BAB II ATURAN HUKUM PENGANGKUTAN UDARA BAGI WARGA SIPIL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Republik Indonesia Nomor 4956); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 89 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sri Sutarwati 1), Hardiyana 2), Novita Karolina 3) Program Studi D1 Ground Handling Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan 3)

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

Tentang TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA. Oktober 2011

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

HAK PENUMPANG JIKA PESAWAT DELAY

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG. Adapun dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang yaitu:

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik In

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Perlindungan Konsumen Penumpang Pesawat Terbang. a. Pengertian Pelindungan Konsumen

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 41 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR

BAB V PENUTUP. 1. Hubungan hukum antara pihak maskapai penerbangan dengan konsumen. berdasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional

1 BAB I PENDAHULUAN. memerlukan transportasi untuk menghubungkan masyarakat disuatu

2017, No Udara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tam

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (Lembaran Negara Republik Indon

BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Unit kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, melakukan penilaian pelanggaran terhadap hasil pemeriksaan.

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB III LANDASAN TEORI. maskapai dengan sistem penerbangan full service carrier. kenyamanan dan pelayanan diberikan secara maksimal..

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN [LN 1992/53, TLN 3481]

STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) ANGKUTAN PEMADU MODA TRAYEK BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II PEKANBARU BANGKINANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA PASAL I PENGERTIAN-PENGERTIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 5

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tenta

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut 2. Kedudukan pengirim dan

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan suatu alat transportasi untuk mempermudah mobilisasi. Dari berbagai

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 38 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR PELAYANAN PENUMPANG ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

2015, No Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestar

KEPPRES 111/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UKRAINA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Privat Law Vol. V No. 1 Januari-Juni

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

BAB II TINJAUAN OBJEK

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN UDARA. suatu barang. Pengangkutan merupakan salah satu kunci perkembangan

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- Andrian Hidayat Nasution -

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

BAB III TANGGUNG JAWAB MASKAPAI TERHADAP KETERLAMBATAN PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PENERBANGAN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

2 Ke Dan Dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republi

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR: PK.14/BPSDMP-2017 TENTANG

KEPPRES 112/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UZBEKISTAN

BAB II PENGANGKUTAN PENUMPANG MELALUI PENGANGKUTAN UDARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan L

kegiatan angkutan udara bukan niaga dan lampirannya beserta bukti

I. PENDAHULUAN. Masyarakat sangat bergantung dengan angkutan umum sebagai tranportasi penunjang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENANGANAN PENUMPANG WCHR (WHEEL CHAIR) DI PT. GAPURA ANGKASA BANDARA SOEKARNO-HATTA CENGKARENG JAKARTA. Vidyana Mandrawaty STTKD Yogyakarta

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI

Transkripsi:

BAB II ATURAN HUKUM PENGANGKUTAN UDARA BAGI WARGA SIPIL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN D. Pengertian Hukum Pengangkutan Udara 1. Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum Pengangkutan Udara Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan Kemajuan pengangkutan adalah sebagai akibat kebutuhan manusia untuk bepergian ke lokasi atau tempat yang lain guna mencari barang yang dibutuhkan atau melakukan aktivitas, dan mengirim barang ke tempat lain yang membutuhkan suatu barang. Pengangkutan merupakan salah satu kunci perkembangan pembangunan dan masyarakat. Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti mengangkat dan membawa, memuat atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dapat disimpulkan sebagai suatu proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat ke tempat lain. 22 Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. 23 Pengangkutan didefinisikan sebagai perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak dibutuhkan dalam rangka mencapai dan meninggikan manfaat serta efisien. 24 Pengangkutan berisikan perpindahan tempat baik mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang, karena perpindahan itu mutlak perlu untuk 22 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan Ketujuh Edisi II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hal. 45 23 Ridwan Khairandy, Machsun Tabroni, Ery Arifuddin, Djohari Santoso, Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Jilid I, (Yogyakarta: Gama Media, 1999), hal. 195 24 Sinta Uli, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat Dan Angkutan Udara, (Medan: USU Press, 2006), hal.20 16

17 mencapai dan meninggikan manfaat serta efisien. Adapun proses dari pengangkutan itu merupakan gerakan dari tempat asal dari mana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan dimana angkutan itu diakhiri. 25 HMN Purwosutjipto mendefiniskan pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. 26 Abdulkadir Muhammad memberikan definisi lain tentang pengangkutan, pengangkutan meliputi tiga dimensi pokok yaitu pengangkutan sebagai usaha (business), pengangkutan sebagai perjanjian (agreement), dan pengangkutan sebagai proses (process). 27 Hasim Purba memberikan definisi pengangkutan sebagai kegiatan pemindahan orang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui angkutan darat, angkutan perairan maupun angkutan udara menggunakan alat angkutan. 28 Salah satu pokok dalam bidang hukum udara perdata adalah masalah perjanjian angkutan udara dikarenakan terdapat hubungan erat antara satu masalah dengan suatu masalah lainnnya, yang sejak permulaan pertumbuhan hukum udara mendapatkan perhatian yang besar dari para ahli hukum udara, yaitu masalah 25 R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 1981), hal.. 5 26 HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Hukum Pengangkutan, (Jakarta: Djambatan, 1995), hal. 2 27 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008), hal.12 28 Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Di Laut, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2005), hal. 4

18 tanggung jawab pengangkut udara. 29 Dalam arti yang sempit perjanjian angkutan udara adalah suatu perjanjian antara seorang pengangkut udara dengan pihak penumpang atau pihak pengirim barang untuk mengangkut penumpang atau barang dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau prestasi lain. Dalam arti yang lebih luas suatu perjanjian angkutan udara dapat merupakan sebagian dari suatu perjanjian pemberian jasa dengan pesawat udara. 30 Abdulkadir Muhammad menyatakan bahwa perjanjian pengangkutan udara adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan pengirim atau penumpang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan. 31 R. Soekardono menyatakan bahwa perjanjian pegangkutan udara adalah perjanjian timbal balik, pada mana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang ke tempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lainnya (pengirim-penerima, pengirim atau penerima, penumpang), berkeharusan untuk menunaikan pembayaran tertentu untuk pengangkutan tersebut. 32 Perjanjian pengangkutan udara adalah perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang dan/atau pengirim kargo untuk mengangkut penumpang dan/atau kargo dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau dalam bentuk 29 E. Suherman, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hal.36 30 Ibid., hal.48 31 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Op. Cit., hal.20 32 R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Cetakan Kedua, (Jakarta: Rajawali, 1986), hal.8

19 imbalan jasa yang lain. 33 Sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa hukum pengangkutan udara adalah keseluruhan peraturan yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan pengangkutan udara. Penerbangan militer dikategorikan sebagai angkutan udara bukan niaga. Angkutan udara bukan niaga adalah angkutan udara yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri yang dilakukan untuk mendukung kegiatan yang usahapokoknya selain di bidang angkutan udara. Kegiatan angkutan udara bukan niaga dilakukan setelah memperoleh izin dari menteri, dimana untuk mendapatkan izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha nasional, dan lembaga tertentu, paling sedikit harus memiliki: 1. Persetujuan dari instansi yang membina kegiatan pokoknya. 2. Akta pendirian badan usaha atau lembaga yang telah disahkan oleh menteri yang berwenang; 3. Nomor pokok wajib pajak. 4. Surat keterangan domisili tempat kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang, dan 5. Rencana kegiatan angkutan udara. 34 Selain itu untuk mendapatkan izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang digunakan oleh orang perseorangan, paling sedikit harus memiliki: 1. Tanda bukti identitas diri yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang. 2. Nomor pokok wajib pajak. 3. Surat keterangan domisili tempat kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang, dan 4. Rencana kegiatan angkutan udara. 35 Terdapat juga kewajiban pemegang izin angkutan udara yang harus di penuhi, yaitu sebagai berikut: 33 Pasal 1 Angka 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan 34 Pasal 115 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan 35 Pasal 115 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

20 1. Melakukan kegiatan angkutan udara secara nyata paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak izin diterbitkan dengan mengoperasikan minimal jumlah pesawat udara yang dimiliki dan dikuasai sesuai dengan lingkup usaha atau kegiatannya. 2. Memiliki dan menguasai pesawat udara dengan jumlah tertentu. 3. Mematuhi ketentuan wajib angkut, penerbangan sipil, dan ketentuan lain sesuai dengan peraturan perundang undangan. 4. Menutup asuransi tanggung jawab pengangkut dengan nilai pertanggungan sebesar santunan penumpang angkutan udara niaga yang dibuktikan dengan perjanjian penutupan asuransi. 5. Melayani calon penumpang secara adil tanpa diskriminasi atas dasar suku, agama, ras, antar golongan, serta strata ekonomi dan sosial. 6. Menyerahkan laporan kegiatan angkutan udara, termasuk keterlambatan dan pembatalan penerbangan, setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya kepada menteri. 7. Menyerahkan laporan kinerja keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik terdaftar yang sekurang-kurangnya memuat neraca, laporan rugi laba, arus kas, dan rincian biaya, setiap tahun paling lambat akhir bulan april tahun berikutnya kepada menteri. 8. Melaporkan apabila terjadi perubahan penanggung jawab atau pemilik badan usaha angkutan udara niaga, domisili badan usaha angkutan udara niaga dan pemilikan pesawat udara kepada menteri. 9. Memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan. 36 Penyelenggara pengangkutan udara pada umumnya merupakan badan hukum yang dalam kenyataannya melakukan tindakan dalam rangka usaha pengangkutan udara adalah pegawai-pegawainya. Disamping itu terdapat juga orang-orang yang meskipun tidak terikat oleh suatu perjanjian khusus, yaitu perjanjian keagenan. Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. Sementara pengertian dari tanggung jawab pengangkut adalah kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga. 36 Pasal 118 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

21 Terdapat hal penting yang harus diterapkan sebelum menentukan siapa yang bertanggung jawab, dimana hal yang perlu diketahui tersebut adalah prinsipprinsip tanggung jawab. Prinsip tanggung jawab dalam bidang hukum pengangkutan ada tiga macam yaitu, prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan (liability based on fault principle), prinsip tanggung jawab atas dasar praduga (rebuttable presumption of liability principle), dan prinsip tanggung jawab mutlak (absolute liability principle). Dalam membedakan ketiga prinsip tanggung jawab tersebut, dapat dilakukan melalui pihak mana yang harus membuktikan dan hal apa yang harus dibuktikan ketika terjadi sengketa. 37 Tanggung jawab pelaku usaha yang dalam hal ini adalah maskapai penerbangan dapat dilihat saat sebelum dilaksanakannya penerbangan (pre flight), pada saat dilaksanakannya penerbangan (in flight) dan setelah dilaksanakannya penerbangan (post flight). Maskapai penerbangan dalam melaksanakan perjanjian pengangkutan harus bertanggung jawab dengan memperhatikan segala aspek keamanan penerbangan yang dimulai sebelum dilaksanakannya penerbangan (pre flight), pada saat dilaksanakannya penerbangan (in flight) dan setelah dilaksanakannya penerbangan (post flight). Tanggung jawab setelah penerbangan dilaksanakan bagi setiap penerbangan nasional maupun internasional juga dapat dilihat dari pasal-pasal dalam undang-undang penerbangan yang mengatur tentang tanggung jawab pengangkut setelah penerbangan yaitu: 37 Toto Tohir Suriaatmadja, Masalah Dan Aspek Hukum Dalam Pengangkutan Udara Nasional, (Bandung: Mandar Maju, 2006), hal.27

22 1. Tanggung jawab terhadap kerugian penumpang apabila meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka akibat kejadian pengangkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara. 38 2. Tanggung jawab terhadap kerugian penumpang, karena bagasi tercatat hilang, musnah atau rusak. 39 3. Tanggung jawab terhadap pengirim kargo, karena kargo yang dikirim hilang, musnah atau rusak. 40 4. Tanggung jawab terhadap kerugian karena keterlambatan mengirim penumpang dan bagasi. 41 5. Pengangkut tidak bertanggungjawab terhadap kerugian bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya. 42 2. Persyaratan Operasi Dan Aturan Bagi Penumpang Dalam Hukum Penerbangan 1) Persyaratan Operasi Sebelum Penerbangan (Pre Flight Service) Tanggung jawab maskapai penerbangan dimulai sebelum dilaksanakannya penerbangan, dimana maskapai penerbangan mempunyai tanggung jawab berupa standar pelayanan sebelum penerbangan (pre flight service) yang terdiri unsurunsur sebagai berikut: 1. Reservasi tiket, dimana standar pelayanan reservasi tiket antara lain media reservasi, prosedur perubahan tiket, prosedur pembatalan tiket dan jangka waktu pengembalian uang tiket (refund), masa berlaku tiket, dan batas waktu pembayaran tiket (time limit). 43 2. Ticketing, dimana standar pelayanan ticketing sekurang-kurangnya meliputi pembayaran tiket, dan penerbitan tiket. Kejelasan informasi tiket merupakan 38 Pasal 141 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan 39 Pasal 144 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan 40 Pasal 145 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan 41 Pasal 146 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan 42 Pasal 143 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan 43 Pasal 6 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar

23 informasi tertulis di dalam tiket penumpang (berlaku bagi tiket konvensional maupun elektronik tiket) yang paling sedikit memuat nomor, tempat dan tanggal penerbitan, nama pengangkut, nama penumpang, tempat tanggal dan waktu pemberangkatan di bandar udara asal, tempat tanggal dan waktu kedatangan di bandar udara tujuan, nomor penerbangan, tempat pendaratan yang direncanakan antara tempat pemberangkatan dan tempat tujuan. Syarat dan ketentuan umum perjanjian pengangkutan paling sedikit terdiri dari: a. Ketentuan batas waktu check-in. b. Ketentuan bagasi kabin dan tercatat. c. Ketentuan bahwa tiket penumpang hanya dapat digunakan oleh orang yang namanya tertera pada tiket dan tidak dapat dipergunakan oleh orang lain. Pengangkut wajib menolak pengangkutan penumpang apabila nama penumpang yang tertera pada tiket tidak sesuai dengan kartu identitas. d. Ketentuan-ketentuan lain yang diberlakukan dalam perjanjian pengangkutan tersedia di website (dengan menyebutkan alamat lengkap website badan usaha angkutan udara niaga berjadwal yang bersangkutan). e. Penumpang wajib melaporkan barang berharga atau yang dianggap berharga yang dimuat dalam bagasi tercatat, kepada petugas check-in. 44 3. Informasi penerbangan yang disediakan melalui media publikasi yang meliputi informasi mengenai kelompok pelayanan yang diterapkan oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal yang bersangkutan, rute dan jadwal penerbangan, tarif yang berlaku pada masing-masing rute, cara 44 Pasal 12 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar

24 reservasi tiket, cara pembayaran tiket, penerbitan tiket, dan syarat ketentuan yang diberlakukan oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal. 45 4. Check-in, standar pelayanan check-in meliputi adanya petugas check-in, ketersediaan pelayanan check-in, batas waktu buka check-in counter, batas waktu tutup check-in counter, kesesuaian tanda pengenal, boarding passpesawat, ketentuan bagasi tercatat, ketentuan bagasi kabin, batas waktu lamanya antrian check-in, dan batas waktu lamanya proses pelayanan checkin. 46 Sikap petugas check-in dalam melayani penumpang diantaranya ramah dan cepat tanggap (responsif), dan memberikan prioritas check-in terlebih dahulu kepada penumpang yang telah berada dalam antrlan check-in, dan dengan kondisi 15 (lima belas) menit sebelum waktu tutup check-in counter. 47 5. Proses menuju ke ruang tunggu, yang mana standarnya meliputi ketersediaan informasi menuju ke ruang tunggu, ketersediaan fasilitas ruang tunggu eksekutif sesuai dengan kelompok pelayanan, ketersediaan informasi menuju ke ruang tunggu atau papan petunjuk yang diatur oleh penyelenggara bandar udara, dan tersedianya petugas yang membantu mengarahkan penumpang. 48 6. Boarding, standar pelayanan boarding meliputi pelayanan petugas boarding, penutupan batas waktu naik pesawat udara (boarding), dan proses menuju ke 45 Pasal 5 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar 46 Pasal 13 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar 47 Pasal 14 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar 48 Pasal 24, Pasal 25 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar

25 pesawat. Pelayanan petugas boarding meliputi penyampaian informasi dan ketersediaan petugas, diantaranya tersedianya petugas yang ditempatkan oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal yang menyampaikan informasi kepada penumpang pada saat boarding dan melakukan pemeriksaanboarding pass masuk pesawat serta kesesuaian tanda pengenal penumpang.tersedianya petugas yang ditempatkan oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal yang mengarahkan penumpang dari ruang tunggu sampai dengan naik ke pesawat. 7. Standar pelayanan penanganan keterlambatan, pembatalan penerbangan dan denied boarding passenger meliputi informasi kepada penumpang apabila terjadi keterlambatan dan pembatalan penerbangan, pelayanan petugas pada saat terjadinya keterlambatan, pembatalan penerbangan dan denied boarding passenger, serta mekanisme pemberian kompensasi dan mekanisme pemberian ganti kerugian. 49 Informasi kepada penumpang apabila terjadi keterlambatan, pembatalan penerbangan dan denied boarding passenger yaitu penyampaian informasi yang benar dan jelas, antara lain: a. Alasan keterlambatan penerbangan yang disampaikan kepada penumpang secara langsung melalui telepon atau pesan layanan singkat, atau melalui media pengumuman, selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) menit sebelum jadwal keberangkatan atau sejak pertama kali diketahui adanya keterlambatan. b. Pembatalan penerbangan yang disampaikan kepada penumpang secara langsung melalui telepon atau pesan layanan singkat, atau melalui media pengumuman, paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan penerbangan. 49 Pasal 31 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar

26 c. Dalam hal keterlambatan atau pembatalan penerbangan yang disebabkan oleh factor cuaca, informasi dapat disampaikan kepada penumpang sejak diketahui adanya gangguan cuaca. d. Perubahan jadwal penerbangan (reschedule) yang disampaikan kepada penumpang secara langsung melalui telepon atau pesan layanan singkat, atau melalui media pengumuman, paling lambat 24 (dua puluh empat) jam sebelum pelaksanaan penerbangan. 50 8. Mekanisme pemberian kompensasi merupakan pemberian kompensasi kepada penumpang sesuai peraturan perundangan yang berlaku pada saat tetjadi keterlambatan sampai dengan 4 (empat) jam, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Keterlambatan lebih dari 60 (enam puluh) menit sampai dengan 120 (seratus dua puluh) menit, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman dan makanan ringan (snack box). b. Keterlambatan lebih dari 120 (seratus dua puluh) menit sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) menit, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman, makanan ringan (snack box), makanan berat (heavy meat) dan memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya, atau ke badan usaha angkutan udara lainnya, apabila diminta oleh penumpang. c. Keterlambatan lebih dari 180 (seratus delapan puluh) menit sampai dengan 240 (dua ratus empat puluh) menit, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman, makanan ringan (snack box), makanan berat (heavy meat) dan apabila penumpang tersebut tidak dapat dipindahkan ke penerbangan berikutnya atau ke badan usaha angkutan udara niaga betjadwal lainnya, maka kepada penumpang tersebut wajib diberikan fasilitas akomodasi untuk dapat diangkut pada penerbangan hari berikutnya. 51 9. Mekanisme pemberian ganti kerugian kepada penumpang memiliki ketentuan sebagai berikut: a. Pemberian ganti rugi sebesar Rp. 300.000 (tiga ratus ribu rupiah) dalam hal terjadi keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam dapat berupa uang tunai, voucher yang dapat diuangkan, atau melalui transfer rekening, selambatlambatnya 3 x 24 jam. 50 Pasal 32 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar 51 Pasal 34 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar

27 b. Apabila terjadi pembatalan penerbangan, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib mengembalikan seluruh biaya tiket kepada penumpang secara tunai atau melalui transfer ke rekening kartu kredit apabila tiket dibeli melalui transaksi non tunai. Untuk tunai dibayarkan pada saat tetjadinya pembatalan, sedangkan untuk transaksi non tunai selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari. c. Apabila terjadi perubahan jadwal penerbangan (retiming atau rescheduling) dan penumpang tidak dapat dipindahkan ke penerbangan berikutnya atau ke penerbangan badan usaha angkutan udara niaga berjadwal lainnya, maka badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan fasilitas akomodasi untuk dapat diangkut pada penerbangan hari berikutnya. d. Apabila sejak diketahui adanya keterlambatan penerbangan atau perubahan jadwal penerbangan, penumpang menolak untuk diterbangkan dan menolak segala bentuk kompensasi dan ganti kerugian, maka badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib mengembalikan seluruh biaya tiket kepada penumpang secara tunai atau melalui transfer ke rekening kartu kredit apabila tiket dibeli melalui transaksi non tunai. Untuk tunai dibayarkan pada saat terjadinya pembatalan, sedangkan untuk transaksi non tunai selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender. 52 Tanggung jawab sebelum penerbangan bagi setiap maskapai penerbangan nasional maupun internasional dapat dilihat dengan dilengkapinya dokumen angkutan penumpang, bagasi, dan kargo, dimana dokumen angkutan udara terdiri atas tiket penumpang pesawat udara, boarding passmasuk pesawat udara, tanda pengenal bagasi (baggage identification or claim tag), dan surat muatan udara (airway bill). 53 Pengangkut wajib menyerahkan tiket kepada penumpang perseorangan atau penumpang kolektif, dimana tiket penumpang tersebut paling sedikit memuat: 1. Nomor, tempat, dan tanggal penerbitan. 2. Nama penumpang dan nama pengangkut. 3. Tempat, tanggal, waktu pemberangkatan, dan tujuan pendaratan. 4. Nomor penerbangan. 5. Tempat pendaratan yang direncanakan antara tempat pemberangkatan dan tempat tujuan, apabila ada. 52 Pasal 35 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar 53 Pasal 150 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

28 6. Pernyataan bahwa pengangkut tunduk pada ketentuan dalam undang-undang ini. Pihak yang berhak menggunakan tiket penumpang adalah orang yang namanya tercantum dalam tiket yang dibuktikan dengan dokumen identitas diri yang sah. Dalam hal tiket tidak diisi keterangan-keterangan atau tidak diberikan oleh pengangkut, pengangkut tidak berhak menggunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya. Pengangkut juga harus menyerahkan boarding passpesawat udara kepada penumpang, dimana boarding passpesawat udara paling sedikit memuat: 54 1. Nama penumpang. 2. Rute penerbangan. 3. Nomor penerbangan. 4. Tanggal dan jam keberangkatan. 5. Nomor tempat duduk. 6. Pintu masuk ke ruang tunggu menuju pesawat udara (boarding gate). 7. Waktu masuk pesawat udara (boarding time). Pengangkut juga wajib menyerahkan tanda pengenal bagasi kepada penumpang, dimana tanda pengenal bagasi paling sedikit memuat: 1. Nomor tanda pengenal bagasi. 2. Kode tempat keberangkatan dan tempat tujuan. 3. Berat bagasi. Terdapat tanggung jawab sebelum penerbangan bagi setiap maskapai penerbangan nasional maupun internasional, dimana badan usaha angkutan udara niaga nasional dan perusahaan angkutan udara asing yang melakukan kegiatan angkutan udara ke dan dari wilayah dalam negeri wajib menyerahkan data penumpang pra kedatangan atau keberangkatan (pre arrival or pre departure passengers information). Data penumpang tersebut diserahkan sebelum 54 Pasal 152 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

29 kedatangan atau keberangkatan pesawat udara kepada petugas yang berwenang di bandar udara kedatangan atau keberangkatan di dalam negeri. Data penumpang tersebut paling sedikit memuat keterangan: 1. Nama lengkap penumpang sesuai dengan paspor. 2. Jenis kelamin. 3. Kewarganegaraan. 4. Nomor paspor. 5. Tanggal lahir. 6. Asal dan tujuan akhir penerbangan. 7. Nomor kursi 8. Nomor bagasi. 55 Selain itu pengangkut dalam hal ini juga bertanggungjawab terhadap pengangkutan untuk penyandang cacat, lanjut usia, anak anak, dan/atau orang sakit. Penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak di bawah usia 12 (dua belas) tahun, dan/atau orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha angkutan udara niaga. Pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus tersebut paling sedikit meliputi: 1. Pemberian prioritas tambahan tempat duduk. 2. Penyediaan fasilitas kemudahan untuk naik ke dan turun dari pesawat udara. 3. Penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat selama berada di pesawat udara. 4. Sarana bantu bagi orang sakit. 5. Penyediaan fasilitas untuk anak-anak selama berada di pesawat udara. 6. Tersedianya personel yang dapat berkomunikasi dengan penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak, dan/atau orang sakit. 7. Tersedianya buku petunjuk tentang keselamatan dan keamanan penerbangan bagi penumpang pesawat udara dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh penyandang cacat, lanjut usia, dan orang sakit, dimana pemberian perlakuan dan fasilitas khusus ini tidak dipungut biaya tambahan. 56 55 Pasal 121 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan 56 Pasal 134 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

30 Setelah semua syarat dan prosedur keamanan dan keselamatan penerbangan diperiksa dan dilaksanakan, maka selanjutnya maskapai penerbangan wajib mengangkut penumpang dan barang ke tempat tujuan. Badan usaha angkutan udara niaga wajib mengangkut orang dan/atau kargo, dan pos setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan. Badan usaha angkutan udara niaga wajib memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa angkutan udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan yang disepakati, dimana perjanjian pengangkutan tersebut dapat dibuktikan dengan tiket penumpang dan dokumen muatan. 57 2) Persyaratan Operasi Saat Penerbangan (In Flight Service) Tanggung jawab maskapai penerbangan pada saat dilaksanakannya penerbangan, dimana maskapai penerbangan mempunyai tanggung jawab berupa standar pelayanan saat penerbangan dilaksanakan (in flight service) yang terdiri dari fasilitas dalam pesawat, dan awak kabin. Fasilitas dalam pesawat meliputi: 1. Bagasi tercatat merupakan ketersediaan bagasi tercatat bagi seluruh kelompok pelayanan dengan ketentuan yaitu untuk kelompok full service paling banyak 20 kg (dua puluh kilogram) tanpa dikenakan biaya, kelompok medium service paling banyak 15 kg (lima belas kilogram) tanpa dikenakan biaya, dan kelompok no frills akan dikenakan biaya. 2. Lavatory (toilet), dimana kondisi toilet yang bersih dan berfungsi dengan baik, dan tersedianya perlengkapan toilet (air, tissue, sabun cair). 3. Media hiburan, majalah atau surat kabar merupakan ketersediaan dan berfungsinya media hiburan dan majalah atau surat kabar sesuai dengan kelompok pelayanannya sebagai berikut: a. Kelompok full service harus tersedia fasilitas media hiburan, majalah, atau surat kabar yang disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia di pesawat; 57 Pasal 140 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

31 b. Kelompok medium service harus tersedia fasilitas majalah atau surat kabar. c. Kelompok no frills, tidak wajib disediakan fasilitas media hiburan, majalah atau surat kabar. 4. Standar makanan dan minuman adalah ketersediaan makanan dan minuman yang ada di pesawat sesuai dengan kelompok pelayanan sebagai berikut: a. Kelompok full service harus tersedia makanan dan minuman tanpa biaya tambahan, dengan ketentuan untuk penerbangan sampai dengan 90 (sembilan puluh) menit, tersedia minuman dan makanan ringan (snack box), dan untuk penerbangan lebih dari 90 (sembilan puluh) menit, tersedia minuman dan makanan berat (heavy meat). b. Kelompok medium service harus tersedia makanan ringan (snack box) dan minuman mineral tanpa biaya tambahan. c. Kelompok no frills, tersedianya makanan dan minuman dengan biaya tambahan. 5. Interior dan fasilitas meliputi ketersediaan lampu baca, bel pramugari, ventilasi udara dingin, first aid kits dan oxygen mask, serta buku doa. 6. Informasi petunjuk keselamatan dan keamanan penerbangan, meliputi tersedianya informasi dan buku petunjuk keselamatan dan keamanan penerbangan, dan bagi pesawat udara yang memiliki televisi, wajib memperagakan secara audio visual tentang petunjuk keselamatan dan keamanan penerbangan. 58 Selanjutnya selama dalam penerbangan, awak kabin wajib memiliki kemampuan komunikasi dan jelas dalam menyampaikan informasi selama penerbangan, tanggap, terampil, ramah, rapi dan sopan. Tanggung jawab saat penerbangan dilaksanakan bagi setiap maskapai penerbangan nasional maupun internasional dapat dilihat dengan di asuransikannya penumpang dan barang bawaannya.pengangkut wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap penumpang dan kargo yang diangkut. Besarnya pertanggungan asuransi sekurangkurangnya harus sama dengan jumlah ganti kerugian yang ditentukan dalam Pasal 165, Pasal 168, Pasal 170 UUP. 59 58 Pasal 37 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar 59 Pasal 180 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

32 Selain itu selama dalam penerbangan pengangkut juga untuk menempatkan penumpang yang mampu melakukan tindakan darurat pada pintu dan jendela darurat pesawat udara. 60 Yang dimaksud dengan selama terbang adalah sejak saat semua pintu luar pesawat udara ditutup setelah naiknya penumpang (embarkasi) sampai saat pintu dibuka untuk penurunan penumpang (debarkasi) di bandar udara tujuan. Kewenangan kapten penerbang dalam ketentuan ini juga pada saat pendaratan darurat sampai dengan kewenangan tersebut diambil alih pejabat yang berwenang atau pejabat yang ditunjuk dalam penanganan darurat. Kewenangan yang diatur dalam undang-undang ini untuk memberikan landasan hukum bagi tindakan yang diambil oleh kapten penerbang dalam rangka keamanan dan keselamatan penerbangan. 61 Pengangkut dalam lain hal juga harus bertanggungjawab memperhatikan informasi cuaca saat dilaksanakannya penerbangan. Yang dimaksud dengan informasi cuaca, antara lain, meliputi: 1. Angin atas (upper winds) dan suhu udara atas (upper air temperature). 2. Fenomena cuaca yang signifikan pada jalur jelajah (forecast of significant en-route weather phenomena). 3. Laporan meteorologi bandar udara (aerodrome meteorological report). 4. Prakiraan cuaca bandar udara (aerodrome forecast). 5. Prakiraan cuaca untuk lepas landas (forecast for take off). 6. Prakiraan cuaca untuk pendaratan (landing forecast). 7. Informasi cuaca yang signifikan (significant information meteorology). 8. Informasi cuaca pada lapisan rendah (airmet). 9. Ringkasan iklim bandar udara (aerodrome climatological summary). 3) Persyaratan Operasi Setelah Penerbangan (Post Flight Service) 60 Pasal 56 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan 61 Penjelasan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

33 Terdapat juga tanggung jawab maskapai penerbangan setelah dilaksanakannya penerbangan, dimana maskapai penerbangan mempunyai tanggung jawab berupa standar pelayanan setelah penerbangan dilaksanakan (post flight service) yang terdiri dari proses turun pesawat, transit atau transfer, pengambilan bagasi tercatat, dan penanganan keluhan pelanggan. 1. Proses turun pesawat meliputi ketersediaan informasi, ketersediaan fasilitas, dan ketersediaan petugas. Ketersediaan informasi meliputi adanya informasi atau petunjuk yang mengarahkan penumpang menuju ke terminal kedatangan bandar udara tujuan. Ketersediaan fasilitas yaitu adanya fasilitas yang memberikan kemudahan bagi penumpang turun pesawat menuju ke terminal kedatangan berupa tersedianya kendaraan bermotor roda empat atau lebih apabila parking pesawat berada di remote parking area dan atau jarak antara terminal kedatangan dan parking pesawat lebih dari 200 (dua ratus) meter dengan kondisi tempat atau ruang terbuka dan tidak tersedia akses jalan koridor atau penggunaan garbarata apabila tersedia slot untuk menggunakan garbarata sesuai tipe pesawat yang digunakan. Ketersediaan petugas yaitu adanya petugas yang ditunjuk oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal yang mengarahkan penumpang menuju ke terminal kedatangan. 62 2. Fasilitas transit atau transfer yang meliputi informasi dan fasilitas pada saat menuju ke transit atau transfer counter, dan pelayanan petugas di transit atau transfer counter. Informasi dan fasilitas pada saat menuju ke 62 Pasal 46 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar

34 transit atau transfer counter antara lain tersedianya informasi proses transit atau transfer melalui flight information display system atau papan petunjuk yang disediakan oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal bagi penumpang menuju ke transit atau transfer counter. Pelayanan petugas di transit atau transfer counter meliputi tersedianya petugas yang ditempatkan oleh badan usaha angkutan udara niaga beijadwal di transit atau transfer counter untuk melayani dan mengarahkan penumpang menuju ke transit atau transfer counter, dan kejelasan penyampaian informasi transit atau transfer penerbangan oleh petugas yang ditempatkan oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal kepada penumpang. 63 3. Pengambilan bagasi tercatat meliputi informasi dan pelayanan petugas, dan mekanisme pemberian ganti kerugian. Informasi dan pelayanan petugas meliputi adanya informasi yang benar dan jelas mengenai lokasi pengambilan bagasi tercatat di terminal kedatangan bandar udara tujuan, serta tersedianya petugas yang ditempatkan oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal yang melakukan pengecekan kesesuaian label bagasi tercatat dengan barang bagasi tercatat. Mekanisme pemberian ganti kerugian diantaranya ketersediaan petugas yang menangani pemberian ganti kerugian sebagai tanggung jawab pengangkut terhadap kehilangan, kerusakan atau keterlambatan bagasi, sesuai ketentuan yang berlaku, 63 Pasal 50 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar

35 dengan mekanisme waktu penanganan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender sejak penumpang mengajukan keluhan. 64 4. Penanganan keluhan penumpang meliputi adanya informasi prosedur atau mekanisme yang jelas untuk penyampaian keluhan penumpang beserta batas waktu tindak lanjut yang selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender, dan informasi ganti kerugian sesuai ketentuan yang berlaku, tersedianya fasilitas layanan keluhan penumpang yang disediakan oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal, antara lain berupa telepon, kotak saran, e-mail, dan sarana lainnya, dan tersedianya counter dan petugas yang ditempatkan oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal yang menangani keluhan penumpang, di setiap bandar udara yang dilayani. 65 E. Hak Dan Kewajiban Penyedia Jasa Dalam Melaksanakan Kegiatan Pengangkutan Udara Bagi Warga Sipil Hak adalah kekuasaan seseorang untuk melakukan sesuatu untuk melakukan sesuatu yang telah ditentukan oleh undang-undang. Dalam ketentuan undang-undang hak dari penyedia jasa dalam melaksanakan kegiatan pengangkutan udara bagi warga sipil adalah sebagai berikut: 1. Penyedia jasa berhak menerima pembayaran atas pemesanan tiket pesawat udara berdasarkan kelas tarif yang di pilih oleh penumpang pesawat udara. 2. Penyedia jasa berhak menerima data atau informasi identitas calon penumpang pesawat udara dengan benar. 64 Pasal 55 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar 65 Pasal 56 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar

36 3. Penyedia jasa berhak melakukan pemeriksaan calon penumpang sebelum naik ke pesawat udara, yang mana hal ini adalah prosedur keamanan dan keselamatan penerbangan. 4. Penyedia jasa berhak melakukan penyelenggaraan pengangkutan udara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penerbangan. 66 Kewajiban merupakan hal yang harus dikerjakan atau dilaksanankan. Jika tidak dilaksanankan dapat mendatangkan sanksi bagi yang melanggarnya. Sedangkan hak adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Namun, kekuasaan tersebut dibatasi oleh undang-undang. Pembatasan ini harus dilakukan agar pelaksanaan hak seseorang tidak sampai melanggar hak orang lain. Jadi pelaksanaan hak dan kewajiban haruslah seimbang. Terdapat juga kewajiban pemegang izin angkutan udara yang harus di penuhi, yaitu sebagai berikut: 1. Melakukan kegiatan angkutan udara secara nyata paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak izin diterbitkan dengan mengoperasikan minimal jumlah pesawat udara yang dimiliki dan dikuasai sesuai dengan lingkup usaha atau kegiatannya. 2. Memiliki dan menguasai pesawat udara dengan jumlah tertentu. 3. Mematuhi ketentuan wajib angkut, penerbangan sipil, dan ketentuan lain sesuai dengan peraturan perundang undangan. 4. Menutup asuransi tanggung jawab pengangkut dengan nilai pertanggungan sebesar santunan penumpang angkutan udara niaga yang dibuktikan dengan perjanjian penutupan asuransi. 5. Melayani calon penumpang secara adil tanpa diskriminasi atas dasar suku, agama, ras, antar golongan, serta strata ekonomi dan sosial. 6. Menyerahkan laporan kegiatan angkutan udara, termasuk keterlambatan dan pembatalan penerbangan, setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya kepada menteri. 7. Menyerahkan laporan kinerja keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik terdaftar yang sekurang-kurangnya memuat neraca, laporan rugi laba, arus kas, dan rincian biaya, setiap tahun paling lambat akhir bulan april tahun berikutnya kepada menteri. 8. Melaporkan apabila terjadi perubahan penanggung jawab atau pemilik badan usaha angkutan udara niaga, domisili badan usaha angkutan udara niaga dan pemilikan pesawat udara kepada menteri. 66 Pasal 110 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

37 9. Memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan. 67 Penyelenggara penerbangan berkewajiban melakukan ganti rugi dalam hal terjadinya perbuatan melawan hukum berupa pelanggaran izin, yang bisa saja berakibat terjadinya kecelakaan penerbangan. Selain itu akibat hukum yang diterima oleh peneyelenggara penerbangan terkait pelanggaran izin adalah pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan sampai pencabutan izin, bahkan bisa juga dikenakan sanksi perdata berupa mengganti kerugian yang diderita penumpang maupun sanksi pidana berupa penjara dan denda. F. Aturan-Aturan Hukum Pengangkutan Udara Bagi Warga Sipil Dengan Menggunakan Penerbangan Sipil 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan Pemerintah mempunyai peran yang penting dalam mewujudkan perlindungan penumpang dan barang dengan mewajibkan seluruh penerbangan untuk memberikan informasi kepada para penumpang mengenai penerbangan yang akan dilaksanakan. Peran pemerintah dalam menyikapi pelanggaran hak perlindungan konsumen adalah dengan melalukukan pembinaan sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, diantaranya penerbangan dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah. Pembinaan penerbangan sebagaimana dimaksud meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. Pengaturan sebagaimana dimaksud meliputi penetapan kebijakan umum dan teknis yang terdiri atas penentuan norma, 67 Ibid

38 standar, pedoman, kriteria, perencanaan, dan prosedur termasuk persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan serta perizinan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkutan Udara Peraturan pemerintah ini merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang- Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan yang dimaksudkan untuk meningkatkan pembinaan dan penyelenggaraan angkutan udara sesuai dengan perkembangan kehidupan rakyat dan bangsa, serta tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai salah satu komponen sistem transportasi nasional, pada hakekatnya angkutan udara mempunyai peranan yang penting dalam menyediakan jasa pelayanan angkutan di dalam negeri maupun di luar negeri, dan dalam rangka menghubungkan daerah-daerah yang sulit dijangkau dengan moda angkutan lain secara cepat dan efisien untuk jarak tertentu atau yang dikenal dengan angkutan udara perintis. Dalam kedudukan dan peranan yang demikian sudah selayaknya pemerintah memberikan bimbingan dan pembinaan sehingga angkutan udara dapat diselenggarakan secara selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, nyaman dan efisien dengan biaya yang wajar serta terjangkau oleh daya beli masyarakat, dan mampu berperan dalam rangka menunjang dan mendukung sektor-sektor pembangunan lainnya. Kegiatan angkutan udara sipil meliputi angkutan udara niaga dan angkutan udara bukan niaga, dalam peraturan pemerintah ini ditegaskan kembali bahwa kegiatan angkutan udara sipil hanya dilakukan oleh pesawat udara sipil nasional.

39 Pengoperasian pesawat udara sipil asing dari dan ke atau melalui wilayah dalam negeri hanya dapat dilakukan berdasarkan perjanjian bilateral, multilateral atau izin khusus pemerintah. Salah satu bentuk pembinaan yang dilakukan pemerintah dalam kegiatan angkutan udara adalah pengaturan perizinan yang dititik beratkan kepada jaminan keselamatan dan kualitas pelayanan angkutan penumpang, kargo, dan pos untuk angkutan udara niaga dan aspek keselamatan dalam pengoperasian untuk kegiatan angkutan udara bukan niaga serta upaya untuk menumbuhkan iklim usaha yang sehat. Bagi usaha angkutan udara niaga diwajibkan memiliki izin usaha angkutan udara, sedangkan bagi angkutan bukan niaga, hanya diwajibkan memiliki izin kegiatan angkutan udara, karena izin usaha yang bersangkutan melekat pada izin usaha kegiatan pokoknya. Selanjutnya dalam upaya menunjang kegiatan angkutan udara niaga diatur pula ketentuan mengenai kegiatan penunjang angkutan udara niaga yang merupakan satu kesatuan mata rantai dengan kegiatan angkutan udara yang antara satu sama lainnya saling terkait dan mendukung dalam rangka mewujudkan kelancaran dan kelangsungan pelayanan jasa angkutan udara.demikian pula dalam rangka menjamin kelangsungan usaha di bidang angkutan udara serta kemampuan masyarakat pengguna jasa angkutan udara, dalam peraturan pemerintah ini diatur pulamengenai tarif penumpang yang meliputi tarif pelayanan ekonomi dan non ekonomi serta tarif kargo. 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan Dan Keselamatan Penerbangan Peraturan pemerintah ini mengatur tentang keamanan dan keselamatan penerbangan yang memiliki peranan penting dan strategis dalam penyelenggaraan

40 penerbangan sehingga penyelenggaraannya dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah dalam satu kesatuan sistem pelayanan keamanan dan keselamatan penerbangan sipil. Pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah meliputi aspek pengaturan, pengendalian dan pengawasan terhadap kegiatan pembangunan, pendayagunaan, dan pengembangan sistem pelayanan keamanan dan keselamatan penerbangan, dalam upaya untuk mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur serta terpadu dengan moda transportasi lain. Atas dasar hal tersebut di atas, maka dalam peraturan pemerintah ini diatur ketentuan mengenai sistem keamanan dan keselamatan penerbangan, pelayanan operasi pesawat udara, pengoperasian bandar udara, pengaturan mengenai ruang udara, personil keamanan dan keselamatan penerbangan, pelayanan kesehatan penerbangan, tata cara penanganan dan pemeriksaan penumpang, bagasi kargo dan pos, pencarian dan pertolongan kecelakaan pesawat udara, penelitian sebabsebab kecelakaan pesawat udara, program pengamanan penerbangan sipil serta tarif jasa pelayanan navigasi penerbangan. Selain hal tersebut di atas, diatur pula keandalan operasional pesawat udara yang pada dasarnya hanya dapat dipenuhi apabila persyaratan-persyaratan yang menyangkut standar kelaikan udara, rancang bangun pesawat udara, pembuatan pesawat udara, perawatan pesawat udara, pengoperasian pesawat udara, standar kebisingan pesawat udara, penampungan sisa bahan bakar, dan ambang batas gas buang pesawat udara, serta personil pesawat udara, dapat

41 dipenuhi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal lain yang perlu diatur, yang merupakan kelengkapan administrasi sekaligus persyaratan operasional pesawat udara adalah pendaftaran pesawat udara dan tanda kebangsaan pesawat udara. 4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Peraturan menteri ini berkaitan dengan tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang yang meninggal, cacat atau luka-luka akibat kejadian pengangkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara adalah dengan sejumlah ganti rugi yang merujuk kepada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Pasal 2 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, menyatakan bahwa: Pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka, hilang atau rusaknya bagasi kabin, hilang musnah atau rusaknya bagasi tercatat, hilang musnah atau rusaknya kargo, keterlambatan angkutan udara, dan kerugian yang diderita oleh pihak ketiga. 68 Pengangkut dapat dibebaskan dari tuntutan ganti kerugian terhadap hilangnya barang berharga atau barang yang berharga milik penumpang yang disimpan di dalam bagasi tercatat, kecuali pada saat pelaporan keberangkatan (check-in),penumpang telah menyatakan dan menunjukkan bahwa di dalam bagasi tercatat terdapat barang berharga atau barang yang berharga, dan pengangkut setuju untuk mengangkutnya. 68 Pasal 2 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

42 Berkaitan dengan besaran ganti rugi, ada satu pasal yang memberikan perlindungan terhadap penumpang yaitu Pasal 172 UUP. Pasal ini menegaskan bahwa besaran ganti rugi dievaluasi paling sedikit satu kali dalam satu tahun oleh menteri berdasarkan pada tingkat hidup yang layak masyarakat, kelangsungan hidup badan usaha angkutan udara niaga, tingkat inflasi kumulatif, pendapatan per kapita, dan perkiraan usia harapan hidup. 69 5. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Peraturan menteri ini mengatur tentang tanggung jawab maskapai penerbangan dalam memberikan standar pelayanan terhadap penumpang kelas ekonomi yang dimulai sebelum dilaksanakannya penerbangan, dimana maskapai penerbangan mempunyai tanggung jawab berupa standar pelayanan sebelum penerbangan (pre flight service), kemudian standar pelayanan saat penerbangan dilaksanakan (in flight service) yang terdiri dari fasilitas dalam pesawat, dan awak kabin 70 dan standar pelayanan setelah penerbangan dilaksanakan (post flight service) yang terdiri dari proses turun pesawat, transit atau transfer, pengambilan bagasi tercatat, dan penanganan keluhan pelanggan. 71 6. Peraturan Menteri Perhubungan PM 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal Di Indonesia Peraturan menteri ini mengatur tentang kompensasi tentang keterlambatan (delay), yang mana perusahaan penerbangan niaga wajib memberikan kompensasi 69 Pasal 172 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan 70 Pasal 36 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar 71 Pasal 45 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar

43 keterlambatan akibat penundaan kepada calon penumpang. Keterlambatan penerbangan dalam peraturan ini dikelompokkan dalam 6 (enam) kategori keterlambatan, yaitu: 1. Kategori 1, keterlambatan 30 menit s/d 60 menit. 2. Kategori 2, keterlambatan 61 menit s/d 120 menit. 3. Kategori 3, keterlambatan 121 menit s/d 180 menit. 4. Kategori 4, keterlambatan 181 menit s/d 240 menit. 5. Kategori 5, keterlambatan lebih dari 240 menit. 6. Kategori 6, pembatalan penerbangan. 72 Keterlambatan penerbangan dihitung berdasarkan perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan yaitu pada saat pesawat block off meninggalkan tempat parkir pesawat (apron) atau pada saat pesawat block on dan parkir di apron bandara tujuan. 73 Badan usaha angkutan udara wajib memberikan kompensasi sesuai dengan kategori keterlambatan berupa: 1. Keterlambatan kategori 1, kompensasi berupa minuman ringan. 2. Keterlambatan kategori 2, kompensasi berupa minuman dan makanan ringan (snack box). 3. Keterlambatan kategori 3, kompensasi berupa minuman dan makanan berat (heavy meat). 4. Keterlambatan kategori 4, kompensasi berupa minuman, makanan ringan (snack box), makanan berat (heavy meat). 5. Keterlambatan kategori 5, kompensasi berupa ganti rugi sebesar Rp. 300.000 (tiga ratus ribu rupiah). 6. Keterlambatan kategori 6, badan usaha angkutan udara wajib mengalihkan ke penerbangan berikutnya atau mengembalikan seluruh biaya tiket (refund ticket). Pemberian kompensasi harus dilakukan secara aktif oleh petugas setingkat general manager, station manager, staf lainnya atau 72 Pasal 3 Peraturan Menteri Perhubungan PM 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal Di Indonesia 73 Pasal 4 Peraturan Menteri Perhubungan PM 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal Di Indonesia

44 pihak yang ditunjuk yang bertindak untuk dan atas nama badan usaha angkutan udara niaga berjadwal. 74 74 Pasal 9 Peraturan Menteri Perhubungan PM 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal Di Indonesia