BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK TIDAK BERITIKAD BAIK DALAM TEORI DAN PRAKTEK DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas maka dapat ditarik. kesimpulan:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 PENJELASAN ATAS TENTANG DESAIN INDUSTRI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan

Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian seperti telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya dapat

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUGATAN PEMBATALAN MEREK DAGANG TERKENAL YANG TELAH KADALUARSA JANGKA WAKTUNYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 S K R I P S I.

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan

I. PENDAHULUAN. yang hari ini diproduksi di suatu negara, di saat berikutnya telah dapat dihadirkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. paparkan sebelumnya, dengan uraian sebagai berikut:

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

(a) pembajakan merajalela akibatnya kreativitas menurun;

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar bebas. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk baru atau pengembangan dari produk-produk. penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. atas Kekayaan Intelektual (HAKI) juga berkembang pesat. Suatu barang atau jasa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 PENJELASAN ATAS TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 MEREK

BAB I Pendahuluan. suatu barang atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan diperlukan tanda

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti yang telah dipaparkan. pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan teori dan analisis terhadap Putusan Pengadilan Dalam Perkara

UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini teknologi merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

No dan Cukai. Penting untuk digarisbawahi bahwa mekanisme perekaman ini sama sekali tidak menggantikan mekanisme pendaftaran HKI kepada Direkt

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5541) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pem

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

RGS Mitra 1 of 10 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

BAB I PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual, selanjutnya disingkat sebagai HKI timbul

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

BAB I PENDAHULUAN. Muhamad Firmansyah, Tata Cara Mengurus HKI, Transmedia Pustaka, Jakarta, 2008, hlm. 6 2

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas, kemajuan sektor perdagangan sangat erat kaitannya

RGS Mitra 1 of 19 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK TERKENAL ASING MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017. PENEGAKAN HUKUM HAK PATEN MENURUT TRIPS AGREEMENT DAN PELAKSANAANYA DI INDONESIA 1 Oleh: Rignaldo Ricky Wowiling 2

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern

BAB I PENDAHULUAN. informasi keunggulan produk dari merek tertentu sehingga mereka dapat

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. maupun memasarkan suatu produk haruslah ditingkatkan. Hal ini dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. bidang industri, ilmu pengetahuan, kesusasteraan atau seni. 1 Hak atas kekayaan

DISKUSI PUBLIC NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG MEREK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian baru dalam forum Nasional maupun Internasional.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. pesat dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama. 1 Perdagangan

MEREK. Umum. 1. Apakah merek itu?

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angkaangka,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. dan kepercayaan terhadap merek tersebut. untuk memperoleh/meraih pasar yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut,

BAB 1 PENDAHULUAN. Agraria Isi dan Pelaksanaannya Jilid I Hukum Tanah Nasional, (Jakarta : Djambatan, 2005), hal

Perkembangan ekonomi global sekarang ini menuntut tiap-tiap negara untuk

BAB II BENTUK-BENTUK PENGHAPUSAN MEREK DI INDONESIA. merek dijelaskan dalam pasal 15 ayat 1 TRIPs Agreement yang menyebutkan :

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Tidak dapat kita pungkiri bahwa merek merupakan suatu aset yang sangat berharga dalam dunia perdagangan sehingga memegang peranan yang sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba mendaftarkan mereknya di Indonesia sehingga banyak sekali merek-merek asing ada di Indonesia saat ini, seperti merek Samsung, Nokia, Hewlett Package (HP), dan Kentucky Fried Chicken (KFC). Dengan semakin majunya perdagangan dan adanya perluasan produk oleh perusahaan-perusahaan baik melalui lisensi ataupun perjanjian lainnya, maka perlindungan merek semakin digalakkan. Malalui konvensi-konvensi internasional Indonesia menyepakati perjanjian yang tertuang dalam Konvensi Paris (Paris Convention for the Protection of Industrial Property). Pada perkembangan selanjutnya World Trade Organization (WTO) suatu organisasi Internasional yang memberikan perlindungan di bidang Hak Kekayaan Intelektual salah satunya yaitu merek dagang dalam lingkup perdagangan internasional, dimana Indonesia menjadi salah satu anggotanya. Ketentuan mengenai perlindungan merek dagang ini secara tertulis tertuang dalam Trade Related Aspect of Intelektual Property Right (TRIPs) Indonesia 1

meratifikasinya melalui Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek. Berdasarkan ketentuan pasal 5 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek bahwa Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini: a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; b. Tidak memiliki daya pembeda c. Telah menjadi milik umum; atau d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaranya Merek Buddha Bar dalam lingkup Indonesia, eksistensi Buddha Bar, paling sedikit bersinggungan dengan beberapa aspek: legal, moral dan spiritual. Pertama, secara legal, jelas sekali ia bertentangan dengan Pasal 5 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek. Meskipun sudah terdaftar dibanyak negara lain tetapi tidak bisa serta merta bisa terdaftar di Indonesia, meskipun Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual telah menyetujui pendaftaran merek Budha Bar dengan dikeluarkannya sertifikat merek No. IDM00018981, pembatalan permohonan merek berdasarkan ketentuan pasal 68 UU No.15 tahun 2001 tentang Merek adalah 1 1. Gugatan pembatalan pendaftaran Merek dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6. 1 Indonesia [1], Undang-Undang Tentang Merek, UU No.15 Tahun 2001, LN No.110 Tahun 2001, TLN No.4131, Pasal 68 2

2. P.emilik Merek yang tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal. 3. Gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Niaga 4. Dalam hal penggugat atau tergugat bertempat tinggal diluar wilayah Negara Republik Indonesia, gugatan diajukan kepada Pengadilan Niaga di Jakarta. Pada kenyataanya, perlindungan hukum atas merek yang terdaftar dalam Daftar Umum merek tidak cukup memberikan jaminan. Apabila terdapat alasan yang sah menurut hukum, merek terdaftar dapat dihapuskan, dibatalkan atau ditarik kembali. Mengenai pembatalan merek diatur sebagai berikut. Gugatan pembatalan pendaftaran merek dapat diajukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, atau Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek. 2 Permohonan penghapusan pendaftaran merek berdasarkan alasan Pasal 61 ayat (2) huruf a dan huruf b UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek, hanya dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang diberi kewenangan oleh 2 Indonesia [1], Op. Cit, Pasal 68 ayat (1). 3

Undang-Undang Merek. Permohonan penghapusan pendaftaran merek hanya dapat dilakukan atas: 3 1. Prakarsa Direktorat Jenderal HaKI. 2. Berdasarkan permononan pemilik yang bersangkutan. 3. Gugatan pihak ketiga kepada pengadilan niaga. 4. Tidak diperpanjang jangka waktu pendaftaran mereknya. Pembatasan permohonan penghapusan pendaftaran merek menurut undangundang merek dapat dilakukan jika: 4 a. Merek tidak digunakan selama 3 tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Ditjen HKI; atau b. Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang didaftar. Pengertian Hak Atas Merek menurut Pasal 3 UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek adalah sebagai berikut: Pasal 3 UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Hak Atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka 3 Direktorat Jenderal Hak Kekayaan, Op. Cit, hlm. 33. 4 Indonesia [1], Op. Cit, Pasal 61 ayat (2) 4

waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Dengan tidak terpenuhinya unsur kata menggunakan dalam rumusan Pasal 3 dan atau unsur kata digunakan dalam rumusan Pasal 1 angka 1 UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek dalam kegiatan perdangangan, lalu dihubungkan dengan unsur kata tidak digunakan dalam rumusan Pasal 61 ayat (2) UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek adalah merupakan suatu pelanggaran terhadap kewajiban yang dimiliki pemilik merek, maka hak ekslusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek berupa Hak Atas Merek dapat dimintakan penghapusan pendaftaran merek. Dalam UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek dinyatakan: Penghapusan pendaftaran merek mengakibatkan berakhirnya perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan. 5 Penghapusan pendaftaran merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal dengan mencoret Merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan memberi catatan tentang alasan dan tanggal penghapusan tersebut". 6 Mengenai penarikan kembali sertifikat merek dari Daftar umum merek sepanjang merek tersebut bertentangan dengan Pasal 5 UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek dinyatakan Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini : a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, 5 Ibid, Pasal 65 ayat (3) 6 Ibid, Pasal 65 ayat (1). 5

moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; b. Tidak memiliki daya pembeda; c. Telah menjadi milik umum; atau d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Untuk lebih memahami mengenai penarikan kembali sertifikat merek dari daftar umum merek dan memperoleh gambaran lebih jauh mengenai kriteria merek yang bisa ditarik kembali sertikatnya dari daftar umum merek maka penulis akan mengambil kasus merek Buddha Bar dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.213 K/TUN/2010, dengan cara menganalisa pertimbangan Majelis Hakim pada tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara serta tingkat Kasasi dalam putusan perkara bersangkutan secara yuridis normatif tentang merek. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan bahan-bahan sumber hukum : Putusan Kasasi Mahkamah Agung No.213 K/TUN/2010 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara 253/B/2009/PT.TUN.JKT jo putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No. 97/G/2009/PTUN.JKT. Karena itu penulis tertarik untuk membahas kajian penarikan kembali sertifikat merek Buddha Bar dan mengangkatnya menjadi topik penulisan. 1. 2. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan dibahas oleh Penulis dalam peulisan adalah sebagai berikut: 6

1. Apakah yang menjadi dasar hukum penarikan kembali sertifikat merek Buddha Bar oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual? 2. Upaya hukum apa yang dilakukan oleh pemilik merek terdaftar terhadap penarikan mereknya? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah diatas adalah 1. Untuk memahami bahwa Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual selaku badan atau Pejabat Tata Usaha berwenang membatalkan atau mencabut putusan yang telah diterbitkan sepanjang bertentangan dengan ketertiban umum. 2. Dan untuk mengetahui upaya hukum apa yang dapat ditempuh oleh pemilik merek terdaftar apabila mereknya ditarik dari Daftar umum merek. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi: a. Mahasiswa Bagi kami para mahsiswa penelitian ini kiranya bisa memberikan manfaat menjadi lebih tahu mengeani merek dagang dan jasa, serta mekanismenya jika terjadi pembatalan ataupun penarikan kembali sertifikat merek tersebut. 7

b. Pengusaha Bagi kalangan pengusaha penelitian ini bisa bermanfaat untuk mengetahui bagaimana seharusnya mendaftarkan sebuah merek dagang dan jasa sehingga tidak menimbulkan suatu masalah c. Masyarakat Bagai masyarakat diharapkan penelitian ini bisa memberikan manfaat mengenai apa itu arti merek dagang dan jasa beserta seluk beluknya juga bisa mengetahui jika suatu saat ingin mendaftarkan sebuah mereknya. 1.5. Definisi Operasional Penulis akan membatasi mengenai masalah merek terkenal ini sebagai berikut: 1. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angkaangka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. 7 2. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan Merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu. 8 7 Ibid, Pasal 1 angka 1 8 Ibid 8

3. Tata Usaha Negara adalah Adminstrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. 9 4. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. 10 5. Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau abdan hukum perdata. 11 6. Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikerluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 12 7. Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan putusan. 13 9 Indonesia [2], Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, LN No.74 Tahun 1970, TLN No.3361 Tahun 1985, Pasal 1 angka 1 10 Ibid 11 Ibid 12 Ibid 13 Ibid 9

8. Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata. 14 9. Pengadilan adalah Pengadilan Tata Usaha Negara dan/atau Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. 15 10. Hakim adalah Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara dan/atau Hakim pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. 16 1.6. Metode Penelitian Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini 1. Tipe atau Bentuk penelitian Bentuk penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif karena dalam penelitian initidak menggali fakta didalam masyarakat dan hanya bersumber pada data sekunder, sehingga tidak diperlukan suatu penelitian empiris. Penulis berusaha untuk membahas mengenai perumusan penarikan kembali sertifikat merek, baik pengaturannya dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dan juga Asasasas Umum Pemerintahan yang Layak (AAUPL) 2. Sifat Penelitian 14 Ibid 15 Ibid 16 Ibid 10

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yaitu menjelaskan dan menggambarkan keadaan sebagaimana adanya sesuai dengan kenyataan mengenai sengketa penarikan kembali merek Buddha Bar dalam putusan Kasasi Mahkamah Agung No.213 K/TUN/2010 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara 253/B/2009/PT.TUN.JKT jo putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No. 97/G/2009/PTUN.JKT 3. Sumber Data Dalam membahas teori-teori dan permasalahan mengenai hukum merek penulis menggunakan sumber data sebagai berikut: a. Sumber Data Primer yang berupa peraturan perundang-undangan antara lain: 1) Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 Tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. 2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek 3) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek 4) Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 Tentang Merek 5) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 6) Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 11

7) Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 8) Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam perkara merek Buddha Bar Nomor 97/G/2009/PTUN.JKT 9) Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam Perkara merek Buddha Bar Nomor 253B/2009/PT.TUN/JKT 10) Putusan Kasasi Mahkamah Agung dalam perkara merek Buddha Bar Nomor 213K/TUN/2010 b. Data Sekunder yaitu yang berasal dari buku-buku yang berhubungan dengan Merek dan Tata Usaha Negara 1.7. Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari 5 kelompok pembahasan sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis memaparkan mengenai latar belakang penelitian dan penulisan skripsi, pokok-pokok permasalahan, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan ini. BAB II. TINJAUAN UMUM HUKUM MEREK, ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG LAYAK (AAUPL), DAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) 12

Dalam bab ini penulis akan memaparkan sejarah hukum merek, perlindungan hukum atas merek baik dilihat dari konvensi internasional maupun hukum nasional, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Layak (AAUPL), BAB III. TINJAUAN HUKUM PENARIKAN KEMBALI SERTIFIKAT MEREK Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang penghapusan merek, pembatalan merek dan penarikan kembali sertifikat merek dan juga upaya hukum yang dilakukan oleh pemilik merek terdaftar apabila mereknya ditarik kembali. BAB IV. ANALISIS KASUS PENARIKAN KEMBALI SERTIFIKAT MEREK BUDDHA BAR YANG DILAKUKAN OLEH DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL Dalam bab ini, penulis akan menganalisa permasalahan secara normatif yuridis sehingga dapat dimengerti mengenai pertimbangan dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual menarik kembali sertifikat merek Buddha Bar dan upaya hukum yang dilakukan oleh pemilik terdaftar apabila mereknya ditarik kembali oleh Direktorat jenderal Hak Kekayaan Intelektual BAB V. PENUTUP Dalam bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dari apa yang telah diuraikan bab-bab sebelumnya, Penulis juga mencoba memberikan saran mengenai apa yang sebaiknya dilakukan untuk memperbaiki kekurangankekurangan yang ada. 13