BAB 1 PENDAHULUAN. syariah. 2 Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan adalah merupakan salah satu lembaga keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 376/PJ.02/2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang mempunyai kelebihan dana kemudian disalurkan kembali. kepada masyarakat yang membutuhkan dana tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan di Indonesia semakin diramaikan dengan berdirinya bank-bank

BAB I PENDAHULUAN. dengan negara Indonesia ini. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan prinsip Islam, yaitu aturan perjanjian (akad) antara bank dengan

BAB I PENDAHULUAN. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

BAB III KETENTUAN PAJAK BERGANDA ATAS TRANSAKSI MURA>BAHAH PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, karena perbankan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. terlihat semakin meningkat dengan pesat. Hal itu ditandai dengan berdirinya

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era modern ini perbankan syariah telah menjadi fenomena global,

BAB 1 PENDAHULUAN. perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu

I. PENDAHULUAN. pendapat dikalangan Islam sendiri mengenai apakah bunga yang dipungut oleh

2017, No khusus terhadap kredit atau pembiayaan bank bagi daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam; e. bahwa berdasarkan pertimba

BAB I PENDAHULUAN. mana didasarkan pada Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 sebagai landasan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. keberlanjutan entitas bisnis dan untuk mengukur kemampuan bersaing dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami

SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan : Put-87849/PP/M.XVA/99/2017. Jenis Pajak : Gugatan Masa Pajak : 2009 Pokok Sengketa

BAB I PENDAHULUAN. dalam beberapa tahun terakhir ini. Praktek perbankan Islam sebagai alternatif

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena bank syariah merupakan salah satu fenomena yang tetap hangat

BAB I PENDAHULUAN. yang melekat pada konsep (build in concept) dengan berorientasi pada

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2

BAB I PENDAHULUAN. Sistem perbankan ganda (sistem konvensional dan sistem syariah) yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan berdirinya bank syariah di

I. PENDAHULUAN. Selama lima tahun terakhir, industri perbankan syariah mengalami. perkembangan yang pesat. Berdasarkan laporan Perkembangan Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. umum dan meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Agama islam tidak hanya meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan

BAB 4 GAMBARAN UMUM TRANSAKSI PEMBIAYAAN MURABAHAH, KETENTUAN PPN ATAS MURABAHAH, KETENTUAN TENTANG PENAGIHAN PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. debitur. Namun dalam sistem bagi hasil pembayaran tetap selain pokok pinjaman

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi utama dari perbankan adalah intermediasi keuangan, yakni proses

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga perbankan merupakan salah satu instrumen penting dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Menurut Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

-32- RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang signifikan dual system antara sistem konvensional dan sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1992, perbankan Indonesia menjadi maju dengan munculnya

BAB 1 PENDAHULUAN. hasil baru dipraktekan dalam perekonomian di Indonesia. Antara sistem

BAB V PENUTUP. menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahwa usaha jasa persewaan kendaraan roda 4 (empat) atau lebih

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Bank Syariah merupakan Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara. Fungsi utama bank adalah sebagai lembaga

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.

BAB I PENDAHULUAN. pada kegiatan ekonomi baik di negara maju maupun negara berkembang. Negara

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang secara eksplisit menetapkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. pada Al Qur an dan Hadist Nabi SAW. Dengan kata lain, Bank syari ah adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kata bank dapat diartikan sebagai tempat penyimpanan barang-barang

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan keuangan syariah. Namun demikian, hingga saat ini market share

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan sebuah lembaga keuangan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai perantara (financial intermediary) bagi mereka yang memiliki dana yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. periode 5 tahun terakhir ini telah muncul bank-bank yang menjalankan kegiatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Industri perbankan masih mendominasi aset sektor keuangan. Penguasaan aset

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sistem keuangan dunia. perkembangan perekonomian dunia

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kurangnya inisiatif perbankan. Perkembangan bank yang makin pesat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

GUBERNUR BANK INDONESIA,

KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SOSIALISASI

BAB I PENDAHULUAN (pakjun 1983) dan paket kebijakan oktober 1988 (pakto 1988). Deregulasi

BAB I PENDAHULUAN. mendalam. Bank syariah yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan, hasil, prinsip ujoh dan akad pelengkap (Karim 2004).

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha

KAJIAN PENDALAMAN. Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018

BAB I PENDAHULUAN. jasa dalam lalu lintas pembayaran. 1 Di Indonesia sendiri dengan penduduk. yang dapat digunakan oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat yang berkekurangan dana disebut bank. Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang cukup signifikan. Menurut outlook perbankan syariah 2012 yang

Bab I Pendahuluan Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Bank Syariah merupakan bank yang beroperasi dengan prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. : pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan lain- lain. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. perbankan sebagai dasar utamanya yang berupa kepercayaan sebagai agent. melalui kredit dan kemudahan proses pembayaran.

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang menjalankan kegiatan perekonomian. Salah satu faktor penting

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang sustainable. Dari sisi

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/ 19 /PBI/2003 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT ATAU PEMBIAYAAN BANK PERKREDITAN RAKYAT PASCA TRAGEDI BALI

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. karena keyakinan yang kuat di kalangan masyarakat muslim bahwa Bank

Nomor KEP-4949/WPJ.09/2015 tanggal 20 Oktober 2015;

bahwa menurut Tergugat sesuai dengan Pasal 12 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012

Transkripsi:

syariah. 2 Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara muslim terbesar di dunia, perbankan syariah sangat berkembang di Indonesia. Perbankan syariah merupakan sektor yang sangat potensial karena sangat mengedepankan keadilan dalam berbagai kegiatan ekonomi dengan tidak adanya unsur riba (bunga) karena didalam agama islam riba (bunga) hukumnya haram. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 menyebabkan perkembangan bank-bank konvensional sangat menurun dan banyak terjadi likuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap berkembang dan mampu bertahan. 1 Di tengah-tengah krisis keuangan global yang melanda dunia pada akhir tahun 2008, perbankan syariah kembali membuktikan daya tahannya terhadap krisis yang terjadi. Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang saham, pemegang surat berharga, peminjam dan para penyimpan dana di bank menunjukkan bahwa perbankan syariah benar-benar tahan dan kebal krisis serta mampu tumbuh dengan signifikan. Dalam upaya meningkatkan peranan perbankan syariah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional serta memiliki daya saing yang tinggi maka Bank Indonesia selama tahun 2009 telah menerbitkan beberapa regulasi terkait dengan kelembagaan, Unit Usaha Syariah, konversi bank konvensional menjadi bank syariah, pembiayaan oleh BPR Syariah, 1 www.cintasyariah.wordpress.com, Perkembangan Bank Syariah Indonesia, diunduh pada tanggal 06 Maret 2010. 2 ibid 1

2 uji kemampuan dan kepatutan Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, fasilitas pendanaan jangka pendek bagi Bank Umum Syariah dan BPR Syariah. 3 Indikasi 1998 Tabel 1.1 Perkembangan Bank Syariah Indonesia 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 BUS 1 2 3 3 3 3 5 6 UUS - 8 15 19 20 25 27 25 BPRS 76 84 88 92 105 114 131 139 Sumber : BI, Statistik Perbankan Syariah, 2009. Keterangan : BUS = Bank Umum Syariah UUS = Unit Usaha Syariah BPRS = Bank Perkreditan Rakyat Syariah = Kantor Pusat/Unit Usaha Syariah Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan perbankan syariah berdasarkan laporan tahunan BI 2009 (Desember 2009). Secara kuantitas, pencapaian perbankan syariah sungguh membanggakan dan terus mengalami peningkatan dalam jumlah bank. Jika pada tahun 1998 hanya ada satu Bank Umum Syariah dan 76 Bank Perkreditan Rakyat Syariah, maka pada Desember 2009 (berdasarkan data Statistik Perbankan Syariah yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia) jumlah bank syariah telah mencapai 31 unit yang terdiri atas 6 Bank Umum Syariah dan 25 Unit Usaha Syariah. Selain itu, jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) telah mencapai 139 unit pada periode yang sama. Walaupun secara kuantitas pertumbuhan perbankan syariah cukup signifikan namun pada kenyataannya perkembangan size perbankan syariah bila dibandingkan dengan perbankan nasional masih sangat minim. Pada tahun 2009 pertumbuhan dan perkembangan lembaga perbankan syariah di Indonesia sebesar 26,5%, dengan angka Rp 59,7 triliun (posisi oktober 2009). Diperkirakan akhir Desember mencapai Rp 62 triliun. Angka pertumbuhan 26,5% ini merupakan yang terendah sepanjang sejarah perbankan syariah di Indonesia. Meskipun 3 www.bi.go.id, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah tahun 2009, hal iii, di unduh pada tanggal 9 April 2010.

3 demikian, jika dibandingkan dengan perbankan konvensional yang hanya tumbuh 12,5% angka 26,5% masih relatif tinggi. Tetapi market share perbankan syariah terhadap bank konvensional masih 2,4%. 4 Dalam hal ini, isu yang diperkirakan menghambat perkembangan industri perbankan syariah adalah transaksi pembiayaan murabahah dikenai PPN sebanyak 2 kali. Saat terjadi penyerahan barang BKP dari PKP penjual kepada bank dan saat terjadi penyerahan barang dari bank kepada nasabah. Murabahah merupakan akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan/margin yang disepakati oleh penjual dan pembeli. 5 Murabahah merupakan salah produk terlaris dan andalan dari perbankan syariah. Pada tabel 1.2 dibawah ini terlihat bahwa persentase pembiayaan murabahah dengan prinsip jual-beli yang dilakukan oleh perbankan syariah mendominasi jauh di atas dari pembiayaan mudharabah dan musyarokah. Pada tahun 2003 terjadi perbedaan terbesar dimana persentase pembiayaan mudharabah dan musyarokah hanya sebesar 14,36 dan 5,53 persen sedangkan pembiayaan murabahah sebesar 70,81 persen. Tabel 1.2 Persentase Pembiayaan Mudharabah, Murabahah, Musyarokah Sumber : BI, Statistik Perbankan Syariah, 2009 Berdasarkan fakta, produk murabahah hingga sekarang mendominasi dan merupakan aktiva produktif di bank syariah karena produk lain belum banyak berkembang, namun hal tersebut membuat perbankan syariah mendapat ancaman penagihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi berbasis jual beli itu. 4 Agustianto, Evaluasi Bank Syariah 2009 dan Outlook 2010, Pesantren Virtual's Notes (facebook), 1 Januari 2010, di unduh pada 12 Februari 2010. 5 Nendi Juhandi, SE, MM, Manajemen Keuangan Lanjutan, Jakarta : Pelangi Nusantara, 2008, hal 130.

4 Ditjen Pajak melalui Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor S-243/PJ.53/2003, tanggal 10 Maret 2003 Dirjen Pajak memberi penegasan bahwa kegiatan transaksi murabahah tidak termasuk jenis jasa di bidang perbankan karena kegiatan tersebut dilakukan berdasarkan prinsip jual beli barang, sehingga termasuk dalam pengertian perdagangan terutama PPN. 6 Hal ini bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, bank konvensional dan bank syariah termasuk lembaga keuangan. Oleh karena itu, lembaga-lembaga tersebut tidak terkena kewajiban membayar PPN. Padahal kenyataannya perbankan syariah terkena PPN, dengan alasan dalam transaksi murabahah terdapat prinsip jual beli yang dikenai PPN. Kalangan perbankan syariah berpendapat prinsip pembiayaan murabahah bukan tergolong jual beli yang sesungguhnya tetapi jual beli semu. Metode ini digunakan agar kedua belah pihak tidak terjebak riba (bunga). Polemik ini mulai mengemuka ketika Dirjen Pajak memeriksa tahun pajak 2003 Bank Syariah Mandiri (BSM) dan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPN No. 00032/207/03/073/04 tanggal 13 Desember 2004 sebesar Rp25,5 miliar atas PPN murabahah. 7 Selain itu, perbankan syariah juga termasuk kedalam 100 daftar penunggak pajak terbesar, yaitu BNI Syariah dan Bank Bukopin Syariah. Menurut Direktur Usaha Mikro Kecil Menengah dan Syariah BNI Achmad Baiquni, Tunggakan pajak bank tersebut sepenuhnya merupakan utang PPN atas transaksi murabahah yang selama ini dipermasalahkan. Hal itu berawal ketika perseroan melaporkan setoran pajak lebih bayar di tahun fiskal 2007 sehingga kemudian diaudit oleh kantor pajak. Tunggakan pajak yang harus dibayar BNI Syariah tersebut senilai Rp128 miliar dan semuanya dari transaksi murabahah pada Tahun 2007 senilai Rp108 miliar dan ditambah Rp 20 miliar merupakan sanksi administrasi. 8 Jika dihitung sejak berdiri pada tahun 2000, BNI Syariah berpotensi menunggak PPN 6 Indonesia Tax Review, Jalan Terang untuk Transaksi Murabahah, Volume II/Edisi 22/2010, hal 17 7 www.bisnis.co.id, Transaksi Murabahah Bukan Objek PPN, 20 maret 2006, diunduh pada 12 Februari 2010. 8 Agus Y, Pajak Berganda Transaksi Murabahah BNI Paling Besar, www.pkesinteraktif.com, 2 Februari 2010, diunduh pada 10 Maret 2010.

5 murabahah sampai 393 miliar rupiah. Padahal, laba bersihnya di Tahun 2007, baru sebesar Rp19,2 miliar. 9 Selain BNI Syariah dan Bank Bukopin Syariah, ada dua Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang beroperasi di Surabaya dan Bandung mengalami permasalahan yang sama. BPR di dua daerah itu sampai disita sebagian asetnya karena tudingan telah menunggak pajak Dalam UU PPN terbaru Nomor 42 Tahun 2009 yang berlaku mulai 1 April 2010 telah memberikan memberikan netralitas dalam pengaturan perpajakan (tax neutrality) bagi transaksi keuangan syariah termasuk transaksi murabahah. Hal ini terbukti dengan ditambahnya satu huruf pada Pasal 1A ayat (1) UU PPN Nomor 42 Tahun 2009, mengenai yang termasuk penyerahan Barang Kena Pajak terdapat penambahan satu huruf, yaitu huruf h yang menyebutkan mengenai : Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak. Dengan diterapkannya UU Nomor 42 Tahun 2009, kesimpangsiuran atas perlakuan PPN atas murabahah dalam perbankan syariah yang terjadi selama ini telah menemukan kepastian. PPN yang timbul akibat transaksi murabahah hanya akan dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak dari supplier kepada nasabah. Namun demikian, perbankan syariah menginginkan amendemen Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang berlaku awal April tidak hanya menghapuskan pengenaan PPN 2 kali terhadap transaksi pembiayaan murabahah, tetapi juga menghapuskan kewajiban tunggakan PPN yang sudah terjadi sebelumnya. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk membuat skripsi mengenai Analisis Atas Penagihan Tunggakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Transaksi Pembiayaan Murabahah Berdasarkan Asas Kepastian Hukum (Certainty).. 1.2 Pokok Permasalahan 9 www.koran-jakarta.com, Bank Syariah Desak Penghapusan Pajak, 3 Februari 2010, diunduh pada 16 Maret 2010.

6 Penerapan pengenaan PPN sebanyak 2 kali dalam transaksi jual beli di bisnis pembiayaan syariah atau dikenal murabahah, dinilai perbankan syariah sebagai sebuah kekeliruan. Hal tersebut menyebabkan perbankan syariah memiliki kewajiban PPN yang harus dibayar padahal perbankan syariah menyakini bahwa transaksi murabahah berada di negative list (tidak kena pajak) sehingga menolak untuk membayar kewajiban PPN tersebut. Pada dasarnya, tunggakan merupakan angsuran yang belum dibayar atau utang yang masih belum dilunasi pada atau setelah tanggal pengenaan denda. Namun, dalam Undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) tidak disebutkan secara eksplisit pengertian tunggakan pajak. Namun, beberapa pasalnya secara jelas menguraikan proses terjadinya tunggakan pajak sehingga pengertian tunggakan pajak dapat diuraikan secara implisit. 10 Sebelum April 2010, transaksi pembiayaan murabahah merupakan objek pengenaan pajak yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak secara berarti. Namun dalam pelaksanaannya di lapangan terjadi dispute antara wajib pajak dengan aparat pajak dalam menentukan jenis transaksi, sehingga terjadi perbedaan penafsiran dalam menentukan perlakuan (treatment) pemajakannya. Ketentuan PPN atas pembiayaan murabahah menjadi polemik karena dalam PBI No. 6/17/2004, produk ini merupakan pembiayaan perbankan berprinsip jual beli yang berada di negative list (tidak kena pajak). Namun, dalam praktiknya petugas Ditjen Pajak tetap menagih PPN dengan mengacu SK Ditjen Pajak No. 243 dan No. 271 tanggal 4 September 2003, yang menetapkan pembiayaan murabahah menjadi produk kena pajak. 11 Direktur Jenderal Pajak sudah berupaya untuk mengatasi dispute atas transaksi pembiayaan murabahah dengan menerbitkan UU Nomor 42 Tahun 2009 yang memberi netralitas terhadap transaksi pembiayaan murabahah. Jika merujuk kepada UU Nomor 42 Tahun 2009 mengenai PPN, aturan PPN murabahah memang sudah dihapuskan, namun aturan ini baru efektif pada April 2010. 10 Chandra Budi, Menyoal Tunggakan Pajak, www.sinarharapan.co.id, 8 Februari 2010, diunduh pada 16 Maret 2010. 11 Fahmi Ahmad, Asbisindo Mengancam Uji Materiil Pajak Bank Syariah (Artikel Pajak), Bisnis Indonesia, 19 Juni 2006.

7 Penghapusan ini juga hanya bersifat kasuistis. Artinya, bank syariah dengan transaksi murabahahnya, masih harus berkewajiban membayar tagihan pajak tahun-tahun sebelumnya. 12 Tentu saja perbankan syariah keberatan atas hal tersebut alasannya jika produk Murabahah dikenakan PPN, maka akan mengakibatkan kerugian signifikan pada bisnis perbankan syariah, sehingga tidak akan mendorong perkembangan bisnis syariah di Indonesia. Maka berdasarkan pokok permasalahan di atas, yang menjadi perumusan masalah dalam skripsi ini adalah : 1. Apakah atas penagihan tunggakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada transaksi pembiayaan murabahah telah memenuhi asas Kepastian Hukum (Certainty)? 2. Kendala-kendala apa yang dihadapi pada saat pelaksanaan penagihan tunggakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada transaksi pembiayaan murabahah? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan penagihan tunggakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi pembiayaan murabahah ditinjau berdasarkan asas kemudahan administrasi (ease of administration) terutama untuk : 1. Untuk menganalisa atas penagihan tunggakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi pembiayaan murabahah berdasarkan asas kepastian hukum (Certainty). 2. Untuk menganalisa Kendala-kendala yang dihadapi pada saat pelaksanaan penagihan tunggakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada transaksi pembiayaan murabahah. 1.4 Signifikansi Penelitian 12 www.cintasyariah.wordpress.com, Mari Dukung Netralisasi Pajak Ganda Murabahah, diunduh pada tanggal 06 Maret 2010.

8 Terdapat dua macam signifikansi penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Signifikansi Akademis Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih luas mengenai penagihan tunggakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada transaksi pembiayaan murabahah apabila ditinjau dari asas asas kepastian hukum (Certainty) dan kendala-kendala yang dihadapi pada saat pelaksanaan penagihan tunggakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada transaksi pembiayaan murabahah. 2. Signifikansi Praktis Ditinjau dari segi kepentingan secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi praktisi perpajakan dan Direktorat Jenderal Pajak dalam menentukan penagihan tunggakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi pembiayaan murabahah apabila ditinjau dari asas kepastian hukum (Certainty). Penelitian ini juga diharapkan memberikan gambaran bagi praktisi untuk menentukan perlakuan pajak atas penagihan tunggakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada transaksi pembiayaan murabahah yang sesuai. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 5 bab yang masing-masing terbagi menjadi beberapa sub-bab, hal ini dilakukan agar dapat mencapai suatu pembahasan atas permasalahan pokok yang lebih mendalam dan mudah diikuti oleh setiap pihak yang ingin mendapatkan informasi atas penagihan tunggakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi pembiayaan murabahah berdasarkan asas kepastian hukum (Certainty). Garis besar penulisan skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini penulis akan menggambarkan mengenai latar belakang permasalahan, pokok permasalahan yang menjadi dasar penelitian untuk mengetahui penagihan tunggakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi pembiayaan murabahah apabila berdasarkan asas kepastian hukum (Certainty), tujuan yang

9 ingin dicapai dalam penelitian yang dilakukan, serta signifikansi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Pada bab ini penulis ingin menyertakan beberapa teori yang dapat digunakan sebagai panduan untuk menganalisa penagihan tunggakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada transaksi pembiayaan murabahah berdasarkan asas kepastian hukum (Certainty). Penulis mengaitkan masalah dengan teori konsep untuk memadukan seluruh materi yang ada kaitannya dengan masalah dan cara mengungkapkan dasar dasar teoritis, konseptual dan logis. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini penulis ingin menjelaskan tentang pendekatan penelitian, jenis atau tipe penelitian, metode dan strategi penelitian, hipotesis kerja, Narasumber/Informan, site penelitian, dan batasan penelitian terhadap penagihan tunggakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi pembiayaan murabahah berdasarkan asas kepastian hukum (Certainty). BAB IV GAMBARAN UMUM TRANSAKSI PEMBIAYAAN MURABAHAH, KETENTUAN PPN ATAS MURABAHAH, KETENTUAN TENTANG PENAGIHAN PAJAK. Bab ini diuraikan mengenai gambaran umum mengenai transaksi pembiayaan murabahah. Dalam bab ini juga membahas mengenai ketentuan PPN atas murabahah, serta ketentuan tentang penagihan pajak.

10 BAB V ANALISIS PELAKSANAAN PENAGIHAN TUNGGAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS TRANSAKSI PEMBIAYAAN MURABAHAH BERDASARKAN ASAS KEPASTIAN HUKUM (CERTAINTY). Pada bab ini penulis ingin memberikan analisis yang lebih mendalam terhadap penagihan tunggakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi pembiayaan murabahah apabila berdasarkan asas kepastian hukum (Certainty), serta kendala-kendala yang dihadapi pada saat pelaksanaan penagihan tunggakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada transaksi pembiayaan murabahah. BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini dikemukakan simpulan yang diperoleh berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan penulis memberikan saran atas penagihan tunggakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi pembiayaan murabahah berdasarkan asas kepastian hukum (Certainty) dan saran untuk menyelesaikan kendala-kendala yang yang dihadapi pada saat pelaksanaan penagihan tunggakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada transaksi pembiayaan murabahah.