INTERFERENSI BAHASA BATAK MANDAILING PADA PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM INTERAKSI KELAS DI KELAS VII MADRASYAH TSANAWIYAH SWASTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang interferensi bahasa telah banyak dilakukan.

BAB II KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA. Konsep dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiolinguistik

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian bahasa Indonesia mulai dari sekolah dasar (SD) sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan,

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan masyarakat dapat mempengaruhi perubahan bahasa. Era

BAB VII KESIMPULAN. penyerapan mengalami penyesuaian dengan sistem bahasa Indonesia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa tersebut mendapat tempat tersendiri di dalam khasanah kebudayaan Indonesia

I. PENDAHULUAN. hubungan antarbahasa sehingga timbul penyerapan bahasa-bahasa asing ke dalam

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA

Gorontalo untuk berkomunikasi. Selain bahasa Gorontalo, Provinsi Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil dari penelitian berjudul Interferensi Morfologis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS INTERFERENSI BAHASA BATAK TOBA PEMANDU WISATA DESA SIALLAGAN TOBA SAMOSIR

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sebagai salah satu tempat interaksi bahasa berlangsung,

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa daerah bagi penuturnya telah mendarah daging karena tiap hari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

INTERFERENSI BAHASA JAWA DALAM KARANGAN NARASI BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 SAWIT BOYOLALI TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan. Masing-masing pulau tersebut

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. bahasa. Bahasa sebagai alat yang digunakan untuk berkomunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

BAB II PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA SISWA DI SEKOLAH DASAR. Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia bahasa adalah sistem lambang bunyi

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa sangatlah penting bagi masyakat penuturnya. Pemakaian bahasa menuntut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas

BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA. Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

INTERFERENSI LEKSIKAL, FRASIOLOGIS, DAN KLAUSAL BAHASA JAWA KE DALAM BAHASA INDONESIA DALAM MAJALAH AULA

BAB II BERBAGAI KAJIAN TENTANG INTERFERENSI, SIKAP BAHASA, DAN BAHASA BATAK TOBA


BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Asep Jejen Jaelani & Ani Indriyani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan

BAB I PENDAHULUAN. dengan beberapa bangsa asing yang membawa bahasa dan kebudayaannya masing-masing.

BAB II LANDASAN TEORI. Biau. Kabupaten Buol. Adapun penelitian sejenis yang pernah diteliti antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

INTERFERENSI SINTAKSIS BAHASA MINANGKABAU DALAM BAHASA INDONESIA PADA MASYARAKAT MINANG PERANTAU DI MEDAN

I. PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia adalah bahasa Negara Republik Indonesia yang tercantum

PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi bersifat universal. Artinya, hampir tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI SD DOREMI EXCELLENT SCHOOL. oleh: Ni Made Yethi suneli

CAMPUR KODE TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20 Padang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizqi Aji Pratama, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian yang relevan sebelumnya berkaitan dengan interferensi leksikal

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB I PENDAHULUAN. suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

BAB 1 PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik (Tarigan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. pendiri bangsa Indonesia menyadari betul akan ancaman perpecahan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

Keywords: sociolinguistic, acguisition, two languages, interference

BAB V PENUTUP. bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia pada karangan siswa kelas VII SMPN 2

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

PEMILIHAN KODE MASYARAKAT PESANTREN DI PESANTREN AL-AZIZ BANJARPATOMAN DAMPIT

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi.

Modul ke: BAHASA INDONESIA. Ragam Bahasa. Sudrajat, S.Pd. M.Pd. Fakultas FEB. Program Studi Manajemen.

BAB I PENDAHULUAN. semangat kebangsaan dan semangat perjuangan dalam mengantarkan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam BAB I, peneliti memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, uraian masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini.

Transkripsi:

INTERFERENSI BAHASA BATAK MANDAILING PADA PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM INTERAKSI KELAS DI KELAS VII MADRASYAH TSANAWIYAH SWASTA Siti Jahria Sitompul Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia PPs Universitas Negeri Medan Abstract. The objective of the research is to find out the interference of batak language into indonesian language in interaction class. The data is found from interaction class 2013. This research used theory of bilingual, language interference choice in order to analyse the data. The result of this research has found 11 forms of batak s language interference to the indonesian language including morfologi and prefosisi. Keywords: The interfe interference of batak language PENDAHULUAN Bahasa indonesia (BI) memiliki kedudukan serta fungsi sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi negara. Hal ini mengakibatkan perlunya bahasa indonesia dibina dan dikembangkan menjadi sebuah bahasa yang baku (Halim, 1984). Namun, menguasai BI secara baik dan benar memerlukan proses yang cukup panjang karena BI bukanlah bahasa pertama bagi sebagian besar Bangsa Indonesia. BI merupakan bahasa kedua setelah mereka menguasai bahasa pertamanya, yaitu Bahasa Daerah sebagai bahasa komunikasi primer. Mengingat kedudukan bahasa daerah sebagai pendamping BI (Nababan, 1984: 27), maka kontak antara bahasa pertama dan bahasa kedua dalam diri seseorang tak bisa dielakkan (Weinreich, 1953; Soewito, 1983). Melalui kontak tersebut, akan terjadi pengaruh antara bahasa pertama dan bahasa kedua atau sebaliknya, baik yang dapat mempermudah maupun yang menghambat dalam proses belajar bahasa kedua. Perbedaan struktur antara bahasa pertama dan bahasa kedua dapat menimbulkan kesilapan dalam pemakaian bahasa kedua yang lazim disebut penyimpangan atau interferensi, meliputi semua tataran kebahasaan, pada tatabunyi, tatabentuk (morfologi), tatakalimat, dan tatamakna (Soewito, 1983). Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015 99

Bahasa Batak Mandailing (selanjutnya disingkat dengan BBM) merupakan lingua franca untuk masyarakat Tapanuli Selatan (TAPSEL) Kota Padangsidimpuan. BBM digunakan sebagai alat komunikasi dalam pergaulan, baik antara keluarga, sahabat, maupun untuk kepentingan-kepentingan lain yang tidak formal. Situasi pemakaian BBM tersebut dalam kontaknya dengan BI dapat menghambat penguasaan proses pembelajaran BI, sehingga menimbulkan penyimpanganpenyimpangan negatif yang disebut dengan istilah interferensi. Interferensi biasanya dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor Internal adalah faktor yang meliputi bidang kebahasaan sedangkan faktor eksternal adalah faktor diluar kebahasaan. Faktor-faktor tersebut secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi siswa dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi Bangsa Indonesia yang telah lama dipelajari oleh para Siswa di Indonesia. Bahasa Indonesia telah diajarkan pada tiap satuan pendidikan di Indonesia. Namun, realita yang ada pada pembelajar BI, mereka belum mampu menguasai dan mengaplikasikan Bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari baik dalam konteks formal dan non formal sesuai kaidah yang berlaku. Ketika mereka berbicara atau berinteraksi di kelas, seringkali mereka menggunakan struktur bahasa pertama dalam hal ini Bahasa Batak Mandailing ketika berbahasa indonesia. Hal ini jelas membuat kekaburan makna yang dapat menghambat kelancaran komunikasi. Berbicara merupakan salah satu ketrampilan berbahasa yang menjadi bagian materi pembelajaran BI. Berbicara merupakan suatu keterampilan yang memerlukan suatu Konfigurasi antara penguasaan lafal, struktur bahasa, kosakata dan pengetahuan yang cukup terhadap masalah yang akan disampaikan. Keterampilan berbicara yang merupakan bahasa lisan lebih fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kemampuan berbicara seharusnya mendapat perhatian yang cukup dalam pembelajaran bahasa (Nurgiantoro, 2010: 399). Pada kalangan siswa, khususnya Santri santriwati MTS S Al -Azhar kelas VII, pembelajaran BI telah dilakukan sebagaimana sekolah lain. Meskipun demikian, pengaruh pemakaian bahasa Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015 100

pertama (BBM) yang frekuensi waktunya lebih lama daripada BI masih mempengaruhi struktur tatabahasa santri/santriwati. Pengaruh itu tampak ketika santri santriwati berinteraksi dikelas baik dalam konteks pembelajaran atau berkomunikasi biasa dengan teman sekalasnya. Jelas terlihat penerapan struktur BBM yang langsung dimasukkan kedalam BI ketika mereka berinteraksi. Hal ini membuat komunikasi terhambat. Bahkan tidak dimengerti apabila yang menjadi komunikannya adalah warga diluar dari daerah TAPSEL. Pemilihan Santri santriwati MTS S Al -Azhar kelas VII, berawal dari realita banyaknya terdapat penyimpangan-penyimpangan yang melanggar aturan atau kaidah BI yang berlaku ketika mengadakan proses pembelajaran BI dikelas. Penyimpangan terlihat ketika santri santriwati menggunakan BI dalam proses kegiatan belajar mengajar secara lisan dan tulisan didalam kelas. Akan tetapi, dalam penelitian ini hanya difokuskan pada interferensi dalam bahasa lisan saja khususnya ketika berinteraksi di kelas pada tataran morfologi dan sintaksis. Karna ketempilan berbicara dalam hal ini bahasa lisan lebih fungsional dalam kehidupan sehari-hari daripada keterampilan berbicara lainnya. Fokus Penelitian Fokus penelitian ini adalah interferensi bahasa batak mandailing pada penggunaan bahasa indonesia dalam interaksi kelas di kelas. Berdasarkan fokus tersebut sub fokus penelitian ini adalah interferensi pada tataran morfologi. Rumusan Masalah Dalam penelitian ini penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah interferensi Bahasa Batak Mandailing pada penggunaan Bahasa Indonesia dalam interaksi kelas siswa pada tataran morfologi dikelas VII MTS S Al -Azhar? 2. Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi interferensi Bahasa Batak Mandailing pada penggunaan Bahasa Indonesia dalam interaksi kelas siswa dikelas VII MTS S Al -Azhar? Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang sudah dipaparkan di atas maka, penelitian ini Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015 101

bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk interferensi Bahasa Batak Mandailing pada penggunaan bahasa Indonesia dalam interaksi kelas siswa pada tataran morfologi dikelas VII Madrasyah Tsanawiyah serta mengidentifikasi faktor-faktor yang melatarbelakangi interferensi Bahasa Batak Mandailing pada penggunaan Bahasa Indonesia dalam interaksi kelas siswa dikelas VII Madrasyah Tsanawiyah Swasta Al Azhar. Manfaat Penelitian Secara umum penelitian ini diharapkan untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan Linguistik terutama kajian tentang interferensi Bahasa Batak Mandailing terhadap Bahasa Indonesia khususnya untuk peserta didik. Hasil penelitian ini jugadapat digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan penelitian pengembangan yang lainnya. Secara khusus, penelitian ini diharapkan berguna bagi pengajar dan pelajar bahasa indonesia terutama sebagai bahan ajar dan sumber ajar dalam pembelajaran bahasa indonesia. ACUAN TEORI Interferensi Bahasa Kedwibahasaan dan interferensi memiliki hubungan yang sangat erat. Hal ini dapat dilihat pada kenyataan pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Situasi kebahasaan masyarakat tutur bangsa Indonesia sekurang-kurangnya ditandai dengan pemakaian dua bahasa, yaitu bahasa daerah sebagai bahasa ibu dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Situasi pemakaian seperti ini dapat memunculkan percampuran antara bahasa nasional dan bahasa Ibu. Bahasa ibu yang dikuasai pertama, mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pemakaian bahasa kedua, dan sebaliknya bahasa kedua juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap pemakaian bahasa pertama. Kebiasaan untuk memakai kedua bahasa lebih secara bergantian dapat menimbulkan terjadinya interferensi. Interferensi berasal dari bahasa Inggris yaitu interference yang berarti percampuran, pelanggaran, rintangan. Interferensi secara umum juga dapat diartikan sebagai percampuran dalam bidang bahasa. Percampuran yang dimaksud adalah percampuran dua bahasa atau saling pengaruh antara kedua bahasa (Poerwadarminto dalam Pramudya, 2006: 27). Definisi Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015 102

interferensi dalam Kamus Linguistik (Kridalaksana, 2008: 95) yaitu penggunaan unsur bahasa lain oleh bahasawan yang bilingual secara individual dalam suatu bahasa. Interferensi juga dapat diartikan sebagai gangguan, campur tangan, masuknya unsur serapan kedalam bahasa lain yang bersifat melanggar kaidah gramatika bahasa yang menyerap (retnoningsih, suharso, 2005: 187). Berdasarkan definisi tersebut, diketahui bahwa interferensi terjadi pada diri individu dwibahasawan ketika bertutur. Hal tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan Diebold (dalam Rusyana, 1988: 7) bahwa interferensi merupakan gejala parole dan pemakaiaannya pada diri dwibahasawan saja, bukan merupakan gejala langue yang terjadi pada masyarakat bahasa. Istilah interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich (1968: 1) untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual. Penutur yang bilingual adalah penutur yang menggunakan dua bahasa secara bergantian, sedangkan penutur multilingual merupakan penutur yang dapat menggunakan banyak bahasa secara bergantian. Peristiwa interferensi terjadi pada tuturan dwibahasawan sebagai kemampuannya dalam berbahasa lain. Hal ini menyebabkan penyimpangan (interferensi) dari kaidah bahasa sebagai akibat pengaruh penguasaan seorang dwibahasawan terhadap bahasa lain yang bisa meliputi tingkat tata bunyi, tata bahasa, atau leksikon (kushartanti dkk, 2005: 59). Interferensi adalah kesulitan yang timbul dalam proses penguasaan bahasa kedua dalam hal bunyi, kata, atau konstruksi sebagai akibat perbedaan kebiasaan dengan bahasa pertama (Robert Lado dalam Abdulhayi, 1985: 8). Interferensi juga dapat diartikan sebagai kekeliruan yang disebabkan oleh terbawanya kebiasaan- ebiasaan ujaran bahasa atau dialek ibu ke dalam bahasa atau dialek kedua (Hartman & Stork dalam Alwasilah, 1985: 131). Dalam interferensi terjadi kecenderungan masuknya unsur-unsur bahasa yang satu ke bahasa yang lain yang dapat meliputi semua aspek bahasa yaitu pengucapan, morfologi, sintaksis, semantik dan juga masalah kultural (Samsuri, 1987: 46). Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, interferensi Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015 103

merupakan penyimpangan norma bahasa karna pengaruh unsur-unsur bahasa pertama terhadap bahasa kedua oleh dwibahasawan sebagai akibat dari kontak bahasa. Interferensi juga dapat diartikan sebagai percampuran kaidah bahasa karena terbawanya unsur bahasa sumber ketika menggunakan bahasa sasaran, akibat penguasaan kedua bahasa yang tidak seimbang pada diri penutur yang bilingual. Interferensi dapat berlangsung timbal balik, artinya baik bahasa pertama maupun bahasa kedua dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Hal tersebut dapat dilakukan oleh individu atau kelompok dwibahasawan baik lewat tataran fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Jenis Interferensi Interferensi merupakan gejala umum dalam sisiolinguistik yang terjadi sebagai akibat dari kontak bahasa, yaitu penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur yang multilingual. Interferensi ini bisa menduduki semua aspek kebahasaan, mulai dari tataran fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Hal ini merupakan suatu masalah yang menarik perhatian para ahli bahasa. Mereka memberikan pengamatan dari sudut pandang yang berbeda beda. Dari pengamatan para ahli tersebut timbul bermacam-macam interferensi. Secara umum, Ardiana (1940: 14) membagi interferensi menjadi lima macam, yaitu 1) Interferensi kultural dapat tercermin melalui bahasa yang digunakan oleh dwibahasawan. Dalam tuturan dwibahasawan tersebut muncul unsur-unsur asing sebagai akibat usaha penutur untuk menyatakan fenomena atau pengalaman baru. 2) Interferensi semantik adalah interferensi yang terjadi dalam penggunaan kata yang mempunyai variabel dalam suatu bahasa. 3) Interferensi leksikal, harus dibedakan dengan kata pinjaman. Kata pinjaman atau integrasi telah menyatu dengan bahasa kedua, sedangkan interferensi belum dapat diterima sebagai bagian bahasa kedua. Masuknya unsur leksikal bahasa pertama atau bahasa asing ke dalam bahasa kedua itu bersifat mengganggu. Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015 104

4) Interferensi fonologis mencakup intonasi, irama penjedaan dan artikulasi. 5) Interferensi gramatikal meliputi interferensi morfologis, fraseologis dan sintaksis. Interferensi menurut Jendra (1991:106-114) dapat dilihat dari berbagai sudut sehingga akan menimbulkan berbagai macam interferensi antara lain: (1) Interferensi ditinjau dari asal unsur serapan Kontak bahasa bisa terjadi antara bahasa yang masih dalam satu kerabat maupun bahasa yang tidak satu kerabat. Interferensi antarbahasa sekeluarga disebut dengan penyusupan sekeluarga (internal interference) misalnya interferensi bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa. Sedangkan interferensi antarbahasa yang tidak sekeluarga disebut penyusupan bukan sekeluarga (external interference) misalnya bahasa interferensi bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia. (2) Interferensi ditinjau dari arah unsur serapan Komponen interferensi terdiri atas tiga unsur yaitu bahasa sumber, bahasa penyerap, dan bahasa penerima. Setiap bahasa akan sangat mungkin untuk menjadi bahasa sumber maupun bahasa penerima. Interferensi yang timbal balik seperti itu kita sebut dengan interferensi produktif. Di samping itu, ada pula bahasa yang hanya berkedudukan sebagai bahasa sumber terhadap bahasa lain atau interferensi sepihak. Interferensi yang seperti ini disebut interferensi reseptif. (3) Interferensi ditinjau dari segi pelaku Interferensi ditinjau dari segi pelakunya bersifat perorangan dan dianggap sebagai gejala penyimpangan dalam kehidupan bahasa karena unsur serapan itu sesungguhnya telah ada dalam bahasa penerima. Interferensi produktif atau reseptif pada pelaku bahasa perorangan disebut interferensi perlakuan atau performance interference. Interferensi perlakuan pada awal orang belajar bahasa asing disebut interferensi perkembangan atau interferensi belajar. (4) Interferensi ditinjau dari segi bidang. Pengaruh interferensi terhadap bahasa penarima bisa merasuk ke dalam secara intensif dan bisa pula hanya di permukaan yang tidak menyebabkan sistem bahasa penerima terpengaruh. Bila interferensi itu sampai menimbulkan perubahan dalan sistem Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015 105

bahasa penerima disebut interferensi sistemik. Interferensi dapat terjadi pada berbagai aspek kebahasaan antara lain, pada sistem tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan bisa pula menyusup pada bidang tata makna (semantik). Dennes dkk. (1994:17) yang mengacu pada pendapat Weinrich mengidentifikasi interferensi atas empat, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut. (1) Peminjaman unsur suatu bahasa ke dalam tuturan bahasa lain dan dalam peminjaman itu ada aspek tertentu yang ditransfer. Hubungan antar bahasa yang unsur-unsurnya dipinjam disebut bahasa sumber, sedangkan bahasa penerima disebut bahasa peminjam. (2) Penggantian unsur suatu bahasa dengan padanannya ke dalam suatu tuturan bahasa yang lain. Dalam penggantian itu ada aspek dari suatu bahasa disalin ke dalam bahasa lain yang disebut substitusi. (3) Penerapan hubungan ketatabahasaan bahasa A ke dalam morfem bahasa B juga dalam kaitan tuturan bahasa B., atau pengingkaran hubungan ketatabahasaan bahasa B yang tidak ada modelnya dalam bahasa A. (4) Perubahan fungsi morfem melalui jati diri antara suatu morfem bahasa B tertentu dengan morfem bahasa A tertentu, yang menimbulkan perubahan fungsi morfem bahasa B berdasarkan satu model tata bahasa A Menurut Chair interferensi terdiri atas dua macam, yaitu (1) interferensi reseptif, yakni berupa penggunaan bahasa B dengan diresapi unsur-unsur bahasa A, dan (2) interferensi produktif, yakni wujudnya berupa penggunaan bahasa A tetapi dengan unsur bahasa B. Jendra (1991:108) membedakan interferensi menjadi lima aspek kebahasaan, antara lain: interferensi pada bidang sistem tata bunyi (fonologi) interferensi pada tata bentukan kata (morfologi) interferensi pada tata kalimat (sintaksis) interferensi pada kosakata (leksikon) interferensi pada bidang tata makna (semantik) Menurut Jendra (1991:113) interferensi pada bidang semantik masih dapat dibedakan lagi menjadi tiga bagian, yakni (1) Interferensi semantik perluasan (semantic expansive interference). Istilah ini dipakai apabila terjadi peminjaman Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015 106

konsep budaya dan juga nama unsur bahasa sumber. (2) Interferensi semantik penambahan (semantic aditif interference). Interferensi ini terjadi apabila muncul bentuk baru berdampingan dengan bentuk lama, tetapi bentuk baru bergeser dari makna semula. (3) Interferensi semantik penggantian (replasive semantic interference). Interferensi ini terjadi apabila muncul makna konsep baru sebagai pengganti konsep lama. Yusuf (1994:71) membagi peristiwa interferensi menjadi empat jenis, yaitu (1) Interferensi Bunyi (phonic interference) Interferensi ini terjadi karena pemakaian bunyi satu bahasa ke dalam bahasa yang lain dalam tuturan dwibahasawan. (2) Interferensi tata bahasa (grammatical interference) Interferensi ini terjadi apabila dwibahasawan mengidentifikasi morfem atau tata bahasa pertama kemudian menggunakannya dalam bahasa keduanya. (3) Interferensi kosakata (lexical interference) Interferensi ini bisa terjadi dalam berbagai bentuk, misalnya terjadi pada kata dasar, tingkat kelompok kata maupun frasa. (4) Interferensi tata makna (semantic interference) Interferensi ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu (a) interferensi perluasan makna, (b) interferensi penambahan makna, dan (c) interferensi penggantian makna. Huda (1981: 17) yang mengacu pada pendapat Weinrich mengidentifikasi interferensi atas empat macam, yaitu (1) mentransfer unsur suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain, (2) adanya perubahan fungsi dan kategori yang disebabkan oleh adanya pemindahan, (3) penerapan unsur-unsur bahasa kedua yang berbeda dengan bahasa pertama, (4) kurang diperhatikannya struktur bahasa kedua mengingat tidak ada equivalensi dalam bahasa pertama. Berdasarkan pendapat para ahli diatas, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa bentuk interferensi dalam bahasa itu dapat mempengaruhi semua aspek tatabahasa, yaitu interferensi pada bidang sistem tata bunyi (fonologi), interferensi pada tata bentukan kata (morfologi), interferensi Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015 107

pada tata kalimat (sintaksis), interferensi pada kosakata (leksikon), interferensi pada bidang tata makna (semantik). Namun, pada kesempatan ini penulis memfokuskan penelitian pada interferensi morfologi dan sintaksis. Interferensi Morfologis Secara etimologis, istilah morfologi berasal dari bahasa Yunani yaitu gabungan antara morphe yang artinya bentuk dan logos yang berarti ilmu (Ralibi dalam Mulyana, 2007: 5). Ramlan (1987: 21) menegaskan bahwa selain mempelajari tentang kata, morfologi juga mempelajari perubahan bentuk kata pada definisi morfologi disampaikannya sebagai berikut ini: morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk beluk bentuk kata serta pengaruh perubahanperubahan bentuk terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi sintaktik. Ruang lingkup kajian morfologi adalah kata dan morfem, yaitu morfem menjadi satuan kajian terkecil dan kata menjadi satuan kajian terbesar (Ramlan: 1987: 23; Mulyana, 2007: 7). Morfem adalah bentuk gramatikal terkecil yang tidak dapat dipecah lagi menjadi bentuk gramatika yang lebih kecil (Soeparno, 2003: 72). Morfem dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas yaitu morfem yang dapat berdiri sendiri dan telah memiliki arti tanpa bergabung dengan morfem yang lain. Morfem terikat adalah morfem yang tidak bisa berdiri sendiri dan baru bisa memiliki arti jika sudah bergabung dengan morfem bebas. Contoh morfem bebas adalah omah rumah, dolan, klambi baju, sedangkan contoh morfem terikat adalah afiks (n-, m-, ng-, ny-, ka-, di-, dsb). Uhlenbeck (1982:21) menyebut morfem bebas sebagai moefem akar, yaitu morfem yang pasti ada pada sebuah kata, baik berdiri sendiri maupun dilekati morfem lain. Kata adalah satuan gramatik bebas yang terdiri dari satu atau beberapa morfem (Ramlan, 1987: 33; Mulyana, 2007: 12, Widdowson: 1991: 45). Soeparno (2003: 75) menambahkan bahwa kata merupakan satuan gramatik yang memiliki makna secara leksikal. Berdasarkan kedua definisi kata tersebut, dapat disimpulkan bahwa kata adalah Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015 108

satuan gramatik yang terdiri dari satu atau beberapa morfem yang memiliki makna secara leksikal. Contoh kata: rumah, duduk, kelurahan, sekolah, makan, tidur, ambil. Berdasarkan definisi dan ruang lingkup morfologi tersebut, dapat diketahui bahwa morfologi berkaitan dengan pembentukan kata dan perubahan bentuk kata. Perubahan bentuk kata tersebut melalui proses morfologis. Oleh karena itu, interferensi morfologis berarti interferensi yang terjadi pada pembentukan dan perubahan bentuk kata. Interferensi Sintaksis Sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan (Veerhar, 1990: 159). Sintaksis merupakan tata kalimat. Interferensi sintaksis terjadi apabila dalam struktur kalimat satu terserap struktur kalimat bahasa lain (Suwito, 1983:56). Interferensi sintaksis dapat terlihat pada penggunaan serpihan kata, frasa dan klausa dalam kalimat (Chaer dan Leonie, 1995:162). Bentuk interferensi bahasa batak mandailing dalam bahasa Indonesia, misalnya: buku inilah yang mahalnya diantara buku itu. Dalam kalimat tersebut terdapat unsur kalimat dari bahasa BBM. Kalimat itu dalam BBM adalah buku on ma nagodang na sian buku-buku i. Interferensi struktur termasuk peristiwa yang jarang terjadi. Tetapi karena pola struktur merupakan ciri utama kemandirian sesuatu bahasa, maka penyimpangan dalam level ini biasanya dianggap sesuatu yang mendasar sehingga perlu dihindarkan. METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Melelui metode ini, semua hasil penelitian akan dideskripsikan dalam hubungannya dengan kaidah bahasa indonesia yang berlaku. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah santri dan santriwati kelas VII Madrasyah tsanawiyah swasta Al azhar Padangsidempuan pada tahun 2013. Data dan Sumber Data Data penelitian ini adalah bentuk, struktur, atau kosa kata bahasa batak mandailing yang menginterferensi bahasa indonesia khususnya pada tataran morfologi. Sumber data penelitian adalah bahasa santri santriwati kelas VII Madrasyah tsanawiyah swasta Al azhar Padangsidempuan pada tahun 2013 pada interaksi dikelas. Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015 109

Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung kelapangan terhadap objek yang diteliti. Melalui teknik ini, penulis secara langsung mencatat semua kosa kata yang dianggapsebagai kosa kata yang diinterferensi oleh bahasa batak mandailing. Teknik analisis data Data yang telah terkumpul dalam catatan dikelompokkan sesuai jenis data. Data yang termasuk pada tataran morfologi dianalisis sesuai dengan kaidah morfologi kemudian menjelaskan maknanya. HASIL PENELITIAN Bentuk-Bentuk Interferensi Tataran Morfologi Pada penelitian awal ini, ada beberapa kata yang jelas mengalami interferensi yang ditemukan pada pemakaian kata satu aku. Kata satu aku merupakan aplikasi dari struktur atau susunan Bahasa Batak Mandailing yaitu sada au untuk menyatakan sendiri dalam Bahasa Indonesia. Mereka hanya menukar bunyi Bahasa Mandailing ke dalam Bahasa Indonesia ketika mereka beralih ke Bahasa Indonesia tanpa memperhatikan benar atau salah kata yang mereka ucapkan. Selain itu, dalam kata berimbuhan taringotna yang berasal dari awalan ta- dan akhiran na dengan kata dasar ingot (ingat dalam Bahasa Indonesia) langsung diaplikasikan strukturnya atau susunan katanya ketika mengujarkan Bahasa Indonesia yaitu seingatnya. Kemudian, dalam kata ajakan keta-leh dalam Bahasa Batak Mandailing dirubah menjadi ayoleh dalam Bahasa Indonesia. Hal ini karna kata keta itu sama dengan ayo dalam BI, namun akhiran -leh dalam kosakata Bahasa Batak Mandiling tidak diganti dengan -lah dalam Bahasa Indonesia. Dalam frasa ditemukan beberapa jenis interferensi pada pemakaian kata tu -hamian (ke rumah / ke tempat kami dalam Bahasa Indonesia) menjadi ke kamian ustajah ketika diucapkan dalam Bahasa Indonesia. Tu- dalam BBM (Bahasa Batak Mandailing) sama dengan ke- dalam BI. Hami dalam BBM memiliki arti kami dalam BI. Namun jika struktur BBM tersebut langsung dimasukkan ke dalam BI tanpa perubahan susunan maka, makna dari kata ke kamian tersebut terasa janggal atau bahkan tidak dimengerti bagi orang yang tidak paham bahasa bm walaupun arti kosa katanya sama. Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015 110

Interferensi dalam frasa lain adalah penggunaan kata ubat rongit dalam BBM. Ubat dalam BBM sama dengan obat dalam BI. Sedangkan rongit sama dengan nyamuk dalam BI. Ketika mereka ingin mengungkapkan kata ubat rongit tersebut dalam BI, maka mereka akan mengatakan obat nyamuk. Kata obat dalam BI lazimnya digunakan untuk mengobati sesuatu yang sakit atau kelainan seseorang dengan tujuan untuk menyembuhkannya. Hal ini dapat menimbulkan kerancuan makna jika didengar oleh orang yang tidak mengerti BBM. Selain itu, dalam penggunaan frasa bagas nita, kobun nita atau umatta, salakta, hepengta dll sering langsung dimasukkan susunan dan arti kata yang sepadan dalam BI ketika mereka ingin mengunkapkannya dalam BI. Bagas nita (bbm) = rumah kita (bi) Kobun nita (bbm) = kebun kita (bi) Umatta (bbm) = ibu kita (bi) Salakta (bbm) = salak kita (bi) Hepengta (bbm) = uang kita (bi) Dalam Bahasa Batak Mandailing (BBM), penggunaan kata kita lazim digunakan untuk orang atau lawan bicara ketika menyatakan kepimilikan seseorang terhadap suatu benda, harta keluarga dll, meskipun benda tersebut dia miliki secara pribadi. Hal ini menunjukkan budaya yang tinggi atau rasa rendah hati serta persaudaraan yang erat terhadap lawan bicara. Namun Hal ini jelas menimbulkan kebingungan bagi komunikan yang tidak mengerti dengan nilai budaya yang terkandung dalam BBM tersebut. Karna kata kita dalam BI biasa digunakan untuk menyatakan kepemilikan secara bersama dengan lawan bicara. Faktor-Faktor yang mempengaruhi interferensi Selanjutnya Soepomo Posedjosoedarmo (1978) mengemukakan sebab-sebab interferensi adalah dig adanya pengaruh bahasa yang satu ke bahasa yang lain yaitu (1) keadaan diglosik yang belum mantap, (2) kodifikasi yang belum mantap, (3) kodifikasi yang ditentukan sendiri oleh masyarakat, (4) masyarakat pemakai bahasa itu memiliki toleransi kebahasaan yang besar, (5) masyarakat pemakai bahasa itu menganggap antara kedua bahasa tidak ada perbedaan. Weinrich (1970:64-65) mengutarakan beberapa faktor penyebab terjadinya interferensi, antara lain: 1) Kedwibahasaan peserta tutur Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015 111

2) tidak cukupnya kosakata bahasa penerima 3) kebutuhan akan sinonim 4) terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu Berdasarkan pendapat diatas, setelah melakukan wawancara baik dengan siswa maupun guru, dapat dikemukakan hasilnya bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi peristiwa terjadinya interferensi dapat dibagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor Internal adalah faktor kebahasaan dan faktor eksternal adalah faktor non kebahasaan. Faktor Kebahasaan Faktor kebahasaan yang dimaksud adalah faktor yang berasal dari dalam bahasa itu sendiri. Faktor kebahasaan ini meliputi komponenkomponen bahasa yaitu fonologi, morfologi, dan sintaksis. Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, faktor kebahasaan yang menjadi sebab terjadinya interferensi BBM ke dalam pemakaian BI dalam interaksi dikelas adalah pemahaman stuktur atau tata bahasa, penggunaan verba, penguasaan kosakata, kesalahan dalam pemilihan kata ketika menulis wacana. Paparannya sebagai berikut: 1. Pemahaman Struktur atau Tata bahasa Faktor pertama yang menyebabkan terjadinya interferensi pada bahasa kedua adalah pemahaman terhadap struktur atau tata bahasa. Struktur bahasa meliputi bagaimana merangkai suatu frasa, klausa, kalimat hingga menjadi sebuah wacana yang baik dan benar dalam tata bahasa tersebut. Dalam BI ketika menyusun suatu klausa, misalnya: Bahasa Indonesia Subjek + predikat Aku lupa Bahasa batak mandailing Predikat + subjek Lupa au (kata yang lazim digunakan penutur bbm) 2. Penyusunan Kosakata Untuk dapat berbicara dalam suatu bahasa secara baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosakata yang bersangkutan. Selain itu, diperlukan juga kemampuan memahami bahasa lawan bicara (nurgiantoro, 2010:399). Fenomena yang dijumpai pada kalangan santri santriwati al azhar adalah, mereka seringkali mengalami kesulitan ketika berbicara dikelas baik Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015 112

ketika untuk presentasi, berbicara dengan guru, maupun berinteraksi dengan teman satu kelas mereka. Keterbatasan penguasaan kosakata mereka sangat jelas mempengaruhi keterampilan berbicara mereka. Hal yang sering dijumpai ketiga mereka mendapat tugas untuk presentasi atau menceritakan pengalaman di depan kelas, ditengah proses yang sedang berlangsung, mereka sering kebingungan dalam merangkai kalimat berikutnya karna ketidak tahuan penggunaan kosakata dalam bahasa kedua (dalam hal ini bi) untuk menyampaikan maksud mereka sehingga mereka mengambil jalan tengah dengan langsung memasukkan b1 (bbm) kedalam b2 (bi) atau yang sering disebut dengan alih kode(code switching). 3. Pemahaman tentang bahasa kedua Pemahaman tentang bahasa kedua dalam konteks ini BI secara mendalam sangat membantu seseorang menjadi bilingual yang baik. Artinya jika seseorang memahami seluk beluk bahasa yang sedang dipelajari baik secara internal maupun eksternal, maka akan lebih mudah untuk menggunakan bahasa-bahasa tersebut dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis Faktor Non kebahasaan Faktor kebahasaan dipahami sebagai faktor yang berasal dari luar bahasa. 1. Siswa Latar belakang siswa sebagai salah satu faktor non kebahasaan yang mempengaruhi pembelajaran bahasa kedua. Latar belakang siswa meliputi: latar belakang keluarga, pendidikan/asal sekolah siswa sebelumnya. Pertama, latar belakang keluarga. Ranah keluarga adalah tempat pertama seorang anak belajar tentang segala sesuatu termasuk bahasa didalamnya. Dikalangan santri santriwati al-azhar dapat dikatakan mayoritas berasal dari suku batak yang secara langsung menggunakan bahasa batak sebagai bahasa sehari-hari mereka dalam lingkungan keluarga dan lingkungan sekitar. 2. Sikap Bahasa Anderson (dalam Sumarsono, 2004: 363) mengemukakan sikap bahasa adalah tata keyakinan yang relatif berjangka panjang sebagian mengenai bahasa tertentu, mengenai objek bahasa yang memberikan kecenderungan pada Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015 113

seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu pula atau dengan cara yang disenangi. Berdasarkan temuan pada penelitian ini, sikap bahasa tersebut dapat dilihat dari cara pandang siswa mengenai bahasa Indonesia. Kebanyakan siswa menganggap bahwa bahasa Indonesia masih termasuk kategori mata pelajaran yang tidak terlalu penting. Bagi mereka tanpa belajar bahasa indonesia mereka sudah bisa berbicara dengan menggunakan bahasa indonesia. Hal ini membuat motivasi santri santriwati belajar bahasa indonesia jadi menurun. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, ditemukan fenomena interferensi dalam BBM terhadap BI berupa kata atau frasa serta bentukan-bentukan morfologis lain yang menyimpang. Bentuk-bentuk interferensi tersebut mengakibatkan terjadinya kesilapan dalam pemakaian BI yang jelas juga mempengaruhi makna semantik yang terdapat dalam kata tersebut. DAFTAR PUSTAKA Baradja, M.F. 1981. Peranan Analisis Kontrastif. Jakarta: Penataran- Lokakarya Tahap II Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Nababan, P.W.J. 1984. Sosiolinguistik. Jakarta: Penerbit P.T. Gramedia Nazir, Moh. 1983. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia Parawansa, Paturunggi. 1981. Kajian Interferensi Morfologi pada Dwibahasawan Anak Murid Sekolah Dasar di Daerah Kabupaten Gowa Propinsi Sulawesi Selatan. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana IKIP Malang Rusyana, Yus. 1975. Interferensi Morfologi pada Penggunaan Bahasa Indonesia oleh Anak-anak yang Berbahasa Pertama Bahasa Sunda Murid Sekolah Dasar di Propinsi Jawa Barat. Disertasi tidak diterbitkan. Jakarta: Universitas Indonesia Suwandi, A.M. Slamet. 1984. Interferensi Sintaksis Bahasa Indonesia pada Penggunaan Bahasa Inggris oleh Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015 114