA) harus didasarkan pada kemajuan pembangunan fisik kebun yang diketahui oleh TP3D Tingkat I. Pasal 11 (1) Lahan kebun Plasma milik petani peserta sebagaimana dimaksud Pasal 7 tidak diperkenankan untuk dipindahtangankan, dan dijadikan sarana perolehan sumber pembiayaan sebagai Agunan atau dalam bentuk lain, kecuali untuk pembiayaan pembangunan kebun Plasma yang bersangkutan. (2) Dalam hal lahan untuk pembangunan kebun Plasma dijadikan agunan untuk sumber pembiayaan, maka agunan tersebut gugur dengan sendirinya apabila kebun plasma yang bersangkutan diserahkan kepada petani peserta. Pasal 12 (1) Pembiayaan pembangunan kebun plasma yang dialihkan ke Bank Penyalur sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (2) adalah jumlah biaya yang telah dikeluarkan oleh Perusahaan Inti mulai tahap persiapan sampai saat kebun plasma yang bersangkutan diserahkan kepada petani peserta yang perhitungannya adalah sebagai berikut ; a. Biaya persiapan meliputi biaya survei pendahuluan, studi kelayakan dan biaya pelepasan kawasan hutan untuk kebun plasma sebanyak bagian yang proporsional terhadap biaya untuk keseluruhan arela pengembangan;

b. Biaya pembangunan kebun plasma sampai saat penyerahan kebun plasma kepada petani peserta ditetapkan berdasarkan Unit Cost yang merupakan biaya yang tetap (fixed) yang besarnya ditinjau kembali setiap tahun, dengan ketentuan bahwa standar fisik kebun plasma ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perkebunan; c. Disamping yang tersebut pada huruf a dan b Perusahaan Inti akan memperoleh penggantian biaya modal dan jasa manajemen yang besarnya akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan. (2) Penggantian termaksud pada ayat (1) diberikan apabila sudah terjadi pengalihan kebun plasma kepada petani peserta. BAB IX PEMILIKAN HAK ATAS TANAH KEBUN PLASMA Pasal 13 (1) Petani peserta kebun plasma akan diberikan Sertifikat Hak Milik atas tanah dan kebun sebagai tanda bukti pemilikan yang sah setelah hutangnya lunas. (2) Petani peserta/pemilik hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat 91) Pasal ini dapat dimungkinkan memindahtangankan, menggadaikan, menyewakan, meminjamkan atau dengan cara-cara lain sepanjang tidak merugikan/menghilangkan hak petani peserta. (3) Pelaksanaan pengalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatas, harus melalui kesepakatan kedua belah pihak dan diketahui oleh Pemerintah Daerah. BAB X PENILAIAN KEBUN PLASMA Pasal 14 (1) Penilaian atas dipenuhinya standar fisik pembangunan kebun plasma dilakukan setiap tahun oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Perkebunan. (2) Perusahaan Inti wajib menjaga agar standar fisik dalam pembangunan kebun plasma selalu dipenuhi. (3) Apabila pada saat tanaman Kelapa Sawit berumur 4 (empat) tahun standar fisik tidak terpenuhi, maka Pemerintah Daerah dapat:

a. Memberikan saran dan petunjuk agar terpenuhinya standar fisik kebun plasma. b. Menunda penyerahan kebun plasma kepada petani peserta, mewajibkan Perusahaan Inti untuk memperbaiki kebun atas beban sendiri dengan ketentuan bahwa hasil kebun tersebut sampai saat penyerahannya dikurangkan dari jumlah ganti investasi yang akan diberikan Bank Pemerintah; atau c. Tetap melangsungkan penyerahan kebun plasma yang bersangkutan kepada petani peserta dengan mewajibkan Perusahaan Inti untuk menaggung beban perbaikannya sampai memenuhi standar fisik. Pasal 15 Apabila karena sesuatu hal pada saat tanaman perkebunan berumur 4 (empat) tahun petani peserta belum ada atau belum memenuhi syarat, maka Perusahaan Inti terus mengelola kebun plasma yang bersangkutan dan mengadakan pencatatan mengenai biaya eksploitasi dan hasilnya yang akan diperhitungkan pada saat penyerahannya kemudian. BAB XI URUTAN KEGIATAN Pasal 16 (1) Perusahaan Swasta yang berminat ikut serta dalam pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit dengan Pola PIR, mengajukan permohonan kepada Menteri Pertanian melalui Direktur Jenderal Perkebunan. (2) Dalam permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicantumkan: a. Nama perusahaan; b. Akta pendirian perusahaan; c. Alamat perusahaan; d. Luas areal pengembangan dan kapasitas pabrik pengolahan yang direncanakan; e. Areal yang digunakan. Pasal 17 Dalam permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 secara prinsip disetujui, kepada yang bersangkutan diberitahukan untuk mengambil langkah-langkah persiapan dalam waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak Persetujuan Prinsip diberikan.

Pasal 18 (1) Perusahaan Swasta yang telah memperoleh persetujuan prinsip usaha budidaya perkebunan dari Menteri Pertanian, mengajukan permohonan Izin Lokasi kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II melalui Kepala Kantor Badan Pertanahan Daerah Tingkat II. (2) Apabila permohonan Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disetujui oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II, maka Perusahaan yang bersangkutan segera melakukan survei pendahuluan dengan kerangka acuan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perkebunan. Pasal 19 (1) Berdasarkan hasil survei pendahuluan Perusahaan yang bersangkutan melaksanakan studi kelayakan dan apabila areal pengembangan meliputi kawasan hutan, Perusahaan yang bersangkutan mengajukan permohonan pelepasan areal tersebut dari kawasan hutan kepada Menteri Kehutanan. (2) Kerangka studi kelayakan pengembangan PIR Perkebunan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perkebunan. Pasal 20 (1) Hasil studi kelayakan dikaji oleh suatu Tim Pembina yang anggota-anggotanya terdiri dari unsur Pemerintahan yang terkait dan Perusahaan yang bersangkutan. (2) Hasil pengkajian Tim termaksud pada ayat (1) merupakan kesepakatan Rencana Pelaksanaan Proyek Pengembangan PIR Perkebunan. (3) Izin Usaha dan izin-izin lain yang diperlukan diurus oleh Perusahaan Inti. Pasal 21 (1) Rencana operasional tahunan pelaksanaan PIR Perkebunan disetujui oleh Direktur Jenderal Perkebunan berdasarkan rencana pelaksanaan dan penelitian atas pencapaian pelaksanaan. (2) Rencana operasional tahunan pelaksanaan PIR Perkebunan disiapkan oleh Perusahaan Inti dan Instansi Pemerintah yang terkait.

Pasal 22 Petunjuk teknis masing-masing kegiatan dalam rangka pelaksanaan Proyek Pengembangan PIR Perkebunan dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perkebunan dan atau Instansi Pemerintah lain yang bersangkutan sesuai dengan kewenangannya. BAB XII P E M B I N A A N Bagian Pertama Lingkup Pembinaan Pasal 23 Yang menjadi lingkup pembinaan pelaksanaan pengembangan perkebunan sebagaimana dalam Pasal ini ialah : a. Calon petani/peserta b. Perusahaan Inti; c. Masyarakat wilayah PIR-BUN dan sekitarnya. Bagian Kedua Materi Pembinaan Pasal 24 Materi pembinaan pelaksanaan pengembangan perkebunan dengan Pola PIR-BUN meliputi: a. Seleksi dan penetapan calon/peserta setempat; b. Penggantian calon/petani peserta; c. Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Petani Peserta Perusahaan Inti; d. Penyelesaian Sertifikat dan Hak Milik atas tanah; e. Penyelesaian Surat Pengakuan Hutang (SPH); f. Penyelesaian Perjanjian Hutang; g. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa; h. Kelompok Tani dan KUD.

Bagian Ketiga Pelaksanaan Pembinaan Pasal 25 (1) Pembinaan umum terhadap pelaksanaan pengembangan perkebunan dengan pola PIR- BUN, dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri yang pelaksanaannya di Daerah dilakukan oleh Gubernur Kepala Daerah dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. (2) Pembinaan teknis terhadap pelaksanaan pengembangan perkebunan dengan pola PIR- BUN dilakukan oleh Menteri Pertanian. (3) Pembinaan di Daerah Tingkat II dilakukan oleh Kepala Daerah Tingkat II bersamasama dengan instansi terkait di wilayah Tingkat II dalam wadah TP3D-II. (4) Gubernur Kepala Daerah mengkoordinir pelaksanaan pengembangan perkebunan dengan Pola PIR-BUN di Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II mengkoordinasikan pelaksanaan pengembangan perkebunan dengan Pola PIR-BUN di Daerah Tingkat II. (5) TP3D Tingkat I mengupayakan pelaksanaan PIR/Kemitraan sesuai konsep dan tujuan pembangunan perkebunan. Fasilitas untuk kelancaran dan keberhasilan serta melaksanakan koordinasi antara berbagai pihak/instansi terkait agar tercipta kerjasama yang baik antara Inti dan Plasma. (6) TP3D Tingkat I bersama dengan Inti mengesahkan petani peserta plasma PIR/Kemitraan, memantau perkembangan dan mengatasi masalah yang timbul untuk keberhasilan program PIR/Kemitraan. (7) TP3D Tingkat II melakukan seleksi calon plasma dari Tim Pelaksana Kecamatan yang telah melaksanakan kegiatan seleksi. (8) Tim Pelaksana Kecamatan melaporkan kegiatan seleksi petani calon plasma kepada TP3D Tingkat I dan TP3D Tingkat II. Bagian Keempat Tata cara Pembinaan Pasal 26 (1) Pembinaan umum pengembangan perkebunan dan Pola PIR-BUN dilakukan dengan cara : a. Penyuluhan;

b. Bimbingan berupa pengarahan, saran dan petunjuk. (2) Metode Pembinaan dilaksanakan melalui: a. Ceramah; b. Forum Komunikasi dan Konsultasi; c. Simulasi, Latihan dan Kunjungan. (3) Tempat pelaksanan pembinaan disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing seperti misalnya di Kantor Kelurahan, Gedung Serba Guna, Balai Desa dan sebagainya. Bagian Kelima Koordinasi pembinaan Pelaporan Pasal 27 (1) Untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pengembangan perkebunan dengan pola PIR-BUN harus dilakukan pengamanan secara terpadu dan kerjasama yang baik antara: a. Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa/Kelurahan setempat; b. Perusahaan Inti; c. Petani Peserta; d. Pengurus KUD; e. Bank Penyalur; f. Masyarakat wilayah PIR-BUN dan sekitarnya. (2) TP3D Tingkat I membuat dan menyampaikan Laporan Triwulan kepada Gubernur Kepla Daerah, sedangkan TP3D Tingkat II membuat Laporan Bulanan kepada TP3D Tingkat I dan Tim Pelaksana Kecamatan membuat Laporan Mingguan kepada TP3D Tingkat I dan TP3D Tingkat II. BAB XIII PERJANJIAN KERJASAMA Pasal 28 (1) Perusahaan yang melakukan kerjasama dengan Perkebunan Rakyat atau Industri Perkebunan Rakyat harus dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis dan diketahui oleh

Pemerintah Daerah. Sedangkan kerjasama antar Perusahaan Perkebunan harus dibuat di depan Notaris. (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan hubungan kemitraan usaha antara Perusahaan Perkebunan dengan Perkebunan Rakyat atau antar perusahaan yang mempunyaui kedudukan yang sama berdasarkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. (3) Dalam pelaksanaannya setiap kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis berdasarkan kesepakatan bersama dan ditandatangani oleh yang bersangkutan. BAB XIV KETENTUAN LAIN-LAIN DAN PENUTUP Pasal 29 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam keputusan ini sepanjang yang bersifat teknis apabila dipandang perlu diatur lebih lanjut oleh instansi teknis terkait. Pasal 30 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan pembetulan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Telukbetung Pada Tanggal : 26 september 1998 GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG Drs. OEMARSONO

Tembusan: 1. Menteri Dalam Negeri di Jakarta 2. Menteri Pertanian di Jakarta 3. Menteri Kehutanan dan Perkebunan di Jakarta 4. Direktur Jenderal Perkebunan Departemen Kehutanan dan Perkebunan di Jakarta 5. Kepala Kanwil Departemen Kehutanan dan Perkebunan Propinsi Lampung di Bandar Lampung 6. Kepala Kanwil Departemen Pertanian Propinsi Lampung di Bandar Lampung 7. Kepala Dinas Perkebunan Tingkat I Lampung di Telukbetung 8. Himpunan Keputusan