BAB I PENDAHULUAN. program indoktrinasi wajib mengenai ideologi negara Pancasila bagi semua

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi historis (historical studies) meneliti peristiwa peristiwa-peristiwa

2015 KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN CIREBON

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama. terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kepemimpinan Perempuan Pembawa Perubahan di Desa Boto Tahun ,

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan. generasi sebelumnya bahkan generasi yang akan datang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Polisi pamong praja sebenarnya sudah ada ketika VOC menduduki Batavia

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan dalam suatu usaha secara menyeluruh untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pemilihan lokasi penelitian adalah: (usaha perintis) oleh pemerintah. tersebut dipilih atas pertimbangan:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki tahun 1983, bangsa Indonesia dikejutkan dengan banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut.

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini membahas secara rinci mengenai metode penelitian yang

III. METODE PENELITIAN. metode historis. Adapun historis menurut Nungroho Notosusanto adalah

BAB III METODOLOGI. Penelitian tentang Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Salatiga Masa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi tahun 1980an telah berdampak pada tumbuhnya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. minyak mentah, batu bara, tembaga, biji besi, timah, emas dan lainnya. Dampak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam merekonstruksi fakta-fakta historis mengenai dinamika industri

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peran Kyai Ibrahim Tunggul Wulung Dalam Penyebaran Agama Kristen Di Desa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini, penulis akan menguraikan metode penelitian yang

III. METODE PENELITIAN. pengetahuan yang teratur dan runtut pada umumnya merupakan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat Banten terdapat dua tipe kepemimpinan tradisional yang samasama

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga faktor penting dalam sejarah yaitu manusia, tempat, dan waktu 1.

BAB I PENDAHULUAN. dalam periode , yang ditandai dengan munculnya konflik-konflik

III. METODE PENELITIAN. Untuk memecahkan suatu masalah diperlukan suatu cara atau metode, di mana

BAB III METODE PENELITIAN. Pengertian metode menurut Helius Sjamsuddin dalam bukunya yang

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari penelitian ini secara deskriptif naratif. Tujuan penelitian ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan pedesaan merupakan dua sisi mata uang yang saling

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, dimana pertanian memegang

BAB I PENDAHULUAN. Eksistensi budaya dalam kehidupan sosial masyarakat suatu bangsa

III. METODE PENELITIAN. Winarno Surachmad bahwa: Metode adalah cara utama yang dipergunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. itu, dikumpulkan sumber-sumber yang berhubungan dengan tema

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini membahas lebih rinci metode penelitian yang digunakan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Wacana pemikiran Islam tentang sistem pemerintahan Islam mengalami sebuah

BAB III METODE PENELITIAN

I. METODE PENELITIAN. masalah bagi sebuah penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Husin Sayuti

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bangka, Singkep dan Belitung merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi yang dipelopori oleh negara-negara Barat tak bisa dipungkiri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini membahas lebih rinci metode penelitian yang digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Papua New Guinea (PNG) berdiri sebagai sebuah negara merdeka pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan Saddam Hussein (Kejayaan Sampai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Utara merupakan kejadian tunggal yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dian Ahmad Wibowo, 2014

2014 PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-ISLAMIYYAH DESA MANDALAMUKTI KECAMATAN CIKALONGWETAN KABUPATEN BANDUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1936 sampai 1939 merupakan salah satu peristiwa penting yang terjadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. skripsi yang berjudul Pengaruh Tarekat Bektasyiyah Terhadap Korps

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode Historis dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan agama khususnya Pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam mengkaji mengenai pandangan yang diperlihatkan oleh surat kabar

BAB III METODE PENELITIAN. lapangan (Fields Research) dengan menggunakan metode sejarah. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti mengambil judul Peranan Syaikh Ahmad

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. terbentuknya sebuah desa karena adanya individu-individu yang menggabungkan diri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab III Metodologi Penelitian merupakan bagian penguraian metode penelitian yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. interpretasi, dan historiografi. Heuristik atau dalam bahasa Jerman

III. METODE PENELITIAN. teknik serta alat tertentu. (Winarno Surakhmad, 1982; 121).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Metode merupakan suatu cara yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agama selalu menjadi isu sensitif bagi pemerintahan Orde Baru. Untuk mendorong keseragaman ideologis, pada tahun 1978 pemerintah memulai satu program indoktrinasi wajib mengenai ideologi negara Pancasila bagi semua warga. Pemerintah Orde Baru sangat phobi terhadap aktivitas umat Islam, terutama, mereka yang kritis dan belum sepenuhnya mau atau setuju dengan tafsir pemerintah tentang Pancasila. Demikian pula umat Islam juga belum sepenuhnya sepakat dengan pelbagai kebijakan pemerintah tentang Undang-Undang Pendidikan Nasional, Undang-Undang Perkawinan, masalah keharusan setiap Organisasi Masyarakat (ormas) dan partai politik berasaskan Pancasila. Semua ini menjadi faktor renggangnya hubungan Islam dan negara. Akibat dari ketegangan ini adalah terjadinya peristiwa Tanjung Priok pada 12 September 1984 (Abdullah, 2008: 66). Peristiwa yang pada awalnya dipicu oleh pamflet yang dipasang di mushala yang isinya adalah ajakan diskusi mengenai kebijakan pemberlakuan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi, ditanggapi dengan represif oleh pihak aparat dan berujung penangkapan empat orang ulama yaitu Amir Biki, Salim Qadar, Syarifin Maloko dan Mohamad Nasir. Akibat dari penangkapan ini masyarakat merespon dengan mengusut pembebasan keempat rekan mereka dan terjadilah bentrokan yang mengakibatkan banyak korban jiwa dari pihak sipil (Umi,2010)

2 Konsekuensi dari peristiwa ini adalah penangkapan dan pembatasan terhadap sejumlah tokoh Islam. Juga pembatasan serta pengawasan para mubaligh, baik dalam gerak-gerik maupun materi ceramah atau dakwah. Apa yang dilakukan pemerintahan Orde Baru terhadap para sastrawan seperti penangkapan Pramoedya Ananta Toer dan tokoh-tokoh kritis di bidang sosial dan politik salah satu contohnya adalah penangkapan Wiji Thukul, juga dilakukan terhadap para tokoh agama seperti contoh pada peristiwa Tanjung Priok. Peristiwa ini memiliki dampak psiko-sosial yang amat luas berupa mengendapnya suarasuara kritis dari kalangan ulama. Akhir tahun 1980-an ketegangan antara pemerintahan Orde Baru dan Umat Islam tidak juga menemui titik terang, akibat dari ketegangan ini pemerintah dihadapkan pada gerakan sosial bercorak keagamaan, hal ini merupakan imbas dari peraturan pemerintah yang menerapkan asas tunggal Pancasila, karena pada awal penerapan asas ini banyak yang ditanggapi beragam terutama dari kalangan pemimpin Islam (Syukur, 2008 : 218). Gerakan-gerakan itu pada dasarnya dapat dianggap sebagi proses dinamika intern dalam masyarakat-masyarakat lokal atau regional. Gerakan-gerakan tersebut memang masih bersifat mikro. Akan tetapi gerakan-gerakan sosial becorak keagamaan itu menimbulkan kekhawatiran yang cukup besar bagi pemerintah yang berkuasa. Jika meminjam istilahnya Sartono Kartodirdjo maka gerakan-gerakan sosial keagamanan itu disebut sebagai gerakan Ratu Adil (millenarianisme) (Kartodidrjo, 1992: 10).

3 Unsur pokok dari gerakan Ratu Adil menurut Kartodirdjo (1992) adalah seorang pemimpin keagamaan yang merupakan prophet, atau guru, atau dukun, atau tukang sihir atau utusan atau mesias. Pemimpin-pemimpin ini mengaku diilhami wahyu. Ciri kedua yang harus ditandaskan adalah penolakan terhadap situasi yang ada dan harapan akan datangnya millennium. Di samping hidupnya kembali mengajak pada nilai-nilai tradisional, millennium biasanya mengidamkan suatu masyarakat yang ideal dan meromantiskan zaman yang datang sebagai zaman keemasan. Dunia yang diidamkan itu digambarkan sebagai berikut, jika zamannya nanti, tak akan ada lagi pertentangan, ketidakadilan dan penderitaan; rakyat akan bebas dari pembayaran pajak yang memberatkan, dari wajib menjalankan kerja bakti. Tidak akan ada penyakit dan pencuri; sandang pangan akan melimpah; setiap orang memiliki rumah, orang akan hidup tentram dan damai (Kartodirdjo, 1992: 15) Salah satu gerakan sosial yang bercorak keagamaan yang ada pada waktu itu adalah gerakan haur koneng (bambu kuning) karena pengikut gerakan ini kemana-mana membawa bambu kuning. Bertempat di daerah Majalengka lebih tepatnya Dusun Gunung Seureuh Kecamatan Lemahsugih. Gerakan yang dipimpin oleh Abdul Manan sebagai seorang yang dianggap mesias oleh para pengikutnya. Sebagai seseorang yang memiliki kharisma, sudah menjadi anggapan umum bahwa pimpinan yang berkharisma merupakan bahaya laten bagi para pejabat dalam kekuasaan, karena kekuatan kharisma pada dasarnya bersifat revolusioner. Tidak dapat disangsikan, hal ini berlaku dalam masyarakat

4 tradisional dan orang dapat menyebutkan contoh-contoh di mana para pemimpin keagamaan merupakan tantangan bagi kekuasaan pemerintah. Kelompok haur koneng mengkritisi beberapa peraturan pemerintah misalnya pembayaran pajak bumi dan bangunan, karena menurut kelompok ini pembayaran pajak tidak ada kaitannya dengan mensejahterakan rakyat. kelompok haur koneng juga menolak sensus alasannya sama tidak ada kaitan dengan kesejahteraan. Kelompok ini juga memisahkan diri dari masyarakat sekitar alasannya untuk menghindari pembelian SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah). Akibat dari sikap kritis ini kelompok haur koneng dianggap sesat dan makar terhadap negara, Aparat bertindak represif terhadap kelompok haur koneng ini. Berdasarkan uraian tersebut, sebagai seorang mahasiswa yang belajar pada jurusan Pendidikan Sejarah. Peneliti merasa peristiwa Haur Koneng adalah salah satu peristiwa sejarah di Indonesia yang menarik untuk dikaji. Selain itu sebagai bagian dari masyarakat asli Majalengka, peneliti memiliki keinginan untuk menggali sejarah lokal Majalengka yang memiliki nilai penting bagi sejarah Indonesia umumnya. Penelitian ini akan menjadi sebuah penelitian yang memberikan sumbangan berarti bagi khazanah sejarah Indonesia pada tingkat lokal berkaitan dengan sejarah pemerintahan Orde Baru. Untuk merealisasikannya, maka penulis berkeinginan untuk menulisnya ke dalam sebuah karya ilmiah dengan berbentuk skripsi, adapun judul skripsi ini adalah Haur Koneng:Akar Masalah Konflik Vertikal di Kabupaten Majalengka 1993

5 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, masalah utama yang akan dikaji adalah Mengapa terjadi konflik antara kelompok Abdul Manan dengan aparat kemanan?. Agar pembahasan lebih terfokus maka penulis membatasi pokok bahasan dalam beberapa rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana latar belakang terjadinya peristiwa Haur Koneng pada tanggal 28-29 Juli 1993 di Majalengka? 2. Bagaimana peranan Abdul Manan di dalam gerakan sosial Haur Koneng? 3. Bagaimana dampak yang ditimbulkan setelah terjadi peristiwa Haur Koneng? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok pemikiran di atas, menjawab dan memecahkan rumusan masalah yang ada merupakan tujuan utama yang ingin dicapai oleh penulis. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peristiwa Haur Koneng. Selain itu penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan terbentuknya gerakan haur koneng 2. Memaparkan peranan Abdul Manan di dalam gerakan haur koneng 3. Mendeskripsikan latar belakang terjadinya peristiwa haur koneng, meliputi hubungannya dengan kebijakan pemerintahan Orde Baru. 4. Memaparkan jalannya konflik kelompok Abdul Manan dengan aparat keamanan. 5. Menggali dampak yang terjadi setelah peristiwa haur koneng, meliputi tindak lanjut pemerintah terhadap peristiwa ini.

6 6. Menghubungkan penelitian peristiwa Haur Koneng dengan KD menganalisis perkembangan pemerintahan Orde Baru. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian mengenai Peristiwa Haur Koneng ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain : 1.4.1 Secara Teoritik a) Memberikan penjelasan terbentuknya gerakan haur koneng b) Memaparkan peranan Abdul Manan di dalam kelompok haur Koneng c) Memberikan penjelasan tentang Peristiwa Haur Koneng d) Menggali informasi aktual tentang peristiwa Haur Koneng yang pada awalnya dianggap sebagai pemberantasan kelompok yang menyebarkan faham sesat oleh aparat keamanan dan akan melakukan makar. e) Menganalisis jalannya Peristiwa Haur Koneng dan hubungannya dengan pemerintah Orde Baru 1.4.2 Secara Praktik a) Manfaat bagi penulis adalah sebagai salah satu karya ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya; b) Bagi lembaga adalah memperkaya penulisan tentang sejarah pemerintahan dan Orde Baru; c) Karya ilmiah ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan, pemikiran dan perbandingan dalam penulisan sejarah selanjutnya

7 1.5 Metode dan Teknik Penelitian 1.5.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah, menurut Sjamsuddin metode historis ini merupakan sebuah cara bagaimana mengetahui sejarah dengan tahapan-tahapan tertentu (Sjamsuddin, 2007: 14). Adapun tahapan-tahapan dalam penulisan sejarah lokal sama halnya dengan tahapan-tahapan penulisan sejarah pada umumnya, menurut Widja (1991) di dalam penyusunan sejarah lokal diperlukan empat langkah utama dalam kegiatannya. Langkah pertama adalah mengumpulkan jejak atau sumber sejarah, kedua menyeleksi atau menyaring jejak sumber sejarah, ketiga interpretasi hubungan antara fakta yang mewujudkan peristiwa tertentu, terakhir adalah penulisan sejarah (Widja, 1991:20). Langkah pertama dari prosedur penelitian sejarah adalah pengumpulan jejak atau sumber sejarah yang dikenal dengan sebutan heuristik. Kegiatan heuristik ditujukan untuk menemukan serta mengumpulkan jejak-jejak dari peristiwa sejarah sebenarnya yang mencerminkan berbagai aspek aktivitas manusia di waktu yang lampau. Secara umum sumber sejarah dibagi menjadi dua jenis yaitu sumber Primer atau kesaksian dari seseorang saksi yang secara langsung melihat peristiwa sejarah melalui panca indera yang dimiliki atau secara langsung ada pada saat peristiwa terjadi. Kedua adalah sumber sekunder adalah kesaksian dari orang yang tidak melihat secara langsung peristiwa dan tidak ada di tempat berlangsungnya peristiwa sejarah (Gottschalk, 1975: 35). Pada tahap

8 heuristik penulis mengumpulkan sumber-sumber sejarah berupa jejak nonmaterial (tradisi, bahasa, dan lain-lain), jejak material (artefak-artefak, bangunan, atau benda lain yang bersifat konkrit), jejak tertulis (catatan perjalanan, manuskrip, surat kabar, dan majalah), dan sumber lisan. Langkah kedua adalah kritik sumber yaitu sebuah kegiatan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menyaring sumber-sumber yang telah dikumpulkan, sehingga hanya sumber-sumber sejarah yang benar-benar otentik saja yang akan dijadikan bahan penulisan sejarah lokal. Dari tahapan kegiatan kritik sumber ini dapat ditemukan keilmiahan cara kerja sejarawan pada umumnya karena disinilah terletak pada kesahihan suatu tulisan sejarah itu benar-benar mengemukakan fakta yang sebenarnya bukan imajinasi saja. Kritik sumber terbagi kedalam dua tahapan yaitu kritik ekstern untuk menjawab pertanyaan keaslian sumber sejarah dan kritik intern untuk membuktikan kebenaran informasi sejarah apakah dapat dipercaya atau tidak. Langkah selanjutnya adalah interpretasi yaitu usaha untuk mewujudkan rangkaian fakta yang bermakna. Fakta sejarah yang telah didapatkan perlu disusun dan dihubungkan satu sama lain sedemikian rupa sehingga antara fakta satu dengan fakta lainnya kelihatan sebagai satu rangkaian yang masuk akal dan menunjukan kecocokan. Setelah itu masuk pada tahapan penelitian sejarah selanjutnya yaitu Historiografi atau proses penulisan sejarah. Dalam tahap Historiografi perlu memperhatikan prinsip periodisasi (urutan peristiwa), prinsip kronologis (urutan-urutan waktu), dan prinsip kauslitas (hubungan sebab akibat).

9 1.5.2 Teknik Penelitian Dalam upaya mengumpulkan data dan informasi mengenai penulisan skripsi ini, dilakukan beberapa teknik penelitian yaitu studi literatur dam wawancara. Di dalam studi literatur penulis melakukan studi kepustakaan dengan mengumpulkan sumber dari buku-buku, arsip tertulis, majalah, koran, jurnal, dan buku-buku yang terdapat di dalam internet yang dapat dipercaya kebenarannya. Studi literatur ini dilakukan untuk mencari sumber primer dan sekunder dari peristiwa yang akan ditulis. Langkah-langkahnya penulis mencari sumber sekunder terlebih dahulu dan kemudian menemukan sumber primer yang memberikan keterangan tentang peristiwa Haur Koneng. Masalah yang sering muncul dalam penulisan sejarah lokal adalah keterbatasan sumber tertulis, oleh karena itu penulis melakukan teknik wawancara untuk mendapatkan sumber lisan. Responden yang menjadi narasumber informasi lisan adalah keluarga Abdul Manan yang masih hidup dan murid Abdul Manan yang pernah mondok di padepokan Abdul Manan, agar penelitian ini tidak terkesan subjektif maka peneliti akan mewawancarai dari pihak kepolisian dan dari pihak yonif 321/ Majalengka untuk melakukan cross chek data. 1.6 Sistematika Penulisan Hasil yang diperoleh melalui telaah pustaka dan wawancara dikumpulkan kemudian disusun kedalam sebuah sistematika penulisan sebagai berikut :

10 BAB I, merupakan pendahuluan dari penulisan. Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah yang di dalamnya memuat penjelasan mengapa masalah yang diteliti timbul dan penting untuk dikaji, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II, Tinjauan kepustakaan. Bab ini berisi tentang berbagai landasan teoritis dan informasi sejarah bersumber pada literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dikaji yaitu mengenai Peristiwa Haur Koneng. BAB III, Metodologi penelitian. Dalam bab ini diuraikan tentang metode dan teknik penelitian yang digunakan penulis dalam mencari sumber-sumber dan cara pengolahan sumber yang dianggap relevan dengan permasalahan yang dikaji. BAB IV, Pembahasan. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan seluruh hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis. Uraian tersebut berdasarkan pertanyaan penelitian yang dirumuskan pada bab pertama. BAB V, Kesimpulan. Pada bab ini berisi kesimpulan dari keseluruhan deskripsi dan beberapa saran yang bermanfaat bagi beberapa pihak yang berhubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan masalah yang dibahas.