BAB IV ANALISIS URGENSI PENDIDIKAN FORMAL TINGKAT SMA MENURUT BURUH KONVEKSI DI DESA ROWOSARI KECAMATAN ULUJAMI KABUPATEN PEMALANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III URGENSI PENDIDIKAN FORMAL TINGKAT SMA MENURUT BURUH KONVEKSI DI DESA ROWOSARI KECAMATAN ULUJAMI KABUPETEN PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa lepas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang khususnya di dunia usaha sangat begitu ketat dan diikuti dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha dari setiap bangsa dan negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. negeri ini menghadapi persaingan global, khususnya dalam bidang. pendidikan nonformal. Pendidikan formal diperoleh melalui lembaga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Oleh : AMINUDIN NIM

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

K UNIVERSITAS SEBELAS MARET

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan manusia agar dapat menghasilkan pribadi-pribadi manusia yang

PENANAMAN PENDIDIKAN KARAKTER PEDULI SOSIAL DAN SANTUN PESERTA DIDIK MELALUI BUDAYA SEKOLAH

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasar hasil pembahasan analisis data melalui pembuktian terhadap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa Tiap-tiap. perubahan yaitu memajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB IV ANALISIS MOTIVASI REMAJA PUTUS SEKOLAH DALAM MENEMPUH PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C DI DESA KWAYANGAN KEDUNGWUNI PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. dan bernegara demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. suatu lembaga pendidikan. Kurikulum menyangkut suatu rencana dan

BAB I PENDAHULUAN. memainkan peranan hidup secara tepat. 1. pasal 3). Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan sumber daya manusia (human resources development) untuk

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh : ELY ERNAWATI A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DWI KUSTIANTI A FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sejak PAUD sampai ke Perguruan Tinggi. Pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dari tujuan pendidikan, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No.20

BAB I PENDAHULUAN. adanya perhatian pemerintah terhadap pendidikan, antara lain : disahkannya UU

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Tidak seorangpun yang dilahirkan

BAB I PENDAHULUAN. ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas.salah satu wahana untuk

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari pengetahuan dan ketrampilan baru sehingga dapat diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH PENGGUNAAN METODE QUANTUM TEACHING

Disusun Oleh : LINA FIRIKAWATI A

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan perubahan budaya kehidupan.

BAB IV ANALISA. bingkai akhlakul karimah. Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya tentang tujuan pendidikan Islam yang terutama dan tertinggi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Endah Rahmani Sunardi Emy Wuryani. Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan Dan Ilmun Pendidikan Universias Kristen Satya Wacana

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa belajar maka tidak ada ilmu

Pengaruh kepramukaan dan bimbingan orang tua terhadap kepribadian siswa kelas I SMK Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2005/2006. Oleh : Rini Rahmawati

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games-Tournament (TGT) dapat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan karakter yang akan ditunjukkan oleh anak-anaknya. Orang tua yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Cipta,2008), hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah pembangunan di bidang pendidikan yang bertujuan untuk

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Motivasi Memasuki Dunia Kerja berpengaruh positif dan signifikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK KEJAR PAKET C DI PKBM WIJAYA KUSUMA KECAMATAN BOGOR SELATAN KOTA BOGOR

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Orang Tua dengan Melanjutkan Studi ke Perguruan Tinggi Pada Siswa

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan tujuan sebagai sesuatu yang hendak dicapai. Maka yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,

BAB I PENDAHULUAN. satu sektor penting dan dominan dalam menentukan maju mundurnya suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gustini Yulianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana untuk memanusiakan

BAB I PENDAHULUAN. diperoleh anak ialah dalam keluarga. Orang tua berfungsi sebagai pemelihara,

BAB I PENDAHULUAN. dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional BAB II Pasal 3 telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk mewujudkan cita-cita

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka mewujudkan salah satu tujuan kemerdekaan indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk memimpin jasmani dan rohani ke arah kedewasaan. Dalam artian,

2016 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PERMAINAN EFTOKTON TERHADAP JUMLAH WAKTU AKTIF BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN PERMAINAN BULUTANGKIS

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Cet VIII, 2001, hlm M. Arifin, M. Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1993, hlm. 17.

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan dengan menggunakan strategi pembelajaran FIRE-UP dengan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Program Studi Pendidikan Akuntansi.

DAFTAR PUSTAKA. A. M, Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Raja

BAB I PENDAHULUAN. mendidik mempunyai tujuan tertentu, bahwa pada umumnya dapat. Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu pesat telah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah adalah lembaga formal tempat dimana seorang siswa menimba ilmu dalam

BAB I PENDAHULUAN. Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 17 2

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pendidikan adalah masalah yang sangat penting dalam. kehidupan, baik kehidupan keluarga atau berbangsa dan bernegara.

BAB IV ANALISIS. 2002), hlm.22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidak lepas dari permasalahan, di

BAB I PENDAHULUAN. Mutu pendidikan di sebuah lembaga madrasah merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaku pembangunan pendidikan berupaya untuk menaikkan derajat mutu

BAB I PENDAHULUAN. berperan dengan sebaik-baiknya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TUTOR SEBAYA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII PELAJARAN IPS TERPADU DI SMP N 10 PADANG JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

I. PENDAHULUAN. kepribadiaannya sesuai dengan nilai - nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan anggaran 20% APBN untuk. pendidikan. Dalam Undang-Undang 1945 Pasal 31 ayat 1 dan 2 yang

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS URGENSI PENDIDIKAN FORMAL TINGKAT SMA MENURUT BURUH KONVEKSI DI DESA ROWOSARI KECAMATAN ULUJAMI KABUPATEN PEMALANG A. Urgensi Pendidikan Formal Tingkat SMA menurut Buruh Konveksi di Desa Rowosari Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang 1. Pendidikan SMA pendidikan lanjutan wajib Pendidikan SMA adalah pendidikan yang wajib bagi anak-anak usia sekolah, karena pendidikan SMA adalah untuk membentuk manusia secara utuh, membentuk pribadi yang dewasa, beriman dan bertaqwa, mandiri, berilmu, serta bertanggungjawab. Dengan pendidikan, manusia bisa meningkatkan kualitas hidup, serta mampu menyelesaikan masalah-masalah yang berbeda dan semakin kompleks sejalan dengan bertambahnya usia, adanya lingkungan hidup yang baru, serta semakin berkembangnya ilmu teknologi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, manusia membutuhkan pendidikan, baik dari pendidikan formal, non formal, maupun informal, guna menyelesaikan masalah-masalah mereka dengan cara-cara yang lebih baik dan bijaksana. 1 Namun realita yang ada di desa Rowosari para remajanya hanya menganggap wajib saja, akan tetapi aplikasi sekolah ke SMA nya 1 Ngalim Purwanto, Ilmu pendidikan Teoritis dan Praktis,cet ke-18 (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2007), hlm. 82. 70

71 masih banyak yang tidak melanjutkan dikarenakan ada banyak alasan.seperti yang dikatakan oleh saudari Haryanti selaku buruh konveksi usia 18 tahun bahwa pendidikan SMA itu wajib, namun dia tidak melanjutkan pendidikan SMA dikarenakan faktor ekonomi orang tuanya yang tidak mampu, sehingga membuatnya mengalah tidak sekolah SMA untuk adik-adiknya. 2 2. Pentingnya pendidikan tingkat SMA Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa lepas dari kehidupan.karena dengan pendidikan kita bisa memajukan budaya serta juga dapat mengangkat derajat bangsa kita di mata dunia Internasional.Dengan pendidikan diharapkan dapat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas, baik dari segi spiritual, intelegensi, dan skill.pendidikan juga merupakan sesuatu yang sangat urgen bagi setiap manusia.karena dengan pendidikan, maka manusia mengetahui sesuatu yang sebelumnya belum diketahui.maka dari itu pendidikan dapat diperoleh dan dilaksanakan baik melalui pendidikan formal maupun non formal.seperti yang kita ketahui bahwa keduanya memang sangat penting bagi kehidupan.misalnya dalam pendidikan non formal yang diberikan oleh orang tua di lingkungan keluarga yang dapat menentukan bagaimana sikap seorang anak nantinya. Begitu pula dengan pendidikan formal yang tidak kalah penting, karena dengan pendidikan formal maka seseorang akan mendapatkan banyak ilmu 2 Haryanti, Buruh Konveksi 18 tahun, wawancara pribadi, Desa Rowosari, Rabu, 21 Oktober 2015 pukul 14.00 WIB-selesai.

72 dan pengetahuan baru yang lebih luas yang belum didapatkan dari pendidikan keluarga. 3 Pendidikan tingkat SMA itu dipandang penting bagi mayoritas orang, akan tetapi pentingnya hanya dianggap penting saja oleh para remaja di Desa Rowosari yang usia 15-18 tahun maupun yang lulusan SMA yang tidak meneruskan pendidikannya dan lebih memilih untuk bekerja. Mereka menganggap penting akan tetapi aplikasi untuk melaksanakannya tidak membuktikan bahwa pendidikan SMA itu peting. Seperti yang dikatakan oleh saudara M. Iqbal Baehaqi bahwa pendidikan itu penting karena untuk mendapatkan pekerjaan yang bagus dan layak. Anggapan tersebut tidak dibuktikan dengan pekerjaan yang mereka lakukan saat ini yakni sebagai buruh konveksi. 4 3. Fungsi Pendidikan SMA Pendidikan sendiri mempunyai fungsi untuk membentuk manusia secara utuh, menyiapkan tenaga kerja, dan menyiapkan warga Negara yang baik serta agen pembaharuan sosial. Pendidikan menengah dan pendidikan tinggi diselenggarakan bertujuan untuk melanjutkan pendidikan, mempersiapkan warga Negara menuju proses belajar di masa yang akan datang dan menyiapkan lulusan masyarakat yang baik. 5 3 Nana Syaodih Sukmadinata, Perkembangan Kurikulum Teori Dan Praktik (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006), hlm. 55. 4 M. Iqbal Baehaqi, Buruh Konveksi 16 tahun, wawancara pribadi, Desa Rowosari, Rabu, 21 Oktober 2015 pukul 13.00 WIB-selesai. 5 Jalaludin, Psikologi Agama (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 222.

73 Namun Realita di desa Rowosari, remajanya masih banyak yang tidak meneruskan sekolahnya.mereka menganggap bahwa fungsi pendidikan SMA itu untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, bagus, dan sesuai dengan cita-cita yang diharapkan. Seperti yang dikatakan saudara M.Sahrul Amin selaku buruh konveksi usia 17 tahun, bahwa Fungsi SMA adalah untuk mendapatkan apa yang orang sekolah itu inginkan, misalnya mendapatkan pekerjaan yang layak 6. Namun jawaban dari mereka tidak membuktikan jika SMA itu untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. 4. Keinginan Meneruskan Sekolah Kesadaran masyarakat desa Rowosari terhadap pendidikan tergolong kurang, karena pengaruh lingkungan yang tidak mendukung pendidikan.sebagian besar penduduknya memilih untuk bekerja dan tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih lanjut.ini disebabkan karena lingkungan sekitar, masyarakat, peluang pekerjaan yang luas.anggapan yang ada di masyarakat bahwa dengan bekerja sebagai buruh industri konveksi lebih baik dari pada melanjutkan sekolah. Oleh karena itu keinginan remajanya untuk melanjutkan sekolahnya lagi masih kurang. Sebagian remaja usia 15-18 tahun yang tidak meneruskan sekolah SMA tidak ingin meneruskan sekolahnya lagi. Seperti yang dikatakan oleh saudara M. Sahrul Amin, dia 6 M. Sahrul Amin, Buruh Konveksi 15 tahun, wawancara pribadi, Desa Rowosari, Rabu, 21Oktober 2015 pukul 11.00 WIB-selesai.

74 mengatakan bahwa sudah tidak ingin meneruskan sekolah SMA. 7 Dia tidak ingin melanjutkan sekolahnya lagi karena dia sudah tidak sanggup lagi untuk mengingat masalah mata pelajaran yang ada di sekolah. 5. Cita-cita yang Diinginkan Banyaknya pengusaha konveksi di Desa Rowosari yang sukses, mengakibatkan masyarakat sekitar juga ingin menjadi pengusaha konveksi meskipun kecil-kecilan. Terutama para remajanya, mereka berbondong-bondong menjadi buruh konveksi yang bayarannya tidak seberapa per minggunya.mereka berharap dengan bekerja mulai dari nol menjadi buruh konveksi, mereka bisa mempunyai usaha konveksi sendiri.hal tersebut seprti yang dikatakan oleh salah satu buruh konveksi yang bernama M. Iqbal Baehaqi, dia mengatakan bahwa mempunyai cita-cita kelak menjadi pengusaha konveksi yang sukses meneruskan usaha orang tuanya. 8 B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Urgensi Pendidikan Formal Tingkat SMA Menurut Buruh Konveksi di Desa Rowosari Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi urgensi pendidikan formal tingkat SMA menurut buruh konveksi adalah ada beberapa faktor, 7 M. Sahrul Amin, Buruh Konveksi 16 tahun, wawancara pribadi, Desa Rowosari, Minggu, 23 Agustus 2015 pukul 09.00 WIB-selesai. 8 M. Iqbal Baehaqi, Buruh Konveksi 16 tahun, wawancara pribadi, Desa Rowosari, Rabu, 21 Oktober 2015 pukul 13.00 WIB-selesai.

75 adapun faktor tersebut dengan dilakukan observasi dan wawancara diantaranya adalah: 1. Faktor Kemampuan Kemampuan para buruh konveksi adalah kemampuan untuk belajar dan memikirkan tentang pelajaran di sekolah lagi. Kemampuan pendidikan yang kurang menyebabkan para remaja usia 15-18 tahun lebih memilih bekerja sebagai buruh konveksi dari pada meneruskan pendidikannya ke tingkat SMA. Adapun dari keadaan tersebut diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada para buruh konveksi, adapun datanya adalah seperti yang diungkapkan oleh M. Sahrul Amin selaku buruh konveksi usia 15 tahun, dia mengatakan bahwa sudah tidak mampu lagi mengingat mata pelajaran yang ada di sekolah dengan kemampuan pemahamannya yang kurang. 9 2. Faktor Ekonomi Faktor ekonomi adalah salah satu yang mempengaruhi urgensi pendidikan formal tingkat SMA menurut buruh konveksi, ekonomi yang diteliti adalah buruh konveksi yang ekonominya mampu dan tidak mampu. Ekonomi yang ada di desa Rowosari memang banyak yang menjadi pengusaha konveksi, akan tetapi masih banyak juga yang ekonominya menengah kebawah. Dengan ekonomi yang tidak mampu para remaja usia 15-18 tahun yang ingin sekolah meneruskan ke jenjang SMA keinginannya tersebut harus dipendam terlebih dahulu 9 M. Sahrul Amin, Buruh Konveksi 16 tahun, wawancara pribadi, Desa Rowosari, Minggu, 23 Agustus 2015 pukul 09.00 WIB-selesai.

76 guna meringankan beban ekonomi orang tuanya. Mereka lebih memilih bekerja sebagai buruh konveksi di pengusaha konveksi di desanya.adapun pernyataan tersebut didapatkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti. Seperti yang diungkapkan oleh Haryanti selaku buruh konveksi usia 18 tahun, dia mengatakan bahwa sebenarnya dia ingin melanjutkan sekolahnya lagi, akan tetapi dia harus mengurungkan keinginannya tersebut karena faktor ekonomi orang tuanya yang tidak mampu 10 Dan buruh konveksi yang ekonominya mampu mereka beranggapan bahwa mereka ingin meneruskan usaha orang tuanya, mereka sejak kecil sudah dibiasakan membantu dalam usaha konveksi orang tuanya, sehingga mereka keenakan bekerja dari pada sekolah.seperti yang dikatakan M. Iqbal Baehaqi bahwa dia tidak ingin lagi melanjutkan sekolahnya karena sering membantu usaha orang tuanya sebagai pengusaha konveksi, sehingga dia keenakan bekerja juga dia ingin meneruskan usaha orang tuanya. 11 3. Faktor Lingkungan Kesadaran masyarakat desa Rowosari terhadap pendidikan tergolong kurang, karena pengaruh lingkungan yang tidak mendukung pendidikan.sebagian besar penduduknya memilih untuk bekerja dan tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih lanjut.ini 10 Haryanti, Buruh Konveksi 18 tahun, wawancara pribadi, Desa Rowosari, Rabu, 21 Oktober 2015 pukul 14.00 WIB-selesai. 11 M. Iqbal Baehaqi, Buruh Konveksi 16 tahun, wawancara pribadi, Desa Rowosari, Rabu, 21 Oktober 2015 pukul 13.00 WIB-selesai.

77 disebabkan karena lingkungan sekitar, masyarakat, peluang pekerjaan yang luas.anggapan yang ada di masyarakat bahwa dengan bekerja sebagai buruh industri konveksi lebih baik dari pada melanjutkan sekolah. Sudah banyaknya remaja yang tidak meneruskan ke jenjang SMA mengakibatkan penerus berikutnya tertarik untuk bekerja sebagai buruh konveksi dari pada sekolah SMA. Dari pernyataan ini dibuktikan dengan hasil wawancara peneliti yang diungkapkan oleh Intan Nur Aini selaku buruh konveksi usia 15 tahun, dia mengatakan bahwa dia tidak melanjutkan sekolahnya karena terpengaruh oleh teman-teman disekitarnya. 12 12 Intan Nur Aini, Buruh Konveksi 15 tahun, wawancara pribadi, Desa Rowosari, Sabtu, 21 Oktober 2015 pukul 15.30 WIB-selesai.