BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari bidang kegiatan transportasi atau

I. PENDAHULUAN. Masyarakat sangat bergantung dengan angkutan umum sebagai tranportasi penunjang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Pengangkutan dapat dilakukan melalui darat, laut

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM. yang mengangkut, (2) alat (kapal, mobil, dsb) untuk mengangkut.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju

HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. dari sarana pengangkutnya. Hal tersebut akan mempengaruhi lancar tidaknya. dapat dipastikan proses perdagangan akan terhambat.

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. pulau-pulau di dunia. Seperti diketahui bahwa Negara Indonesia merupakan tentang Wawasan Nusantara yang meliputi:

I. PENDAHULUAN. Pengangkutan terbagi dalam dua hal, yaitu pengangkutan orang dan/atau barang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Harus diakui bahwa globalisasi merupakan gejala yang dampaknya

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mencapai tujuan dan menciptakan maupun menaikan utilitas atau

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. pengangkutan tersebut dijadikan sebagai suatu kebutuhan bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia

BAB I PENDAHULUAN. itu perkembangan mobilitas yang disebabkan oleh kepentingan maupun keperluan

Oleh : LANUGRANTO ADI NUGROHO C

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok. Dengan jumlah penduduk

I. PENDAHULUAN. oleh keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, yang

BAB I PENDAHULUAN. dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran

BAB II PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG ANGKUTAN UMUM DARAT

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG TANPA TIKET (ILLEGAL) DALAM PENGANGKUTAN DARAT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain memerlukan sarana yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Laut Dan Perairan Darat, (Jakarta: Djambatan, 1989), hal 120. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut 2. Kedudukan pengirim dan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KETERLAMBATAN PENGANGKUTAN AIR PADA KM DORRI PUTRA

BAB I PENDAHULUAN. sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan (ibid, 1998:7).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA),

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG ANGKUTAN UMUM PENGANGKUTAN DARAT

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Suatu proses bidang kegiatan dalam kehidupan masyarakat yang paling

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan menyadari pentingnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN LAUT, TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM ANGKUTAN LAUT DAN PENYELESAIAN SENGKETA PENGANGKUTAN LAUT

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi

PELAKSANAAN PERJANJIAN BAKU DALAM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI PERUSAHAAN ANGKUTAN DARAT PADA PT ARVIERA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN TERHADAP KERUSAKAN BARANG YANG DIANGKUT DALAM TRANSPORTASI LAUT

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT AKIBAT KETERLAMBATAN PENGIRIMAN BARANG. Suwardi, SH., MH. 1

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG)

PENGANGKUTAN ORANG (Studi tentang perlindungan hukum terhadap barang bawaan penumpang di PO. Rosalia Indah)

PENGATURAN PRINSIP TANGGUNG JAWAB KARENA KESALAHAN APABILA TERJADI EVENEMENT PADA PENGANGKUTAN DARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Marlok (1981), transportasi berarti memindahkan atau. mengangkut sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. BBM merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Desa. maupun Kota baik sebagai rumah tangga maupun sebagai pengusaha,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengangkutan pada pokoknya bersifat perpindahan tempat, baik mengenai

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

TANGGUNG JAWAB PT. ROYAL EKSPRESS INDONESIA ATAS KERUSAKAN BARANG BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIRIMAN BARANG

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Logo Perusahaan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam

Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Keselamatan dan Keamanan Barang Dalam Kapal

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Hukum Pengangkutan. A.1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sarana transportasi massal saat ini menjadi sangat penting karena letak Indonesia yang begitu luas serta dikelilingi lautan. Transportasi tersebut akan menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang maupun barang dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara. Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari sebagian besar laut, sungai dan danau yang memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau seluruh wilayah Indonesia 1. Hal lain yang juga tidak kalah pentingnya akan kebutuhan alat transportasi adalah kebutuhan kenyamanan, keamanan, dan kelancaran pengangkutan yang menunjang pelaksanaan pembangunan yang berupa penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan pembangunan, dan distribusi hasil pembangunan diberbagai sektor keseluruh pelosok tanah air misalnya, sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan 2 Transportasi merupakan suatu proses yakni proses pindah, proses gerak, proses mengangkut dan mengalihkan dimana proses ini tidak bisa dilepaskan dari 1 Abdulkadir Muhammad, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut Abdulkadir, Muhammad I), h. 7 2 Ibid, h. 8

2 keperluan akan alat pendukung untuk menjamin lancarnya proses dimaksud sesuai dengan waktu yang diinginkan. Sedangkan menurut Zulfiar Sani, Transportasi (trans = perpindahan adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya atau dari tempat asal ke tempat tujuan dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia, hewan atau mesin 3. Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan pengangkutan adalah suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu ke lain tempat, sedangkan pihak lain menyanggupi akan membayar ongkos 4. Penyelenggara jasa angkutan Otobus ada 2 macam, yang pertama diselenggarakan oleh DAMRI milik pemerintah dan yang kedua diselenggarakan oleh swasta berbentuk badan hukum yang disebut perusahaan Otobus. Pengangkutan Otobus dibagi dalam sistem trayek tetap dan sistem tidak dalam trayek atau disebut carter. Sistem trayek tetap melayani rute tetap dan teratur. Sedangkan sistem carter dapat melayani rute yang berubah-ubah sesuai dengan perjanjian penumpang. Dalam sistem trayek tetap dibagi menjadi dua, yaitu AKDP (Antar Kota Dalam Propinsi) dan AKAP (Antar Kota Antar Propinsi). Sistem trayek AKDP melayani rute antar kota dalam satu propinsi, misalnya Denpasar-Negara. Untuk AKAP melayani trayek antar kota dalam dua propinsi atau lebih, misalnya Denpasar-Surabaya-Yogyakarta. 3 Zulfikar Sani, 2010, Transportasi, Universtas Indonesia Press, Jakarta, h. 2 4 R. Subekti, 1989, Aneka Perjanjian, PT. Cipta Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut Subekti I), h. 69

3 Dalam perjanjian pengangkutan ada dua pihak yang terlibat yaitu pengangkut dan penumpang. Masing-masing pihak mempunyai kewajiban yang berbeda. Pihak pengangkut mempunyai kewajiban menyelenggarakan pengangkutan dari satu tempat ke tempat lain. Sedangkan pihak penumpang berkewajiban membayar ongkos angkutan. Kewajiban masing-masing pihak pengangkut dan pihak penumpang tersebut mutlak harus ada didalam perjanjian pengangkutan. Perjanjian pengangkutan itu disebut perjanjian timbal balik, dengan pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Sedangkan penumpang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan. Kedudukan para pihak adalah sederajat berarti pihak pengangkut dan pihak penumpang mempunyai hak yang sama. Pengangkut berhak atas ongkos angkutan yang harus dibayar oleh penumpang sebagai imbalan dari pekerjaan yang telah dilakukannya, sedangkan penumpang berhak menikmati pengangkutan yang diselenggarakan oleh pihak pengangkut tersebut. Dalam hal kewajiban para pihak dalam perjanjian pengangkutan diatur dalam Undang-Undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu pasal 186 merumuskan : Perusahaan angkutan umum wajib mengangkut orang dan/atau barang setelah disepakati perjanjian angkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh penumpang dan/atau pengirim barang. Pengertian wajib mengangkut dalam Pasal 186 UU Lintas dan Angkutan Jalan yaitu : agar pihak pengangkut tidak melakukan perbedaaan terhadap

4 pengguna jasa angkutaan, sepanjang pengguna jasa angkutan telah memenuhi persyaratan sesuai perjanjian pengangkutaan yang telah disepakati. Pada dasarnya peraturan tentang pengangkutan di Indonesia tidak dapat dijumpai dalam 1 kodifikasi melainkan tersebar dalam berbagai peraturan dan Undang-Undang, misalnya UU no. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan beserta peraturan pelaksanaannya (PP no. 32, 37, Tahun 2011) terutama untuk pengangkutan darat. Peraturan-peraturan sebagai sumber hukum mengenai pengangkutan di Indonesia dapat dicari dalam 2 sumber, yang berada diluar kodifikasi dan dalam kodifikasi. Di dalam kodifikasi, terutama dalam Kitab Undang-undang Hukum perdata antara lain mengenai azas-azas perjanjian dalam Kitab Undang Undang hukum dagang antara lain mengenai beberapa hal yang berhubungan dengan tanggung jawab pengangkut. Sedangkan sumber hukum diluar kodifikasi tersebar dalam berbagai Undang Undang dan peraturan tentang berbagai hal dan jenis pengangkutan lewat laut, pengangkutan lewat udara maupun pengangkutan lewat darat 5. Angkutan bus antar kota antar propinsi merupakan angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui antar daerah Kabupaten atau Kota yang melalui lebih dari satu daerah Propinsi dengan menggunakan bus umum yang terikat dalam trayek. Dalam perjalanan menuju kota tujuan, awak bus yang nakal menaikkan penumpang dipinggir jalan. Biasanya penumpang lebih suka naik 5 Sri Rejeki Hartono, 1996, Seksi Hukum Dagang, Fak hukum UNDIP, Semarang, h.11

5 dipinggir jalan dibandingkan harus naik dari terminal karena mendapatkan tarif yang murah daripada membeli tiket resmi bus tersebut. Dengan adanya menaikkan penumpang tidak pada tempatnya membuat tidak nyamanan para penumpang yang ada di dalam bus. Modus perilaku seorang penumpang tidak resmi atau free rider yang biasanya disebut penumpang gelap. Penumpang tidak resmi biasanya menunggu bus disembarang tempat yang bukan tempat pemberhentian bus yaitu halte bus, agen tiket resmi dan terminal. Biasanya para penumpang tidak resmi memilih bayar diatas bus dengan beberapa skenario yang dapat dipilih, sesuai kemampuan dan kemauannya. Salah satu caranya yaitu langsung naik dan menduduki kursi kosong, lalu kondektur bus menghampirinya dan membayar sejumlah uang sesuai kesepakatan antara penumpang tidak resmi dan kondektur bus. Berkaitan dengan latar belakang masalah di atas maka sangat menarik untuk dituangkan dalam skripsi yang berjudul Tanggung Jawab Perusahaan Angkutan Bus Terhadap Kecelakaan Penumpang Tidak Resmi Dalam Angkutan Bus Antar Kota Antar Propinsi (Studi Pada P.O Restu Mulya Denpasar).

6 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas maka sebagai rumusan masalahnya sebagai berikut. 1. Bagaimanakah pengawasan pihak perusahaan angkutan terhadap awak bus yang menaikkan penumpang tidak resmi? 2. Bagaimanakah tanggung jawab perusahaan angkutan bus apabila terjadi kecelakaan terhadap penumpang tidak resmi? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Bertitik tolak dari rumusan masalah di atas, maka untuk menghindari adanya kekeliruan obyek yang akan di bahas dan untuk lebih menghayati masalah tersebut, maka untuk mendapatkan pembahasan yang tidak menyimpang dari permasalahan yang ada, maka dalam penulisan ini akan dibatasi ruang lingkupnya mengenai bagaimanakah pengawasan pihak perusahaan angkutan terhadap awak bus yang menaikkan penumpang tidak resmi dan bagaimanakah tanggung jawab perusahaan angkutan bus apabila terjadi kecelakaan terhadap penumpang tidak resmi yang menggunakan jasa angkutannya. 1.4 Orisinalitas Dalam karya ilmiah skripsi wajib menyatakan orisinalitas skripsi, maka akan dijelaskan perbedaan penelitian terdahulu. Penelitian yang dilakukan oleh Agus Harry Setyawan dengan judul Tanggung Jawab Perusahaan Pengangkutan Terhadap Terjadinya Kecelakaan Pada P.O Putra Remaja Di Jogjakarta. Masalah

7 yang diangkat adalah bagaimana tanggung jawab dari perusahaan pengangkutan atas terjadinya kecelakaan dan bagaimana perusahaan pengangkutan dalam memperhatikan kondisi kendaraan yang dioperasikan. Penelitian yang dilakukan oleh Widya Eka Sari dengan judul Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Kecelakaan Penumpang Pengguna Jasa Angkutan Umum : Studi Pada Perum Damri Denpasar. Masalah yang diangkat adalah bagaimana tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang pengguna jasa angkutan umum yang mengalami kecelakaan dan bagaimana sistem pembayaran klaim terhadap penumpang yang mengalami kecelakaan dalam kegiatan pengangkutan. Untuk jelasnya dapat dilihat table berikut ini. No. Nama peneliti Judul peneliti Masalah yang diangkat 1 Agus Harry Setyawan 2 Widya Eka Sari Tanggung Jawab Perusahaan Pengangkutan Terhadap Terjadinya Kecelakaan Pada P.O Putra Remaja Di Jogjakarta. Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Kecelakaan Penumpang Pengguna Jasa Angkutan Umum : Studi Pada Perum Damri Denpasar. 1. Bagaimana tanggung jawab dari perusahaan pengangkutan atas terjadinya kecelakaan 2. Bagaimana perusahaan pengangkutan dalam memperhatikan kondisi kendaraan yang dioperasikan 1. Bagaimana tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang pengguna jasa angkutan umum yang mengalami kecelakaan 2. Bagaimana sistem pembayaran klaim terhadap penumpang yang mengalami kecelakaan dalam kegiatan pengangkutan

8 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan merupakan hal yang sangat penting untuk menentukan suatu hasil. Demikian pula halnya dengan setiap penulisan karya ilmiah, haruslah menunjukan tujuan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut. a. Tujuan umum 1. Untuk mengetahui pengawasan pihak perusahaan angkutan terhadap awak bus yang menaikkan penumpang tidak resmi 2. Untuk mengetahui tanggung jawab perusahaan angkutan bus apabila terjadi kecelakaan terhadap penumpang tidak resmi b. Tujuan khusus 1. Untuk memahami tentang pengawasan dari pihak perusahaan angkutan bus P.O Restu Mulya Denpasar terhadap awak bus yang menaikkan penumpang tidak resmi atau penumpang yang tidak memiliki tiket? 2. Untuk memahami tanggung jawab perusahaan angkutan bus P.O Restu Mulya Denpasar apabila terjadi kecelakaan terhadap penumpang tidak resmi yang menggunakan jasa angkutannya? 1.6 Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis Adapun manfaaat teoritis dari penelitian untuk penulisan skripsi ini adalah untuk menggambarkan manfaat yang bisa diperoleh bagi kebutuhan praktek termasuk juga manfaat bagi penulis sendiri

9 b. Manfaat praktis Terkait dengan manfaat teoritis di atas maka penelitian dalam rangka penyusunan skripsi ini memiliki manfaat praktis yaitu untuk mengetahui lebih mendalam tentang permasalahan mengenai pertanggungjawaban perusahaan angkutan bus terhadap penumpang tidak resmi 1.7 Landasan Teoritis Terjadinya pengangkutan karena adanya perjanjian pengangkutan antara pengangkut dan pengguna jasa yang dalam hal ini disebut penumpang. Dari perjanjian pengangkutan ini timbul suatu perikatan, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk mengantarkan penumpang ke suatu tempat tujuan tertentu, sedangkan penumpang mengikatkan diri membayar ongkos angkutannya. J. Satrio berpendapat bahwa perikatan adalah hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan antara dua pihak, dimana pihak yang satu ada yang hak dan pada pihak yang lain ada kewajiban 6. Berdasarkan Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, angkutan adalah perpindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan. Hukum pengangkutan mengenal tiga prinsip Tanggung jawab, yaitu tanggung jawab karena kesalahan (fault liability), tanggung jawab karena praduga (presumption liability), dan tanggung jawab mutlak (absolute liability) 7. 6 J. Satrio, 1996, Perikatan Pada Umumnya, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 5 7 Abdulkadir Muhammad I, op.cit, h. 49

10 1. Prinsip tanggung jawab karena kesalahan (fault liability). Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya Pasal 1365, 1366, dan 1367. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggung jawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Dalam prinsip ini jelas bahwa setiap pengangkut harus bertanggung jawab serta harus mengganti rugi pihak yang dirugikan dan wajib membuktikan kesalahan pengangkut. 2. Prinsip tanggung jawab karena praduga (presumption of liability principle). Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab sampai dapat membuktikan tidak bersalah. Pengangkut selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul pada pengangkutan yang diselenggarakannya, tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa pengangkut tidak bersalah, maka pengangkut dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti rugi. 3. Prinsip tanggung jawab mutlak (no-fault, absolute liability principle, strict liability). Pada prinsip ini, titik beratnya adalah pada penyebab bukan kesalahannya. Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakan tanpa keharusan pembuktian ada atau tidaknya kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian, unsur kesalahan. Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian.

11 Apabila pengangkut lalai dalam menyelenggarakan pengangkutan yang menjadi kewajibannya, sehingga menimbulkan kerugian bagi penumpang, maka ia bertanggung jawab untuk membayar ganti rugi. Seperti diatur dalam Pasal 1236 KUH Perdata : pengusaha pengangkutan kendaraan bermotor umum bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh penumpang dan kerusakan barang yang berada dalam kendaraan tersebut'. Kecuali ia dapat membuktikan bahwa kerugian itu terjadi diluar kesalahannya atau buruhnya. Prinsip tanggung jawab yang dianut dalam perusahaan angkutan bus adalah prinsip tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga. Dalam prinsip tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga tercermin dalam ketentuan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang diuraikan sebagai berikut ini : 1. Pasal 188 Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan. 2. Pasal 192 Ayat 1 Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindarkan atau karena kesalahan penumpang.

12 3. Pasal 194 Ayat 1 Perusahaan Angkutan Umum Tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, kecuali jika pihak ketiga dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan Perusahaan Angkutan Umum. 4. Pasal 234 Ayat 1 Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi Purwosutjipto mengemukakan, peristiwa yang menyebabkan kecelakaan adalah suatu peristiwa yang selayaknya tidak dapat dicegah maupun dihindari atau kesalahan penumpang sendiri, maka pengangkutan tidak dapat diwajibkan mengganti kerugian. Tetapi apabila luka itu menyebabkan matinya penumpang maka pengangkut wajib mengganti kerugian yang diderita oleh suami/istri/anakanak/orang tua si penumpang 8. Apabila pengangkut tidak melakukan pengangkutan sebagai mana mestinya, maka ia harus bertanggung jawab. Artinya ia memikul akibat yang timbul dari perbuatan menyelenggarakan angkutan baik karena kesengajaan atau karena kelelaian pengangkut sendiri. Timbulnya konsep tanggung jawab karena 8 H. M. N. Purwosucjipto, 1991, Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia jilid 3, Djambatan, Jakarta, h. 35

13 pengangkutan memenuhi kewajiban tidak sebagai mana mestinya atau tidak baik,tidak jujur, tidak dipenuhi sama sekali 9. Dalam perjanjian pengangkutan ada beberapa hal yang bukan tanggung jawab pengangkut, artinya apabila timbul kerugian pengangkut bebas dari pembayaran ganti kerugian. Beberapa hal itu adalah sebagai berikut. 10 1. Keadaaan memaksa (Overmacht) 2. Cacat pada barang atau penumpang itu sendiri 3. Kesalahan atau kelalaian pengirim atau penumpang 1.8 Hipotesis Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas maka dapat diberikan jawaban sementara atau hipotesis terhadap masalah yang diajukan sebagai berikut. 1. Pihak perusahaan PO. Restu Mulya memberikan pengawasan dengan sistem kontrol agen di sepanjang perjalanan, kontrol ini hanya untuk mengecek jumlah penumpang yang naik atau turun. Perusahaan juga memberikan keleluasaan kepada awak bus untuk menaikkan penumpang tidak resmi atau penumpang yang tidak mempunyai tiket dijalan. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memudahkan kepada penumpang yang tinggalnya jauh dari agen tiket bus serta memberikan penghasilan tambahan kepada awak bus karena penghasilan awak bus yang dinilai sangat minim. 9 Abdul Kadir Muhammad, 1994, Hukum pengangkutan Darat, laut, Udara, PT.Cipta Bakti, bandung, (selanjutnya disebut Abdulkadir Muhammad II), h. 20 10 Ibid, h. 19

14 2. Pihak perusahaan PO. Restu Mulya mempunyai kebijakan bahwa setiap penumpang yang berada di atas bus tetap menjadi tanggungan perusahaan apabila terjadi kecelakaan, tanpa membedakan antara penumpang resmi dan tidak resmi 1.9 Metode Penelitian Hasil yang baik dari suatu karya ilmiah adalah sangat tergantung dari pengumpulan data-data penunjang yang lengkap dan jelas agar hasilnya nanti dapat dipertanggungjawabkan secara jelas. Demikian halnya penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut. a. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis empiris. Penelitian yuridis yaitu mengkaji suatu permasalahan yang muncul berdasarkan hukum yang berlaku, sedangkan penelitian empiris yaitu penelitian dengan aspek hukum dari hasil penelitian lapangan serta karena data-data yang dikumpulkan melalui wawancara dan observasi. Penelitian empiris memecahkan masalah dengan menganalisa kenyataan praktis dalam mengetahui pengawasan pihak perusahaan angkutan terhadap awak bus yang menaikkan penumpang tidak resmi dan tanggung jawab perusahaan angkutan bus apabila terjadi kecelakaan terhadap penumpang tidak resmi yang kemudian dihubungkan dengan peraturan serta teori yang ada sehingga masalah dapat diselesaikan.

15 b. Sifat penelitian Berdasarkan sifat penelitian yuridis empiris, adalah bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat 11. c. Sumber data Untuk menunjang pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan, dalam penelitian ini menggunakan data yang berupa : 1. Data primer Untuk mendapatkan data primer dilakukan penelitian kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan berbagai data yang diperoleh dari bahan bacaan berupa literatur-literatur yang membahas mengenai hukum pengangkutan. Hasilnya kemudian saling dikaitkan untuk mengambil suatu kesimpulan, lalu dianalisis yang pada akhirnya dipergunakan sebagai dasar dalam penulisan skripsi ini. 2. Data sekunder Untuk mendapatkan data sekunder dilakukan penelitian lapangan (field research), yaitu dengan cara melakukan penelitian secara langsung ke lapangan yakni pada PO. Restu Mulya. 11 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 25.

16 d. Teknik pengumpulan data 1. Teknik pengumpulan data kepustakaan dilakukan dengan mencari, mengumpulkan dan membaca literatur-literatur yang membahas mengenai hukum pengangkutan. Hasilnya kemudian saling dikaitkan untuk diambil suatu kesimpulan, lalu dianalisis yang pada akhirnya dipergunakan sebagai dasar dalam penulisan skripsi ini. 2. Teknik pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan cara teknik wawancara tidak terstruktur yaitu dengan pertanyaan terbuka yang memungkinkan responden untuk menjawab sesuai dengan keinginannya 12. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan secara lisan kepada para informan e. Teknik pengolahan data Setelah diperoleh data yang berhubungan dengan permasalahan, maka akan diolah serta dianalisa secara kualitatif yaitu dengan mempergunakan ketentuan hukum yang ada serta pandangan-pandangan teoritis dari para sarjana dan membandingkan dengan kenyataan-kenyataan yang ada didalam praktek pelaksanaannya. Setelah proses pengolahan dan analisis, kemudian data tersebut disajikan secara deskriptif analisis yaitu dengan menggambarkan secara lengkap tentang aspek-aspek tertentu atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan yang bersangkut paut dengan permasalahan peneliti dan dianalisa kebenarannya. h. 66 12 Mardalis, 2007, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Bumi Aksara, Jakarta,